Share this post on:

Meninggalkan Riak-Riak di Permukaan Air

Penerjemah: Subsumer

Ilustrasi

“—jadi, ayo mulai.”

Emilia membiarkan suara indahnya yang sejernih kristal bergema ke seluruh ruangan selagi menegangkan wajahnya.

Dia bicara kepada semua orang dalam ruangan dengan suaranya yang terdengar bak lonceng—atau mungkin dia mengatakannya untuk meyakinkan diri sendiri, bagaimanapun, dia mengangkat kedua lengan kurusnya.

“…”

Menutup mata, Emilia mulai memusatkan mana ke kedua tangan terangkatnya.

Kekuatan sihir besar berseliweran disertai konsentrasi tertinggi untuk menanganinya dengan akurat. Misalkan dia kekurangan salah satunya, dia takkan berhasil, ini usaha keras yang cuma dia bisa lakukan.

“…”

Tatapan tak terhitung jumlahnya tertuju ke Emilia yang menghadapi langsung sihir hebatnya sambil menampakkan ekspresi serius. Wanita dan anak-anak berkumpul bersama, mengamati aksinya sambil menahan napas.

Beberapa memegang tangan satu sama lain, sedangkan yang lainnya menutup mata mereka seakan-akan sedang berdoa atau berharap; mereka hanya membagikan harapan dan kegelisahan selagi gemetaran.

“… pasti sulit bagi mereka.”

Dan di ujung ruangan sama, Subaru diam-diam mengamati Emilia yang dihujani banyak emosi kompleks.

Area mereka berada adalah bagian dari fasilitas bawah tanah Kota Pristella.

Awalnya, ruang bawah tanah itu untuk penyimpanan perbekalan darurat. Keadaannya yang hampir kosong ini cocok untuk tujuan dimaksud. Tidak ada barang apa pun ditaruh di gudang batu, dan kelapangannya seolah menekan kesuraman dan kedinginan.

Tapi, harus cocok demi tujuan mereka sekarang ini, justru cocko karena tempatnya demikian.

“Tapi, aku tidak bilang itu hal bagus.”

“Berhenti menggumamkan perasaan berlebihanmu, kayaknya. Faktanya, tidak bagus misal seseorang mendengarmu dan kau pun akan mengacaukan konsentrasi Emilia.”

Berdiri di sebelah Subaru yang tidak sengaja menggumamkannya, Beatrice menasihatinya.

Gadis yang satu tangannya memegang tangan kiri Subaru dan memain-mainkan ikal bornya dengan tangan satunya, menatap ritual putih yang diadakan di depannya.

Mata biru pucat entah bagaimana nampak bak menahan rasa sakit bagi Subaru.

“Karena dia Emilia, tidak apa-apa. Tak usah terlalu risaukan.”

“Jangan salah paham, kayaknya. Faktanya, Betty tidak mencemaskan Subaru. Berempati menggunakan emosi kepada semua orang harfiahnya itu kebiasaan buruk, kayaknya.”

“Begitu.”

Kekuatan tangannya yang menggenggam tangan Subaru kian kuat, lalu Subaru menekuk bibir membentuk へ melihat perhatian si gadis.

Dia juga tahu Beatrice mau bilang apa sekaligus yang dia resahkan. Akan tetapi, keputusan Subaru sesudah memahaminya didasarkan tekadnya sekarang ini.

Saat itu, Subaru tidak dapat mengalah. Walaupun dia sendiri tahu itu hanya akan menyusahkan.

“…”

Jauh dari bisik-bisik Subaru serta Beatrice, ritual Emilia berlanjut.

Emilia yang tengah berkonsentrasi sebisa mungkin, terdapat butiran-butiran keringat yang menetes di dahinya selagi menghembuskan napas berkabut. Dia mengerahkan segalanya dalam pikiran dan tubuhnya untuk mengendalikan mana berjumlah terlampau besar.

Cahaya biru pucat muncul dari sela kedua tangan Emilia samar-samar mulai menyelimuti ruang bawah tanah.

Meskipun udaranya cukup dingin sampai-sampai mengaburkan pandangan Subaru, hawa dinginnya tak menembus kulit, dinginnay lembut ibarat memeluk hati tereksposnya.

Subaru pernah dengar orang-orang yang mengalami hipotermia dan berada di ambang kematian melupakan dinginnya. Dingin ekstrem merenggut kemampuan orang untuk mengetahui suhu dengan benar, dan menghadirkan kehangatan sebagai hadiah perpisahan sebelum merenggut nyawa mereka, kabarnya.

Subaru samar-samar memikirkan apakah sesuatu yang mirip-mirip itu terjadi di dunia putih ini atau tidak, namun dia segera menggeleng kepala, menganggapnya bodoh.

Cahaya biru pasi memenuhi ruangan, dan udara dingin berkumpul di tengahnya.

Kemudian di tengah cahaya, ada …

“…”

Makhluk hitam besar meringkuk dengan sayap terlipat—naga hitam sedang berbaring.

Makhluk anehnya tidak hanya itu, ada juga lalat seukuran orang berkumpul di sekitar naga hitam. Seluruhnya mengesankanmu pemandangan mimpi buruk.

Namun Subaru tidak merasa jijik terhadap pemandangan ini.

—tidak. Lebih tepatnya, dia sangat sadar bahwa dia tak semestinya merasa jijik kepada naga hitam dan manusia lalat.

Mereka korban, tak berdosa tanpa kesalahan apa pun.

Mereka korban kebencian Uskup Agung Dosa Besar Kenafsuan, korban yang menjelma menjadi sesuatu bukan manusia.

Subaru dan semua orang sekarang ini tidak tahu cara mengembalikan tubuh berubah mereka ke bentuk normalnya. Oleh karena itu mereka memilih penanggulangan ini.

“Barangkali kita hanya menunda hal tak terhindarkan, tapi …”

“Ini akan memberi kita waktu, dan faktanya waktu itu saja bisa menjadi suaka. Karena kau mencoba mempercepat semuanya, pandanganmu makin sempit, lantas kau tidak dapat melihat opsi yang biasanya bisa kau lihat. Tidak mengetahuinya, atau menyadarinya nanti … keduanya kejam, kayaknya.”

Beatrice membalas gumam monolog Subaru.

Desahan lirih sebentarnya mengandung wawasan serta perasaan yang hanya dimiliki orang-orang yang menghabiskan banyak waktu.

Merasakannya di ujung kalimat Beatrice, pria itu hanya mengeluk kepalanya dengan bisu tanpa mengatakan sepenggal kata pun.

“… ada apa.”

“Bukan apa-apa.”

Tidak peduli selama apa waktu yang mereka habiskan, mereka belum tentu dapat membuat pilihan tepat.

Kadang-kadang, sekalipun kau memberinya waktu, ada kalanya kau tidak mampu memilih pilihan tepat.

Namun demikian, kau bisa bertindak sehingga opsi yang kau pilih adalah yang terbaik.

Jawaban yang dihasilkan Subaru kepada Beatrice 400 tahun seperti itu.

Lantas Subaru harap waktu yang ‘kan dibawa menuju tragedi yang menimpa kota, juga begitu.

“…”

Klimaks udara dingin yang memenuhi ruang bawah tanah bercampur emosi kuat Subaru, dan akhirnya suara mirip udara retak, atau begitulah kedengarannya, bergema ke seluruh penjuru—

“… berakhir tanpa masalah.”

Emilia berbalik seraya menghembuskan napas berakbut.

Dia buru-buru menunduk di tempat, sedikit terengah-engah—di belakangnya, seluruh tubuh ditutupi kristal putih, adalah nyawa semua jiwa yang telah terbungkus dalam es.

“—cih.”

Anggota-anggota keluarga menangis, dan orang-orang terdekat mereka menangis juga.

Ratapan sedih keluar lebih dulu sebelum ucapan terima kasih, dan jahatnya bergema ke seluruh ruang bawah tanah.

Untuk waktu yang sangat-sangat lama, ratapan mereka terus bergema, seolah-olah kesedihannya pada orang tersayang mereka takkan bisa terpisahkan hingga tidak seorang pun tahu sampai kapan.


“Sementara waktu, nampaknya proposal Emilia-sama berjalan lancar …. Aku boleh legakah?”

Setelah mendapat informasi tentang konferensi di tempat pertemuan, sekaligus pekerjaan selanjutnya Emilia untuk membekukan para korban mutasi—Otto mengangguk, terlihat lega.

Mereka berada di suatu tempat jauh dari selter, dalam ruangan pribadi rumah sakit tempat dirinya dibawa.

Kondisinya di atas tempat tidur masih belum berubah, kedua kakinya menyakitkannya dibalut perban. Biar begitu, paling tidak dia berhasil keluar dari perawatan Rumah Sakit Lapangan, dan bisa dibilang kaki keramnya tampaknya sudah membaik sedikit.

Sebenarnya, posisi Otto adalah salah satu orang yang gagah berani berkontribusi pada Pertahanan Kota, jadi alangkah baiknya bila dia dapat perawatan medis lebih berkualitas. Akan tetapi, Otto belum memberi tahu mereka, jadi Subaru memilih tidak bilang apa pun, karena dia barangkali mempertimbangkan orang-orang di sekitarnya.

“Kesediaan yang diasumsikan tanpa keluhan …. Itulah arti sebenarnya Wabi-sabi1.”

“Sekalipun kau di sini, Natsuki-san, pikiranmu ada di tempat lain; seperti biasa, jadi tidak apalah, tapi omong-omong …. Terima kasih atas kerja keras Anda, Emilia-sama.”

Mengabaikan Subaru yang mengangguk, Otto berterima kasih kepada kerja keras Emilia yang datang mengunjunginya. Emilia menurunkan alis saat mendengar ucapan terima kasih Otto lalu menuturkan:

“Nah, tidak masalah. Lebih pentingnya, aku minta maaf memutuskannya sendiri tanpa konsultasi sama Otto-kun. Tapi, itu karena aku pikir hanya aku yang dapat melakukannya.”

“Ah, tak apa. Saya tidak marah sebab tindakan Anda tak salah lagi mulia dan baik. Lagi pula, jika diperhitungkan tindakannya sangatlah luhur.”

“Diperhitungkan …?”

“Barangkali lebih baik Anda tak memahami maksudnya, namun misal tidak paham, walau tidak paham …. Tidak, bagaimana bilangnya. Mengenai itu, sejujurnya, sulit sekali saya memutuskan mana yang lebih baik.”

“Tak usah pikirkan, rasakan saja. Itulah E.M.T.”

Emilia tidak sadar-sadar amat akibat tindakannya sendiri. Dengan sejumlah kata-kata ajaib, Subaru tenangnya menyingkirkan Otto yang terbaring bingung terhadap sikap Emilia. Subaru melanjutkan dengan mengatakan, “Lebih pentingnya …”

“Kakimu, nampaknya sementara waktu tidak bisa digunakan, kan?”

“Kondisi Pristella sekarang ini, akan sulit merawatnya lebih dari perawatan ini, kan? Jumlah Penyembuh di kota ini belum cukup untuk merawat semua orang terluka. Kupikir lebih bagus pindah ke rumah sakit kota lain, tapi rupanya Kiritaka-san mengirim utusan sebanyak mungkin ke kota-kota tetangga dan meminta Penyembuh. Itulah alasannya aku diam di sini menunggu Penyembuh dari salah satu kota itu datang akan lebih bijaksana alih-alih kembali ke mansion.”

Tertawa lemah, Aowkaowka, Otto terpaksa mundur dari garis depan sementara ini.

Luka separah Otto tidak gampang disembuhkan tanpa penyihir yang bisa menggunakan sihir penyembuhan dengan cukup mahir. Mereka haruslah selevel Felix atau Beatrice yang masih dalam Perpustakaan Terlarang.

“Felix konstan memerhatikan Crusch dan Kepala Penyembuh Korps Penyerang Khusus sedang berkeliling Pristella …. Alasannya tentu adalah keluarganya.”

Pemimpin Korps Penyerang Khusus sekarang sedang tidak hadir—Tidak, seharusnya dia tidak boleh memanggilnya begitu, maksud Subaru adalah Garfiel.

Sekarang ini, dia tengah berkeliling kota yang kekurangan tenaga kerja, dan bekerja sekeras mungkin pada pekerjaan perbaikan. Dasarnya, Garfiel adalah pemuda baik hati berfisik bagus. Biarpun dia tidak berhutang apa-apa sama kota, semisal ada orang-orang yang membutuhkan, dia akan membantu mereka tanpa ragu-ragu.

Tapi kendati begitu, komitmennya kepada Pristella tiada duanya. Dan Subaru kurang lebih bisa membayangkan alasannya.

“Dia tidak memberi tahu kita pasti karena keadaannya rumit, kurasa.”

“Ya, pasti begitu …. Memang, mengubah topik pembicaraan, tapi bukankah menurutmu Garfiel dan keluarga itu mirip satu sama lain? Warna rambut dan warna mata mereka identik banget.”

“Emilia-tan, kau tahu subjeknya belum berubah, kan?”

“Eh!?”

Tidak menghiraukan Emilia kaget, Garfiel berada dalam kondisi demikian.

Dalam keadaan normal, Garfiel sendiri semestinya menderita luka yang tidak mungkin disebut minor di sekujur tubuhnya, tetapi karena Divine Protection of Earth-Soul-nya juga kekuatan fisik tanpa batasnya, dia tidak berniat istrirahat.

Selain itu, Mimi yang telah menyakiti adik-adik laki-lakinya dengan lukanya yang terbuka kembali, juga ikut Garfiel, jadi tak ada keributan.

“Yah, soal perasaan sejati Garfiel, kubayangkan suatu hari kelak dia akan mengungkapkannya sendiri. Kita tidak perlu mencoba mengoreknya dari dia. Hal lebih pentingnya …”

“Hmm?”

“Ah, tidak, karena kalian berdua tidak mengungkitnya sama sekali, aku pun tidak bilang apa-apa, tapi kenapa Beatrice-san kelihatan murung?”

Bagian atas tubuhnya memiring, Otto mengalihkan aliran percakapan ke sudut ruangan rumah sakit—Beatrice berada di sana, menggembungkan pipi merahnya, menggeleng kepala ke kiri-kanan dengan mata cemberut.

Subaru mengangguk dan menjawab, “Ah.” terhadap pertanyaan itu.

“Gara-gara itu, kau tahu. Dia suasana hatinya lagi buruk karena kami pergi ke Master Restorasi mengerjakan tugasmu dan malah ditolak …. Kalau kau lihat dari berbagai sudut pandang, bukannya itu salahmu?”

“Tidak! Kau berlebihan …. Benarkah itu, Emilia-sama?”

“Mhmm, kau benar. Kewajiban normal kontraktor itu menjaga roh mereka. Jadi, orang yang perlu menghibur Beatrice adalah Subaru.”

“Kau menyebut-nyebut hibur, tapi meski kau bilang begitu, aku tidak ingat-ingat amat Emilia-tan merawat Puck.”

“Jangan suka komplain! Lagian, aku melakukan banyak hal ketika Subaru tidak ada. Seperti merapikan bulunya, membersihkan cakarnya, memeluknya sampai tidur …”

Meragukan itu bisa dijadikan referensi ukuran berasosiasi dengan roh atau tidak, tapi ekspresi Emilia saat membicarakan Puck berubah ceria.

Semenjak perpisahan mendadaknya di Sanctuary dulu telah menikamnya, Emilia menampakkan ekspresi sedih besar kapan pun mengingat Puck, tapi nyatanya tahap itu juga telah dilalui.

—sebuah batu kristal buatan, Batu Sihir Besar tanpa warna melengkapi dada Emilia.

Desain sama yang senantiasa dia kenakan sebelum dia dipisahkan dari Puck, dikombinasikan keindahan raut wajahnya, dia kembali terlihat persis seperti Emilia dulu.

Dia menyentuh batu kristal dengan salah satu jari kurusnya dan berkata:

“Aku masih belum cukup kuat untuk mengembalikan Puck sekarang, tapi …. Kontrakku dan Puck belum terputus, jadi kami bisa bertemu lagi pas sudah mengumpulkan cukup mana agar dia bisa mewujud. Jadi, sabar sedikit lagi, ya.”

“Itu pun berkat salah satu pencapaian Beako dan …. Yah, berkat kebaikan Kiritaka.”

Alasan Subaru dan yang lainnya datang ke kota Pristella adalah untuk mendapatkan Batu Sihir Besar.

Kenyataannya adalah mestinya Kiritaka memilih memberikannya atau tidak setelah beberapa kali negoisasi, namun negoisasinya berakhir berputar-putar tidak terbayangkan. Pokoknya, mereka saat ini dapat satu dan sangatlah puas.

“Jadi kau senang juga dong, Beako.”

“Aku tidak murung, kayaknya. Faktanya, kau salah paham saja, hmph.”

“Oh, Beatrice, imut banget …”

Sampai buat efek suara yang mudah dimengerti, Beatrice memalingkan wajahnya dari Subaru yang mencoba menghiburnya. Subaru pun setuju sama Emilia yang merasa gugup di belakangnya, walau begitu, dirinya imut atau tidak adalah persoalan lain.

“Sepertinya Tuan Darts adalah orang bertemperamen pengrajin, bukan? Dia tidak kuasa meninggalkan pekerjaan setengah kelar begitu dikerjakan, aku paham hal semacam itu.”

“Tapi, tetap saja, mari kita pikirkan bagaimana profesionalismenya dianggap terlampau ekstrem. Kelihatannya orang ini bekerja di bengkelnya selama kota kacau, bukan? Dia gila kerjanya bukan main.”

“Itulah pribadi pengrajinnya, tahu.”

“Pribadi pengrajinnya, ya?”

Dia tidak benar-benar tahu kenapa Otto terlihat bangga, tapi sewaktu dia mengatakannya, sepertinya dia katakan untuk menyenangkan dirinya sendiri; anak laki-laki adalah makhluk sederhana. Temperamen pengrajin itu keren.

Namun Beatrice memandang marah Otto dan Subaru yang mengangguk-angguk, kemudian mengomel:

“Ya, tapi bukan berarti dia harus sepenuhnya mengabaikan kata-kata kliennya, kayaknya. Faktanya, sekalipun aku katakan akan membayarnya dua kali lipat, dia tidak membalas sepatah kata pun.”

“Bertingkah mendengarkan perkataan gadis kecil yang dia menampar pipimu dengan segulung uang cuma sukses sebagai hadiah buat orang-orang bukan profesional yang ahli dalam pekerjaan mereka. Kau bilangin juga ke dia, Emilia-tan.”

“Iya, kau tidak boleh berpikir seperti ini, Beatrice. Kalau kau mau buang-buang uang, aku terpaksa mesti menyita uang sakumu.”

“Sungguh perlakuan kurang ajar dari kalian berdua, kayaknya!”

Beatrice murka meraih salah satu tirai, membungkus dirinya sendiri ke dalam dan bersembunyi di baliknya.

Sesudah itu, Emilia tak tahan lagi dan memeluk Beako dalam tirai, membuatnya berteriak.

“UWAAAAAAAHHH!”

Tak mengindahkan selingan ceria mereka, bukan berarti dia tidak mengerti perasaan Beatrice.

Apa yang telah ditugaskan Otto ke Master Restorasi, Darts, dan Subaru serta kawan-kawan adalah memulihkan Kitab Kebijaksanaan rusak. Itu asal muasal kenapa pemiliknya, Roswaal, berusaha sekeras mungkin untuk mengganggu masa depan Subaru—wajar tertarik pada isinya.

“Biarpun campur tangannya sedikit, tapi sifat licik orang itu sangat terhubung dekat.”

Sekalipun sabotasenya ketahuan, tindak-tanduk Roswaal di luarnya tidak berubah dari sebelumnya.

Tentu saja, karena Roswaal telah merencanakan sikap santai itu dari balik layar, sangatlah penting untuk tetap waspada. Tapi aura Roswaal terasa seakan yang buruk-buruknya telah keluar.

Meski demikian, tak sama sampai menyebutnya sekutu kolaboratif yang berperan sebagai pengamat.

“Andai kita bisa lihat apa isi Kitab Kebijaksanaan …”

Andaikan mereka mampu mempertahankan keyakinan bahwasanya Roswaal tidak merencanakan apa pun, terlepas dari masa lalu, maka amanlah menjalani kehidupan bersama-sama. Bisa jadi ada sedikit efek positif demi masa depan Fraksi.

“Karena itulah aku bersikeras memperbaikinya.”

“Kendatipun aku tak berusaha berdalih, aku dan Emilia-sama kurang lebihnya beropini sama dengan Natsuki-kun, jadi soal itu kita oke-oke saja. Hanya Garfiel, yah …. Dia punya kebencian pribadi, lantas meskipun dia tahu faktanya, perilakunya boleh jadi takkan berubah.”

Kebencian pribadi, apakah mengacu ke Sanctuary atau Ram?

Tanpa menyentuh topiknya, Subaru menatap Emilia dan Beatrice yang sedang main-main …

“Kitabnya juga tidak asing bagi Beatrice. Jadi, kurasa aku ingin memastikannya jika bisa. Mengeluarkannya dari Perpustakaan Terlarang dan meninggalkan masa lalu adalah perkara beda.”

“Tahukah kau berkali-kali aku berpikir ingin berkonsultasi denganmu?”

“Aku tak menyalahkanmu soal itu, tahu.”

Subaru pikir memulihkan Kitab Kebijaksanaan, mencoba mengembalikannya ke keadaan normal dan mencoba melakukan semuanya sendiri adalah keputusan bagus Otto.

Dan pada dasarnya, pertimbangan Otto hampir tak pernah gagal. Otto sadar betul dia bukanlah orang yang bertindak demi kepentingan pribadi.

“Kau sungguh-sungguh tak cocok jadi pedagang …”

“Bisa tinggalkan aku sendirian!? Lebih pentingnya lagi, Tuan Darts gimana?”

Ini mungkin pekerjaan terbesarku, katanya. Kau bisa tunda biayanya, jadinya aku ingin kau membiarkanku mengejarkan ini dengan benar sampai akhir, ucapnya.”

Menggelisahkan karena tenggat waktunya belum berakhir, tetapi orang itu adalah seorang pengrajin, lantas mustahil dia bilang tidak bisa melakukannya.

Subaru ingin percaya bahwa Darts bukanlah tipe pengrajin yang mengomel-omel walaupun tenggat waktu terlewat.

“Jadi ujung-ujungnya, aku pun harus mengambil Kitab Kebijaksanaan, rasanya sudah ditentukan aku tinggal di Pristella, bukan?”

“Garfiel juga rencananya tinggal sebentar buat pekerjaan perbaikan dan pertahanan kota. Kultus Penyihir yang telah diusir sudah tuntas, tapi bagaimana umpamanya itu tipuan dan mereka datang menyerang lagi! Karena mereka tidak pernah menyerah, sialan-sialan itu.”

Mereka kelihatan seperti orang-orang yang membuat kesalahan sama berulang-ulang.

Rupanya Subaru bukan satu-satunya orang yang tahu, semua orang yang terkait juga tidak lengah. Mungkin saja tujuan mereka adalah memaksakan perasaan tidak perlu sampai-sampai menyiksa mereka.

“Walau tidak dapat aku ungkit, tiada lagi yang bisa aku perbuat tentang itu.”

“Intinya, pikirku kita harus menunggu dan melihat keadaannya. Begitu kakiku dalam kondisi lebih baik, aku akan berkeliling untuk memeriksa berbagai hal. Tapinya …”

Otto memutus kata-katanya di sana selagi membahas rencana masa depannya.

Dia sekuat-kuatnya mengangkat bagian atas tubuhnya dari tempat tidur dan melihat Subaru yang menutup salah satu matanya. Lalu seraya memukul pelipisnya dengan salah satu jari, Otto bicara:

“Aku utarakan sejelas-jelasnya, aku menentang ini.”

“… yah, sudah kuduga kau akan bilang begitu.”

Subaru nyengir pada pernyataan Otto.

Otto akan mengatakannya dan menolak, adalah perbuatan yang telah diprediksi Subaru.

Lagian, Otto Suwen telah menilai Subaru dengan benar.

Subaru sendiri lebih menyadarinya dari semua orang akan ketidakberdayaannya sendiri, tetapi tidak banyak yang memahami kekurangannya baik-baik.

Palingan, Beatrice dan Otto doang. Barangkali Patrasche sedikit. Dan sekalipun sekarang bukan waktunya membahas dia, Felix juga boleh jadi.

Maka dari itu, Subaru telah mengantisipasi jikalau Beatrice dan Otto dari Fraksi mereka, akan menentang. Subaru yakin bila Patrasche bisa ngomong, maka dia pun bisa jadi akan tidak setuju.

Namun demikian …

“Kalau kau sekenal itu padaku, maka kau pastinya tahu jawabanku.”

“… sebetulnya, kemurungan Beatrice-san bukan cuma karena Tuan Darts, kan?”

“Yaaaaahh, aku tidak yakin-yakin amat. Sesuai perkiraanmu, bahkan aku pun tak mengerti isi lubuk hati Beako.”

Seketika Subaru pura-pura tidak tahu sembari mengangkat bahu, wajah Otto kesal.

Tentu saja, ketika menyangkut dirinya dan pendengaran tajamnya, Otto seharusnya tak kekurangan pengetahuan akan legenda atau kabar burung. Dia tahu sekali risikonya pilihan Subaru.

Ditambah lagi omongannya, Subaru mengawali apa yang hendak ditukasnya kepada Otto dengan, “Maaf …”

“Aku akan pergi menemui Sage atau siapalah dia, sama Rubah Putih Pemandu itu sebentar.”

Subaru tersenyum seraya mengujarnya.


“—silahkan masuk.”

Di saat dia mengetuk pintu sebagai sopan santun, untuk jaga-jaga saja, suara tenang menjawabnya dari dalam.

Suara akrab tapi kurang semangat. Subaru merasa kelewat kesal mendengarnya.

“Kaukah, Subaru?”

“Buruk ya kalau aku?”

“Aneh, sekarang pas aku melihat wajahmu, aku merasa lega benget.”

“Hoeeeeek.”

Dia masuk ke dalam ruangan, menuntaskan kata-kata mencela yang diucapkan di awal-awal dengan perilakunya.

Bahkan selagi dia bersikap demikian, ada perhatian pada cara Subaru menutup pintu di belakangnya. Menutup pintu tanpa mengeluarkan suara adalah kesopanan minum orang-orang yang tidur di dalam.

“Semisal mereka bangun gara-gara suara berisik itu, jauh lebih baiklah.”

“Kalau iya, bersediakah kau bertepuk tangan atau semacamnya? Itu akan jadi adegan tak ternilai. Kerakusan yang dibiarkan bebas akan semakin marah.”

“Hmph.”

Sembari tersenyum santai, Subaru memiringkan kepala tanpa menatap matnaya. Lanjut melihat-lihat ruangan dan menyipitkan mata ke deretan tempat tidur.

Tempat tidur sederhana berselimut tipis: itulah sedekah yang diberikan kepada orang-orang yang tertidur di sana. Dan Subaru tahu tidak perlu lebih mewah lagi.

Orang-orang yang tidur di sini dilupakan ingatan mereka, terlepas dari kehidupans ehari-hari dan semata-mata tertinggal sebagai makhluk tidak sempurna yang belum mati.

“Julius. Aku tidak berhak bilang begini, tapi sepatutnya kau tidak berlama-lama di sini.”

“…”

“Meski kau lihat mereka, kau takkan ingat apa yang tidak bisa kau ingat. Itu berlaku kepada adik perempuan tersayang sekaligus seseorang yang betul-betul sebagaimana separuh dirimu.”

Subaru memanggil pemuda tersebut—Julius, tanpa menggunakan kalimat penghiburan.

Dia tengah duduk di pojok deretan tempat tidur, di salah satu tempat tidur yang terletak di paling jauh. Dia mengangkat wajah, masih penuh kesedihan yang tidak sanggup dia sembunyikan dari wajah tampannya …

“Mengetahuinya dengan kepala dan hati itu lain hal. Aku tak bermaksud pongah, tapi sejauh ini aku belum pernah menganggapp diriku sebagai orang kepala besar dan emosional. Aku yang tidak menyadarinya hingga kejadian ini terjadi adalah kurangnya kesadaran diriku.”

“…”

Sementara dia bicara, Julius melihat ke tempat tidur di sebelahnya.

Tentu saja, salah satu korban nafsu makan yang telah kehilangan Nama juga sedang tidur di sana, dan kesadaran beserta memori mereka telah sepenuhnya diputus dari dunia.

Oleh sebab itu Julius Juukulius tidak ingat orang ini—Pemuda berwajah kurus berambut ungu panjang yang merupakan adik kandungnya sendiri, Joshua Juukulius.”

“Joshua, ya?”

Julius dapat memanggil nama adik laki-lakinya sebab Subaru memberi tahu namanya dan hubungan yang dimilikinya dengan Joshua.

Korban Wewenang Kekuasaan Kerakusan—Kala dilaporkan banyak orang tak teridentifikasi serta koma telah ditemukan, Subaru yakin mereka menderita hal serupa selayaknya Rem.

Subaru sendiri barangkali belum melupakan orang-orang yang terlupakan. Mengandalkan harapan tipis tersebut, dia pergi ke ruangan rumah sakit dan menemukan Joshua lagi tertidur.

“Aneh. Sekalipun ada cukup banyak kesamaan hingga bisa menyimpulkan dia tentu kerabat sedarah sehabis mendengarkan ceritamu, dalam diriku tiada ingatan satu pun mengenai adik laki-lakiku.”

Julius memejamkan matanya tanpa menunjukkan emosi apa pun di wajahnya.

Joshua adalah satu-satunya orang yang dia kenal dari semua orang yang ditemukan. Di antara para korban Kerakusan. Julius tidak kenal tiga puluh lebih korban dalam ingatannya, lantas mereka terus tidur tanpa seorang pun bahkan berduka kepada mereka, atau mengkhawatirkan mereka.

Sekiranya kau pikirkan, kau barangkali bisa bilang bahwa Joshua yang dicemaskan kakaknya, adalah salah satu orang yang beruntung.

Bahkan dalam keadaan ini, di mana dirinya dilupakan kakak lelaki yang teramat-amat disayanginya dan kakak tersebut pergi ke ruangan rumah sakit untuk memegang sekadar nama kasih sayang persaudaraan, dan memanggil adik laki-lakinya tanpa emosi sejati.

Walaupun Joshua dilupakan, meskipun Julius melupakannya, biarpun Joshua tidak ada dalam ingatan Julius, sekalipun itu fakta, itu menyayat hati.

“… sialanlah.”

Julius harusnya tahu. Dia benar-benar harus tahu.

Bahwa Wewenang Kekuasaan Uskup Agung Dosa Besar Kerakusan adalah yang paling tercela di dunia ini.

Juga Kemarahan yang memainkan emosi orang lain sesuka hati.

Juga Kenafsuan yang merusak martabat dan wujud seseorang hingga menginjak-injaknya.

Juga Keserakahan yang menyangkal segala hal selain dirinya, memaksakan rasa kemahakuasaan egosentrisnya.

Juga Kemalasan yang memuaskan diri menggunakan kata rajin tuk meliputi kehidupan orang lain dengan cinta egoisnya.

Tidak salah lagi itulah kejahatan terburuk, tidak satu pun pantas hidup.

Kok bisa dia tahab terhadap makhluk-makhluk yang mencemarkan nyawa semua orang seperti yang dilakukan Kerakusan.

“—tinggal di sini hanya akan membuatmu depresi. Jangan membuatku terus mengatakannya.

Cuma hal-hal tidak mengenakkan melintas di benaknya.

Subaru telah menyampaikan kekesalannya lewat kata-kata, lalu memanggil Julius. Seketika dia mendengar perkataan itu, Julius berdiri dan menyentuh dada kurus adik laki-lakinya, kemudian bilang …

“Dia … bernapas. Dia hidup. Aneh.”

“Iya itu aneh. Tapi dia tidak makan, tak pula perlu ke kamar mandi. Dia juga tidak butuh mandi …. Dia tidak tertawa pula.”

“Dia tidak merasakan sedihnya dilupakan … juga—Itu mungkin berkah.”

“Berkah …?”

Subaru mengangkat alisnya merespon kata-kata yang dilontarkan Julius.

Melihat dirinya, Julius sedikit menekuk ke atas bibirnya dan sembari tersenyum lemah, dia berkata:

“Seandainya kau tidak sadar telah dilupakan, kau tak perlu takut ditinggalkan. Sulit sekali menanggung sesuatu yang mestinya jadi hubungan dekat dengan orang-orang … diputus sepihak.

“…”

“Subaru. Dilupakan, dan lupa … aku penasaran, mana yang paling menyakitkan?”

“Mana …”

Tenggorokan Subaru tercekat oleh pertanyaannya.

Tak tersumbat sebab jawabannya. Jawabannya sekejap sudah siap. Jadi yang menghalangi kata-kata Subaru bukanlah kebingungan. Melainkan amarah.

Subaru melotot ke Julius yang wajahnya tersenyum sinis.

“Mana kutahu? Jangan main-main, berhenti menenggelamkan dirimu dalam hal-hal ini.”

“… Subaru?”

“Lupa, dilupakan, PERSETANLAH DUA-DUANYA! JANGAN COBA-COBA MEMINTA HAL MENYAKITKAN SEMACAM ITU, KAU SENEGATIF ITUKAH!? MENUNJUKKAN WAJAH SIALAN BEGITU SEOLAH KAU INI ORANG PALING TIDAK BERUNTUNG DI SELURUH DUNIA INI. MAU COBA BANDINGKAN KESIALANMU DENGAN KESIALANKU SELAMA INI? APA PUN YANG TERJADI, AKU AKAN MENANG!?”

“…”

Julius kehabisan kata-kata pada perubahan tiba-tiba Subaru yang berteriak dan menotolnya.

Membuka mata lebar-lebar karena kaget, Julius tak bisa bilang apa-apa pada temannya yang seketika murka. Dan Selagi kawannya menatap Julius tanpa kata, Subaru menurunkan jarinya dan mengangkat bahu …

“Wajahmu jangan seputus asa itu. Aku tahu kau menderita, dan aku tahu kau dilupakan dan tidak punya tempat berpulang …. Tapi, maaf aku takkan membiarkanmu memperlihatkan sisi lemahmu.”

“…”

“Kau sudah lupakah, Julius?—Tidak, jangan lupakan, Julius.”

Subaru memelototi Julius seraya menggigit bibir frustasi. Tangannya ditaruh ke dada dan sekali lagi membuat deklarasi seperti sebelum-sebelumnya.

“Mataku tahu kekuatanmu. Rasa maluku tahu. Biar semua orang telah lupa.”

“…”

Dia tidak mampu bernapas, perasaan darahnya naik ke kepalanya tidak lenyap.

Sungguh, sudah berapa lama sejak terakhir kali dia semarah ini? Semenjak Regulus. Subaru heran belum setengah hari berlalu sedari itu.

Sebesar apa kekacauan di Pristella membebani jantung dan paru-parunya?

“Hah, haha …”

“Haah?

“Haha …. Tidak, kau beneran pria baik. Sekali lagi aku menyadarinya …”

Membuang wajah terkejut yang selama ini dia tampakkan, Julius tiba-tiba membungkuk sambil tertawa.

Tidak bisa menahan desakan tawa, Julius terus tertawa di depan Subaru tak puas. Dan kala desakannya akhirnya mereda, Julius mendesau panjang.

“Aku mengerti, kau benar. Bukannya semua halnya benar-benar tertinggal, kan?”

“Daripada bilang tertinggal, kubilang kau di depan dengan jarak sekitar tiga kuda.”

“Apa tiga kuda cukup?”

“Aku bakal menghajarmu! Kalau aku dan Beako satu tim, nanti berbeda untukmu!”

Subaru mengacungkan jari tengahnya dan meludah pada Julius yang mulai kembali ke perangai biasanya.

Julius anggun menghindari ludahnya dan membungkuk sambil bilang, “Begitu …”

“Baiklah, aku coba percaya sama kata-kata besar itu.”

“… mhmm, percayalah. Sepercaya mungkin, lakukan perbuatan baik sampai-sampai mengejutkan semua orang tatkala ingatan mereka kembali.”

Kali ini dengan tingkah sombongnya, Subaru mengacungkan jari jempol kemudian dibalikkan ke bawah memprovokasi. Dihadapkan tingkah kasar itu, Kesatrianya Kesatria yang hanya Subaru seorang ketahui, tersenyum anggun …

“—jadi, pertama-tama, lebih baik dari semua orang, aku akan berusaha keras untuk mengejutkanmu. Kau, yang mengingatku.”

Mengimbuhnya, Julius menguatkan tekadnya untuk menemani Subaru menuju Menara Pengawas Pleiades yang menunggu mereka.

Catatan Kaki:

  1. Dalam estetika tradisional Jepang, wabi-sabi (侘寂) merupakan pandangan dunia yang terpusat pada penerimaan terhadap kefanaan dan ketidaksempurnaan. Estetika tersebut kadang-kadang dijelaskan sebagai salah satu keindahan yang “tak sempurna, tak kekal, dan tak lengkap”. Ini adalah konsep yang berasal dari ajaran Buddha tentang tiga tanda keberadaan (三法印 sanbōin), khususnya kefanaan (無常 mujō), penderitaan (苦 ku) dan kekosongan atau ketiadaan dari sifat diri (空 kū).
Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
B--

Gw bakal balik lagi kalo udah nyampe sini