Share this post on:

Permulaan Bukit Pasir

Penerjemah: Dohalim

Sumber Gambar

Mereka beristrirahat satu hari di Mirula, jeda dari perjalanan panjang mereka, namun fajar keberangkatan telah tiba.

Semua orang mengenakan pakaian baru untuk bepergian menjelajahi bukit pasir dan berkumpul di jalan masuk kota pada pagi hari. Subaru tersentak heran ketika melihat keadaan kereta naga yang menunggu di sana.

“Hah, jadi ini senjata rahasia kita buat membersihkan bukit pasir, ya?”

Subaru sedang melihat naga darat asing yang dikekang kereta.

Naga itu kepalanya datar, badannya lebar, sisiknya kuning, dan berjalan dengan empat kaki. Bentuk tubuhnya sejenis Fulfew terpercayanya Otto, tetapi kelihatannya bahkan lebih tahan banting, seolah staminanya lebih banyak.

“Ini naga Gilas yang kuat di iklim berpasir. Spesies naga ini cocok buat badai pasir dan lingkungan kering. Spesies naga lebih besar tapi wataknya lebih lembut dan mudah dihadapi. Spesies endemik sini.”

“Spesies endemik! Di sini juga ada hal semacam itu? Kalau dipikir-pikir, Pristella punya naga air. Dunia ini betulan tempat yang besar.”

Julius menjelaskan naga darat baru sementara Subaru mengamatinya.

Agar mencapai Menara Penjaga Pleiades, mereka mesti melewati padang pasir sungguhan. Karenanya, mereka berganti dari naga darat yang mereka bawa dengan naga lokal untuk menangani pasirnya.

“Tapi tetap saja, meskipun wataknya lembut, apakah naga baru dapat bekerja sama dengan kita semudah itu?”

“Tidak jadi soal. Naga darat punya kedekatan alami sama orang-orang. Naga Gilas khususnya bisa ditenangkan dengan cepat dan mudah dengan menggosok leher mereka. Kau harus ingat itu, untuk jaga-jaga saja.

“Tentu. Meski aku ragu Patrasche bisa diperlakukan demikian.”

Subaru mengangkat bahu sembari melirik naga baru yang diikat ke kereta naga serta naga darat hitam dengan tindak-tanduk bak ratu. Tak seperti naga yang akan diam menunggu di Mirula, Patrasche tetap bergabung bersama mereka di perjalanan ini.

“Tapi apakah Patrasche akan baik-baik saja di tempat yang membutuhkan tenaga profesional padang pasir? Aku tak ingin memaksa nona kita ke suatu tempat yang tidak sesuai dengannya.”

“Jangan takut. Naga daratmu adalah naga Diana … keturunan naga pertama yang katanya pernah menguasai daratan, lautan, dan udara. Bagaimanapun lingkungannya, dia tidak akan kenapa-kenapa.”

“Waduh, mirip latar belakang karakter protagonis atau semacamnya. Nyaris terlalu elit ….”

“Alangkah baiknya jika bisa membawa Shaknar-ku, tapi kita mau bagaimana lagi.”

Tatapan Julius mengarah ke langit, seakan-akan memandang kejauhan. Shaknar adalah naga darat biru terpercayanya.

Sayang sekali, Julius bahkan telah dihapuskan dari ingatan Shaknar. Ujung-ujungnya, Julius menyerah membuatnya mematuhi dirinya dan meninggalkannya bersama Iron Fang di Pristella.

Mereka dalam perjalanan untuk merebut kembali semuanya, namun begitu banyak hal yang harus ditinggalkan demi misi mereka. Selama dua puluh hari ini, Pemahaman Subaru soal itu hampir setara dengan pemahaman Julius.

“Namun memperlakukan tungganganmu sebagaimana seorang nyonya yang paling dekat denganmu …. Entah aku mesti memujimu telah memahami cara mengurus naga darat dengan baik atau memarahimu atas perlakuanmu kepada wanita di sekitarmu.”

“Aku yakin pemikiranmu bakalan berubah setelah tahu sikap keibuan Patrasche.”

Patrasche menolak berurusan dengan Subaru gara-gara ditinggalkan di Pristella selama insiden tersebut. Barulah ketika Otto bertindak sebagai perantara Subaru tahu kalau Patrasche merasa malu sebab tidak menyertainya di saat-saat kejadian itu. Sewaktu mengetahuinya, Subaru tidak yakin ingin bilang apa.

“Omong-omong, aku tidak kepikiran apa-apa selain memeluknya. Aku menyayangimu, Patras—argh?!”

Namun nyonya kelompok itu takkan menerima pernyataan cinta yang setidak sungguh-sungguh itu. Dia sabet ekornya lalu menjatuhkan Subaru ke tanah berpasir.

Terkapar di tanah, tiba di bukit pasir saja belum namun sudah bermandikan pasir.

“… tidak ada tegang-tengannya walau momen kritis sudah di depan mata. Aku iri sama urat malunya Barusu yang sudah putus.”

Wajah seseorang muncul terbalik di penglihatannya. Ia Ram yang mengenakan jubah ‘tuk melindunginya dari pasir. Subaru menggaruk kepala atas respon dinginnya.

“Jadi artinya kau gugup? Bukannya itu sedikit tak sepertimu?”

“Aku tak yakin apa yang membuatmu berpikir sebaliknya. Kau bisa lihat sendiri, aku semata-mata gadis lemah nan rapuh. Aku takut oleh segala macam bahaya setiap saat. Hati burungku yang lembut bisa saja meledak kapan pun.”

“Kapan kau menangkap burung itu?”

Subaru mengangkat kaki dan menarik maju dirinya untuk berdiri. Dia menepuk-nepuk dirinya sendiri untuk membersihkan pasir kemudian menghadap Ram lagi.

“Kau benaran tak apa?”

“… kurang ajar sekali. Kau sangat perhatian padahal seorang Barusu.”

“Hinaanmu tidak senyelekit biasanya. Aku peringatkan: Kita belum mulai.”

Ram tidak terlihat pucat, dan bukannya dia terengah-engah. Dia tak ada bedanya dengan Ram normal, tetapi dia tidak menolak saran Subaru juga.

Ram tak mencoba memasang penampilan depan yang kuat atau berusaha menyembunyikannya. Kalau begitu, Ram mengejutkannya jujur.

“Sudah satu tahun lima puluh hari. Kau menyuruhku berdiri diam padahal tujuanku sudah di hadapan wajahku setelah menghabiskan seluruh waktu itu? Kejam banget.”

“Jangan bilang begitu, Ram.”

Sesaat mata gadis itu berkobar dan tatapannya mendingin, Emilia menegurnya, sesudah selesai mengemas barang bawaan besarnya ke kereta naga.

Emilia tolak pinggang.

“Subaru hanya mengkhawatirkanmu. Aku juga khawatir. Aku berusaha sebaik mungkin untuk merawatmu setiap hari sesuai permintaan Roswaal, tapi ….”

“Meskipun dibantu Beako, masih belum setara perawatan Roswaal?”

“… saya takkan memanfaatkan itu sebagai dalih. Dan saya juga takkan membuat masalah.”

“Tapi kami mencemaskanmu.”

Ram tidak langsung menanggapi, tetapi dia kelihatan tidak puas dengan balasan tenang. Semangat normalnya telah hilang dari mata merah mudanya.

Dia barangkali menyadarinya sendiri. Ram mendesah dan mengalihkan pandangan ke kereta naga. Di belakangnya, kursi roda terkunci, dan Rem tidur di dalamnya—

“—tolong jangan katakan sesuatu seperti meninggalkan saya.”

Permohonan sepenuh hati yang jujur.

Mendengarnya, Subaru menggaruk kepala kemudian menatap Rem juga.

“Aku tak akan bilang begitu. Tapi kami tahu kau sedang tidak dalam kondisi terbaik, jadi bila terjadi suatu hal, beri tahu kami begitu kau menyadari sesuatu. Tidak ada gunanya berusaha menyembunyikan atau memalsukannya. Kami tetap akan membantumu.”

“….”

“Hehe.”

Sekali, Ram betul-betul nampak sedikit malu. Emilia cekikikan lirih dan menatap Subaru.

“Kurasa sisimu yang itu sangaaat bagus.”

“… eh?! Apakah artinya kau jatuh cinta lagi padaku?”

“Jangan membicarakan hal-hal itu di depan Rem yang lagi tidur. Dasar musuh bebuyutan semua wanita.”

“Tidak sekadar musuh tapi musuh bebuyutan?!”

Ram mendengus. Tingkah tak kenal sopan santunnya adalah diri biasanya lagi.

“… berhenti nyengir-nyengir dan lakukanlah tugasmu, Barusu. Tempatmu tidak di kereta naga, tapi di luar dengan menunggangi naga darat kesayanganmu. Kalau kau kelamaan, nanti ketinggalan.”

“Sudah sampai mengancam, ya, nee-sama? Tidakkah kau dengar yang kami katakan—?”

“—aku mendengarnya. Cukup sudah. Sekarang bergeraklah.”

Dengan kata-kata tajam terakhir itu, Ram mengesampingkan Subaru dan masuk ke kereta. Melihatnya naik, dia menggaruk kepala lanjut melirik Emilia.

“Emilia-tan ….”

“Jangan gelisah. Serahkan saja padaku. Kau pun harus hati-hati.”

“Iya, iya.”

Mengangguk, Subaru sekali lagi melihat ke dalam setelah itu pergi ke tempatnya sendiri di kereta.

Menyelubungi lehernya dengan kain antipasir, Subaru menarik napas dalam-dalam.

“Baiklah, ayo pergi. Lautan pasir dan menara …!”

—dalam kereta kuda setelah kepergian Subaru.

“… Emilia-sama kenapa wajah Emilia-sama kelihatan begitu?”

“Mmm, tidak ada yang serius. Aku cuma berpikir kalau kau ‘tuh imut, Ram.”

“Itu penilaian yang meresahkan. Agak tidak seperti diri Anda, Emilia-sama.”

“Hmmm.”

 Ram sedang duduk di kursinya di sebelah kursi roda saat berbalik dari tatapan Emilia. Anehnya, Ram nampak menyesali kesalahannya.

“Hehe. Apa kau sudah mulai membiarkanku melihat wajah yang selalu kau tunjukkan ke Subaru?”

“… saya lengah. Mohon maafkan ketidaksopanan saya.”

“Aku tidak marah. Malahan senang sedikit. Dengan begini, rasanya kau lebih percaya padaku. Aku selalu cemburu kepada subaru.”

Ram terdiam sejenak pada jawaban polos Emilia. Namun dia segera berbalik menghadap Emilia lagi.

“Anda berubah, Emilia-sama. Ketika kita bertemu pertama kali, Emilia-sama tampak serapuh boneka kaca, biarpun Emilia-sama tak punya hal lain selain tatapan tekad yang lemah.”

“Apakah aku kelihatan sedikit lebih kuat sekarang?”

“Mmhmm. Dan lebih manis … ibarat gelasnya kini menjadi gula yang mengeras.”

“Itu kedengarannya sangaaat enak …. Terus artinya apa?”

Sebagian hinaan itu lewat saja dari kepala Emilia, dan Ram menghembuskan napas.

Namun setelahnya, bahu Ram jadi sedikit rileks.


Dua jam seusai meninggalkan Mirula, mereka mulai mencoba menyeberangi Bukit Pasir Augria.

Selusin mil lagi ke timur kota maka semua lingkungan yang hijau-hijau menghilang. Sejauh mata memandang hanya ada gurun, dan angin kencang yang membawa pasir kering serta miasma.

“….”

Mereka menantang bukit pasir dengan satu kereta besar juga Patrasche yang berlari di sampingnya.

Naga darat baru itu lambat tapi pasti. Tidak bisa cepat-cepat amat, namun sebagai gantinya lajunya dapat diandalkan, awalnya Patrasche sedikit tidak suka dengan pergantian pasangan mendadak, tetapi setelah beberapa jam saling bersama, dia rupanya mendapati keunggulan dari rekan barunya dan dengan murah hati menerima perubahan tersebut.

“Malahan ketidakbahagiaan naga ini lebih berkaitan sama Betty.”

Beatrice meringkuk erat ke dalam pelukan Subaru. Dia memagang kendali Patrasche sambil memeluk Beatrice erat-erat dan mengelus kepalanya.

“Mana mungkin, itu bayanganmu saja. Patrasche bukanlah naga yang berpikiran sempit.”

“… sebaiknya kau lebih memahami sekitarmu.”

Beatrice menggeser kakinya untuk duduk menyamping sembari memegangi roknya.

Dibanding masa lalu, keterampilan menunggangi naga Subaru telah meningkat signifikan, dan sudah normal Subaru bersama rohnya berkendara bareng-bareng. Karena itulah Subaru pikir Beatrice keliru, tapi ….

“Yah, sejak awal bukan berarti aku benar-benar tahu alasan Patrasche menyukaiku.”

“Memang. Sejak awal, kau tak tampan-tampan amat sampai diperhatikan begitu tanpa alasan lain.”

“Jadi kau punya semacam alasan kuat untuk menyayangiku.”

“Tentu saja …. Bentar, kau mau Betty bilang apa?!”

Karena jarak antara mereka dekat sebab sedang menunggangi naga, Subaru tak bisa kabur dari luapan amarah Beatrice wajahnya yang merah merona. Subaru hanya bisa membiarkan tamparan lemahnya menghajar dirinya selagi mengelus-elus bulu Patrasche yang kusut.

“—sungguh menyenangkan melihat percakapan harmonis kalian, tapi kita hendak betul-betul memasuki lautan pasir sekarang.”

Suara Julius memanggil mereka dari bangku pengemudi kereta kuda yang ditarik di samping mereka.

Memegang kendali kereta dan dengan mudahnya bisa terhubung dengan naga darat yang baru ditemui adalah hal wajar buat Julius. Namun melihatnya mengendarai kereta naga alih-alih naganya sendiri terasa janggal nian.

Dan menambah kesan tak seimbang itu adalah seorang gadis yang duduk di sebelahnya.

“Benar. Baguslah kalian berdua akur, tapi jika kalian berlebihan, nanti aku marah.”

Meili melirik Subaru dengan tingkah yang tak seperti gadis seumurannya.

Dengan party itu akhirnya menghadapi awal tantangan sebenarnya, sudah waktunya Meili melakukan hal yang paling dikuasainya.

Dengan kekuatan perlindungan ilahinya, kemungkinan mereka diserang monster iblis telah menurun dramatis. Setidaknya berdasarkan teori.

Oleh sebab itu Meili lagi duduk di bangku pengemudi dan melihat-lihat sekitar lingkungan mereka. Dan Julius di sampingnya adalah rekan yang dipilih biar gadis itu tidak bosan-bosan amat.

“Kau tahu kesatria baik yang duduk di sebelahmu adalah pendampingmu hari ini, ‘kan? Dia elok, bergaya, dan jauh lebih mewah dariku.”

“Aku tidak tahu kau bicara apa. Dan aku tak punya komplain soal Tuan Kesatria, tapi kau yang membawaku, onii-san. Bukankah artinya kau bertanggung jawab untuk menemaniku?”

“Jangan rewel. Beako sudah mengisi slot itu.”

“Mrgh!”

Beatrice mulai memukuli dada Subaru lagi sambil marah-marha, pria itu membiarkannya saja selagi melihat Meili.

“Aku tahu kau sangat ingin disukai, dan dengan senang hati kulakukan, tapi misalkan mau membicarakan hak atau tanggung jawab, maka tunda dulu sampai pekerjaanmu tuntas.”

“Baiklaaah. Padahal kau sudah memanjakan Beatrice. Dasar jahat banget.”

Subaru sebenarnya tidak terlalu jahat tentang itu, namun jelas saja Meili mungkin menganggapnya demikian.

Beatrice sepertinya puas dengan dirinya sendiri selagi subaru menggelitik lehernya kemudian mengangkat tangan ke Julius. Melihat itu, sang kesatria mengangguk dalam diam.

Paling baiknya membiarkan seseorang yang ahli menangani wanita muda mengambil alih.

 Tetapi juga—

“Subaru—badai pasir nampaknya akan datang.”

Beatrice memperingatkannya, dan Patrasche menatap lurus ke depan sembari meringkik sedikit untuk menegaskannya.

Menara besar yang tidak mungkin dilewatkan bahkan dari Mirula telah berdiri tinggi hingga ke langit di depan mereka. Pasir kuning bertiup dari menara.

Pembaptisan Badai Pasir Augria, badai pasir yang berputar-putar dengan miasma—badai pasir telah tiba.

Mereka sudah tahu hal umum tentang datang-perginya badai pasir dari pengumpulan informasi mereka di Mirula.

Tiga kali sehari—pagi, tengah hari, dan tengah malam—badai pasir kuat akan bertiup ke daratan ini. Penduduk setempat menyebutnya waktu pasir. Mempertimbangkan perkataan pemilik kedai perihal miasma, nyaris bak berjalan dengan baik dan mendekati situs pembuangan limbah beracun.

Terutama selama waktu pasir di malam hari, yang berlangsung selama beberapa jam, sulit dan hampir mustahil untuk bergerak. Karena itu, mereka akan bergerak di siang hari dan sebisa mungkin berusaha menghindari waktu pasir pagi serta siang hari.

Butiran pasir di tanah tidak ada masalah, seperti halnya yang diperingatkan ke mereka, pijakannya buruk. Konvoi mereka terpaksa berjalan dengan kecepatan sangat lambat, dan rasa kesal mereka makin meningkat layaknya pasir yang menumpuk di jam pasir.

Namun gara-gara situasi itu, Subaru pun merasa sedikit kecewa.

Karena—

“Lebih sukar berjalan saat ditiup angin, tapi … tidak seburuk bayanganku.”

Memalingkan kepalanya dari angin kencang, dia menutup mulut, dia menarik sejumlah napas lewat kain yang memblokir pasir. Dia bisa merasakan sedikit pasir di mulutnya, tetapi hampir tidak berbeda dari angin kencang di kota.

Dunia berwarna cokelat kekuningan sebab pasir yang beterbangan, juga rasanya menyebalkan jika pasir memasuki seluruh celah pakaiannya, tapi—

“Betulan itu saja. Aku kira bakalan terlampau panas waktu kudengar kita akan pergi ke bukit pasir.”

“Alasan daerah ini jadi gurun adalah gara-gara miasma pekatnya membunuh semua dedaunan. Tapi di sini hujan, jadi bukan berarti suhunya tahu-tahu meningkat tajam atau semacamnya.”

Di pikiran Subaru, gurun itu neraka yang panasnya bukan main. Tapi rupanya di dunia ini, penggurunan disebabkan hal yang tidak sesuai dengan perkiraan Subaru, berlawanan dengan gambaran pasir terbakar yang dia lihat dari game-game serta manga. Malah gurun asli sebetulnya jauh lebih mudah ditanggung dari ekspektasinya.

“Kurasa mengingat bagaimana rasanya di Mirula, bakalan aneh seandainya mendadak terbakar saat kita juga sedang menyeberangi bukit pasir.”

“Benar. Ini berbeda dengan bukit pasir merah Giral di ujung dunia.”

“Kalau begitu tempat itu seperti apa?”

“Semua butiran pasir yang menyusunnya adalah pecahan batu sihir. Tanah yang konstan meledak sepanjang tahunnya.”

“Ada tempat sesinting itu?!”

Opininya mengenai Bukit Pasir Augria melonjak naik ketika tahu ada tempat segila itu di dunia ini.

Seumpama saja sang Sage membangun menaranya di sana, tidak seorang pun akan mencapainya.

“Sementara itu di sini, kita cuma mesti berhati-hati sama angin dan miasma—juga monster iblis.”

“Sekaligus tidak kehilangan penampakan menara terus tersesat.”

“Biarpun kau menyuruhku untuk berhati-hati agar tidak tersesat ….”

Beatrice bersandar di dadanya, berusaha membuatnya fokus. Subaru menopang berat badannya selagi melihat menara megah nan membahana itu tepat di depan mereka.

“Jangan tersesat, tapi bila kau tanyakan aku, bukannya bakalan lebih susah untuk kehilangan padangan menara itu?”

“Betty setuju. Namun apa pun bisa terjadi. Tidak ada yang tahu orang licik macam apa Sage itu, namun tidak dapat disangkal bahwa tiada bukti seorang pun pernah mencapainya.”

Tentu saja Subaru tak berniat meremehkan bukit pasir.

Tetapi memikirkannya secara realistis, tidak mungkin orang bisa kehilangan jejak yang seperti penanda raksasa itu. Namun tepatnya itulah yang setiap orang pikirkan ketika menantang bukit pasir lalu gagal.

Lantas Beatrice mungkin saja benar. Suatu tempat yang apa pun bisa terjadi.

“—haruskah kita tetap berjalan lurus maju, Anastasia?”

“Keraguanmu itu tidak mengenakkan, Natsuki.”

Mengendarai Patrasche ke kereta naga, Subaru memeriksa Anastasia lewat jendela. Mendengar responnya, dia berkedip.

“Tentu saja, ‘kan? Semua ini tergantung kepadamu, jadi aku mengandalkanmu soal navigasi mendetail.”

“Jelas saja, bagiku ini juga bukan urusan orang lain, jadi aku takkan menahan-nahan. Kita berdua di pihak yang sama, jadi percaya sedikit sajalah.”

“… percaya pada rubah ‘tuh sulit dilakukan.”

“….”

Anastasia, atau lebih tepatnya Rubah Echidna, matanya menyipit pada gumam Beatrice.

Beatrice adalah satu-satunya orang di perjalanan yang Subaru beri tahu tentang Rubah Echidna, kemudian Beatrice curiga bukan kepalang terhadap sesama roh buatan yang menyembunyikan identitasnya.

Namun senantiasa mencurigai tidak ada manfaatnya juga. Seperti kata Anastasia, seketika mereka masuk Bukit Pasir Augria, mereka di pihak yang sama. Sisanya adalah percaya satu sama lain untuk melakukan tugas masing-masing.

“Benar begitu, Anastasia?”

“Benar—tidak usah risau. Akan kutepati janjiku.”

Bagian terakhir cukup lembut sampai Subaru seorang yang mendengarnya.

Mengangguk, Subaru menyetir Patrasche ke bangku kemudi, di sana dia melihat Julius kelihatan serius penuh sedangkan Meili berguling-guling sedikit, kelihatannya bersenang-senang sendiri.

“Oh? Kayaknya kau menikmati momen ini, Meili. Apa kau masih bekerja?”

“Kau sungguhan bertanya begitu? Kita belum berpapasan dengan monster iblis satu kali sejak masuk bukit pasir, ‘kan? Itu bukti pekerjaanku, bukan?”

“Tapi kelihatannya kau tidak berusaha sangat keras pula? Aku pun tidak tahu apakah kita diserang karenamu atau kebetulan saja di area yang tidak ada monster iblisnya?”

“—hmph. Kalau begitu ….”

Mata Meili menyipit, selanjutnya mengangkat tangan seketika Subaru kedapatan firasat buruk.

“Sebentar! Maaf, aku mengatakan hal bodoh! Itu keceplosan saja karena selain badai pasir, ini tidak seburuk yang orang-orang bilang!”

“Mm, aku tidak marah. Aku cuma mau mengajarkanmu untuk menunjukkan sedikit ucapan terima kasih atas perbuatanku.”

Mengabaikan alasan Subaru, Meili tersenyum seraya menuturkan sesuatu yang teramat-amat merisaukan. Mengatur napas, Subaru mulai meminta maaf lagi—namun sebelum dia sempat bilang sesuatu ….

“Ap—?!”

Sekitar lima puluh meter di samping jalan yang mereka lewati.

Terdapat getaran samar, lalu tiba-tiba pasirnya meledak terbang ke udara. Tubuh besar yang bersembunyi di bawah pasir muncul ke atas permukaan pasir.

“….”

Ia tidak punya tubuh. Tubuh tebal nan panjangnya yang berputar-putar hampir menyerupai ular. Namun selain warna berpasirnya, bau busuk yang dikeluarkan, serta fakta ia tidak punya satu mata pun, Subaru tahu makhluk apa itu.

Bukan ular—melainkan cacing.

Cacing yang panjangnya hampir dua puluh yard itu keluar dari bawah tanah, mengalihkan mulut besarnya ke arah mereka. Sepintas, Subaru bersiap-siap mati.

“Oooooke! Sudah cukup. Kau bau, jadi larilah ke tempat lain.”

“….”

Kala Subaru bergidik ketakutan, nada tak tertarik Meili menyadarkan kembali Subaru.

Badan besar cacing itu gemetaran, kemudian kembali ke bawah tanah lagi. Ia mematuhi perintah si gadis, kemudian beberapa detik sesudahnya, monster itu menghilang dari pandangan lagi.

Demonstrasinya intens sekali sampai-sampai Subaru tidak sanggup berkomentar apa pun.

“… itu monster iblis yang namanya cacing pasir. Mereka bersembunyi di bawah pasir, tapi yang satu itu sedikit lebih besar dari yang pernah kulihat.”

“Sedikit lebih besarnya ‘tuh semana?”

“Seingatku, yang paling besar normalnya sepanjang lengan pria dewasa.”

Cacing sebesar itu sudah cukup aneh dan mengancam. Namun cacing pasir yang barusan muncul puluhan kali lipat lebih besar dari yang Julius ketahui. Subaru pernah dengar bahwa spesies asli monster iblis di Augria konon lebih gila, tapi nyatanya ukuran mereka sama gilanya.

Pokoknya, yang pasti adalah—

“Nah? Menurutmu aku bagaimana?”

“Serius, deh, aku tidak bisa cukup berterima kasih, Nona Meili!”

Dicairkan kata-kata Meili, Subaru sepenuh hati memujinya.

“Masa? Sekarang kau bersyukur, onii-san?”

“Iya, aku cuma punya rasa hormat besar. Kini aku paham betapa berbahayanya tempat ini tanpamu. Tempat ini menyeramkan! Sungguhan menyeramkan!”

Subaru paham salah satu alasan banyaknya petualang gegabah yang menerima tantangan tetapi tak pernah kembali. Dan alasan pemilik kedai juga mencoba menghentikan mereka. Subaru tololnya mengira bukit pasir tidak seedan yang dikira.

“Tiga sorakan untuk kedamaian. Hiduplah kedamaian. Ayo buat perjalanan ini jadi sangat membosankan sampai akhir!”

“Jagonya ganti rencana seperti biasa. Sampai Betty merasa jengkel.”

“Jangan coba-coba bertingkah kuat. Tadi kau mengompol sedikit, sepertiku, ‘kan? Aku tahu.”

“Kau bilang apa?!”

Mereka mulai lagi, tapi untuk saat ini, tidak ada yang menyalahkan mereka.

Membuat kegaduhan hanya akan memprovokasi para monster iblis, tetapi mereka pun baru saja membuktikan keefektifan kemampuan mereka untuk menangani monster-monster iblis. Jadi Julius tak mencoba menghentikan adu mulut mereka berdua.

Akan tetapi semua orang kembali fokus, sadar betapa mereka benar-benar berada di ujung tanduk.

Fakta mereka bisa hidup untuk merenungkannya saja sudah cukup berharga selama hari pertama mereka di bukit pasir.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
kizuna

Mantap bang, terjemahan augrianya lebih enak dibaca sekarang