Share this post on:

Melawan Rem

Penerjemah: MyDearlyBeloved

“—uwah, benar katanya. Apaan ini? Ini belum dibersihkan sama sekali.”

Mengintip ke bagian belakang rak yang Subaru miringkan, dia meringis melihat pekerjaannya sendiri.

Jas pakaian kepala pelayannya dilepas dan kemejanya digulung, gaya Subaru seratus persen mirip seorang petugas kebersihan—tapi, hasil pekerjaannya layak menyandang gelar Magang atau Payah yang dilampirkan langsung di depan.

Menampilkan sedikit ketangkasan yang dari awal dia miliki, Subaru kian mampu menjalankan pekerjaannya di mansion lebih efisien ketimbang sebelumnya.

Selagi dia pikirkan, dia merasa keangkuhannya telah ditunjuk dan disebut.

Ada satu bayangan orang yang menatap cerminan Subaru dari belakang, mencibir seraya berkata, “Hah!”

“Yah, lagian ini persis Barusu. Kau jadi menyedihkan waktu Ram kira jangkauan pekerjaanmu bisa diperluas, beranggapan kau sudah semakin ahli …. Kau harusnya malu pada dirimu sendiri.”

“Iya, aku tidak bisa berdalih apa-apa … bentar, bisa, deh! Bisa-bisanya kau berhak sombong seperti itu!? Kau sendiri tidak banyak bekerja jadi tidak boleh mengomeliku seperti itu!”

“Memangnya Barusu, Ram tuh sangat terampil soal keefisienan dan pengaturan. Jadi, begitu kami membagikan pekerjaan di pagi hari, Ram pastikan pekerjaan Ram minimal.”

“Bukan keahlian untuk mengerjakan pekerjaanmu secara efisien, tapi keahlian untuk menghindari pekerjaan!?”

Artinya tidak menjadi pemenang dalam pertempuran, namun menjadi pemenang tanpa bertarung adalah seni perang.

Seperti itulah kelihatannya jika diterapkan dengan cara yang benar, dan itu kemampuan ulung buat membolos jika dilihat dengan cara yang buruk, tetapi sudah terlambat entah apa yang ingin Subaru katakan, karena dia tidak bisa membahasnya di pagi hari.

Walaupun—

“Beban yang dialihkan ke Rem … bukan sesuatu yang aku atau kau inginkan, benar.”

“Mmn … kau berani juga meskipun seorang Barusu. Tapi, kau ada betulnya.”

Sesuai perkataan Subaru sambil menggaruk kepala kecewa, Ram menyipitkan mata. Seperti itu, seketika keduanya memalingkan wajah ke pojok ruangan, ada sosok seseorang yang bergerak tergesa-gesa, langkahnya berderap di lantai.

Gadis berambut biru, menyeka bagian-bagian kecil ruangan di sekitar titik-titik lembab lantai, sembari mengibarkan ujung rok pelayannya—

“—Rem.”

“Ah, iya, maaf. Aku sedikit fokus dengan pekerjaanku. Bagaimana belakang raknya, Subaru-kun?”

Gadis itu, Rem, tersenyum lembut selagi berbalik menjawab panggilannya, bertanya.

Seketika senyumnya diarahkan padanya, Subaru merasa menyesal sudah memberi jawaban menyedihkan, tapi dia pasrah pada takdirnya karena hal itu tak dapat dia sembunyikan.

“Iya, seperti katamu. Menyeka seluruh tempat yang tidak gampang dilihat secara menyeluruh …. Benar-benar deh, sikapku yang menganggap OK saat sekadar membersihkan permukaan sama sekali tidak baik.” kata Subaru.

“Tidak, itu tidak benar. Soal menghadapi kesulitan dan berusaha menghindari kesalahan lain, kaulah yang paling jago. Kau orang terbaik dari semua orang dengan sifat itu di seluruh kerajaan!” ucap Rem.

“Pemilihan katamu bisa membuat kita dikenai tuntutan pencemaran nama baik!”

Subaru tahu Rem tak bermaksud menyinggung, tapi evaluasi itu menusuknya layaknya jarum.

Pandai menjaga fasad dan menyembunyikan masalahnya adalah sifat yang dia ketahui …

“Sudah kuduga, kau pandai melihat inti berbagai hal, Rem.”

“Kau berisik, nee-sama! Aku menyadarinya sedikit, jadi jangan buat aku lebih sedih lagi!”

Subaru memandang tajam Ram yang menyilangkan tangan selagi duduk di tempat tidur. Akan tetapi, Ram menghadapi matanya dengan tatapan tajam pula, bahkan lebih intens dari matanya, membuat Subaru pergi dengan murung.

Orang yang posisi dan kekuatannya terendah di tempat ini adalah Natsuki Subaru.

“Sial, berat rasanya dirundung pelayan senior …. Soal itu, Rem tuh baik, kan?”

“Ya, jelas. Rem takkan mengatakan hal kasar padamu. Rem yakin kau akan memahaminya meskipun Rem tidak memberi penjelasan lebih.”

“Kebaikanmu akan melubangiku dari dalam.”

Di luarnya dipotong oleh lidah jahat kakak perempuannya dan dalamnya dikoyak-koyak racun manis Rem.

Subaru rasanya mau kebingungan, entah dia ditempatkan di lingkungan beruntung atau tidak, tapi barangkali juga berkaitan dengan bagaimana dia merasakannya.

“Hei, jangan mengabaikan kesalahanmu sendiri, Natsuki Subaru. Kesampingkan nee-sama, bukannya semua ini tentang memenuhi harapan Rem demi kakaknya? Aku akan melakukannya! Benar, Rem?”

“Kau memang hebat, setuju! Rem terkesan banget!”

“Heh, sifat positifku ini salah satu ciri spesialku. Jadi, aku harus mulai dari mana?”

“Hmm, ya …. Pertama-tama, daun jendela sama sekali belum diusap dengan benar, jadi mari ulangi. Perihal tempat di atas rak, tolong gunakan pijakan kaki untuk mengepelnya secara menyeluruh, jangan jinjit. Seperti yang kau lihat sendiri, tidak perlu membersihkan rak belakangnya setiap hari, tapi akan kacau besar kalau tidak rutin dibersihkan. Dan ini mengenai kaki tempat tidur dan sisi lain tikar, tapi …”

“Ahh, aku diserang! Semua ini akan menjatuhkanku!”

Sesaat Rem segera mendiktekan banyak sekali hal yang bisa ditingkatkan Subaru satu per satu dengan kecepatan bicaranya yang semulus air, ingatannya tidak sanggup mengikuti.

Namun melihat ruangannya dari sudut pandang Subaru yang dinilai sebagai pekerja terbaik di seantero kerajaan dalam hal menghadapi kesulitan dan menyembunyikan masalah, Subaru kaget diberi tahu ruangannya punya banyak bagian untuk ditingkatkan meskipun nampak cukup bersih.

“Serius, kau ini sangat jeli. Ini juga termasuk dedikasi pelayankah?”

“Tentu saja. Ah, tapi misal kau pikirkan dari perspektif orang lain, ada hal-hal yang akhirnya akan mulai kau lihat. Rem senantiasa memikirkanmu, Subaru-kun.”

“Aku senang, tapi kekuranganku adalah keahlian bersih-bersihku … area yang tertutup debu mulai terlihat satu per satu …”

Mengepalkan tinju, respon Rem agak manis padanya, tetapi canggung bagi Subaru.

Biar begitu, Rem mampu penuh perhatian menatap bahkan detail paling kecil kemudian melaksanakan pekerjaannya dengan cermat, tanda-tanda dirinya punya hal mendasar seorang pelayan, tidak peduli serendah hati apa dia berusaha tampil.

Dia tidak salah lagi memenuhi reputasi pelayan serba bisa.

“Wajarlah. Karena Rem itu adik perempuan menggemaskannya Ram.”

“Sebentar, yang gembira justru kau!?”

“Itu karena sikap tegas nee-sama cocok padanya, itu jadi bagian pesonanya.”

Selagi Ram bertingkah tinggi dan amat berkuasa di atas tempat tidur, tanpa tahu malu memiringkan kepala dan tubuhnya ditegakkan untuk menyatakan lagaknya, suara Subaru dan Rem terdengar di sekelilingnya.

Pemandangan lain kehidupan sehari-hari pelayan dan pembantu yang semuanya bekerja di Mansion Roswaal, serta—

“—guh, waduh! Hha, gah!”

Perasaan melayang yang berlangsung sejenak, serta rasa sakit tabrakan tanah kukuh yang kuat.

Tahu Subaru akan jatuh, sekalipun dia meringkuk dan berguling ke depan untuk melunakkan pendaratannya, jatuhnya masih cukup berdampak.

Serangan lanjutan cabang tebal yang menyerang titik kejatuhannya, sepenuhnya melampaui perkiraannya. Serangan itu menusuk bahunya, dan rasa sakit tidak terduga membuat matanya berair.

“Aw aw … ahh, aku senang tidak ada serangan lanjutan selain dari Ibu Pertiwi. Berkat pisau ini …”

Berdiri seraya berlinang air mata, Subaru mendesah setelah menyarungkan pisanya.

Berikutnya berputar untuk menatap batang pohon besar selagi sampai saat ini dia bergelantungan.

Sulur panjang menjulur ke bawah dari salah satu cabang batang tebal. Di tengah-tengah kejadian, Subaru potong oleh pisau, tapi di balik sulur putus itu ada—

“Jebakan lingkaran …. Aku pernah melihatnya di hal-hal semacam manga, tapi jebakan semacam ini beneran berfungsi, ya.”

Berkata demikian, Subaru mencabut sulur yang melingkar dan mengikat pergelangan kaki kanannya.

Jebakan itu dipasang di tanah, dan berfungsi membelit erat kaki seseorang yang mencoba melewatinya, menggantung seseorang di tengah udara—jujur saja, kendati Subaru terkena jebakan, dia tidak tahu bagaimana membuatnya.

Subaru pun tak sempat meneliti ini-itu demi mendapat jawabannya.

“Sekalipun hilang ingatan, pengetahuan dan keahliannya masih tertinggal, ya …. Saat aku dalam posisi mengejarnya seperti ini, sekarang aku tahu Rem betul-betul adik perempuannya nee-sama.”

Sedari awal sudah jelas, tapi dia dipaksa diingatkan lagi. Tentu saja, Subaru tak ingin dikasih tahu dengan cara ini, lantas rasanya amat tidak menyenangkan baginya.

—satu jam lebih berlalu, semenjak Subaru memasuki hutan untuk mengejar Rem.

Mengikuti saran pria bertopeng yang dia temui di sisi lain hutan, Subaru bisa mendeteksi usaha Rem untuk menyamarkan rute pelarian yang dia gunakan sambil membawa Louis.

Berkatnya, Subaru bisa bilang jarak antara dirinya dan dua orang itu menyusut. Akan tetapi, faktor penghalang terbesar Subaru tidak bisa benar-benar menutup jarak adalah karena kewaspadaan Rem.

Rem berhati-hati oleh bau Penyihir—miasma yang menyelimutinya, usaha Rem tak hanya menyamarkan langkahnya dan Louis, tetapi juga menempatkan jebakan di mana-mana di sekitar hutan untuk memperlambatnya.

Semenjak Subaru terkena jebakan besar di awal semua ini, Subaru menemukan (atau boleh dibilang dia terkena) jebakan yang jumlahnya di atas sepuluh. Mengetahui Rem memposisikan jebakan sebanyak itu seraya berlari dengan kaki tidak stabilnya, ditambah lagi membawa beban, Subaru patut amat terkesan padanya.

“Seandainya jebakannya seperti mengikat rumput atau menggali lubang dangkal, sebenarnya lucu, tapi …”

Jebakan kecil yang tujuannya membuat kakinya tersandung atau terkilir. Bila menyangkut jebakan semacam itu, jebakannya tidak seberbahaya dan tidak terlalu menghambat upaya lanjutnya untuk melacak Rem.

Namun jumlah jebakannya terlampau banyak, dan menyusahkan sebab Subaru mesti mewaspadainya, ketika dia menavigasi area yang rumputnya lebat dan dedaunan berguguran.

“Aku kesulitan begini tapi Rem sekali coba bisa membuat lubang yang dapat menjebak salah satu kakimu …. Perbedaan kemampuan fisik yang kami miliki sejak lahir terlihat.”

Ada jebakan kelas menengah terbuat dari sulur dan pepohonan tumbang yang bercampur jebakan-jebakan kecil, mirip jebakan yang menariknya ke tengah udara, seutuhnya bertujuan untuk memperlambat dirinya.

Jika Subaru tidak secara ajaib diberkahi kesempatan mendapat pisau, perlu berapa lama hingga Subaru bisa membebaskan dirinya dari jebakan sulur? Ada juga kemungkinan pengejarannya kian tertunda, sebab entah bagaimana hilang ketenangan.

Dan yang paling membuat Subaru panik adalah—

“Si—!”

Dia pecut Guiltywhip yang dia tarik dari belakang pinggangnya, ujung senjatanya menyerang kuat tempat mencurigakan di tanah.

Saat berikutnya, mengarah ke tempat itu, dua sampai tiga cabang menukik turun, memantul di udara dengan kekuatan besar. Cukup kuat sampai-sampai bisa mematahkan satu-dua lengannya, jika ketabrak langsung.

Jebakan besar yang mematikan pergerakan Subaru—tidak banyak, tetapi fakta jebakan-jebakan ini yang memang diatur telah membatasi kecepatannya menyusuri hutan.

Subaru pun bisa bilang satu jebakan yang dia rasakan dari cabang tebal di jalan masuk hutan adalah salah satu jebakan besarnya Rem.

Selagi Subaru masuk lebih dalam lagi ke hutan, bahaya dan kekuatan jebakan besarnya makin-makin meninggi. Alih-alih mengira Rem yang lagi dikejar kehilangan belas kasihnya, lebih tepat kalau bilang keahliannya yang bertambah.

“Dia belajar dan bahkan lebih cakap lagi membuat jebakan selagi membuatnya dalam pelarian …. Siallah, kau memang pekerja keras, Rem. Walau tidak pengen sekarang juga mendemonstrasikannya padaku.”

Subaru tahu Rem adalah pekerja keras yang berusaha sebaik mungkin di segala bidang, Subaru pun senang sifatnya tidak hilang, meski dalam situasi ingatannya yang belum kembali. Namun itu tidak penting.

Singkatnya, Rem semakin tumbuh seiring pertempuran. Mempertimbangkan pertumbuhan Subaru kurang lebih sudah sampai batas, lebih buruknya lagi perbedaan kemampuan mereka yang sudah parah bahkan akan lebih ketahuan.

Subaru harus menangkapnya sebelum perbedaan ini mustahil diubah, tapi—

“…”

Membongkar jebakan besar di depannya, Subaru menahan napas sejenak.

Gelisah melirik sekelilingnya, yang dia cari selanjutnya adalah rute kabur Rem yang telah menciptakan jebakan yang barusan Subaru bongkar. Untuk menemukannya, Subaru kudu mengikuti jejak kecil yang berusaha Rem tutupi.

Tentu saja Subaru memikirkan situasi dirinya tidak meninggalkan jejak apa-apa, tetapi Rem sekarang tak sanggup atau tidak sempat melakukannya. Karena itulah—

“—ketemu.”

Di celah antara pepohonan, di tempat jebakan sebelumnya dipasang, Subaru menemukan tanda kulit pohon telah dicabut, meski sedikit.

Tidak terkait dengan jebakan besar, semata-mata goresan kecil yang mirip seekor kucing menyeret cakarnya ke pilar rumah. Biar begitu, bekas-bekas cabutan kekanakan ini berfungsi membimbing Subaru ke tujuannya.

Lagi pula, identitas sejati goresan ini adalah jejak yang ditinggalkan penghambat.

“…”

Ironis, tapi faktor utama yang menghalangi Rem dan memungkinkan Subaru melanjutkan kejarannya adalah eksistensi Uskup Agung Dosa Besar yang Rem bawa dalam pelariannya—Louis Arneb.

Rem dan Louis, Subaru tidak tahu seberapa cocok mereka satu sama lain, tetapi yang bisa dia amati dari bekas goresan kecil adalah Louis tak bertingkah baik dan kooperatif dengan tindakan Rem.

Tidak peduli sekeras apa pun Rem mencoba menghapus jejak mereka, Louis menghancurkan seluruh usahanya.

“Sial …!”

Mendapati kabar baik itu selagi Subaru manfaatkan untuk membantu pengejarannya, firasatnya tetap suram, sinar revitalisasi menolak menyinari mereka.

Wajar saja. Karena hasilnya adalah keberadaan Louis membantu Subaru, apabila dia pikirkan hubungannya dengan Uskup Agung Dosa Besar jahat, Subaru tak bisa bersenang hati.

Meskipun bukan Louis yang secara langsung mencuri nama dan ingatan Rem, ketiga bersaudara itu yang mewakili Uskup Agung Dosa Besar Kerakusan, semuanya menanggung dosa setimpal. Takkan mungkin dosa salah satunya diringankan.

Tidak masalah apakah Louis punya tubuh fisik yang eksis di dunia ini atau tidak, ataukah menyimpang dari jalan hidup yang benar.

Itulah kesimpulan Subaru terhadap Louis Arneb yang telah mengambek dan berteriak-teriak ditambah menangis di dunia serba putih ini.

Karenanya, walaupun Subaru bisa sukses mengejar Rem, dan memasuki tahap membujuknya, Subaru tidak berniat berkompromi tentang bagaimana perlakuan Louis.

Sedari awal—

“Kenapa … aku mesti kejar-kejaran dengan Rem seperti ini …!”

Seraya berpikir dirinya menyusul Rem kemudian mendiskusikan mereka ingin mengapakan Louis, Subaru menggigit bibirnya karena amarah mengalir kembali memasuki dirinya, meskipun sampai sekarang tidak hadir di pikirannya.

Subaru mempertimbangkan kemungkinan Rem yang terbangun dengan hilang ingatan dan nama.

Tentu saja paling bagusnya Rem utuh yang asli kembali, tetapi sebab sebelumnya ada kasus seperti Crusch dan Julius, Subaru tidak benar-benar mengharapkan Rem bangun dengan keadaan sebelumnya.

Keresahannya terkabul dan alhasil, Rem melupakan identitasnya, sekaligus Subaru.

Kendatipun kondisinya menjadi seperti ini, Subaru kira mampu dia tahan dan mendukungnya.

Emilia dan Ram, Beatrice, dan teman-teman lain—dengan anggota fraksi membantu satu sama lain, semua orang dapat mendukung Rem bersama. Itulah alasan Subaru bisa bertahan.

Sekalipun demikian, saat ini, di hutan yang tidak satu orang pun ada orang yang bisa Subaru andalkan, dia tengah mengejar Rem yang kabur.

“Mengapa … jadi begini …? Kenapa semuanya selalu …”

Tidak mengizinkannya menyelesaikan masalah dengan teratur dan lancar?

Rem akan bangun setelah mengingat semuanya, dan meski dia kaget pada berlalunya waktu selama tidurnya, mereka akan menenun cerita yang membentang di depan mereka, bersama-sama. Subaru menerimanya.

Biar Rem dalam kondisi sama seperti sekarang, andai sekutu Subaru yang akan berusaha sebaik-baiknya bareng-bareng sebagai satu kelompok, hadir untuk Rem dan berada di sisinya, maka Subaru takkan disiksa bencana seperti ini. Dia pun oke-oke saja dengan itu.

Nasib selalu mempersiapkan jalan paling kejam nan keras untuk Natsuki Subaru.

Dan nasib tidak hanya mempersiapkannya untuk Subaru, tetapi juga mengarahkannya ke orang-orang di sekitarnya, orang-orang yang disayanginya.

“—sudah cukup mengeluhnya, Natsuki Subaru?”

Menggertak gigi belakangnya, Subaru menampar keras pipinya dengan kedua tangannya.

Rasa sakit tajam dan dampaknya mengguncang kesadarannya, lalu Subaru sementara meninggalkan pikiran lemah yang disimpannya selama ini.

Iya, takdir terus menunjukkannya jalan kejam setiap waktu.

Karenanya Natsuki Subaru konstan dihajar kesulitan dan penderitaan seolah dicambuk keduanya, berdiri setiap kali dia jatuh biarpun merasa akan muntah darah, dan terus memandang ke depan.

“Pria yang akhirnya mengubah kesulitannya menjadi cambuknya sendiri. Itu aku.”

Sebenarnya, Guiltylowe, Monster Iblis yang menjadi material cambuknya, bukanlah dinding yang menghalangi jalannya, dan itu pun di tingkat kesulitan lebih rendah ketimbang kesulitan-kesulitan lain yang menghalangi jalannya. Subaru menyatakan demikian.

Membual dan mengangkat semangatnya sendiri, membangkitkan emosinya, memusatkan pikiran liciknya serta, mencari-cari jalan bertarung. Itulah yang Subaru perbuat hingga kini.

Dengan bodohnya dia ikuti tanpa kompromi sama sekali. Subaru tak punya cara lain untuk melakukannya. Jadi, dia juga akan melakukan hal sama hari ini.

“Berpikir, berpikir, berpikirlah, diriku. Meski aku terus mengejar Rem, dia akhirnya sadar Louis mengacaukan rencananya. Misal itu terjadi, maka jejaknya cepat atau lambat akan putus. Sebelum itu terjadi …”

Dia harus menyusul mereka, atau mencari cara untuk mendahului mereka.

“…”

Menganalisis perbedaan kekuatan bertarung mereka, Subaru memeras otak sebisa mungkin, mencoba menentukan kekuatan lawan dan dirinya sendiri.

Perihal saat ini, kekuatan Rem adalah ketangkasan dan kehati-hatiannya, hal-hal yang tidak hilang meskipun ingatannya tidak ada. Subaru ingin mengamati kecepatan pertumbuhannya selagi dia lebih mahir memasang perangkap, keimutan wajah dan suaranya, dan bagaimana dirinya bertindak, tetapi hal-hal itu bisa untuk nanti.

Sebaliknya, kekuatan Subaru adalah penanganan cambuk dan pisaunya, petunjuk yang Louis tinggalkan untuknya, biarpun menyebalkan berpikir Louis membantunya, dan perkara bentuk matanya yang nampak jahat sebagai bagian pesonanya—Subaru bisa tahu Rem itu orang macam apa, bahkan melebihi Rem sendiri.

“… Rem pasti sudah sadar aku mengejarnya.”

Eksistensi jebakan tidak terhitung jumlahnya membuktikan itu, tapi Rem duluan menebak Subaru sedang mengejarnya.

Jikalau tidak, Rem tak perlu menyiapkan jebakan seberlebihan ini. Dia cuma akan memasang beberapa jebakan buat jaga-jaga, dan memprioritaskan pelariannya.

Alih-alih melakukannya, Rem senantiasa memasang macam-macam jebakan gara-gara yakin Subaru mengejarnya. Dan alasan yakinnya disebabkan miasma Penyihir, sesuai pikiran Subaur.

“Persisnya badanku ini separah apa baunya …?”

Subaru mengendus-endus lengannya, tapi sekalipun dia bisa mencium bau pasir dan keringat, tidak sampai menyebarkan bau tengik ke sekitar dirinya. Tentu, orang-orang bilang susah mengenali baumu, namun dalam hal ini, masalahnya adalah miasma Penyihir hanya bisa dikenal orang-orang yang bisa mengenalnya.

Sebelumnya, Subaru mendengar kabar baunya yang kian memudar seiring hari silih berganti dari Rem dan Beatrice, tetapi bau busuknya semakin menyengat jika keadaannya tepat sesudah perulangan, atau frekuensi penggunaannya.

Dan setengah hari setelahnya, perulangan Subaru di Menara Penjaga telah menumpuk dua kali lipat bau Natsuki Subaru, dan selanjutnya dia dilempar ke tempat semacam ini.

Artinya—

“—dalam sejarah hidupku di dunia ini, pria yang paling berbau Penyihir adalah aku yang sekarang.”

Masih misterius miasmanya Penyihir ada batasnya atau tidak, tapi Subaru bisa menebak dirinya saat ini memancarkan sejumlah besar miasma. Jika benar demikian, maka pengejarannya pasti sudah diketahui.

Ketika Rem tidak dapat menjauh sekalipun tidak henti-hentinya melarikan diri, dia akhinya akan tidak sabaran.

Biasanya, meledek lawan dan membuat mereka melakukan kesalahan adalah trik umum Subaru, namun dia juga ingin membangun hubungan persahabatan baru dengan Rem, jadi dia tidak ingin terlalu bergantung pada metodenya.

“Sesuatu yang baik di satu sisi akan buruk di sisi lain …. Mustahil bermanfaat untuk kedua belah pihak.”

Fakta pepatah itu dibawa ke kehidupan nyata, menunjukkan betapa buruknya situasi sekarang ini secara langsung.

Berpikir demikian, Subaru menonaktifkan dua-tiga jebakan kecil dan menengah, mengejar rute yang diambil Rem sembari mengikuti petunjuk yang ditinggalkan Louis.

Subaru betul-betul merasa sebagaimana Hansel dan Gretel yang mengambil remah-remah roti seraya bergerak. Tetapi perbedaannya adalah Subaru sendirian, dan juga kelompok dua orang yang sedang dalam pelarian.

“Dan kali ini tempatnya cukup jelas. Selanjutnya adalah …”

Menemukan kulit pohon terkelupas, Subaru menentukan jalan berikutnya yang ‘kan dia tempuh.

Louis tidak bermaksud memberi tahu Subaru keberadaannya dan Rem, jadi bila mana tidak ada roman-roman kebetulan yang menandakan petunjuknya, ada banyak kasus di mana petunjuknya sulit ditemukan.

Sangatlah mungkin, selagi Rem bekerja membuat jebakan, Louis yang ditinggalkan sendiri tengah melakukan hal semaunya. Barangkali itulah kebenaran hal ini.

Petunjuk yang ditinggalkan Louis selalu susah ditemukan selama beberapa saat, tetapi akan kelewat membantu tatkala Subaru akhirnya menemukan petunjuk jelas.

“Leganya ditinggalkan di sana. Kalau Rem temukan dan menghapusnya, jejak petunjuknya akan …”

Menghentikan kata-katanya yang hampir dia selesaikan, berhenti sejenak.

Kemudian Subaru kembali ke pohon yang barusan dilewatinya, menatap bagian kulit kayu yang dikelupas. Pohon itu besar dan tebal, dan kulitnya dicabut dari bagian yang agak menonjol.

Apa Rem betulan gagal menyadari hal semacam itu?

“…”

Bagian Subaru kebingungan oleh jejak kaki di padang rumput, Rem secara bertahap makin piawai mengenai keahlian pengaturan jebakannya mulai dari sini, dan sebagian besar kulit kayunya dilucuti dari pohon di depannya dengan cara berlebihan.

Ketiganya digabungkan ke dalam kepala Subaru, menuntaskan teka-teki perasaan aneh yang dia rasakan.

Akhirnya, satu jawaban muncul dalam dirinya.

“Semisal dia Rem yang kukenal …”

Andaikan dia Rem yang bijaksana dan sangat beratensi, dia pasti akan menghilangkan jejak yang jelas tampak.

Sebab petunjuk di depannya dibiarkan begitu saja, kecuali Rem sedang dalam kondisi hanya bisa melihat apa yang tepat berada di depannya—

“—hah!”

Menuju jalan yang dia coba lewati, Subaru mencabut segumpal rumput tebal di bawah kakinya dan menyeretnya ke jalan di depan.

Rumput yang akar-akarnya dibelit tanah, menggambar parabola ketika dicabut terbang di atas sepetak rumput tinggi—

—segera setelahnya, sepetak rumput itu mengeluarkan suara berisik seram seraya jatuh, lalu sebuah lubang besar menelan tanahnya.

“Waduh …!”

Lubang besar muncul di depannya, hampir membuatnya bertanya-tanya jebakan jatuh kecil-kecil lain gunanya apa. Tetapi jebakannya tak berakhir di sana.

 Mengincar lubang besar yang muncul, pepohonan di sekitarnya berderit kemudian terbelah dan jatuh. Pohon-pohon tumbang terjun ke dalam lubang besar satu per satu, dan lubang yang baru dibuka itu langsung kembali diisi penuh.

Jikalau Subaru jatuh ke jebakan jatuh besar itu, dia pasti akan terjebak dan terkubur di sana sekarang, hidup-hidup.

Sampai saat ini, teknik bagus nan jelas telah dieksekusi, memanfaatkan jebakan lainnya sebagai trik psikologis.

Petunjuk yang menjadi tanda pengejaran Subaru, lagi menunggu dengan mulut terbuka lebar sebagai jebakan untuk menguburnya hidup-hidup.

Subaru mau memujinya sebab perhitungannya seperti Rem, tapi—

“—Rem yang kukenal takkan mengakhirinya dengan ini.”

Apabila seseorang memasang jebakan psikologis, maka hasil terbaiknya adalah si pengejar termakan jebakan tersebut dan dipaksa berhenti bergerak.

Namun Rem yang dia kenal itu orangnya seksama, pekerja keras, punya wajah juga suara manis yang menghangatkan dadanya hanya dari betapa mengagumkan tindakannya, dan—

“Dia akan mulai menyerang jika lelah menunggu—Benarkan itu, Rem!?”

Subaru berbalik setelah menuturkannya, menatap pohon yang kulitnya terkelupas.

Seketika itulah.

“—guh!!”

Rem menggertakkan gigi, meluncurkan diri ke Subaru dari dahan pohon yang sama.

Tidak bisa menjauhkan pengejarnya, dan jebakannya bahkan tidak menahannya.

Tatkala berada dalam situasi itu, Rem yang Subaru kenal akan berbuat apa?

Bisa menentukan lokasi lawannya karena baunya, apabila dia juga dapat membedakan identitas remah roti yang diandalkan lawannya, Rem akan gunakan untuk melawan dan menjebak mereka, mencoba mengeliminasi langsung penyebab pelariannya.

Dan prediksi Subaru tepat sasaran.

Masalahnya adalah—

“—hiyaaaaah!”

Perbedaan kekuatan bertarung mereka, sebab Subaru tidak kuat menghentikan serangan Rem mendatang.

Saat dia berteriak, “Guh, uwah!” sesaat kemudian dihempaskan lengan Rem yang menjatuhkan diri.

Sejujurnya, Rem bisa bergerak sejauh itu walaupun tidak bisa total menggerakkan kakinya, dan tubuh Subaru yang langsung beraksi untuk mencoba menangkap Rem, adalah kedua hal yang melampaui ekspektasinya.

“Kau ini gigih sekali! Gigih, gigih sekali!”

“Bentar … sebentar, Rem, tolong dengarkan …”

“Ngotot banget …!”

Rem mengayunkan lengannya, salah satu ayunannya menabrak Subaru dan darah mulai mengalir keluar dari hidungnya. Subaru memohon kepadanya biarpun dia berlumuran darah, tetapi Rem takkan mau mendengarkan karena dia sedang marah-marah.

Tangan dan kaki Rem menyentuh tanah, mata birunya melotot ke Subaru.

“Coba kau melepaskan kami saat itu, aku takkan berbuat lebih dari itu. Tapi, kau terus mengejar kami …. Tolong hentikan!”

“Menyakitkan banget waktu diberi tahu begitu dengan kata-kata sesederhana itu …”

“Hidungku rasanya mau putus! Saat kau mendekat, aku bisa langsung tahu. Paling buruknya, makin buruk dibanding di padang rumput sebelumnya …”

Sembari memegangi hidung berdarahnya, Subaru terhuyung-huyung berdiri.

Subaru yang bisa berdiri, dan Rem yang merangkak. Situasinya sepertinya menguntungkan Subaru, tetapi keuntungan itu bisa mudahnya dibalikkan satu hal: kekuatan fisik.

Terlebih lagi, seumpama Rem mulai bergerak cepat layaknya Teke Teke1 dengan menggerakkan lengannya semata, Subaru kali ini pasti akan dijatuhkan ke lubang raksasa, dan tamatlah riwayatnya.

Dia kudu menghapus kesalahpahamannya seraya mengukur jarak antara dirinya dan Ram biru, sedikit demi sedikit.

“Rem, mohon dengarkan aku. Sepertinya aku sangat bau …”

“… iya, kau bau.”

“Cara mengatakannya nostalgik …! Roman-romannya aku bau, dan aku tahu kau merasa hal ini tidak baik, namun aku tak menyimpan niat buruk padamu!”

Mengangkat tangannya ke udara, Subaru menunjukkan Rem kalau dia tidak berencana memusuhinya.

Meski demikian, terlepas klaimnya, kewaspadaan di wajahnya tidak hilang. Sejauh ini, miasma Penyihir adalah faktor utama yang memojokkan Rem hilang ingatan.

Ke manapun Subaru pergi, apa pun yang berhubungan Penyihir betulan tidak mengundang situasi yang bagus.

“Ada masalah sama bauku, dan aku tahu kesan pertamaku buruk. Biar begini, aku bertahan dengan keberadaanku sendiri selama delapan belas tahun. Jadi, tolong biarkan aku mengulang ini.”

“… mengulang ini?”

“Akulah yang salah. Sekalipun kau risau dan cemas, melupakan semuanya, aku tidak bisa menjelaskan apa-apa kepadamu. Semuanya karena persoalan pribadiku, aku tidak bisa mendengar dan memikirkan perasaanmu …”

Pikiran berapi-api Subaru dan perasaan tak sabarannya, itulah alasan dia tidak memikirkan perasaan Rem.

Kesalahannya sepenuhnya ada pada dua alasan itu—mudah saja Subaru membela diri demikian. Semisal melakukannya, apa artinya pembenaran diri minim dan rendahan itu?

Yang Subaru butuhkan bukan kata-kata untuk melindunginya sendiri.

Dia butuh kata-kata untuk menyenangkan Rem, meredakan ketegangan di hati membatunya.

“Kau penting bagiku. Aku hanya ingin melindungimu. Jadi, tolonglah dengarkan aku. Mohon jangan tolak aku—Tolong, beri aku satu kesempatan lagi.”

“…”

Kedua tangannya masih terangkat, Subaru membungkuk dalam-dalam di tempat, memohon padanya.

Subaru tidak tahu dia bisa tulus sepenuh jiwa-raga padanya atau tidak, tetapi dia paling tidak menuangkan perasaan batinnya. Sekiranya menggoyang hati Rem meski sedikit saja, andai Rem memberikannya kesempatan untuk menjelaskan dirinya sendiri—

“—cuma itu saja yang mau kau katakan?”

“… eh?”

“Apa itu saja tujuan penjelasanmu?”

Subaru perlahan mengangkat kepala begitu mendengar tanggapannya.

Emosi kental dalam suara Rem berbeda dari yang dia duga-duga. Tapi perkiraannya kalau-kalau semuanya melenceng juga salah, dan itu membuatnya bingung.

Suara Rem serba amarah bisu, dan murka tak tertahankan.

“Re, Rem …?”

“Fakta kau mengejar kami, dan fakta kau mengeluarkan bau busuk jahat mengerikan itu mencurigakan, jelas saja, dan menurutku aneh nian. Tapi …”

Memotong kata-katanya di sana, Rem merapatkan bibirnya.

Seakan-akan dari lubuk hatinya menganggap Subaru yang tidak yakin akan jawaban selanjutnya, sebagai penjahat tak termaafkan, aura permusuhan berbinar di mata birunya.

“Lebih dari alasan apa pun, kau tidak dapat menghapus kebenaran kalau kau mencoba meninggalkan gadis kecil sepertinya. Bisa-bisanya kau memintaku percaya pada orang kejam dan tercela seperti itu?”

“—ah.”

Subaru terdiam seribu bahasa terhadap tatapan yang mengutuk orang jahat.

Kalimat yang ditujukan padanya menembus otaknya, lalu Subaru mengerti dia salah pilihan dalam meraih kembali kepercayaan Rem karena langkah pertamanya, entah bisa raih lagi atau tidak tak ada hubungannya dengan miasma Penyihir.

Mata nampak jahatnya yang diwariskan dari sang ibu, juga miasma yang dipaksa dipindahkan ke dirinya, sesungguhnya bukan penyebab rusaknya kepercayaan Rem.

Bukan hal-hal yang sudah dia punyai dari awal, melainkan tindakannya sendiri yang menghancurkan kepercayaannya.

Kendatipun Louis adalah Uskup Agung Dosa Besar, inkarnasi kejahatan. Menurut Rem yang tidak tahu-menahu tentang situasinya, dia itu gadis kecil lemah yang masih hidup, dan Subaru mencampakkannya.

“…”

Subaru tidak sanggup menemukan jawaban soal apa yang harus langsung dia katakan.

Subaru mengatasi banyak kesulitan di banyak kejadian. Sesekali kehilangan nyawanya, tidak kuat mengatasinya, dan dia mencari-cari solusi dari sudut berbeda, tetapi jawaban momen-momen ini tidak ada dalam dirinya.

Permintaan maafnya, dalihnya, ataukah kebenaran. Mana yang wajib dia prioritaskan?

Meminta maaf karena mencoba meninggalkan seorang anak?

Membuat-buat alasan untuk meninggalkannya, mengaku dia ada alasan untuk melakukannya?

Memberi tahu kebenaran bahwa gadis kecil lemah itu sebetulnya monster muda?

Tidak peduli dia memilih yang mana, Subaru tak merasa dapat mengubah tatapan curiga Rem yang berada di depannya.

Dan itulah akibat tindakan Subaru yang sudah mustahil diubah oleh Return by Death.

“—kau tidak bilang apa-apa lagi.”

Selagi tatapan Subaru berseliweran, pipinya mengeras, dan tiada kata keluar dari mulutnya, Rem letih menunggunya.

Berusaha keras mengangkat dirinya, mencoba menjauh—Nampaknya Rem tidak berniat menghajarnya di tempat, agar memutus sumber kecemasannya demi masa depan.

Barangkali dia mengira Subaru hancur takkan mengejarnya.

Tentu saja itu tidak terjadi. Walaupun dia disingkirkan di sini, dia akan terus mengulurkan tangan ke arah Rem hingga dia raih.

Berpisah—itu tidak terjadi. Itu tidak terjadi, tapinya—

“—Re …”

Mengubah posisi tubuhnya, Subaru mencoba memanggil Rem yang hendak meninggalkan area itu, biar berhenti.

Pertama-tama dia panggil namanya, tidak memikirkan kata lain untuk melanjutkan kalimatnya, semata-mata berusaha memanggilnya.

Setelah itu—

“…”

Saat Subaru nyaris mengulurkan tangannya ke punggung Rem yang memutar tubuhnya, perubahan terjadi di bidang pandangnya.

Kedipan kecil bayangan, di balik pepohonan lebat—dan Subaru mengenalnya.

“—Rem!!”

Dia datang. Lebih cepat dari pikiran yang terbesit di benaknya, Subaru melempar dirinya ke punggung Rem. Lengah oleh aksi mendadaknya, tubuh mungil Rem menegang.

Kala Subaru memeluk tubuh kecilnya ibarat membungkus seluruh tubuhnya.

—panah tunggal yang dilepaskan dari busur kuat yang berat terbang di atas kepala mereka, lalu satu pohon raksasa dirobohkan, bagian tengah batangnya ditusuk.

Catatan Kaki:

  1. Teke Teke = hantu dari suatu legenda. Hantunya kelihatan mirip seorang gadis SMP atau seorang Wanita yang tubuh bagian bawahnya putus karena kecelakaan.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments