Share this post on:

Suara Tangis yang Terdengar

Penerjemah: Lightning

Sumber Gambar

—aku melihat cahaya. Itu saja.

Subaru ingat dirinya melihat menara tepat di depannya.

Lalu melihat scercah cahaya di sudut matanya, kemudian matanya bereaksi.

Tetapi itu saja yang dia ingat.

Tiada rasa sakit, syok, ketakutan.

Bagi Natsuki Subaru, sedikitnya salah satu perasaan itu dia alami ketika mengalami kematian.

Rasa sakit luar biasa sampai ingin menangis, syok mengerikan, atau rasa takut kehilangan segalanya. Namun tidak terasa apa-apa. Di satu sisi, kematian itu jauh lebih baik dari yang dia alami sebelumnya.

Tentu saja, sekilas, ketika kepalanya menguap, Subaru tak dapat merasakan kebaikan kematian, tetapi dia pun tidak sempat mengingat-ingatnya.

Bagaikan kedipan mata. Hanya sepintas, tak lama-lama amat sampai menyadari penglihatannya menggelap, kemudian dia dihidupkan kembali, bergerak mundur ‘tuk dilempar kembali ke kenyataan.

“—Psst psst psst.”

“….”

Sejenak, ada perasaan berat hampir tak tertahankan yang membekukan indra perasanya, selanjutnya Subaru membuka mata.

Suara darah yang mengalir di tubuhnya terdengar berisik sampai mengalihkan perhatian, lalu rasa sakit menyerangnya saat mencoba meregangkan dan melenturkan otot. Dia teramat erat mencengkeram kendalinya hingga kukunya menusuk telapak tangannya, dan tubuh hangat Beatrice menempel di dadanya.

“… apa—?”

Dengan cahaya samar, dia menatap kepala Beatrice dari dekat.

Bau manis agresif yang memenuhi hidungnya berbeda dari bau yang biasanya dia endus kapan pun memeluk rohnya. Ada manis memuakkan, hampir seperti gas beracun yang menempel di lubang hidungnya.

Subaru pernah dengar kalau indra yang terhubung dengan ingatan adalah penciuman.

Namun tak perlu menggunakan ingatan untuk merasakan bau itu sekarang. Baunya tercium di mana-mana.

Masalah lebih besarnya adalah ingatannya yang terkait dengan bau itu baru diputus beberapa detik lalu.

“Psst psst psst psst.”

Seketika kesadaran Subaru berusaha mengejar, suara ritmis terdengar di telinganya.

Beatrice yang dia peluk erat-erat di dadanya mulai kaku, dan Patrasche menonton dengan napas tertahan, mengamati monster iblis menyeramkan itu berdiri tepat di depan kereta yang ditumpangi Emilia dan Rem.

Monster iblis ganas serta haus darah dengan akar-akar tipis di sekujur tubuhnya—beruang oiran.

Seketika itu, kenyataan baru dari kematiannya akhirnya menabrak Subaru dengan ungkapan yang bahkan tidak dapat dijelaskan déjà vu, dan dia mulai bergidik.

Tidak salah lagi. Aku pasti mati terus kembali.

Natsuki Subaru telah kembali dari kematian.

“—ngh.”

—tapi kenapa harus kembali ke saat ini?

Subaru lebih gundah pada titik kebangkitan yang membebaninya ketimbang kematiannya.

Meili berusaha membujuk monster iblis itu untuk minggir dari kereta dengan damai. Dia akhirnya nyaris berhasil, nyaris, tetapi dengan sangat cepat keadaannya akan amat berantakan.

Sebab Joseph, naga darat yang menarik kereta, akan panik oleh tekanan kehadiran besar monster iblis tersebut.

“….”

Meski sudah tahu itu, Subaru tak yakin hendak merespon bagaimana.

Dia tidak bisa melihat Joseph untuk menilai kondisinya dari pelana Patrasche. Dan Julius yang tengah memegang kendali Joseph, tidak menyadari kondisi tunggangannya. Bahkan kesatria itu tak cukup tenang untuk mempertahankan kesadaran situasional sempurna dalam keadaan ini.

Semua orang di kereta naga mendoakan Meili agar sukses terhubung dengan beruang oiran.

Sayangnya—

“Psst psst psst … pssst!”

Ada perubahan pada suara yang Meili buat, dan jarinya menunjuk ke sisi kanan kereta. Beruang oiran tertarik oleh tanda itu kemudian dengan pelan berjalan menghampiri.

Melihatnya, semua orang di kereta dan Beatrice mulai merasa lega.

Tetapi Joseph tidak tahan lagi sesaat benang ketegangan melonggar.

“Juli—”

“ Graaaaarrr!”

—terlambat. Raungan Joseph menenggelamkan suara Subaru.

Persis seperti sebelumnya, Joseph meraung dan menghentak, membangunkan semua beruang oiran sekaligus dengan suara lantang dan gemetarnya. Ladang bunga hidup membawa nafsu darah dan kekerasan.

Beruang oiran menyerbu dengan mata tanpa nyawa dan rahang berbintik-bintik—hingga tombak es kebiruan menembus kepalanya; ledakan pecahan es juga cocok pada monster iblis itu.

“Sudah cukup!”

Emilia melompat dengan anggun ke atap kereta sambil melepaskan sihir dan berteriak berani. Ada suara retak-retak tatkala udara di sekitarnya membeku lalu sejumlah besar bilah es jatuh menghujani, mengirimkan bunga darah bermekaran.

“L-lari lari lari lari lari lari!”

Subaru segera mendesak Patrasche untuk lari dan mulai berteriak-teriak, kemudian kereta di belakangnya pun menambah kecepatan.

Melirik bangku pengemudi, dia melihat Ram melompat keluar dan mengambil alih menggantikan Julius yang sudah menghunuskan pedang dan menebas beruang oiran yang menerjang maju, menerbangkan mereka semua.

—persis sama seperti perulangan sebelumnya.

“—ngh.”

Ini pertama kalinya Subaru mengalami pengulangan yang sesia-sia itu.

Sering kali dia gagal sepenuhnya memahami yang telah dia pelajari di perulangan sebelumnya lalu mati dengan cara serupa. Tapi inilah perulangan pertama dia merasa setidak mampu itu selain mengulangi kesalahan sama.

“Subaru! Fokus!”

Subaru menggertakkan gigi frustasi kala Beatrice mendorong punggungnya ke dadanya. Memandang ke depan, dia melihat monster iblis ganas mendekat di hadapannya dengan ayunan kepalan tangan besar.

Di saat bersamaan, Subaru meraih tangan kecil terulur Beatrice, kemudian roh itu berdiri dan mulai menembak.

Minya! Minya! Dan Minya lain!”

Mana dalam tubuh Subaru mengalir ke tangannya dan berubah menjadi kekuatan destruktif dengan bimbingan Beatrice.

Kristal ungu yang diciptakannya menusuk monster iblis dan mengkristalkan tubuh menyeramkan mereka, lalu diinjak Patrasche saat belari maju melewati mereka.

“Cacing pasir kartu asku!”

Mendengar teriakan putus asa Meili, Subaru melihat ledakan pasir di ujung matanya.

Cacing pasir bangkit dari tanah lunak di bawah ladang bunga tempat keluarnya beruang-beruang oiran, menelan beberapa beruang dengan rahang raksasa serta menghancurkan selusin lainnya dengan tubuh besarnya.

Bentrokan antar raksasa kedua—tapi ini belum cukup untuk membalikkan keadaan.

“—Barusu! Kalau tidak mau mati, lebih baik belari secepat mungkin!”

Subaru mendidih dengan kecemasan ketika suara seseorang memarahinya dengan pedas. Suara Ram di kursi pengemudi kereta, kendali di tangannya, dia sangat ahli mengendalikan Joseph yang gelisah. Pelayan itu mengendalikannya sepiawai Rem, namun kalau situasinya tidak diubah maka semuanya tak ada artinya.

“Kita tidak boleh ke menara seperti ini! Ram, ganti rute!”

“—hah. Kau bilang apa? Ini lurus langsung ke menara, dan setiap arah lain penuh monster iblis!”

“Aku tahu, tapi misalkan kita terus seperti ini, tidak akan berhasil!”

“Jika kau menyadari sesuatu, keluarkan saja, Barusu!”

“Kalau aku bisa, sudah kukatakan! Sekarang, ubah saja rutenya!”

Ram berteriak marah kepada Subaru, tetapi dia hanya bisa balas berteriak. Itu menyebalkan, tetapi tak bisa menyampaikan hal yang lebih pasti. Dia tidak tahu bagaimana dirinya mati sebelumnya.

Dari setiap kematian yang dia alami, ada waktu untuk menyusun rencana, dan dia mengandalkan informasi yang diperolehnya untuk mengatasi apa pun keadaan yang menskakmatnya.

Tapi kali ini tiada utas yang bisa ditarik demi memohon takdir yang lebih baik. Dan dia tak sempat mencarinya pula.

ini cara kotor buat menyegel kemampuan pengulanganku.

“Ram! Ikuti kata Subaru!” Ram mendebat perintah yang jelas tidak masuk akal, tapi Emilia memihak Subaru.

Melepaskan bongkahan es pada monster iblis, dia mengangguk kuat-kuat. “Subaru takkan bilang hal aneh tanpa alasan bagus!”

“Barusu bilang hal-hal aneh dan membagikan ide gegabah setiap kali membuka mulutnya!”

“Subaru tidak akan bilang hal aneh semacam itu di situasi berbahaya ini tanpa alasan bagus!”

“Duh, makasih buat klarifikasinya!”

Subaru tidak yakin mesti sedih karena diperlakukan bak anak kecil yang meminta bantuan palsu atau bangga karena Emilia menganggapnya sebagai pria yang bisa diandalkan di situasi buruk.

Simpan untuk nanti.

Patrasche menusuk kaki depannya ke pasir kemudian berputar 180 derajat.

Patrasche menendang kuat-kuat, menerbangkan beruang oiran yang murka kemudian berlari ke arah baru.

“—huh! Pegangan erat-erat, semua orang yang di luar! Jangan sampai jatuh!”

Mengikuti Subaru, Ram dengan cekatan menuntun Joseph ke arah sama. Bagian atas kereta lebih tidak stabil ketika berbelok demikian, lantas Emilia dan Julius terpaksa bertahan di langit-langit sebisa mungkin agar terlempar.

Ada bunyi gedebuk seketika kereta menyenggol monster iblis, tapi entah bagaimana berhasil belok dan bertahan—

“ Kiiiiii!”

Terdengar pekikan yang memekakkan telinga, lalu angin pahit mengisi udara.

Refleks balik badan, Subaru melihat kejadiannya.

“Cacing pasir … guh.”

—di belakang mereka ada cacing pasir yang menjulang tinggi hingga sepuluh yard.

Tubuhnya meledak seolah terkena serangan langsung peluru artileri.

Dan tidak sanggup menopang tubuh besarnya lagi, ia mendadak—

“Menyingkiiir!!!”

Tubuh cacing pasir yang merosot ke tanah jauh lebih berat sampai bisa meratakan kereta.

Beruang oiran yang terjebak di bawahnya berteriak kesakitan sementara Subaru serta Ram mengarahkan naga darat mereka, dengan paksa mengubah arah untuk menghindari cacing pasir yang jatuh.

“Waduuuhhh?!”

Gelombang kejut meledak-ledak menyebar, berikutnya awan pasir menelan dirinya. Kehilangan cengkeraman pada kendali, Subaru langsung melompat, memeluk erat Beatrice di dadanya.

Dia berguling-guling di atas pasir keras, berguling-berguling hingga akhirnya berhenti.

“I-i-itu bahaya …!”

“Subaru! Kita mengacau!”

Wajahnya tertutupi pasir namun hanya punya waktu sebentar untuk bernapas lega sampai Beatrice berteriak. Dia enyahkan kelopak bunga di wajahnya dan menatap kepulan debu tebal yang menutupi langit.

“Kita terpisah dari kereta! Kita sendirian!”

“Apa?!”

Melihat sekeliling dengan panik, dia mendapati mayat cacing pasir raksasa tergeletak di tanah pasir yang beterbangan. Semua beruang oiran yang tertimpa sudah dijadikan mayat mengerikan, dan padang pasirnya telah menjadi lautan darah.

Dan lautan itu telah memisahkan Subaru serta Beatrice dari Emilia juga semua orang.

Di kejauhan, dia mendengar raungan monster iblis serta suara hiruk pikuk pertempuran. Mereka semua masih berjuang keras di sana. Tetapi mereka kudu melewati segerombolan monster iblis untuk berkumpul lagi.

“Separuh kekuatan bertarung! Dan rasanya musuh dua kali lipat …!”

“Kurasa itu artinya empat kali lebih buruk dari sebelumnya!”

Mendengar tekad Beatrice, Subaru menggigit bibir, sangat menyesali pilihannya.

Kesalahanku, kegagalanku. Tidak cukup dapat hal berguna di perulangan terkahir.

Kukira sudah belajar untuk berbuat lebih, kalau kali ini bisa mengusahakan lebih banyak hal, kalau aku sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Namun takdir hanya menertawakan kecerdasan dan trik remeh Natsuki Subaru, menginjak-injak semuanya.

“Regulus bajingan itu jauh lebih gampang untuk dilawan ketimbang gerombolan monster iblis …!”

“Tidak ada waktu untuk mengomel! Kita harus—”

“Aku tahu! Aku harus memikirkan—”

Berdiri, dia mencari-cari Patrasche agar dapat terus bergerak.

Tanpa kaki Patrasche, rencana apa pun yang Subaru rangkai takkan bekerja.

Pada saat itu, dia melihat cahaya putih di ujung penglihatannya, lalu setiap bulu kuduk di tubuhnya berdiri tegak.

“Cahaya—”

Tepat tatkala kata itu keluar dari bibir tertegunnya, itu mendekatinya dari sepanjang pasir.

Cahaya putih bersinar muncul dari tengah menara penjaga. Menembus tanah berpasir, menyobek-nyobek monster iblis yang menghalanginya ketika terbang lurus menuju Subaru.

Begitu hendak menghancurkan Natsuki Subaru tanpa ampun—

“—ugh.”

Bayangan hitam melompat ke depannya, lalu Subaru terjatuh.

Tubuhnya terbang melintasi pasir akibat tabrakan itu. Kepalanya sakit, dia pusing. Tersadar dirinya tergeletak di tanah, dia berkedip beberapa kali.

“A … pa …?”

Mendorong bangkit dirinya ibarat baru bangun dari tempat tidur, dia melihat ke sekitar. Kemudian menyadarinya.

Tubuh besar Patrasche kolaps di sebelahnya, benar-benar lemas. Ada luka mengerikan di badan sampingnya, bau daging dan darah terbakar melayang dari sana.

Mengingat kejadiannya, Subaru sadar Patrasche-lah yang melindunginya.

“—Subaru!”

Kala menyadari apa yang terjadi, Beatrice meneriakkan namanya. Menoleh, dia melihat roh itu berlari tak jauh darinya. Ada ekspresi sedih nan menderita pada wajahnya.

Mengikuti mata birunya, Subaru melihat badannya sendiri.

Seperti luka Patrasche, ada lubang kosong melompong yang menembus bagian kanan perutnya.

“Agh ….”

Seketika melihat lukanya, darah menggenang di tenggorokannya dan pandangannya memiring ke samping.

Dia jatuh dan tak mampu bergerak lagi. Seluruh kekuatannya meninggalkan tubuhnya, kemudian kesadarannya memudar.

Dia merasakan seseorang berlutut di sebelahnya.

“Subaru! Subaru! Tidak! Tidak boleh … jangan—jangan mati … jangan tinggalkan aku sendirian …! Tidaaak!”

Bahunya diguncang. Dia bisa mendengar tangisan air mata. Dia ingin mengulurkan tangannya, tapi tak sanggup bergerak.

Wajahnya cantik … tapi dia menangis … aku tidak boleh membuatnya menangis ….

“Jangan tinggalkan Betty ….”

Dia terisak selagi memeluk erat Subaru.

Tubuh lemas Subaru terlalu berat untuk ditopang lengan kecilnya, walau begitu, dia berusaha yang terbaik.

Air mata mengalir di pipinya. Paling tidak, Subaru ingin menghapus air mata itu.

Subaru mencari sesuatu yang bisa digerakkan di seluruh bagian tubuhnya, tapi tidak ada apa-apa. Namun seandainya tubuhnya tak dapat bergerak, maka mesti dia gerakkan sesuatu yang bukan bagian tubuhnya.

“… Subaru …?”

—satu tangan tak terlihat, sesuatu yang dia seorang bisa lihat, menyeka air mata dari pipinya.

Jari hitam itu menyentuh tetes air mata, dan Beatrice melihat Subaru bak menyadari sesuatu. Subaru mencoba tersenyum untuk menenangkannya, tetapi tidak kuat.

“Suba—”

Dia hendak mengucapkan sesuatu.

Tetapi cahaya putih terbang dari suatu tempat jauh memotong kata-katanya.

Syok lain menusuk dada Subaru.

Perlahan-lahan melihat ke bawah, Subaru melihat sesuatu itu menembus punggung gadis yang menempel kepadanya dan terus menembus hingga membolongi dadanya sendiri.

“—ahh.”

Serak itu adalah kata-kata terakhirnya.

Tiba-tiba, dalam sekejap mata, tubuh gadis itu diubah jadi partikel cahaya dan menghilang.

Ibarat tak pernah ada.

“Agh ….”

Tanpa disangga tangan Beatrice, Subaru runtuh ke tanah, tak bisa bergerak. Tanpa alasan bergerak.

Ditusuk garis putih tak jelas secara beruntun, bagian dalam tubuh Subaru telah hancur sepenuhnya. Kemudian segerombolan monster iblis mendekatinya, menjilat bibir mereka.

“….”

Subaru berhenti bernapas, dan matanya kehilangan fokus.

Sulit mengatakan apakah hidupnya tamat oleh taring dan cakar yang mencabik-cabik tubuhnya atau sudah berakhir duluan.

Sebelum itu, otaknya sudah mati terlebih dulu, dan dia tak mengerti apa-apa lagi.

—namun di detik-detik akhir, rasanya ada kilatan putih lain di cakrawala.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
12 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hideki

Gila brutal banget belum beberapa menit hidup lagi dah mati lagi

kizuna

Waw, dua kali dan ngerasain hal yang sama wkwkwkwkwk sial banget Subaru

Lupsided

Setelah marathon translate akhirnya kembali vakum. Gudluck buat skripsi nya

Light

Lanjut min

dikaici

bang

Lekmaa

Masih lanjut?

bayu

semangat min, tetap menunggu walaupun tak tau kapan

Emilia ga suki da

Jangan lupa Up min

ridho

Semangat skripsinya min

ridho

Semangat skripsinya min, janlup up yaa