Share this post on:

Alasan Membebaskanmu

Penerjemah: Shionne

Sumber Gambar

Dengan Meili yang setuju untuk bergabung dengan tur Sage yang mendebarkan, sebagian orang barangkali menyangka membebaskannya dari penahanan akan memicu kontroversi, tetapi kenyataannya agak berbeda.

“Aku setuju~? Emilia-sama selalu berhak memutuskan nasibnya. Dan dalam satu dari sejuta skenario terburuk, kaulah yang harus menghadapi masalahnya, bukankah begitu, Subaru?~”

Tuan rumah tak punya komplain, dan Meili secara resmi langsung dibebaskan dari kurungannya.

Dan meski posisinya agak aneh sebab dia akan membantu mereka, Meili pun diberikan kamar sendiri di manor. Perihal apa yang mestinya dia lakukan setelah menyelesaikan perjalanan saat ini, itu urusannya.

Paling tidak, Subaru ingin dirinya punya tempat untuk berpulang jika dia mau.

Dengan begitu, mereka telah mengurus separuh alasan mampirnya mereka ke manor. Sisanya adalah ….

“Hei, Petra, apakah suasana hatimu sekarang belum baikan?”

“Bukannya aku marah.  Kau boleh bebas pergi ke tempat jauh yang berbahaya atau ke entah berantah sesukamu, Subaru-sama.”

Petra marah-marah dan wajahnya memerah saat menyusuri lorong, membuat Subaru memohon-mohon maaf setulus mungkin di belakangnya.

Seseorang yang paling menentang usulan tur Sage mendebarkannya Subaru adalah Petra. Alasan dia murka tak lain adalah karena kebiasaan melanggar janji Subaru.

“Aku tahu aku janji akan bersantai sebentar setelah pulang dari Pristella … tapi tidak ada waktu untuk itu. Tolong pahami. Aku minta maaf.”

“Bodo amat! Kau saja yang sama sekali tidak mengerti!”

Selagi Subaru mencoba meminta maaf sebab mengingkari kata-katanya, Petra balik badan dan memelototinya. Subaru langsung menegakkan badan di hadapan tatapan mengancamnya. Ketika Petra menatapnya lagi, dia mendesah lirih.

“Kau akan pergi ke tempat berbahaya lagi, ‘kan?”

“S-siapa tahu tempatnya aman, tahu? Bukan tidak mungkin ini sekadar tur aman, murah, dan menyenangkan ….”

“Aku cemas. Kau selalu memasang badan di depan kapan pun hal bahaya terjadi. Di Pristella pun sangat berbahaya, Otto-sama dan yang lainnya sudah ma … hampir mati.”

“Jangan asal bilang Otto sudah mati.”

Otto sudah kebanyakan mati.

Subaru paham alasan orang-orang berkesan seperti itu, tetapi Subaru lebih ingin Otto tidak mudah terbunuh. Kalau dia mati, Subaru harus mengatur ulang. Terlepas dari itu, dia tidak hendak menyatakan mereka punya persahabatan yang bahkan kematian tak mampu pisahkan.

“Tidak harus dirimu, benar? Kau bisa saja menyerahkannya ke orang lain … seseorang lebih kuat. Contohnya, kenapa bukan tuan? Beliau sepertinya punya banyak waktu luang.”

“Aku bisa paham frustasi harianmu dengan Roswaal, tapi jangan selalu mencari-cari alasan untuk menendangnya dari rumah. Aku mengkhawatirkan gesekan fraksi kita.”

Subaru bersedia saja menutup mata pada Petra yang memeras semacam cairan ke tehnya Roswaal, tapi lebih dari itu dia tidak boleh biarkan. Bom mesti dijinakkan sebelum meledak. Itulah hukum mutlak seluruh game dengan meteran afeksi.

“….”

Namun mata Petra serius saat bicara betapa Subaru membuatnya risau, jadi Subaru tak ingin mencandainya.

Dia tidak ingin tak menghormati Petra dengan dalih setengah-setengah atau taktik mengulur waktu ketika gadis itu sedang serius.

“Aku paham keresahanmu. Gurun yang seharusnya kami datangi penuh dengan monster-monster iblis dan rupanya juga pemegang Guinness World Record dalam hal miasma tertebal. Terlebih lagi dengar-dengar Sage ini bukan orang ramah dan sudah menolak para pengunjung selama ratusan tahun …. Tapi walaupun begitu, aku tidak boleh menyerahkan ini ke orang lain.”

“Kenapa? Mustahil kau yakin kalau dirimu sebenarnya kuat, bukan, Subaru-sama? Sudah cukup Garf-sama sampai salah paham memalukan begitu.”

“Kurva penilaianmu benaran kejam! Jangan sampai Garfiel mendengarmu bilang begitu!”

Perkataan Petra bengis sekali sampai-sampai kebanyakan pria akan bergidik semisal mendengar cara mereka dinilai.

Melihat dunia melalui perspektifnya, nyatanya hanya kebijaksanaan yang pantas mendapat rasa hormat, dan praktisnya kekuatan fisik tidak ada harganya. Petra sulit sekali untuk disenangkan sebab dia takkan beri tahu hal yang paling penting untuk dinilai.

“Yah, kesampingkan Garfiel saat ini … bukannya aku merasa tidak ada orang yang lebih baik dari aku soal pekerjaan ini. Mempertimbangkan semuanya, yang paling aman adalah memberikan semuanya ke Reinhard.”

“Terus kenapa tidak kau lakukan?

“—mungkin karena aku ingin diriku menjadi orang pertama yang dilihatnya ketika dia bangun.”

Subaru tidak bilang subjek yang dimaksud, tapi tak perlu dikatakan pun Petra sudah mengerti.

Gadis itu masih tidur—bila mereka bisa menemukan cara untuk membangunkannya di menara Sage, maka dia ingin menjadi orang yang melakukannya.

Walaupun ada orang lain yang lebih cakap, meskipun kemungkinan berhasilnya lebih tinggi seandainya dilakukan orang lain, Subaru tak boleh mengalah. Dia tidak mau. Inilah keegoisan Subaru, dan dia sadar betul akan fakta itu.

“Andai aku membuang semua emosi ini, kalau begitu … bukan masalah besar siapa yang membangunkannya. Semisal dapat menyelamatkannya dari posisi tidak berdaya tersebut, maka tidak masalah siapa atau bagaimana.”

“… mmhmm ….”

“Tapi bila kau tambahkan emosi, aku mau orang itu adalah aku. Aku ingin membantunya sendiri. Aku ingin membangunkannya sendiri. Dengan segenap jiwa-ragaku, aku mau dirikulah yang menyelamatkannya.”

—sebab itulah Natsuki Subaru akan pergi.

Sekalipun ada sejumlah orang yang lebih kuat, bijaksana, dan lebih baik.

Biarpun semuanya hanya ego, Natsuki Subaru akan pergi.

Demi menyelamatkannya. Demi dipuji dirinya. Karena alasan itu saja.

“Itu egois. Dan aku minta maaf sudah mengkhawatirkanmu.”

“… ini paling parahnya. Kayak tidak ada yang berubah sama sekali.”

“Hmm?”

Subaru telah membulatkan dirinya jika mungkin dibenci Petra atas pernyataan egois nen menyedihkannya ketika mengulurkan tangan hendak menepuk kepala si gadis. Tetapi Petra berbisik lirih dan menatap dirinya.

Ada air mengalir di mata besarnya, membuat Subaru goyah sesaat.

Selanjutnya—

“Eyy!”

Isoflavone!?”

 Petra membenturkan kepalanya langsung ke ulu hati Subaru.

Pria itu mengeluarkan suara aneh karena serangan mendadak itu dan kesulitan bernapas, dia jatuh terlutut. Petra melepaskan diri dari pelukannya, menarik ke bawah kelopak matanya dan menjulurkan lidah.

“Subaru-sama bego! Egois banget! Terserah saja, deh!”

“P-Petra ….”

“Sana lakukan banyak hal bahaya, buat semua orang gelisah, buat orang-orang terdekatmu kerepotan, terus pulang seolah-olah tidak ada apa-apa, seperti biasa! Hmph!”

“Kalau katamu seperti itu, aku ini pria yang cukup merepotkan, bukan …?”

Berdiri sambil mengusap-usap dadanya, Subaru merenung sejenak, tidak bisa bilang apa-apa untuk membela diri setelah diomeli Petra.

Ujung-ujungnya, dia gagal memperbaiki suasana hatinya. Petra, di sisi lain, telah menerima perasaannya dan siap menghantarkan Subaru seperti biasa.

Subaru menggaruk kepala sedih sebab harus bergantung pada semua orang di sekelilingnya lagi.

“Aku mengerti. Kalau begitu, maaf selalu melakukan ini, tapi aku bakalan menyongsong bahaya lagi, terus bakalan pulang setelah mengacau di sana-sini dengan cara ini-itu, jadi tunggulah aku. Jadi orang pertama yang menyambut kepulanganku setelah kepergianku adalah hak istimewamu.”

“… kau tidak membiarkan Frederica­ nee-sama atau Ram nee-sama menyambutku duluan?”

“Iya, aku janji.”

“Tuan pun tidak?”

“Aku akan menyalahkan diriku sendiri kalau dia jadi orang pertama yang kulihat sepulangku ke sini.”

“… mm, baiklah. Kalau begitu aku terima.”

Sepertinya dia telah diyakinkan, dan sesudah menarik napas panjang nan dalam, Petra berdamai dengan Subaru atas janji tersebut. Sekalipun cenderung mengkhianati kata-katanya, Subaru bersumpah bahwa itu adalah janji yang ‘kan dia tepati.

“Kau ini menyedihkan sekali, Subaru-sama ….”

Subaru menggaruk pipi seketika Petra menggumamkannya.

Rasanya seperti dia mendengar kata-kata itu dari semua orang yang pernah dia temui.

Dia memikirkan bagaimana caranya menebus mereka.

—–

Kapanpun dia memasuki kamar itu, Subaru secara insting mulai menahan napas dan berjalan pelan.

Biarpun dia memasuki kamar sambil bernyanyi dengan suara keras dan menari-nari, takkan mengubah reaksi dalam kamar. Tanpa sadar dia menghargai kesunyian, boleh jadi karena seorang gadis yang tertidur di kasur dalam kamar tersebut tampak sangatlah rapuh sampai-sampai dia ragu menyentuhnya.

“Aku terlalu puitis buat menghibur diriku sendiri.”

“Dia gusar dengan dirinya sendiri selagi menarik kursi di sebelah tempat tidur lalu duduk.

Sudah satu bulan semenjak kali terakhir dia menjambangi, tapi tidak ada perubahan—tak satu bulan, satu tahun pun tidak.

Meraih tangan Rem yang tertidur, dia meremasnya dengan lembut dan mulai bicara.

“Maaf aku mesti menyelesaikan semuanya dulu baru bisa datang ke sini. Ada beberapa masalah yang wajib kuurus dulu …. Tidak, maaf, aku cuma berdalih saja.”

“….”

Tentu saja, tiada tanggapan dari Rem.

Subaru tak mengharapkan hal berbeda bahkan saat Subaru bicara dengannya, dan ekspresi pria itu damai.

Wajah yang hanya Natsuki Subaru tunjukkan kepadanya.

Dia hanya pernah menunjukkan ekspresi bersemangatnya ke Emilia, seolah-olah siap menyerahkan segalanya.

Dia hanya pernah menunjukkan ekspresi keyakinan penuhnya ke Beatrice, menyerahkan seluruh hidupnya di tangan dia.

Dan dia hanya pernah menunjukkan ekspresi kelemahan yang senantiasa dia sembunyikan ke Rem.

Kerap kali dia menjambangi Rem seperti ini, dia akan memberi tahu perbuatannya hari itu. Di hari-hari kepergiannya, dia akan membicarakan segala perbuatannya di kepergian itu. Dia bahkan terbiasa menyimpan jurnal sehingga bisa melaporkannya kembali ke Rem.

Dengan dirinya yang terjebak di jurang tidur tanpa akhir, Subaru tak ingin Rem bahkan ditinggalkan teman-temannya juga. Dia akan melakukan apa pun untuk mengabarkan semua aktivitas mereka selagi dirinya tidur.

Subaru melakukan hal yang sama berhari-hari selama satu tahun. Tapi akhirnya—

“—kita akhirnya mungkin bisa mencapainya.”

“….”

Subaru dapat informasi tentang Sage yang mungkin mampu melawan kekuatan Kerakusan.

Subaru malu karena alasan mereka menemukan mercusuar harapan tersebut tak ada hubungannya dengan usahanya dan orang lain yang telah mengaturnya, namun akhirnya ada cahaya di ujung terowongan. Akhirnya, dia bisa bertindak demi dirinya, seusai menyendiri menyaksikan musim-musim berlalu meninggalkan Rem.

Ada banyak orang di Pristella yang mengalami takdir serupa seperti Rem juga perlu diselamatkan.

Alasan egois dan sok melibatkan diri, tapi walau begitu—

“Aku akan mengembalikanmu, Rem. Aku bersumpah.”

Sebagaimana dirinya meminjamkan Subaru kekuatannya selama masa-masa buruk dan momen-momen Subaru merasa paling tak berdaya, gilirannya untuk membantunya. Sekarang ini, sewaktu Rem kelewat membutuhkannya, Subaru ingin ada untuknya.

“… aww ….”

“?!”

Begitu dia bersumpah dan memejamkan mata erat-erat, tahu-tahu mendengar suara yang membuatnya panik.

Matanya terbuka karena kaget, namun Rem selalu sedang tidur dengan damai. Tidak ada gerakan sama sekali. Artinya—

“Lepaskan tangannya, Barusu. Melihatnya saja sudah menyakitkan.”

“… ternyata kau, Ram ….”

Berbalik, dia mendapati Ram melihatnya dengan mata dingin dari pintu masuk kamar.

Dia merasa lega bercampur kecewa saat melihat arah telunjuk Ram dan kelewat telat menyadari dirinya memegang tangan Rem lebih erat dari yang dia kira.

“Aku tidak tahan melihat jari-jari putih halus Rem dilanggar oleh nafsumu.”

“Bisa jangan bilang begitu? Mendadak membuat tekadku kedengaran jauh lebih kotor.”

“Kau pikir tekadmu itu murni dan tak individualis? Sepatutnya lihat baik-baik dirimu …. Melihatmu bernafsu pada saudari kembarku membuatku mencemaskan keselamatanku sendiri.”

“Sekecil apa rasa percayamu kepadaku? Kita sekarang sudah saling kenal cukup lama, ‘kan?”

“Hah.”

Subaru melepaskan tangan Rem, kemudian Ram mencuri posisinya. Ram dengan lembut memegang tangan adiknya lalu mata merah mudanya melembut tatkala memandang wajah tidur tenang Rem.

“Aku datang untuk mengganti pakaian Rem sebagai persiapan keberangkatannya. Dia tidak berkeringat, jadi kuyakin dia tidak butuh, tapi aku mau membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.”

“….”

“Raut wajahmu cabul. Enyahkan kemesumanmu.”

“Aku tak bilang apa-apa karena tidak ada yang harus dikatakan, dan ini tanggapannya?!”

Mendidih karena tatapan cemooh Ram, Subaru mengeluhkan perlakuan tidak adilnya, tetapi mereka berada di kamar tidur Rem, jadi dia kepalkan tinju dan menahannya.

Usai nama dan ingatan Rem dicuri, sebagian besar fungsi tubuh tampaknya tidak bekerja.

Mengganti pakaian serta membersihkan tubuh bukanlah demi dirinya melainkan orang-orang di sekitarnya. Nyaris bak ritual, tuk meyakinkan diri mereka kalau Rem tak sepenuhnya ditinggalkan.

Tindakan yang cukup remeh sampai bisa dibilang sia-sia, tapi ….

“Apakah dia sudah seperti adik perempuanmu sekarang?”

Tiba-tiba terbesit pertanyaan tersebut di kepala Subaru seketika melihat Ram berhati-hati sekali merawat saudari kembarnya tak seperti karakternya.

“….”

Kendatipun dia merawat Rem dengan sangat hati-hati, Ram tak punya ingatan apa-apa tentangnya. Tetapi ada koneksi persaudarian yang lemah dan rusak, meskipun dia tidak ingat pernah bicara dengan Rem sebelumnya.

Walaupun ingatan itu hilang, mestinya bisa membangun ingatan baru.

Bisa jadi hubungan semacam itu mulai tumbuh di antara kedua saudari biarpun mereka belum pernah bicara satu sama lain selama setahun.

“Iya …. Tidak hanya aku tak ingat dirinya, tapi bagiku, aku tidak pernah bicara sekali pun dengannya. Tapi kuyakin dia adalah gadis brilian dan bermartabat sepertiku.”

“Tidak salah lagi dia cakap, tapi seingatku dia tidak anggun. Rupanya dia ceroboh dan cenderung terburu-buru. Ada kalanya dia asal berasumsi dan pernah mengamuk juga. Faktanya, lebih dari beberapa kali.”

Subaru ingat bagaimana dia mati tidak hanya satu kali namun dua kali karena Rem yang terbiasa asal menyimpulkan.

“Mana mungkin,” Ram merespon lesu. “Membicarakan ingatan hilang membuatku memikirkan masa lalu. Aku tidak amat menyukainya.”

“Oh ya? Yasudah kalau begitu.”

“… jikalau dia bangun dan aku tak ingat, maka kami bisa bicarakan masa lalu sesuka kami. Dan meski aku tidak ingat, kami masih bisa bicara selama dia bangun.”

Ekspresi Ram tetap stagnan selagi menatap wajah saudari tertidurnya dan dengan lembut menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. Rambut Rem jatuh lunglai ke atas dahi pucat adiknya. Melihatnya, bulu mata Ram gemetar.

Momen itu, Subaru menganggap Ram kelihatan paling cantik.

Sekalipun Rem tidak ingat, biar ingatannya hilang, takkan mungkin hubungan mereka sebagai saudari ikut menghilang.

Kendati ikut hilang, tak ada yang mencegahnya untuk dibangun kembali.

“—serahkan padaku. Akan kubuka jalan menuju Menara Penjaga Pleiades lalu kembali dengan kabar baik bersama Rem yang bangun. Selanjutnya kalian para saudari dapat mengadakan reuni emosional kalian.”

Subaru mengatakannya dengan suara keras dan ceria yang lugu.

Suasana hati tenang dan detik-detik depresi tidak cocok dengan hubungan Subaru dan Ram.

“Kau bicara apa, Barusu?”

“Hah?”

Tetapi terlepas dari niatnya, Ram memiringkan kepala seolah mencibir. Dia mempertahankan posenya sementara tatapannya melanjutkan:

“Aku ikut. Reuni emosional apa pun itu, akan kulakukan sendiri. Jangan mengaturku.”

“Mengapa ini pertama kalinya aku mendengarnya?!”

Mata Subaru membelalak kala Ram mendengus seperti biasa.

Tapi walau Subaru terkejut, dan meski dia mendesak Ram untuk jangan ikut, tak ada sedikit pun tanda-tanda Ram akan berubah pikiran.

Dengan bergabungnya Ram-Rem, tur Sage mendebarkan telah berubah menjadi urusan keluarga lebih besar dari yang diduga-duga. Jalan sulit terbentang di depan mereka.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments