Share this post on:

Re: Zero kara Hajimeru Isekai Seikatsu

 

Arc 4

 

Bab 64

 

[Dunia yang hancur lebur]

 

CH 64.png

 

Penerjemah : DarkSoul

Hal pertama yang Subaru rasakan saat dia sadar adalah sakit yang tak tertahankan di seluruh tubuhnya.

Wajahnya, dan semua yang berada di atas lehernya, menderita rasa sakit yang luar biasa. Leher kirinya, area di samping mata kanannya, gerahamnya, gigi depannya, telinga kiri—terlalu banyak, tidak ada satu titik yang tidak tersasa sakit.

Subaru mengaduk-aduk mulutnya dengan lidah, dan mendapati bahwa Subaru sudah kehilangan dua gigi geraham, satu gigi depan, dan salah satu gigi taringnya hilang. Ketika Subaru membuka matanya tuk mengamati sekeliling, barulah sadar bahwa mata kanan Subaru membengkak sampai tidak bisa dibuka lagi.

“Th, hoek…”

Ketika Subaru mencoba berbicara, mulutnya menggeram aneh karena beberapa giginya hilang dan darah yang membanjiri mulutnuya.

Setiap nafas membuat saraf yang terpampang di balik giginya kedinginan, walaupun dia mencoba bernafas melalui lubang hidungnya, darah kering menutup jalur masuk udara. Terengah-engah, Subaru memuntahkan darah di mulutnya.

“Tidak mungkin…aku…tidak mati?”

Sembari menyeret tubuhnya yang terluka parah, Subaru menyadari kebenaran bahwa dia selamat dari takdir kematiannya.

Daya pandangnya hanya befungsi setengah, Subaru mendapati dirinya terbaring di lorong yang gelap. Tidak kelihatan seorang pun disana. Subaru mulai mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum pingsan, dan…

“Dimana…Elsa…”

Tidak disini.

Sejauh mata memandang, Subaru tidak melihatnya.

Seorang wanita yang pekerjaannya mengintai dalam kegelapan, meskipun dia kelihatan, Elsa mungkin dapat menyembunyikan dirinya dari penglihatan Subaru, tapi—tidak ada alasan Elsa melakukan itu. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Elsa. Dia menghilang. Tanpa membunuh Subaru.

“Kenapa…dia……Tidak lebih pentingnya lagi…”

Setiap Subaru bergerak, darah dimuntahkan keluar dari mulutnya. Dengan kesal meludahkannya, Subaru menggelengkan kepalanya. Subaru menggerakkan setiap anggota tubuhnya untuk memeriksa bagian tubuh mana yang sakit, dan mana yang tidak bisa digerakkan—

—Ketika Subaru menyadari suatu rasa hangat, terdengar suara enduran yang berirama di lengannya.

“—Rem”

Gadis cantik berambut biru. Gadis yang dalam tidurnya tetap memberikan kekuatan pada Subaru.

Di tangannya, jantung Rem berdetak pelan. Nafas tenangnya yang berirama, denyutnya yang stabil, dan kulitnya yang merah samar—-itu semua merupakan bukti dan irama yang terus berlanjut dalam hidupnya.

“——”

Diselimuti dengan emosi, Subaru mengencangkan dekapannya.

Memanfaatkan ketiadaan reaksinya, Subaru memeluk tubuh halusnya sambil menikmati kehangatannya, seolah-olah merasakan kulitnya sebagai bukti bahwa dia masih hidup.

“Kenapa…dia…pergi…tanpa membunuhku atau Rem…?”

Memegang tubuh Rem, Subaru memikirkan kepergian Elsa yang tidak beralasan.

Dia membunuh Petra, dia membunuh Frederica, bahkan Beatrice tamat karena perbuatannya. Namun, sang pembunuh pergi tanpa mengambil nyawa Subaru dan Rem kendati mereka berada tepat di depannya.

Memang sih, sebelum kehilangan kesadaran, Subaru memohon agar mengampuni nyawa Rem, dan Elsa menerima pemintaannya. Tapi siapa sangka dia akan menepati kata-katanya?

Subaru ragu dia dapat memahami isi kepala seorang psikopat seperti Pemburu Usus itu, mungkin saja tidak ada alasan spesial atas pengampunan nyawa Rem.

“Tapi…kenapa dia membiarkanku hidup…?”

Subaru pasti akan dibunuhnya, itulah yang dia pikirkan. Setidaknya, Elsa mengayunkan pisaunya pada Subaru dengan niat melukainya. Rasa sakit dari setiap tulang dan otot-ototnya yang hancur mengembalikan Subaru ke kenyataan. Meski begitu, kenapa Elsa membiarkanku hidup?

“Bodo amatlah…sekarang ini…”

Tidak memahami keadaan sekarang, Subaru menggelengkan kepalanya, dan menguatkan tubuhnya yang sakit kemudian mengangkat Rem ke tangannya.

Membopong Rem dengan ringan di lengannya, Subaru menatap ujung lorong—dan, melihat mayat Frederica, tergeletak di sana seolah-olah terlupakan, Subaru memutuskan apa yang harus dia lakukan.

—Yang paling penting, Subaru harus mengubur Frederica dan Petra.

“Meskipun tidak ada artinya kalau dunia ini ujung-ujungnya akan berakhir…”

Sebuah tindakan sentimental, irasional, dan menyedihkan, tutur Subaru seakan mengejek dirinya.

Subaru sudah memutuskan bahwa dia akan mengatur ulang dunia ini dengan kematiannya.

Sudah terlalu banyak yang hilang. Terlepas dari apa yang dia dapatkan, Subaru gagal melindungi sesuatu yang dia sayangi. Subaru kehilangan segalanya, sama seperti sebelumnya, atau bahkan lebih parah. Subaru tidak lagi memiliki tekad untuk hidup di dunia dimana semua yang dia miliki, hilang. Jika kematiannya mampu mengembalikan mereka, maka Subaru tidak akan ragu untuk mati.

Dunia ini adalah dunia yang telah berakhir.

Mau kematian Petra, Frederica, atau pun Beatrice, semuanya bisa dicegah.

Janjinya pada Petra, permintaan maafnya pada Frederica, dan jawaban akhirnya pada Beatrice yang sengsara. Semua itu bisa dipenuhi di dunia berikutnya.

Setelah menetapkan keputusannya, tidak perlu lagi berduka atas kematian mereka.

Karena kesedihan apa pun yang tersisa dari dunia hilang ini, tak akan lagi diingat oleh orang lain, dan hanya Subaru seoranglah yang mengingatnya.

—Tapi, jika Subaru benar-benar bertekad seperti itu, Natsuki Subaru pasti sudah ada di dunia berikutnya.

“Ketetapan, tekad, kemampuan…aku selalu kekurangan semuanya. Kenapa aku sangat lemah ya, Rem?”

Gadis yang terbaring di lengannya tidak menjawab Subaru.

Tapi, entah Subaru sedang meratapi ketidakberdayaannya sendiri atau menunjukkan kelemahannya, saat ini, satu-satunya tempat di mana Subaru bisa melakukan itu adalah di hadapan gadis yang tertidur ini.

※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※

—Sudah lima belas menit setelah Subaru memutuskan untuk mengubur Petra dan Frederica.

“Apa…itu?”

Melihat sesuatu yang menumpuk di depannya. Tenggorokan Subaru mengeluarkan erangan mual.

Tapi siapa yang pantas menyalahkannya? Karena memang aneh dan tidak masuk akalnya tumpukan di depan Subaru.

Bongkahan besar daging berwarna pink—itulah tumpukan yang ada di depannya. Bentuknya seperti bola lumpur miring yang dibuat anak kecil, bedanya bola ini adalah daging. Kiasan itu seharusnya sudah benar-benar menyampaikan keanehannya, sekaligus alasan kebingungan Subaru.

“Besar—”

Sederhananya, bongkahan besar daging yang tingginya sampai membuat Subaru mendongak ke atas, dan dengan sekilas Subaru dapat langsung menebak berat dari kepadatannya. Warna dan teksturnya mengingatkan Subaru akan daging babi segar atau daging ayam yang mungkin dapat ditemukan di lorong tempat penyimpanan daging.

Sejauh yang bisa dilihat Subaru, ada dua belas bongkahan. Setiap bongkahan memiliki ukuran yang persis sama dan tergeletak-geletak di sekitar daerah sana.

“Apa…apaan ini…?”

Bingung dan tidak bisa memikirkan jawabannya, Subaru terus mengajukan pertanyaan yang sama, berulang-ulang kali.

Lalu, saat Subaru melihat sekelilingnya,

“Kemana perginya semua penduduk desa?”

Berdiri di pusat desa Arlam, dikelilingi oleh bongkahan-bongkahan daging, Subaru dengan dungu bergumam sendiri.

—Subaru datang ke desa Arlam dengan harapan agar mendapat bantuan untuk mengubur Petra dan Frederica, lebih pentingnya lagi untuk memberitahukan keluarga Petra atas kematian putrinya.

Subaru sudah siap dipukuli dan disumpah.

Persis saat di Mansion dulu, bahkan disini, Subaru masih dapat menghindari hal itu. Dia bisa menyembunyikan kenyataan bahwa Petra sudah mati, dan membuat ulang dunia ini tanpa sepengetahuan penduduk desa.

Jika Subaru melakukan itu, dia mungkin akan menyembunyikan tanggung jawabnya atas kematian Petra, hanya ada rasa bersalah di lubuk hati Subaru, sama saja dengan membuang harga dirinya.

Tapi, perihal apakah dia mampu memaafkan dirinya, jawabannya adalah mustahil.

“Pada akhirnya, aku hanya memuaskan diriku sendiri, ya”

Jadi Subaru memutuskan untuk memberitahukan keluarga Petra sebelum mengubur mereka berdua.

Di lain hal, Subaru tidak tahu apakah dia harus berduka pada kematian Beatrice. Roh tidak meninggalkan jasad. Cara lenyapnya yang sangat elok membuat kematiannya tampak tidak nyata bagi Subaru.

Siapa yang tahu, mungkin saja sih—Subaru tidak bisa berbuat apa-apa selain berpegang pada pemikiran itu.

Dengan angan-angan terbalik yang ada di kepalanya, Subaru pergi ke desa Arlam.

Subaru juga membawa Rem, berniat memintai seseorang untuk menjaganya selagi Subaru memakamkan Frederica dan Petra.

Lalu, ketika Subaru sampai, dia langsung mencari penduduk desa, tetapi yang dia temui malah tumpukan-tumpukan daging.

“—Tidak ada…orang di sini”

Membaringkan Rem di bawah genteng salah satu rumah, kemudian berkeliling desa, itulah rencana Subaru.

Keringat di dahinya meluruhkan darahnya, wajah Subaru dipenuhi dengan warna merah darah, alhasil mukanya seram untuk dipandang. Jika ada penduduk desa yang bertemu dengan Subaru sekarang, tidak ragu lagi dia akan disambut dengan teriakan ngeri.

Tapi, tidak menemukan seorang warga desa pun, Subaru duduk di samping Rem yang tertidur, bingung harus melakukan apa.

—Subaru sudah menebak bahwa Elsa telah menghilang dari Mansion saat dia tersadar.

Elsa tidak bermain-main untuk membunuh semua orang di Ibu Kota. Jadi, mungkin saja tidak terpuaskan dengan penghuni Mansion, maka dia putuskan untuk menghabisi seluruh warga desa. Subaru sudah menerka-nerka berbagai kemungkinan selama perjalanannya ke desa Arlam, dan kemungkinan itu hanya salah satu dari firasat buruknya.

Tapi yang menyambutnya saat Subaru tiba jauh berbeda dari apa yang dia bayangkan.

Alih-alih masyarakat desa, yang ada hanyalah tumpukan-tumpukan daging—-Di dalam hatinya, Subaru telah membayangkan yang terburuk, tapi dia mengindahkannya.

“Tidak ada seorang pun di sini…kalau begitu tidak ada gunanya berlama-lama, lebih baik cepat mengubur mereka.

Setelah mengatakannya Subaru mengangkat Rem di tangannya dan meninggalkan desa.

Daging padat masih tidak bergerak seperti sedia kala. Subaru tidak mempunyai hati nurani sedikit pun, meninggalkan mereka begitu saja di sana. Subaru bahkan lebih suka jika mereka tidak memenuhi ingatannya

Rasanya seolah kepalanya akan meledak

※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※

Mengubur Petra dan Frederica ternyata sederhana.

Mengkafani seluruh tubuh mereka. Subaru sudah membersihkan kulit yang berlumuran darah dengan kain, soal pakaian, sudah diganti dengan satu set baru, dengan rasa menyesal.  Tentu saja, tidak ada pemikiran mesum dalam benaknya.

Saat Subaru menyusuri tangan dingin dan kaku gadis-gadis itu melalui pakaian lengannya, dia ingin menangis, tapi matanya hanya berkaca-kaca saja, perasaannya terjebak dalam emosi yang campur aduk.

“…….Setidaknya, beristrirahatlah dalam damai”

Subaru mengucapkan doa agar mereka dapat beristrirahat dengan tenang sambil menguburkannya.

Subaru tidak mengetahui tata cara berdoa di dunia ini, di dunia asalnya juga sama. Semua anggota keluarganya masih hidup, jadi dia tidak pernah menghadiri pemakaman, dan dia juga tidak berminat pada upacara pemakaman sekuler masyarakat Jepang.

Subaru menyesalinya.

—Kenyataan bahwa Subaru menyesal karena tidak mengetahuinya.

“Aku menuduhmu. Terima kasih, sudah bersedia membantuku”

Ucap Subaru sambil mengulurkan tangannya, dan naga tanah hitam menempelkan moncongnya pada jari Subaru.

Kakinya yang dikotori oleh tanah galian, Patrasche menempel pada Subaru seakan-akan ikut turut berduka.

Setelah menemukan Patrasche yang selamat sentosa di kandangnya, Subaru meminta bantuannya untuk menguburkan Petra dan Frederica. Naga pintar itu dengan cepat memahami permintaan kikuk Subaru, dan bersama Subaru yang sedang memegang alat mirip sekop, Patrasche menggali lubang panjang untuk Frederica yang berbadan tinggi.

Bahkan kaki kuatnya pun masih mampu menggali meskipun dilumuri lumpur padat, namun tidak mengurangi keindahan dan keagungan naga tanah. Subaru sekali lagi berterima kasih banyak padanya.

Kuburan Petra digali Subaru. Meskipun tubuhnya kecil, Subaru tidak ingin dia merasa sesak, alhasil Subaru kelewat menggali sampai-sampai kulit di telapak tangannya beberapa kali robek oleh pegangan alat asing itu.

Terbaring di dalam tanah, dan menyaksikan sosok Petra semakin kecil dari penglihatan Subaru, akhirnya, air mata tak lagi dapat ditahan, Subaru tidak repot-repot menyekanya.

Subaru memberikan ucapan selamat tinggal yang sama pada Frederica. Setelah menempatkan batu nisan di kuburan mereka, pemakamannya berakhir.

“……Tidak ada gunanya tinggal di sini lagi”

Gumam Subaru dengan suara lirih.

Tragedi yang tak dapat dihindarkan telah menimpa Mansion.

Mengukir setiap informasi rinci dalam ingatanya, Subaru pastikan tak akan pernah melupakan penyesalan masa lalunya seraya mengucapkan selamat tinggal.

Subaru sangat-sangat menyesal, dan dia pastikan akan membalasnya di kehidupan berikutnya.

Baru sekali Subaru mengalami hal ini, apakah dia benar-benar bisa bertanggung jawab atas kematian mereka.

“Setelah memeriksa apa yang perlu diperiksa, ayo kembali ke Sanctuary. —Kita tidak bisa meninggalkan Rem di sini, jadi dia ikut juga”

Matahari mulai terbenam.

Dunia perlahan-lahan menggelap, Subaru sadar hari sudah mendekati malam ke tiga. Saat dia selesai memeriksa apa yang perlu diperiksa dan pergi ke Mansion keesokan paginya, Subaru pasti akan sampai di Santuary sebelum malam keempat.

Akan menghabiskan waktu satu hari setengah malam sebelum hari keenam. Dan inilah pertama kalinya Subaru balik lagi ke Sanctuary dari Mansion.

Mempertahankan Mansion, lalu menerobos Sanctuary.

Karena ada dua rintangan yang tidak terhindarkan, Subaru harus kembali ke save point pertamanya sebelum dia mencapai perulangan terakhir.

Apa yang berubah dari Sanctuary tanpa kehadiran Subaru?

Segala halnya mungkin berjalan sesuai takdir saat Garfiel menghajar pingsan Subaru dan memenjarakannya. Kalau begitu, Otto dan Ram mungkin akan membebaskan para pengungsi Arlam di malam kelima.

“Pasti sebelum kejadian itu terjadi…….ya”

Cara Subaru meninggalkan Garfiel adalah persoalan lain. Dengan paksa memblokir pengejarannya menggunakan Leweses sebagai perisai, sulit membayangkan betapa marahnya Garfiel.

Terlebih lagi, dia harus memberitahukan kematian kakaknya.

Yang telah Subaru curigai sebagai seorang mata-mata, dan bagaimana dia gagal melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya.

Subaru harus menahan amarah Garfiel, dan menerima apa pun yang mungkin terjadi.

“Nah, balik lagi ke Sanctuary, aku kangen Emilia”

Memikirkan insiden yang tidak terhitung jumlahnya menganggu kepalanya, Subaru menampik pemikiran itu.

Atau mungkin, penyesalannya.

Tapi, pada saat ini, itulah yang sebenarnya Subaru inginkan.

Dia ingin melihat wajah Emilia. Dan menyentuhnya.

Dia ingin merasakan tubuh Emilia, dan menyembuhkan batinnya yang hampir hancur.

Gagasan itu membuktikan seberapa parahnya Subaru merasa lelah.

—Ketika mereka memasuki hutan yang mengelilingi Sanctuary, barulah dia menyadari ada sesuatu yang janggal.

Menunggangi Patrasche sambil mendekap Rem yang tertidur di depannya. Posisi duduk Subaru sangat tidak seimbang dan berbahaya, untung saja Rem tidak bergerak, dan Patrasche mampu mengatasi kesulitan Masternya selagi menemuh jalan menuju Sanctuary.

Karena mereka tidak bisa pergi dengan kecepatan penuh seperti kepulangannya ke Mansion yang lalu, sehingga menghabiskan waktu tujuh belas jam untuk menelusuri kembali jalur yang sama. Dan sekarang, sudah mulai malam keempat.

Subaru berniat untuk menghabiskan waktu satu setengah malam di Sanctuary, tapi tampakya satu hari itu akan berkurang.

Waktu benar-benar penting. Dan tentu saja, Subaru tidak berniat menyalahkan Patrasche.

Tapi ada satu hal yang yang Subaru gagal perhitungkan.

“Seriusan nih, bukan bercanda kan…….Apa yang terjadi disini…!?”

Setengah jalan ke Sanctuary, melewati hutan dimana penghalang berdiri – mereka merasakan dingin beku yang menyelimuti daerah sana.

Dedaunan hijau pohon-pohon berhamburan dengan embun beku, dan cabang-cabangnya memutih. Genangan-genangan air di tanah sudah membeku, dan kemanapun dia melihat hanya ada kristal-kristal es.

Suhunya sangat-sangat dingin—bahkan melebihi musim dingin ekstrim. Subaru mengencangkan lengannya pada Rem saat dia menghembuskan nafas uap putih.

Seperti biasanya, hutan Sanctuary tidak memiliki tanda-tanda kehidupan hewan, tapi sekarang, bahkan daya hidup pepohonan pun sudah melemah. Kenyataan hutannya sangat tidak siap pada iklim dingin membuktikan bahwa itu bukan disebabkan fenomena alam.

“Semua yang ada di depan membeku dan memutih, firasatku buruk, Patrasche” kata Subaru.

“———-”

“Hey…Patrasche?” panggil Subaru.

Kesal dengan perasaan tak menyenangkan di dadanya, Subaru ingin Patrasche mempercepat kecepatannya, tapi dia tidak merespon.

Subaru mengerutkan alis sambil menatap naga kesayangannya, dia sadar bahwa kaki Patrasche berhenti, dan nafasnya terengah-engah tidak teratur.

“Patrasche!?”

Subaru buru-buru menarik tali kekang tuk menghentikannya. Subaru melompat turun dari pelana, dan mengelus-ngelus lehernya. Sisik lehernya yang keras terasa sama seperti biasanya, bedanya, sekarang sangat dingin. Dan baru saat itulah Subaru menyadarinya.

“Bukannya naga tanah tahan dingin…? Mereka terlihat seperti reptil, aku ingin tahu bagaimana mereka menghadapi musim dingin?”

Kebanyakan reptil seperti kadal dan ular berhibernasi selama musim dingin. Karena tampang mereka terlihat sangat mirip, mungkin beberapa ciri reptil juga ada pada naga.

Kalau begitu, mengendarai Patrasche yang sedang kedinginan sama saja bunuh diri.

Jika yang Subaru bayangkan itu benar, maka semakin dekat mereka ke Sanctuary, semakin parah pula dinginnya.

“Kau tidak bisa ikut denganku, terlalu sulit. Dari perawakannya, naga tanah yang mendiami Sanctuary mungkin juga berbahaya”

Subaru mengelus tubuh Patrasche yang mengigil dengan tangannya. Mungkin tidak lebih dari menghiburnya, tapi Patrasche menyandarkan kepalanya di telapak tangan Subaru seolah ingin merasakan sensasinya.

Tanpa Patrasche, akan menghabiskan waktu yang jauh lebih lama untuk sampai di Sanctuary—tapi jika dia pergi dengan Subaru, kemungkinan besar Patrasche akan mati dalam perjalanan ke sana.

“Patrasche. Maafkan aku, tapi kau harus tinggal di luar hutan…tidak, bisakah kau kembali ke Mansion?”

Mendengarkan keputusan Subaru, Patrasche mendengus sedih.

Tapi dia cukup pintar untuk memahami kekhawatiran Subaru, serta keadaan tubuhnya sendiri dan kondisi hutan di depan. Setelah beberapa kali cekcok dengan Subaru, dia menundukkan kepalanya dan mematuhinya.

Setelah mengangguk dalam-dalam, Subaru mengambil beberapa perbekalan dan pakaian dari ransel Patrasche, dan mengenakannya sebanyak mungkin untuk mencegah hawa dingin. Subaru melakukan hal yang sama pada Rem, dan setelah memakai tas berisi perlengkapan dari Patrasche, Subaru kembali membopong Rem.

“Jalan menuju Sanctuary…lurus ke depan…kan” tanya Subaru.

“———”

“Hei, jangan beri aku tatapan cemas itu…aku lebih mencemaskanmu tahu. Kau pasti kelelahan…maaf sudah membuatmu mengantarkanku ke sini. Aku memang tidak pengertian, maaf ya”

Subaru menundukkan kepalanya dan Patrasche meringkik lirih seolah ingin bilang “tidak perlu minta maaf”. Lalu, dia kembali ke tepi hutan, Subaru menyaksikan kepergiannya sampai sosoknya tidak kelihatan lagi.

Patrasche tidak menoleh kebelakang sekali pun saat dia pergi.

Mungkin, Patrasche ingin menunjukkan keengganannya pada Subaru, dan pada saat yang sama pula, itu juga demi mengurangi rasa bersalah Subaru.

Lagi dan lagi, Subaru mengakui semua yang telah dilakukan oleh naga kesayangannya.

“Patrasche dapat dengan mudah keluar dari hutan ini…malah, aku lebih risau pada ujung jalan ini…sial lah”

Memindahkan Rem dalam pelukannya, Subaru terus berjalan di sertai suara retakan es di bawah kakinya.

Hembusan nafasnya menguap putih, dan giginya akan menggertak jika dia merasa kedinginan. Maju, terus maju, dia pergi ke Sanctuary.

“Apa yang sebenarnya terjadi…Emilia…?”

Dia memanggil nama gadis yang seharusnya berada di jantung kedinginan ini.

※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※

Subaru memaksakan kakinya yang membeku melangkah ke depan, menghirup tipis udara dingin dengan bibirnya yang lupa caranya mengigil. Berusaha sebaik mungkin agar kelopak matanya tetap terbuka, Subaru berhasil mempertahankan penglihatannya yang kabur putih selagi dia menyusuri hutan.

—Dingin ekstrim yang menyelimuti Sanctuary jauh lebih menusuk dari harapan naif Subaru.

Setiap langkah yang diambil Subaru semakin mendekatkannya dengan Sanctuary, dia merasa suhu tubuhnya menurun.

Dia sudah lama kehilangan indra perasa kulitnya, dan satu-satunya sesuatu yang menggerakkan tubuhnya adalah rasa tanggung jawab pada mereka yang sudah wafat, dan tekad untuk tetap bergerak maju.

“————-”

Di tangannya, Rem memancarkan tanda-tanda kehidupannya, tidak ada gejala dari luar yang mempengaruhi kehidupannya.

Terus berjalan ke depan, ke Sanctuary.

Subaru tidak tahu apakah dia ada di jalan yang benar atau tidak. Tapi Subaru hanya bisa yakin bahwa dia semakin dekat jika suhu dinginnya bertambah.

Salju menumpuk sampai ke tulang keringnya, dan tanpa disadari, hutannya sudah benar-benar berubah menjadi pemandangan musim dingin.

Sebuah kekuatan yang mampu mengubah alam dunia—-dan Subaru tahu apa kekuatan itu.

“——–”

Gemetaran, Subaru membuka mulutnya yang beku dan darah seketika mengalir keluar dari kulitnya yang robek selagi dirinya terengah-engah.

Subaru merasakan kehangatan darahnya dengan ujung lidah, dan yakin bahwa tubuhnya belum membeku.

Dia masih bisa melanjutkannya. Dia masih bisa melakukannya.

Dia belum mempelajari apa pun. Jika dia berhenti di sini, Subaru tidak akan menemukan alasan dari semua pengorbanannya.

Dan,

“——a”

Tiba-tiba, ada sesuatu yang memotong pandangan putih bersihnya, Subaru menghentikan langkahnya.

Menggosokkan matanya yang terbuka tutup, Subaru menajamkan penglihatannya untuk melihat keanehan yang sekilas memotong pandangannya. Perlahan-lahan bayangan di depan matanya terbentuk, Subaru menyadari bahwa disana ada seseorang—orang yang dia kenal.

“Lewes…san?”

“———”

Terhadap panggilan Subaru, gadis itu hanya menanggapinya dengan memelototi Subaru.

Mengamati reaksi ini, Subaru segera menyadari bahwa gadis ini bukanlah “Lewes”, tapi replika dari “Lewes Meyer”.

Begitulah, jika dia seorang replika, maka Subaru hanya harus menggunakan Wewenang Kekuasaan padanya.

“Bagus…kau disini…tolong…antar aku ke Sanctuary…”

“Dia tidak akan mendengarkan permintaanmu tahu?”

Terengah-engah dengan nafas putih dan goyah, Subaru memanggil gadis replika itu, tapi suara lain memotongnya.

Subaru mendongak ke atas, dan mendadak melihat seseorang mendarat di samping gadis itu. Melihat sosok itu tenggelam ke dalam salju dengan suara gersik. Subaru mengetahui bahwa dia adalah seorang anak muda.

“Rambut pirang pendek yang sedang melotot, seluruh tubuhnya memancarkan aura membunuh.

“Garfiel”

“Hei, kau masih berani datang ke sini? Aku terkesan. Kemampuan Lyin Bittoon adalah yang terbaik, mereka bilang begitu.

Mengindahkan referensi yang tidak Subaru mengerti, Garfiel mendecakkan taringnya pada Subaru.

Tapi saat dia dengan jijik meratapi Subaru yang tersengal-sengal, mata Garfiel tiba-tiba terbelalak kaget ketika dia melihat Rem di tangan Subaru.

“Hah……..? Apa yang Ram lakukan dengan…tunggu, itu bukan Ram. Hah? Apa yang terjadi? Siapa gadis itu….”

Akan kujelaskan, tapi soal kau mengerti atau tidak, itu terserah kau…ini Rem. Adik kandung Ram” jawab Subaru.

“Aku tidak tahu Ram punya adik perempuan…tapi aku juga tidak tahu dia bohong atau tidak” ucap Garfiel.

Melihat seorang gadis yang wajahnya tampak persis seperti gadis gebetannya, keagresifan Garfiel sedikit  memadam. Mengetahui Garfiel tidak langsung membunuhnya, Subaru berpikir bahwa dia masih rasional, dan memutuskan untuk menunda pembuatan rencana pelarian, untuk saat ini. Subaru mengubah topik soal Lewes yang berdiri di samping Garfiel.

“Kau bilang gadis itu tidak akan mendengarkanku lagi…maksudmu apa? Tanya Subaru.

“Bukankah itu cukup sederhana? Saat kau pergi dari Sanctuary, aku pergi ke lapangan ujian dan memindahkan Wewenang Kekuasaan ke diriku. Harus mengubah beberapa ingatan tidak menyenangkan karena dirimu”

“Beneran? Kau hanya harus melakukan ini dan itu, lalu Wewenang Kekuasaannya berpindah?” keluh Subaru.

“Ya, kau hanya harus menyentuh itu. Begitu caranya bukan?”

Itu yang dimaksud adalah kristal yang menyegel Lewes Meyer asli di dalamnya. Jika menyentuh kristal itu adalah cara bagaimana Subaru mendapatkan Wewenang Kekuasaan, maka masuk akal jika Garfiel juga melakukan hal yang sama.

“Baik sekali kau, bersedia datang ke tempat ini untuk menjemputku” ejek Subaru.

“Aku kesini tidak untuk menjemputmu! Lihat saja apa yang terjadi lagi pula kita sedang tidak berada di saat yang tepat untuk mengobrol”

“Ya, kau benar…akan kudatangi saja mereka dan bertanya langsung, ok”

Subaru mengangguk pada jawaban Garfiel, lalu menarik nafas dengan sedikit gelengan kepala kemudian berkata,

“—Emilialah yang melakukan ini…benar?”

“Aku tidak tahu. Tapi yah, dia tidak keluar-keluar dari Makam”

“Dia belum keluar dari Makam?”

Subaru mengerutkan alisnya pada jawaban tak terduga Garfiel. Melihatnya, Garfiel mendecakkan lidah dan menendang sepotong salju besar dengan kakinya

“Setengah Penyihir itu sudah bertingkah aneh sejak kau pergi. Kukira dia mulai tenang, tapi dia terus saja menyendiri di dalam Makam. Dan tiba-tiba, seluruh Sanctuary dikelubungi es. —Seperti hutan Elior.

“Kau tahu kampung halaman Emilia…!?”

“Kau kira aku tidak tahu? Roswaal si bangsat itu, tapi dia masih menjawab pertanyaan kalau memang diharuskan menjawabnya. Karena itulah aku tidak mempercayai Emilia-sama, sedikit pun”

Mendengarkan cercaan Garfiel, ekspresi Subaru menggelap. Namun sebelum dia dapat menanggapinya, Garfiel sudah mendekatkan dirinya pada Subaru dan sekarang sedang berdiri di depannya.

“Ekspresimu sangat menyedihkan”

Dada Subaru didorong oleh telapak tangan Garfiel, dan terjatuh ke belakang.

Subaru dengan panik mencoba untuk melindungi Rem dengan tangannya, tapi dia tidak memegang apa-apa. Alasannya adalah,

“Apa yang…Rem——!”

“Ngapa? Kau ingin dia kembali padamu? Hei hei, dasar bajingan tamak. Kukira Emilia-sama adalah gadis impianmu”

Setelah menyerang Subaru yang terluka, hidung Garfiel mendengus.

Yang ada di tangan Garfiel adalah tubuh Rem yang telah diambil dari Subaru.

Buru-buru mengatur postur tubuhnya, Subaru mencoba meraih Garfiel, tapi dia melompat jauh, jauh dari jangkauan tangan Subaru.

“Kau ingin melakukan apa pada Rem…!” teriak Subaru.

“Aku tidak akan menyakitinya kok. Itu tidak baik. Aku adalah orang yang realistis tahu. Aku benci orang yang tidak bisa berpikir rasional”

Katanya, tatapan Garfiel pada Rem memang tidak mengalamatkan kebencian apa pun.

Setidaknya, sifat Garfiel tidak cukup sinting sampai-sampai menyakiti orang yang kelihatan persis seperti doinya.

Kalau begitu kenapa, Subaru hendak menanyakannya, tapi Garfiel membungkamnya

“Pergilah ke dalam Makam. ——Dan bawa kembali Setengah Penyihir itu padaku” pinta Garfiel.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments