Share this post on:

Bagaikan Kilat

Penerjemah: Suzume

Sumber Gambar

Yang menunggu di balik dinding pasir adalah suatu taman rahasia.

Ungkapan tempat penuh bunga terlintas di benak Subaru selagi dirinya melihat-lihat.

Jika hanya sekadar ladang bunga, maka Subaru barangkali merasakan kedamaian sesaat terhadap pemandangan tenang ini. Namun mereka di tengah-tengah gurun tandus serba racun dan monster iblis—mustahil ada ladang bunga.

Warna-warna cerah serta cemerlang ladang bunga menutupi tanah di sekitar mereka.

Surga yang dipenuhi banyak sekali bunga sampai-sampai ke manapun kita melangkah pasti akan menginjaknya. Subaru merasa déjà vu aneh pada pemandangan abnormal dan tidak bisa dimengerti ini.

Misterius dan janggal, kombinasi tak natural dan tak rasional. Identitas keraguan yang dia rasakan adalah—

“—mereka beruang oiran.”

Meili bicara tepat ketika naluri Subaru mendapat jawaban.

Melirik ke belakang, dia mendapati Meili sudah pindah ke kursi pengemudi kereta dan menatap ladang di sekitar mereka.

Dia selalu terlihat tenang dan santai, namun wajahnya pucat pasi, dan ada urgensi menegangkan di matanya.

“Beruang oiran …?”

“Monster iblis yang menyamar sebagai bunga yang menyerang orang-orang. Normalnya mereka menunggu dengan pasangan mereka di hutan, sih ….”

Mendengar itu, Subaru melihat sekeliling lagi. Taman bunga warna-warni terbentang sejauh mata memandang—tamannya bergantung pada sebanyak apa monster iblisnya, namun jumlah pastinya tidak hanya satu-dua.

Subaru merinding ketika membayangkan dirinya diserang monster iblis sebanyak itu.

“Subaru, ada apa? Ram bilang clairvoyance-nya tahu-tahu putus ….”

“—diam di sana, Emilia-tan. Tetap tenang dan diamlah.”

Emilia hendak mengintip dari jendela kecil di kereta, tetapi Subaru memberi isyarat untuk menghentikannya.

Emilia buru-buru menutup mulut, menebak nada suara Subaru serta kemunculan mendadak ladang bunga aneh menandakan kejadian aneh.

“Bunga-bunga ini ….”

“Jika waktu pasirnya adalah tahap pertama, maka tahap kedua adalah taman monster iblis …. Sepertinya keburukan sang Sage sudah beda level.”

Jebakan kedua diatur untuk menangkap orang-orang seketika mereka lengah setelah menyelesaikan tahap pertama.

Peringatan Meili dan fakta para monster iblis yang kebetulan saja sedang tidur. Seandainya bukan karena dua hal itu ….

“Terlalu dini buat bernapas lega …. Kurasa kau harus menyimpannya saat kita keluar dari sini.”

“Aku tidak setak kenal takut itu sampai sanggup bernapas santai di situasi seperti ini—Menaranya … di sebelah sana?”

Subaru berhasil mengalihkan pandangannya dari ladang bunga. Siluet menara jauh lebih dekat ketimbang sebelum mereka menerobos waktu pasir. Benar saja mengandalkan clairvoyance Ram.

Akan tetapi—

“Monster iblis paling ganas ketika mereka bangun. Jadi ….”

Meili barangkali ingin memberi tahu semua orang untuk menutup mulut, tetapi dia berhenti di tengah perkataannya.

Alasannya jelas.

—ladang bunganya terbangun. Pelan-pelan, seolah tanah itu sendiri sedang terkelupas.

“—ngh.”

Tenggorokan Subaru tercekat tatkala melihat monster iblis berdiri beberapa yard di depannya. Bukan karena gerakan tiba-tibanya, melainkan karena betapa menjijikkannya monster tersebut.

“….”

Meili menyebutnya beruang oiran, dan memang bentuknya menyerupai beruang. Tetapi siluetnya saja begitu. Ada perbedaan krusial.

Tingginya nyaris tiga meter. Kakinya pendek, namun tangannya cukup panjang hingga menyentuh tanah selagi berdiri. Ada bunga-bunga penuh kehidupan yang tumbuh di punggungnya, tetapi bagian depannya yang paling mencolok.

Akar-akar bunga menjulur ke seluruh tubuhnya dan akarnya yang mencuat di tubuh bagian depan sangat lebat seolah bulu hitam. Sebab rongga mata cekung dan mata muramnya, ia kelihatan bak mayat hidup, seakan-akan menyerap seluruh vitalitas dari tubuh.

Bunga dan binatang tak hidup berdampingan. Bunga-bunga itu jelas sekali membunuhnya.

“Ugh.”

“—jangan bergerak.”

Monster iblis laksana mayat itu mengendus, seolah-olah mengonfirmasi kehadiran mereka.

Subaru mulai menelan ludah, tetapi Meili menghentikannya.

Ada bau-bau manis memuakkan di udara. Tak tersambungnya keharuman bunga dan keburukan beruang itu membuat Subaru mau muntah. Bahkan dia sampai merindukan badai pasir dahsyat.

Andai saja badai pasirnya bisa datang terus menghempaskan semua ini.

Tetapi permohonan itu takkan terwujud, beruang oiran mengulurkan cakarnya ke—

“Psst.”

Ada suara yang menarik perhatian beruang oiran dari Subaru. Suara Meili, yang kepalanya paling menunduk.

Jarinya ditempelkan ke bibir, mengisyaratkan Subaru dan semua orang untuk tetap tenang. Kemudian mengulurkan jarinya dan mencoba menarik perhatian beruang oiran ke dirinya.

“Psst psst psst.”

Dia lambaikan jarinya ke sana-kemari sembari membuat suara yang menarik perhatiannya. Tindakannya seperti menghibur anak kucing. Akan kelihatan imut jika dia melakukannya pada anak kucing betulan, alih-alih monster iblis ganas, bak adegan film horor.

“Psst psst psst.”

Meili teruskan, melambai jari-jarinya seraya bersuara, dan perlahan-lahan perhatian beruang orian beralih dari Meili ke jarinya.

“Psst psst psst … psst.”

Setelah terfokus pada jarinya, dia menunjuk bagian samping kereta. Ditarik arah tunjuknya, beruang oiran mengikuti ajakan jari Meili, selangkah demi selangkah mendekati tempat itu.

“—ngh.”

Subaru tanpa sengaja menghembuskan napas lelah saat melihatnya menyingkir.

Emilia dan Beatrice masih membeku, tetapi mata tegang mereka berangsur-angsur merileks. Andai beruang yang sudah bangun pindah, maka mereka mungkin dapat mendiskusikan cara melewati ladang bunga.

Kami bahkan belum sempat merayakan keberhasilan kami menembus waktu pasir—

“Grraaarrr!”

Kala itu, geraman lirih menggelegar bergema di seluruh ladang.

Dihadapkan situasi darurat tiba-tiba, mudah saja hatimu bergerak sendiri. Berlaku pada manusia, tentu saja, tapi ke naga darat juga—jadi tak ada yang bisa menyalahkan Joseph.

“Sial.”

Ketika raungan Joseph memecah kesunyian, beruang oiran berputar ke arah mereka.

tidak, bukan cuma satu beruang oiran.

Semua beruang oiran juga ikut bangun.

Ladang bunga mendadak bangkit satu demi satu, melepaskan lolongan buas. Udara penuh bau bunga terlampau manis, dan insting membunuh dasar para beruang meresapi area selagi monster iblis menyerbu kereta—

“—sudah cukup!”

Mana dengan cepat membentuk tombak es lalu menusuk wajah salah satu monster iblis dengan tepat.

Kepala tombak memasuki mulutnya yang terbuka, menghancurkan kepala bagian dalamnya sekaligus membekukannya. Beruang oiran terhuyung mundur lalu roboh kehilangan kesadaran, mati, ikut menjatuhkan beberapa temannya.

“Kaboooooorrrr!!!”

Seketika Subaru sadar itulah serangan pencegahan Emilia, dia berteriak.

Langsung menanggapi, Julius meretakkan tali kekang dengan keras, melarikan keretanya. Dan jelas saja Patrasche ikutan berlari. Mereka melewati monster-monster iblis yang berdiri diam karena syok sambil melewati ladang bunga.

Sedetik setelahnya, gerombolan monster iblis mulai mengejar mereka.

“Mereka datang mereka datang mereka datang mereka datang!”

Di sekeliling mereka, ladang bunga luas tengah terkelupas, menyebarkan bau manis selagi monster iblis mendekati mereka.

Mereka bangkit di mana-mana, dari segala penjuru.

Mereka ibarat mengenakan sarung tangan kaktus mengerikan di ujung lengan panjang mererka. Misalkan mereka sekuat beruang, mudah membayangkan sisa-sisa daging busuk berdarah seumpama saja satu serangan mengenai mereka.

Sekuat bagaimanapun kereta, takkan mampu bertahan jika serangan semacam itu berhasil masuk ….

“Ey! Ya! Yeah! Kauuu … serang mereka!”

Entah kapan, Emilia melompat ke atap kereta dan mengayunkan kedua tangannya, menciptakan bilah es tak terhitung jumlahnya untuk mencegah serangan monster iblis.

Tarian cahaya kebiruan mengunjungi kematian indah namun kejam ke para monster iblis, menciptakan sedikit ruang di sekitar kereta.

“Uwaaaaaah! Itu baru Emilia-tan-ku! Aku lagi-lagi jatuh hati!”

“Kau kelihatan sangat kalem, Barusu. Kalau tidak mau mati, lebih baik belari secepat mungkin.”

“Tentu saja …. Bentar, Ram?!”

Subaru bersemangat oleh Emilia yang bertarung, tapi suara dingin kembali menyadarkannya. Melihat ke atas, dia melihat pengemudi kereta itu berganti dari Julius ke ram.

Kelelahan masih nampak jelas pada wajah Ram akibat penggunaan clairvoyance-nya, tetapi tidak memengaruhi kendalinya. Menyerahkan kemudi kepada Ram, Julius telah menghunuskan pedang dan bergerak-gerak di sisi samping kereta, dengan cekatan menebas monster iblis yang mendekat.

“Saya tidak boleh membiarkan Emilia-sama memikul beban ini sendirian.”

Merasakan tatapan Subaru, Julius merespon dengan anggun dan halus. Sementara itu, pedang kesatrianya melesat dengan tangkas, menusuk lengan serta wajah sejumlah monster iblis berbeda-beda, mengurangi kemampuan bertarung mereka.

Menusuk paksa monster iblis lain yang menyerbu, ada suatu kilatan seketika pedangnya menembus masuk ke kepala musuhnya, menghancurkan otak.

Gerakan minimal untuk efek maksimal. Lambang ilmu pedang terbaik.

“Sialan. Aku takkan kalah! Kau siap, Beako?!”

“Tentu saja! Kau takkan kehabisan bahan bakar, ‘kan, Suba … ru?!”

Subaru memegang kendali di satu tangan dan satunya mengangkat Beatrice, berdiri di punggung Patrasche. Mereka saling berpegangan tangan, kemudian Subaru merasakan sesuatu berapi-api mengalir di perutnya—

Minya!”

Kristal ungu muncul begitu Beatrice merapal, membidik monster iblis yang menghadang jalur Patrasche. Menyesuaikan arah kemudian langsung berakselerasi, setelah itu mengenai target.

Terkena panah ungu, monster iblis itu mundur sedangkan kepalanya mengkristal lalu pecah bak kaca.

“Baiklah, kerja bagus, Beako!”

“Tapi aku tidak boleh menembak sembarangan! Kita mesti dengan cermat mengatur manMinya!”

“Katanya tadi mesti mengatur dengan cermat?!”

Kemampuan bertarung Beatrice tergantung pada suplai mana Subaru.

Dan sayangnya, mana Subaru sangatlah kecil dibandingkan jumlah monster iblis yang mereka lawan. Kemampuan penyesuaian Beatrice tak ada tandingannya, tapi setiap tembakan tetap mengikis batin Subaru.

Emilia, Julius, Subaru, dan Beatrice sedang bertarung dengan baik, dan yang berbeda dari itu—

“Ugh! Arrrgh! Ini kartu asku!”

Senjata pramungkas mereka yang sejauh ini tetap diam akhirnya berdiri lanjut menghentak-hentak kereta dengan wajah memerah.

Melihat monster iblis yang menolak mematuhinya, dia mengulurkan telapak tangan.

“Ini hukuman buat anak nakal! Datanglah, cacing pasir!”

Kedengarannya ibarat perkataan anak kecil sedang mengambek yang lagi mencari ribut, tetapi responnya adalah kekuatan luar biasa yang mengguncang tanah di bawah beruang-beruang oiran. Pasir keluar dari tanah tatkala cacing pasir teramat-amat besar mengangkat kepalanya.

“Raaarghhh!”

“Tidak mungkin?!”

Bau busuk merekah ketika cacing pasir naik ke atas dan menelan beberapa beruang oiran. Melihatnya mengunyah mereka dan menghempas selusin lebih beruang hanya dengan menggeliatkan tubuhnya sudah menakjubkan.

“Majuuu, cacing pasir! Hancurkan mereka semua!”

“Sebentar, sungguhan?! Kau serius?! Hei! Seriusan?! Benaran, ‘nih?!”

Raksasa cacing pasir itu membantingkan tubuhnya, menghancurkan satu lusin beruang oiran di bawahnya bak pasir, bau bunga serta kematian memenuhi udara.

Beruang-beruang oiran tidak kecil, tetapi tak ada apa-apanya dibanding cacing pasir seukuran dua puluh yard.

Dan kejutannya tidak berhenti di sana.

Meili mengaitkan tangan, dan ada semburan pasir satu per satu dari beberapa titik berbeda.

Mereka lebih kecil dari semburan pertama, namun tambahan enam cacing pasir sebagai bala bantuan tetaplah dramastis. Layaknya bentrokan antar raksasa tatkala medan perang dipenuhi sihir dan monster-monster iblis yang mulai terkapar di sekitar mereka.

Sihir Emilia dan Beatrice, pedang Julius, juga kekuatan Meili membukakan jalan, lalu mereka menerjang lurus melintasi ladang bunga.

—menaranya semakin dekat.

“Sedikit lagi! Kalau kita mendorong maju ke menara seperti ini ….”

Beruang oiran takkan menyerah, tetapi bila mana mereka dapat mengubah situasinya entah seberapa, mungkin saja akan menemukan rencana untuk meloloskan diri. Memercayai kemungkinan tersebut, Subaru memanggil rekan-rekannya sekeras mungkin.

Sedikit lagi. Teruskan saja sedikit lagi.

Tujuan mereka, Menara Penjaga Pleiades, tepat berada di depan mata—

“—?”

Tiba-tiba, pupil Subaru menyipit.

Samar-samar merasa ganjil. Cahaya. Suatu tempat di tengah-tengah menara, kelihatannya ada yang bersinar.

“Ap—?”

Namun dia tak sempat menyelesaikan pertanyaannya.

“….”

Secercah cahaya melintas di langit, langsung mengenai kepala Subaru.

Sekejap, bagian leher ke atas Natsuki Subaru telah menguap, setelah itu kesadaran dirinya dihapuskan tanpa diberi waktu berpikir.

—tak seorang pun bisa dipanggil pada momen-momen tontonan mengerikan itu.

Karena semua orang yang melihatnya, semua orang yang hendak meneriakkannya, juga diuapkan dengan cara serupa.

Kehilangan kepala, naga darat jatuh ke tanah, dan kereta itu berguling ke samping.

Pasir gurun yang kering dengan rakus meminum sungai darah hingga tiada yang tersisa.

Dan akhirnya, berangsur, butiran pasir menelan seluruhnya, menariknya masuk ke kedalaman gurun, menyembunyikan segalanya dari pandangan.

Tidak tersisa setangkai bunga berdarah pun sebagai bukti perjalanan mereka. Semuanya diambil pasir.

—kelompok itu sepenuhnya dimusnahkan.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hideki

Cahaya ilaha :v