Share this post on:

Bepergian Ditemani Mabuk Laut

Penerjemah: Demon Great Machete

“Kau mestinya lebih baik sekarang, kayaknya.”

“Jangan, tunggu sebentar lagi. Wah, buruk banget sih, dunia terasa berguncang. Aku masih gemetaran. Bahkan kematian pun tak bisa menyembuhkan penyakit ini ….”

Di jalan yang menghadap kanal besar, Subaru dan Beatrice duduk bersamping-sampingan, kaki mereka menggantung di pinggir kanal. Bersama-sama mengagumi air jernihnya. Orang-orang lewat tersenyum sedikit dan menganggap mereka saudara kandung. Barangkali mengira mereka adalah turis yang belum pernah melihat bangunan seperti itu.

“Tidak satu pun dari asumsi itu sepenuhnya salah … tapi sedihnya mereka tidak benar-benar tahu hubungan kita. Hoek.”

“Kau mestinya fokus memulihkan diri saja ketimbang meresahkan hal sia-sia itu. Menurutmu kenapa Betty di sini, kayaknya.”

“Apa kau gelisah aku akan kesepian? Beako baik sekali.”

“… tidak relevan. Cepat sembuh deh.”

Untuk menahan berat Subaru yang bersandar padanya, Beatrice menegakkan sosok kecilnya. Melihat ini, rasa sayang Subaru untuknya meningkat drastis. Apa peningkatannya bisa berhenti?

Sekitar lima belas menit lalu, Subaru terpaksa melanjutkan perjalanannya dengan kaki setelah keributan yang dia buat oleh mabuk lautnya. Emilia, Otto, Garfiel diam di kapal menuju negoisasi dengan Perusahaan Muse dan Kiritaka.

Sejatinya Emilia ingin menemani Subaru berjalan kaki, tapi Otto bilang, ‘Semakin lama membuat pihak lain menunggu, kesan kita kian buruk.’

Mengindahkan nasihatnya, Emilia meninggalkan Subaru. Kemungkinan besar itu keputusan tepat.

“Wah walaupun Anastasia menyuruh kita berhati-hati … di siang hari bolong ini, kebanyakan orang tidak akan aneh-aneh.”

Tentu saja masih merasa cemas ditinggalkan sendirian di kota asing setelah diundang oleh lawan politik, tapi ada seorang pengawal bernama Garfiel yang mengurusnya.

Akan tetapi, Subaru yang saat ini sendirian cukup penting bagi Fraksi Emilia dan wajar kalau diserang.

Biar begitu, jika Anastasia menyimpan niat jahat, dia terlalu cerdas untuk mengatur serangannya di tengah hari. Selain itu Subaru percaya sama Julius yang tak memaafkan segala jenis penyergapan.

“Seperti yang dia katakan, seorang kesatria harus bersikap layaknya kesatria setiap waktunya ….”

“Subaru. Agak menyebalkan saat kau tertawa sendirian, ya.”

“Tunggu, aku benar-benar tidak tertawa! Yah aku tak pernah memikirkan lelaki itu dan tertawa! Bagaimanapun, ayo pergi.”

Subaru berdiri dan menarik nafas dalam-dalam, menggosok halus lengan dan lehernya. Sekalipun masih terasa berat, mabuk lautnya sebagian besar hilang. Dia kurang lebih bisa berjalan normal.

“Yah, Betty akan membantu seandainya diperlukan, kayaknya.”

“Ohh, aku mengandalkanmu. Kendati begitu, aku ragu sesuatu akan terjadi. Hanya orang idiot yang menyerang kita di siang hari dengan begitu banyak orang di sekelilingnya.”

Semua kandidat raja perlu menjaga reputasi mereka. Di depan umum harus tampil menyenangkan dan autentik. Emilia yang dasarnya gadis jujur dan baik hati, tak repot-repot berpura-pura.

“Dengan kata lain, keuntungan nyata Emilia dari kandidat lain adalah kepolosannya yang seperti malaikat ….!”

“Pikiranmu semakin tidak benar—Subaru, Subaru, lihat, ayo pergi ke sana, kayaknya. Ikuti aku.”

Tahun lalu, Beatrice sudah terbiasa dengan Subaru yang mudah dialihkan perhatiannya. Gadis itu telah menavigasi pemandangan asing kota sembari memegang tangannya. Markas Perusahaan Muse nampaknya terletak di perbatasan antara distrik pertama dan kedua. Subaru yang mabuk laut samar-samar mengingat petunjuk arah tersebut, tapi Beatrice menghafal semuanya. Sekiranya terdapat satu masalah, maka masalahnya adalah kompleksitas jalan Pristella.

Sekalipun mereka tiba dengan mengikuti kanal utama, mereka perlu berkeliling di sekitar beberapa kanal kecil yang menuju kanal utama. Kadang-kadang ada jembatan, tapi beberapa waktu Subaru harus melompati kanal sempit sembari membawa Beatrice.

“Subaru, air mancur itu bagus, kayaknya.” “Kau benar …. Beako, bagaimana bisa kita sampai di taman?”

Air mancur yang menarik perhatan Beatrice berdiri di tengah taman. Dikelilingi taman bunga yang terawat baik serta anak-anak kecil yang bermain-main. Pemandangan damai nan santai. Masalah satu-satunya ialah ….

“Apa kita mesti pergi ke sini? Ini tempat terakhir yang aku perkirakan untuk menemukan si pewaris perusahaan besar. Seumpama pengusaha membuat kesepakatan di sini, maka semua uang mereka akan basah oleh air.”

“Aku penasaran apakah mabuk laut bisa membuatmu sinis. Itu hal pertama yang kau pikirkan sewaktu melihat pemandangan indah ini …. Betty mengasihanimu, kayaknya.”

“Beako yang dulu bakal merah padam dan berusaha menyembunyikan kesalahannya, sekarang kau agak blak-blakan … kau telah menghancurkan hati ayahmu.”

“K-kau terlambat empat ratus tahun mengaku ayah Betty! Subaru kurang sadar membahas hal-hal ini, kayaknya!”

Subaru tidak yakin mengapa Beatrice bereaksi berlebihan di bagian akhir kalimatnya, namun Subaru tidak melanjutkan masalah itu. Persoalan mereka kini adalah mencari tahu bagaimana bisa kesampaian di taman.

“Beako. Sebab kau dengan yakinnya menuntunku, aku kira tahu jalan?”

“Aku tahu destinasinya. Sayang sekali jalannya rumit, kayaknya. Biar tidak tersesat, aku memanfaatkan metode tangan kiri yang pernah kubaca sebelumnya. Tidak berhasil, kayaknya.”

Metode tangan kiri?”

“Mengulurkan tangan kiri dan mengikuti dinding, kayaknya.” “Bukannya itu buat labirin!?

Metode Beatrice adalah taktik terkenal untuk menaklukkan labirin. Subaru tahu keefektifannya, namun ada beberapa kekurangannya. Contoh:

“Kalau kau mennggunakan metode tangan kiri di tengah-tengah labirin, kau bisa jadi menyentuh dinding bagian dalam dan takkan bisa keluar dari sana! Terlebih lagi kita tidak sedang di labirin, melainkan kota!”

“Humph! Subaru tidak berusaha dan menguji kebijaksanaan, kayaknya. Betty itu seorang pustakawan yang mengelola Perpustakaan Terlarang. Dia iba pada orang bego yang mengabaikan kebijaksanaan sejarah.”

“Aku tidak bego, kau yang tolol karena sok paham semuanya!”

Dia cukup tua untuk mengaku-ngaku dirinya maha benar (400 tahun), tapi perlu waktu lama untuk menginjak dunia luar (400 tahun), kesenjangannya cukup besar (400 tahun) antara logika dan akal sehatnya. Lantas mengejutkannya dia itu loli yang tak dapat diandalkan.

“Aku penasaran apa Subaru punya ide yang lebih baik,. Mari kita lihat usahamu, kayaknya.” Tangan menyentuh pinggang, tatapan tak senangnya tertuju ke Subaru.

—di sisi lain, Subaru merasa malu sebab membiarkan Beatrice melihat mabuk lautnya dan ingin menebusnya dengan tampil andal.

“Hahaha. Kau betul kalau memutuskan tempat ini bak labirin, tapi kau salah mengira labirin ini sempurna dan memakai aturan tangan kiri. Aku punya beberapa taktik sempurna, tidak, taktik tanpa kekurangan.”

“Hohoho, kau cukup percaya diri. Baiklah beri tahu aku rencanamu.”

“Hehehe, aku kasih tahu. Namanya Metode Kurungan.”

“….?”

Memiringkan kepala, tanda tanya melayang di atasnya. Karena tak mengutarakan isi rencana sebenarnya, jadi Subaru berdeham dan menjelaskan seksama.

“Oke. Pertama-tama, kita sebut posisi sekarang sebagai titik awal. Kalau diteruskan, nanti akan sampai di persimpangan. Kita akan terus berjalan sampai ketemu jalan buntu. Kemudian kembali ke persimpangan pertama.”

“… mmm, lanjutkan.”

“Selanjutnya kita akan memetakan jalan itu dan memilih jalan lain. Menggunakan metode serupa ketika memetakan jalan pertama, kita akan terus berjalan sampai menemui jalan buntu. Akhirnya kita akan memetakan setiap jalan Dungeon.”

“Itu kelamaan, ya! Malah aku khawatir kita bisa sampai sebelum malam atau tidak, ya!”

“I-idiott! Apa salahnya menempuh jalan tertentu!? Berapa banyak orang yang kau pikir selamat dari Dungeon dengan metode ini? Aku menuruti maumu, mengandalkan kebijaksanaan sejarah!”

“Kehilangan tujuanmu sebab mengandalkan kebijaksanaan tuh kebiasaan buruk, kayaknya!” tentu rasanya sakit ketika Beatrice menginjak idenya, tapi dia sendiri pun mengaku rencana tersebut punya banyak kekurangan. Taktik yang menghabiskan waktu, apalagi mereka tidak punya pena atau kertas untuk menggambar peta.

“Kalau begitu hanya ada satu metode ….”

“Apa itu? Kepercayaan Betty sekarang menurun, kayaknya.”

Walaupun metodenya dapat diandalkan, namun tetap tak memperbagus kesan Subaru. Beritikad baik tidak membuatmu bisa diandalkan.

“Oke, kita harus bekerja sama di sini.” “Tentang apa?”

“Ayo tanya arah baik-baik.”

“Okelah ….”

Subaru mengaku dirinya tak bisa menyelesaikan masalah ini sendirian. Berpikir kebanggaan Beatrice adalah satu-satunya masalah, tapi dia juga kelihatan oke-oke saja dengan itu. Untungnya, Kiritaka Muse sama-sama seorang pedagang terkenal dan sangat terlibat dalam proyek tata kota. Semua orang tahu kantornya di mana. Mengingatnya, Subaru melihat-lihat, berharap menemukan seseorang untuk ditanyakan. Tapi ….

“Meskipun tempat ini taman, tidak ada orang di sini.”

“Waktunya buruk. Sudah siang menjelang sore, cocok untuk tidur, kayaknya.”

Subaru menyetujui Beatrice dan godaan tidur dinaungi matahari. Subaru memutuskan kembali ke kanal utama tempat lebih banyak orang berada, kala itu itu ….

“—kau dengar sesuatu?”

Suara samar angin dan air. Tidak, suara nyanyian seorang manusia?

“….”

Subaru sesekali dapat mendengarnya, tapi dia tertarik ke sana, mencari-cari sumber. Di sampingnya Beatrice pun terlihat menghampiri arah suara.

Setelah tiba di sumber suara, mereka berdiri, kewalahan, bahkan nafas tercekat.

—seorang gadis sendirian berdiri di depan sebuah monumen belakang taman, suaranya menyanyikan lagu.

Dia adalah seorang gadis kecil berkulit gelap, matnaya bundar besar, wajahnya bersemangat. Rambut kuncir dua kuning dihiasi ornamen kecil lagi aneh. Tangannya memegang instrumen mirip gitar dan ukulele. Dia bermain dan bernyanyi dalam satu waktu.

Energi yang terkandung dalam lagu ini bisa digambarkan luar biasa.

Subaru mendengarnya bernyanyi, merasakan badai tak nyata di wajahnya dan gempa bumi ghoib di kakinya. Kejelasan dan volume lagunya menakjubkan. Suaranya menyanyikan lagu balada, hanya suara itu yang terdengar di sana.

“….”

Gadis sendirian tersebut hanya menggunakan suara dan ujung jari, menciptakan energi yang sebanding dengan orkestra.

Subaru masih belum benar-benar terpikat olehnya. Pendengarnya sekitar dua puluh orang dan sama-sama menahan nafas, sama sekali tidak menyadari kehadiran Subaru. Seperti biasa, Subaru hanya memperhatikan gadis bernyanyi yang eksistensinya dibatasi sebuah ruang.

Tatkala tubuh Subaru gemetaran, lagu gadis itu mencapai klimaksnya dan antusiasme penonton sudah hinggap di puncak—

—tanpa uang, tanpa masa depan, tanpa harapan, hanya kekosongan. Aku mampu melihat apa selain kegelapan? Dan seusai kegelapan itu, tidak ada apa-apa. Akhir, akhir, akhirnya menghampiri—”

“Bagaimana lagu ini masih bisa menarik padahal sudah selesai!?”

“Hah!?”

Lagu yang bahkan tak sanggup dibuat mimpi telah diinterupsi oleh Subaru.

Seusai mengejutkannya, gadis itu berhenti bernyanyi dan menjatuhkan instrumennya. Tentu saja lagunya pun berhenti—mendadak suasana intens yang mendekap gadis itu lenyap. Subaru sadar dia mengacau. “Oh tidak, aku tak membaca suasananya. Maaf, aku tak bermaksud—itu sakit!—ugh!—aww!—eh!?”

“Dasar goblok, jadi kacau. Benar-benar membuang suasana hati langka dan menyenangkan. Kau tanpa pikir panjang menghacurkannya, kayaknya. Kau sudah kelewatan, kayaknya.”

Sebelum sempat meminta maaf, jari kakinya merasa sakit. Melihat ke bawah, dia mendapati Beatrice yang marah-marah menginjak kakinya. Beatrice tampak kembali tersadar ke dunia nyata pas lagunya dipotong, dan kemudian menganggap gangguannya tak termaafkan. Lalu ….

“Oh … apa lagu itu?” “Tadi taman, sekarang berada di kegelapan.” “Tidak, mau bagaimana lagi saat itu ‘kan, tapi ….”

Audiensi yang tenggelam dalam lagunya perlahan-lahan kembali ke kenyataan. Semua orang menghadap kriminal yang merusak lagunya. Dialah Natsuki Subaru—seorang pria yang punya reputasi gagal membaca suasana hati.

“—jangan lakukan hal-hal tolol!”

Semua orang dengan keras dan murka mengutuk Subaru.


“Terima kasih semuanya. Sebenarnya aku menikmatinya.”

“Tidak kedengaran senang-senang amat. Lihatlah kakiku, apa besarnya masih sama? Apa kakiku baik-baik saja?”

“Bodo amat, ya. Saat ini jangan anggap Betty rekanmu, ya.”

Beatrice memindahkan wajahnya dan dengan keras kepala menolak Subaru, jadi pria itu memeriksanya sendiri. Kaki kanannya hampir dua kali lipat lebih besar.

Subaru membuat konsernya berantakan, jadi reaksi mereka tidak sama sekali tidak terduga.

Satu per satu, hadirin berterima kasih kepada gadis yang bernyanyi tersebut dan berjabat tangan dengannya, setengah dari mereka menginjak kaki Subaru sebelum pergi. Si korban tidak bisa berkata apa-apa, dan Beatrice mewajarkannya, Subaru menjadi musuh publik. Dia sudah siap menjalani pendarahan luar atau dalam di kakinya.

“Bukannya aku boleh mengandalkan sihir penyembuhanmu?”

“Akan buang-buang mana yang sedikit demi sedikit kukumpulkan, ya. Tunggu saja sembuh sendiri, atau pinta Emilia, ya.”

“Kau dan Emilia sudah lama sekali mengurusku, ya.”

Sejak dirinya datang ke dunia ini, terus saja cederanya bertambah, tapi jarang-jarang terjadi. Bahkan cedera akibat parkour hariannya seperti memar, lecet, dan keseleo akan segera disembuhkan oleh Emilia atau Beatrice. Ketakutan akan rasa sakitnya tidak berkurang, tapi seluruh lukanya sembuh.

“Yah, kali ini rasa sakitnya aku jadikan pelajaran.”

Setelahnya Subaru membelai kepala Beatrice yang masih berpaling. Tangan lembut Beatrice menyentuhnya.

“Wah … wah, aku rasa tidak apa-apa, ya. Selama kau renungkan dan ingat pelajaranmu, ya.”

“Yap, aku akan melakukannya. Maaf aku salah ….”

Subaru dan Beatrice selesai berbicara, dan menoleh ke si gadis. Karena dia telah mengganggunya, Subaru hendak meminta maaf. Gadis yang menonton sepanjang waktu bilang:

“Sebuah inspirasi!” “Eh?”

“Dengar—aku tidak tahu perbedaan antara tahun-tahun kita.”

Mengabaikan Subaru yang terkejut, gadis itu memegang alatnya dan langsung mendapatkan ritme. Mengatur nafasnya sembari menarik nafas kecil, dan mulai bernyanyi.

“Cintaku, kau lihatkah, kau rasakankah? Perbedaan antara usia kita. Walaupun dunia berubah, aku takkan peduli sedikit pun. Yang aku pedulikan adalah perbedaan tinggi kita. Tunggu cintaku. Tolong tunggu sebentar. Sedikit, sedikit, sedikit waktu lagi. Misalkan aku berdiri dengan ujung kaki ini, aku sanggup menggapainya. Bila mana kita berdua tetap bersama, perbedaan umur kita tidak berharga. Karenanya kupinta, hanya dua tahun semata, tunggulah sesampainya, perbedaan umur kita lantas tiada kaitannya. Karenanya kupinta, dua tahun saja, tunggulah sesampainya. Jarak antara kita merebah indah.”

“Karena jarak cinta kita memendek, malah menjadi cinta tenang nan membara. Ujungnya, dua tahun ‘kan mempersembahkan kita dua buah hati insan dan masa depan menjelma kisah cinta bercahaya.” ujar Subaru.

“EEEEeeeeeeeeeeeeeeeehhhhh?”

Di penghujung lagu si gadis, Subaru mendadak bergabung sambil ngerap. Beatrice terheran-heran, menuntun penjelasan.

“Bentar! Kenapa … kenapa Subaru mendadak ada dalam bagian lagunya ya? Kenapa kau menambahkannya?”

“Oi, oi, kau ngomong apa, Beako … apa lagunya melewati batas?”

“Mantap, hati Lilia gemetar gembira!”

“T-tingkamu kepada Betty itu salah dan tidak bisa diterima, kayaknya ….”

Subaru merasa sedih karena tidak ada yang memihak Beatrice, menoleh ke gadis berkulit gelap.

“Izinkan diriku memaparkan bahwa kami tidak punya hubungan seperti itu. Meskipun dia tumbuh dua tahun lagi, dia tetap tak berada dalam kisaran targetku.”

“Eh? Saat ini dia berusia tiga belas atau empat belas, kan? Terlepas dari penampilanku, aku piawai menebak umur. Yah, aku duga kemampuan ini didapatkan dari pengalaman hidup.”

“Umurnya sekitar 402 tahun.”

“Oh tolonglah. Tidak perlu sekeras kepala ini karena aku berhasil menebaknya.” dia menolak kata-kata Subaru sebagai alibinya dan diabaikan. Subaru juga berpikir mengoreksi umur Beatrice akan semakin mengantar masalah lain. Lagipula, topik berubah terus.

Balik ke topik aslinya, apa insipirasi yang kau sebutkan sebelumnya sebuah lagu?”

“Ya benar itu. Terlepas dari penampilanku, aku ini gampang tersentuh. Saat menonton interaksi kalian, aku merasa butuh mengabadikannya dalam lagu. Berbanggalah!” Gadis itu bicaranya cepat dan lancar, mengangkat tangan ke mulutnya.

“Ah, tapi, yang aku perbuat belum cukup. Kakak membantu sedikit menambahkan bagian akhir. Pertama kalinya aku mendapat reaksi seperti itu, sungguh gembira.”

“Itu karena dewa rap memberkahiku, aku jadi tidak bisa melakukannya lagi. Tidak punya kemampuan maupun pengalaman.”

“—satu momen-momen gemilang ….”

Melihat mereka saling pengertian tanpa kata-kata di antara keduanya menguras kesabaran gadis kecil yang ditinggalkan.

“Subaru.”

“Hmm, ada apa … Beako!?”

Beatrice menarik lengan bajunya ke bawah dan gelombang kejut menghempas Subaru. Daya takkan membunuhnya, tapi dia masih terpental di seluruh halaman taman.

—sementara itu, Beatrice menghadap gadis berkulit gelap.

“Tidak ada gunanya kau mengambil inspirasi dari kami lagi. Betty akan mengakhirinya, kayaknya. Andai kata kau melawan kau akan berakhir sepertinya, kayaknya.”

“Ha … aa … aaa, um, apa ….”

“Diam. Pikirkan saja cara menanggapi Betty, kayaknya. Alasan tak satu pun hal terjadi padamu adalah karena lagumu barusan indah. Tapi siapa tahu sampai kapan ampunan ini bertahan, kayaknya.”

Bahkan tengah melihatnya gemetaran suara Beatrice tidak punya belas kasih. Melihatnya mengangguk tergesa-gesa, Beatrice mendesau. Gadis itu ketakutan untuk mengurai kata. Kemudian ….

“Perusahaan Muse, bawa Betty ke Kiritaka Muse berada, kayaknya.” “—eh?”

“Takkan kuulangi lagi. Antar aku ke dirinya atau hadapi amarah Betty, kayaknya.” “A-aku akan mengantarmu ke sana! Akan kuantar!”

Sewaktu ditekan oleh pilihannya, si gadis langsung mengangkat bendera putih. Beatrice mengangguk puas, selagi Subaru berjalan kembali menghampiri mereka.

“Katakan saja kiranya kau punya komplain apa pun, kayaknya.”

“Apa boleh menggunakan mana untuk tujuan pendidikan?” tanya Subaru.

“Tergantung waktu dan tempat.”

“Pertimbangan yang bagus, Beako. Apa oke-oke saja mengancam seseorang untuk membimbing kita?”

Subaru menggaruk wajah dan melihat ke bawah. Tatapan cemberut Beatrice tertuju ke Subaru. Pria itu melanjutkan:

“Anak itu mungkin si Biduanita terkenal yang mengenal Kiritaka. Mungkin seharusnya tak membuat kesan buruk padanya.”

Menyebut namanya Liliana barusan, dan tidak mungkin salah karena kemampuan menyanyinya, kendatipun kepribadiannya tak seperti yang Subaru bayangkan.

“Aku akan melakukan apa pun yang kalian mau. E-eh, entah menuntun kalian atau menjilat sepatu … aku hanya ingin … kalian mengampuni hidupku ….”

Seorang gadis di tanah habis-habisan memohon pengampunan hidupnya. Koreksi, gadis itu adalah Liliana si Biduanita.

Meskipun dari parasnya tidak ada jejak-jejak sang Biduanita anggun.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Nightcore

Lanjut min

Kodai

geber terus min

Unknown H

Duh gasabar dengerin seiyuunya liliana dah, tapi sayang s2 aja belom keluar keluar bgst :”)

Yu

Semakin banyak loli