Share this post on:

Bab 1

HUBUNGAN PARA SAUDARI

Penerjemah: DarkSoul

—Semua orang yang terkait dengan kejadiannya akan sama-sama setuju bahwa mereka: tak tahan menontonnya.

“H-hei, kak. Barang bawaannya keliatan berat. Mau dibawain gua yang hebat ini?”

“Garf … tidak, jangan khawatir. Aku semata-mata menawarkan sedikit bantuan, karena tidak enak rasanya terus-terusan dilayani sebagai tamu. Santai saja, Garf.”

“O-oh. Y-yah, ngerti. Bilang aja kalo lu perlu apa-apa, ok?”

Garfiel menggaruk pipi, berdiri tertegun saat Frederica mendorong troli. Frederica sesaat menatapnya, tapi mendadak tersadar dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Roda-roda kecil berguling di lantai, suaranya memudar seiring berjalan lebih jauh ke lorong mansion. Garfiel bingung melihat kakaknya yang menjauh.

“… menyebalkan amat.”

Garfiel menggaruk rambut pendek pirangnya, mendesau dan berjalan ke arah berlawanan dari Frederica. Subaru menepuk dahi, melihat percakapan mereka di lorong, datang umbaran-umbaran kekesalan.

“Butuh waktu seminggu untuk menenangkan diri dan bicara … tapi mereka masih kelihatan sangat tidak terbiasa.”

Kata Emilia, bersembunyi di tempat yang sama dan tingkahnya seperti Subaru. Laki-laki itu berjongkok sedangkan Emilia memata-matai di atasnya.

Subaru merasakan nafas Emilia kian tak terasa dan alhasil dirinya berdiri sambil memutar pinggul.

“Reuni sedekade … satu dekade tanpa kontak apa pun. Dengar-dengar perpisahan mereka tidak betul-betul baik ketika mendoakan kesuksesan satu sama lain, aku paham kalau itu canggung, tapi ….”

Subaru menyilangkan tangan dan memiringkan kepala. Dia paham, tapi tetap saja mengesalkan. Dongkol. Melihat mereka membuatnya sangat jengkel. Garfiel bersama Frederica perilakunya kayak gini setelah reuni mereka. Selagi bersikap pura-pura ramah saat orang lain ada di sekitar, sejatinya keadaan buruk.

Garfiel barangkali kelihatan emosional dan impulsif, namun rupanya dia aktor piawai kalau dilakukan dengan niat. Dan tak perlu lagi membahas sebaik apa tindak-tanduk Frederica. Mereka tidak merencanakannya, tapi sebagai adik-kakak telah sukses menipu banyak orang beberapa hari ini.

Tapi jelas sekali bagi Subaru yang acapkali mendapati mereka berdua sendirian, kini Emilia pun melihatnya.

“Sepertinya Garfiel berusaha mendekatinya, tetapi Frederica tidak memahaminya. Walaupun telah kembali bersama-sama. Bagaimana bisa?”

“Sulit menikmati reuni mereka mengingat perpisahannya berantakan. Maksudku. Menurut cerita-cerita manga di sini, aku pikir masalahnya ada di Frederica.

Emilia benar—Garfiel sudah terbuka dengan kakaknya. Namun si kakak terlihat kurang menjanjikan. Frederica mungkin merasa bersalah terhadap adiknya yang dia tinggalkan di Sanctuary. Selama itu, Garfiel berlatih keras tuk melindungi hati ceroboh kekanakannya.

Dan itu sepertiga kendala yang mesti dihadapi Subaru. Ya, Frederica turut bertanggung jawab atas sikap Garfiel.

Tapi setelah mengatakannya, Frederica tidak sengaja menghancurkan hidup Garfiel, dan tidak ada yang salah di sini. Sebetulnya misal semua orang salah, maka yang salah adalah Roswaal.

Bukannya Subaru atau orang lain boleh menyalahkan Garfiel atau Frederica.

—Tapi sepertinya mereka merasa sebaliknya. “Wah, kacau, deh ….”

Muaranya adalah Frederica yang punya tanggung jawab kuat. Wanita itu pergi ke dunia luar agar dapat menciptakan rumah bagi orang-orang Sanctuary tatkala penghalangnya rusak. Menanggung beban sangat mulia nan tinggi bagi seorang gadis berusia sekitar sepuluh tahunan. Bisa jadi ambisinya yang membuatnya meninggalkan Garfiel.

Akhirnya Sanctuary hilang, dan apa yang Frederica khawatirkan tejadi. Namun berkat usahanya, ada tempat-tempat yang siap meneria mereka, terpencar-pencar dan hina kaumnya. Demikianlah yang dia banggakan. Tetap saja ia merasa lebih bersalah alih-alih prestasi. Sebab kesadaran akan kesalahannya kelewatan.

“Apa-apaan, kau tidak boleh begitu. Sewaktu kau melakukan hal luar biasa, kau mesti membusungkan dada dengan bangga.”

“Mmn. Aku setuju. Dan seandainya kau berpikir telah melakukan kesalahan, minta maaflah. Nanti mereka akan memaafkanmu … aku cuma ingin mereka rukun.”

Garfiel dan Frederica sama-sama menghilang dari lorong.

Emilia melihat tempat keduanya berhadapan, mata ungu menyipit. Subaru menatap dan mengangguk.

“Yea.”

“Baiklah. Kita beri mereka sedikit dorongan agar bisa menyelesaikan permasalahan ini.” “Beri mereka dorongan … maksudmu, buat mereka berbaikan?”

“Yap. Kita punya komplikasi adik-kakak, kakak-adik manusia di sini. Jika suasanya lekat sekali sampai mereka tidak bisa bergerak, bagaimana kalau pihak ketiga menyebabkan keributan sampai mengguncang masalahnya?”

Subaru bertepuk tangan, mengangkat jari sembari membuat proposal.

Emilia mempertimbangkannya sejenak, sebelum mengangguk penuh tekad.

“Kau benar. Mmmmh, keluarga harus dekat. Oke. Ayo lakukan. Berusaha paling terbaik untuk merukunkan mereka.”

“Memangnya masih ada yang ngomong paling terbaik lagi?”

Gumam Subaru tatkala Emilia yang termotivasi mengepalkan tangan. Seraya berpikir: Duh, sudah lama kami tidak melakukan itu.


Penangguhan hukuman dari masalah Sanctuary hanya sementara saja, karena dua masalah pasca pemrosessan mengerikan telah menyerang faksi Emilia.

Rencana Roswaal (bagian yang dia pertanggungjawabkan) adalah membakar mansion. Mereka dapat membangunnya kembali, namun mendirikan gedung yang dibakar sampai jadi abu bersih butuh waktu. Nampaknya tidak ada sihir berguna dalam dunia ini yang mampu membentuk kembali benda-benda yang kehilangan fungsinya, atau teknik macam Full Metal Alchemist2 yang mampu mendirikan bangunan dalam sekejap.

Satu-satunya pilihan mereka hanyalah mengontrak kuli bangunan dari desa atau kota terdekat, kemungkinan besar seorang arsitek yang ahli mendesain perkebunan atau vila bangsawan dan membangunnya.

“Akan tetapi~, mansion itu bukan kediaman utamaku … tempat tak mencolok untuk melindungi Emilia-sama dalam Pemilihan Raja. Rencananya memang akan pindah ke kediaman utama setelah Pemilihannya dimulai. Jadi~ masalahnya~ tidak sebesar yang kau perkirakan.”

Itulah yang dikatakan Roswaal ketika mereka mulai mencari-cari tempat pindah.

Rupanya keluarga Mathers punya beberapa mansion, dan mansion utama telah dipersiapkan sebagai basis operasi mereka.

Tak ada yang tinggal di daerah utama kecuali mereka yang mengurus tempat itu.

Kala para pekerja selesai mempersiapkan semuanya untuk menyambut kedatangan sang master, kelompok Subaru akan memindahkan markas besar ke sana.

Tapi sekarang dan kemudian mereka akan tinggal di mana?

“Jangan khawatir, itu pun~ sudah dialamatkan. Beberapa kerabatku punya mansion di tanah yang tak~ jauh dari Sanctuary. Mereka ialah cabang keluarga Mathers. Kita bisa tinggal di sana sebentar. Walau aku menduga banyaknya tamu akan merepotkan mereka.”

Kerabat Roswaal adalah ungkapan yang sangat meresahkan, tapi tidak ada yang punya rencana lebih baik.

Setelah mendiskusikannya, para pemain utama faksi Emilia pergi ke mansion si kerabat, sedangkan masyarakat Arlam dan Sanctuary menetap di Desa Arlam. Kemungkinan orang-orang Sanctuary bisa diterima sebagai penduduk Desa Arlam, mereka sengaja diperkenalkan ke desa-desa lain di wilayah Roswaal.

Frederica adalah yang membangun fondasinya, semua itu bisa dianggap pencapaiannya.

Kendati semua warga Sanctuary adalah manusia hewan, ada juga yang blasteran. Tidak seorang pun kelihatan berbeda dari manusia biasa, jadi menyatukannya takkan terlalu sulit.

Meskipun punya adat berbeda karena kurangnya pengetahuan akan dunia luar, masyarakat baik Arlam tentu akan mengajari peraturan dasar tanpa ragu-ragu.

Semuanya kelihatan beres, namun masalah terus saja menumpuk. Meskipun begitu, tidak ada masalah saat ini, karena semua orang berusaha yang terbaik.

Subaru berdoa agar semua masalah ini akan diselesaikan sebelum kejadian sesuatu.

—dia menilai hubungan Garfiel dan Frederica mesti diselesaikan selama periode bahagia nan membosankan ini.


“Lantas rencana besarnya adalah agar Garfiel dan Frederica berteman lagi … seperti yang kita lakukan sekarang, ada saran?”

“Ini hal pertama yang kau katakan padaku setelah memasuki ruangan? Menganggu kedamaianku adalah kejahatan berat yang mesti dibayar, Barusu.”

Ucap Ram tanpa emosi, duduk dan memelototi Subaru.

Wajahnya senantiasa tanpa ekspresi, namun dikarenakan hubungan Subaru dengan Ram, dia jadi tahu ada badai emosi yang berputar-putar di matanya. Ahli menerjemah emosi Ram, Subaru merasa saat ini dia tidak senang.

Aku tahu kau sering menatapku seperti itu, tapi bukan berarti kau tidak senang berinteraksi denganku? Apa kau tidak lelah ribut setiap hari?”

“Tentu saja rileks. Aku melakukannya hanya sama orang menjengkelkan atau tak berguna.” “Begitu, baiklah … bentar.”

Subaru mengerutkan alis di depan Ram yang menyiratkan bahwa dirinya termasuk ke dalam dua faktor. Ram mendengus terhadap reaksi Subaru sebelum menutup buku di tangannya.

Ram berdiri dari kursi dan menawarkannya kepada Emilia yang berdiri di samping Subaru. “Ini, Emilia-sama.”

“Terima kasih. Tapi tidak apa-apa. Aku tahu memang melelahkan jika kelamaan tinggal, jadi akan cepat-cepat diselesaikan.”

“Mengerti. Maka saya akan senang hati mengambilnya.”’

“Jadi kau tidak memberikannya padaku. Duh, mbak, kau juga tidak bercanda.”

Subaru mengangkat bahu ketika Ram duduk di kursi. Tapi sesuatu yang dikatakan Subaru membuat alis Ram mengkerut sedikit.

Pasti bereaksi terhadap panggilan mbak. “Rem-san masih sama seperti sebelumnya.” “… benar. Hari ini lagi dia tidur lelap sekali sampai kau tidak tahu dia masih hidup atau tidak.”

Emilia prihatin, dan jawaban Ram sedikit lirih. Di tempat tidur sebelah kursi Ram, tertidur seorang gadis.

Rambut biru pendek dan wajah identik Ram. Gaun biru muda menyelimutinya, ukuran dadanya ketika mendorong selimut hingga naik turun adalah satu-satunya perbedaan antara dia dan Ram.

Jelas saja, gadis ini adalah Rem. Dia tetap tertidur setelah mansion kebakaran dan relokasi mereka. Sampai menghilangkan penyebabnya, bisa jadi Rem tidur selamanya.

“Apa kau merasa belum menerimanya?”

“Sudah kubilang. Aku tak sekeras kepala ini dan tidak percaya segalanya walau belum berbicara dengannya. Sekalipun pandanganku terlalu persuasif dan sulit ditampik.”

Emosi kompleks tergambar di mata Ram, Subaru mengerutkan kening.

Paras Ram yang melihat tidurnya Rem terlihat amat melankolis menurut Subaru, karena dia tahu hubungan mereka. Yang tua menyayangi yang lebih muda, dan yang lebih muda menghormati yang tua.

Hubungan Rem-Ram adalah persis gambaran cinta indah kekeluargaan.

Selagi Rem tidur, ingatan Ram tak mengingat nama ataupun eksistensi adik perempuan tercinta.

Subaru tahu ini akan terjadi, dia sudah mengantisipasinya, tetapi tetap saja membuatnya sedih. Walaupun begitu—

“Bisa dibilang rumit, tapi kau setiap hari mendatanginya.”

“Aku pun bertanya-tanya. Jujur saja, aku juga tidak tahu sedang melakukan apa. Tapi menenangkan saja rasanya bersama gadis yang kau panggil adikku …. Tidak, bagian diriku gelisah, tapi.”

“Gelisah?”

“Lantaran melihat wajahku sendiri belum cukup. Kala melihatnya tertidur, serasa sesuatu bergerak dalam hati. Seakan-akan tengah mengejar kabut, sesuatu yang tentunya takkan ditangkap tanganku.”

Ram menyentuh dada. Subaru diam-diam menelan ludah.

Semua orang di dunia kecuali Subaru telah melupakan Rem—kendati begitu, dia ibarat duri dalam kerabat darah satu-satunya, Ram.

Sang kakak tidak tahu nama duri itu, tetapi seandainya itu sesuatu yang Rem tinggalkan untuk kakak perempuan tersayangnya, maka itu lebih dari cukup sebagai petunjuk.

“Bebas kau tanya aku dia seperti apa atau waktu-waktu yang kita habiskan.” “—sebaiknya tidak.”

Subaru menawarkan bantuan untuk membantu Ram memulihkan ingatan, namun Ram menggeleng kepala. Alis Subaru memberengut seketika Ram menyentuh dagu dan merenung.

“Layaknya, kekosongan tak tergapai. Ibaratnya ada lubang dalam diri yang mestinya diisi keberadaannya. Dan apabila ada, apa pun yang kau isi pasti jatuh. Bahkan kini, mendengar dirinya adikku saja … eksistensinya adalah indikator paling jelas, tapi aku masih tak merasa nyata. Rasanya, seketika aku menghentikan kunjungan harian ini … bahkan perasaanku yang sekarang akan menghilang.”

“… dan itulah kutukan dari Uskup Agung Kerakusan?”

Emilia menyela, nampaknya dia tak membiarkan topiknya dikesampingkan. Ram mendongak dan mendapati Emilia menurunkan alisnya serta menampakkan amarah yang jarang-jarang dia umbar.

“Pelahap Nama dan Memori …. Kesanku kepada Kultus Penyihir tidak pernah baik, tapi sekarang sangat menjijikkan.”

“… Kultus Penyihir.”

Gumam lirih Emilia, pandangannya turun. Sedangkan spekulasi Ram mengejutkan Subaru, kejahatannya membuatnya mengernyit.

Tidak terasa nyata bagi Subaru yang jelas-jelas mengingat Rem, tapi bukan kehadiran Rem yang menghilang dari memori Ram dan Emilia. Melainkan hilang selamanya dari segalanya. Sebagaimana pasir yang takkan berhenti jatuh dari jam pasir, terus menerus, berkeberlanjutan, sekarang dan selamanya.

“Kita tidak bisa apa-apa selain menghentikan si pelaku ….”

Semakin banyak Subaru membicarakan ingatan mereka, kian cepat pasirnya akan jatuh. Mungkin Subaru akan melupakan memoriinya begitu dia suarakan.

Ram mengkhawatirkan Rem yang akan menghilang dari dunia—atau setidaknya bagian dari dirinya. “Sepertinya Anda sudah agak memahami Kultus Penyihir, Emilia-sama.”

Subaru menggigit bibir sedangkan Ram menatap Emilia. Pipinya yang pucat menegang selagi mata tajam Ram menyorotnya, dia pelan-pelan mengangguk.

“Aku sudah sering memikirkan sang Penyihir. Karena aku sangat-sangat dikutuk karena mirip dia … tapi, Pemuja ….”

“—”

“Nyatanya ada sesuatu yang ingin kulupakan. Tapi aku tak bisa menganggap yang kuingat dan yang ada di sana adalah sama. Apa yang bisa terjadi setelahnya, seperti sekarang ini? Itu yang ingin kucari tahu.”

“Aku tidak benar-benar ingin mengatakan ini, Emilia-tan, tapi … kau paham orang-orang itu tidak bisa kau ajak berunding? Kelak malah akan jadi pengalaman menyakitkan.”

Dia tak ingin memadamkan keinginan Emilia, tapi tidak adil jika dia mengatakannya.

Pemuja Penyhiir yang Subaru tahu adalah kelompok raksasa biang keburukan yang didirikan orang-orang religius sinting. Dia tidak tahu dulunya seperti apa. Tapi Kultus Penyihir kini seperti ini.

“Terima kasih. Sudah meresahkanku.”

Kerisauan Subaru membuat Emilia tersenyum sedikit, dan dia menggeleng kepala.

“Tidak apa, aku mengerti itu. Apa yang terjadi pada memoriku, dan orang-orang bersamaku … itu semua seabad lalu. Mustahil mereka masih bisa hidup. Seratus tahun adalah umur yang lama bagi seseorang. Aku rasa takkan bertemu mereka lagi.”

“Tapi kau masih ingin tahu apa yang terjadi … kan?”

“Maaf, aku tahu ini egois. Tapi pikirku akulah satu-satunya orang yang harus mencari tahu. Lantas cuma aku yang tahu kejadiannya, perasaan di sana …. Geuse dan Ibu rasakan.”

Mata Emilia sedih tatkala membayangkan kedua orang itu, namun mulutnya tetap tersenyum lembut. Ada nama ibunya, dan Geuse. Mereka ialah kenangan penting bagi Emilia, dan rupanya terkoneksi dengan Kultus Penyihir tua yang sama sekali tiada hubungannya.

“Ada perasaan campur aduk di sini, Geuse-san ….”

Ucap Subaru sambil mendesau, agak benci pada seseorang yang tak pernah dia lihat. Emilia merasa sama dan sedih terhadap namanya, mendengarnya saja sudah menjadikan perasaan Subaru kompleks. Semisal Kultus Penyihir tidak mengubah prinsipnya kala Geuse bergabung, Emilia bisa jadi tidak perlu mengalami krisis besar ini.

Sekiranya dia menjadi sekutu Emilia. Subaru akan berterima kasih bila dia terus menemani dari awal hingga akhir. Dia menduga hasil pemikirannya kebencian dan egois.

“—aku ragu bisa sebaik diri Anda, Emilia-sama.” meskipun Ram masih setenang biasanya, suaranya serba permusuhan mengerikan.

Nafas Subaru tersentak kala melihat Ram menatap Rem. Wajahnya tanpa ekspresi, namun kilat-kilat pupilnya terlampau merah.

“Asal-usul Kultus Penyihir tidak ada hubungannya dengan saya. Saya tidak keberatan mendengar keinginan Anda untuk mengetahui kisah dibaliknya, Emilia-sama. Tapi saya tidak, tetapi ingatlah pembalasan dendam ini masalah yang sepenuhnya berbeda.”

“Ram.”

“Saya tidak mempedulikan Kultus Penyihir atau Kerakusan ini, namun saya akan mengembalikan apa yang telah diberikan, entah hutang budi atau kebencian. Memotong-motong jantung pelahap itu belum cukup bagiku.”

Amarah besar meluap-luap dalam diri Ram, sosok mungilnya tampak kabur.

Seakan-akan ada raksasa di sana, memancarkan hawa kehadiran maha besar—memang, seolah-olah seorang oni ada di sana.

“Akan kukuras isi perut Kerakusan seluruhnya sampai memori menuntut kagum.” kurang tekad namun lebih banyak hukuman kematiannya.

Korbannya tidak ada, tapi nadanya sungguh-sungguh tenang. Namun demikian, jelas sekali merupakan hukuman mati—rasanya bak es menusuk bulu kuduk Subaru, dia enggan berbicara.

“….”

Keheningan menghampar dalam kamar.

Bahkan suara kegelisahannya terasa hendak memecah suasana tegang, Subaru tidak bergerak sama sekali. Yang menghnacurkan suasana stresnya tidak lain adalah orang yang menyebabkannya.

“Tidak biasanya aku bicara begitu.”

Dia menghela nafas, suasana tegang hilang sepenuhnya. Subaru menurunkan bahunya lega ….

“Tidak, bukannya tidak sepertimu biasanya. Ram yang aku kenal adalah orang yang akan marah menyangkut adik perempuannya.”

“… aku mengerti.”

Pernyataan Ram memang mengganggu, tapi dia betul-betul memikirkan Rem sewaktu berbicara dengan mereka. Subaru menilainya sendiiran, senang atas sentimen Ram. Selain itu, Subaru juga tidak memaafkan Kerakusan. Jika bisa maka dia ingin menggorok langsung leher Kerakusan, tanpa diserahkan kepada Ram.

Sensasi membunuh—kesimpulan tersembunyi perihal pertarungannya melawan Betelgeuse meninggalkan sedikit perasaan di telapak tangan Subaru. Barangkali pemuda itu ragu-ragu dirinya akan terhalang di waktu-waktu kritis seketika merenggut nyawa orang.

Tapi tetap saja, dia tak sanggup memaafkan Kerakusan, dia bertekad untuk melakukannya bila mana untuk menyelamatkan Rem. “… topiknya beneran menyimpang.” Subaru menggaruk kepala, pemikiran gelap tidak terpampang di wajah. Ram menatapnya penuh arti, dan Emilia prihatin, tetapi Subaru bisa tersenyum kepada mereka berdua.

“Kau benar. Nah, karena kau mengganggu aku yang sedang menikmati liburan mendadak, urusanmu pasti penting.”

“Kenapa kau ini berani sekali mendesak orang? Frederica ada di posisimu dan dia kelewat menyesal dianggap tamu sampai-sampai bantu mengurus mansion ….”

“Aku terpukul. Dan Frederica gagal membaca suasana dengan bekerja padahal statusnya tamu. Tidak bisa tenang pas bersama Garf, dan Clind juga mendesaknya.”

“Clind-san?”

Ialah nama kepala pelayan muda keluarga Mathers yang melayani Subaru dan kawan-kawan. Tampan dan wajahnya ramping, memancarkan aura kasih karunia serta kemampuan luar biasa. Mirip-mirip Julius tapi bukan Julius, tak seperti kesatria itu Clind sopan dan sangat perhatian.

Lantas Subaru menganggapnya aneh karena Ram nampak tak terlalu menyukainya. Biarpun bisa jadi semua orang dianggap demikian oleh Ram kecuali Roswaal.

“Kau harusnya bertanya pada Frederica dan Clind sendiri mengenai seburuk apa interaksi mereka. Lagipula, aku ingin balik membaca, jadi utarakan urusanmu secepatnya.”

“Maaf, karena kami terus-terusan berbicara. Aku pikir Subaru sudah menyebutnya sejak awal, perihal Frederica dan Garfiel ….”

Emilia dengan berani mengubah topik pembicaraan.

‘Mari ubah hubungan canggung Garfiel dan Frederica!’ Memang idenya bagus, namun Subaru dan Emilia tidak tahu harus melakukan apa.

Sebab tak satu pun dari mereka punya pengalaman soal memperbaiki hubungan kakak dan adik.

Subaru anak tunggal dewasa, begitu juga Emilia.

Mereka sama-sama tidak diberkati saudara kandung, jadi tidak ada yang terlintas dalam pikiran perkara hubungan darah satu orang tua. Dan Garfiel serta Frederica bahkan tidak punya hubungan normal orang tua, tapi kita kesampingkan bagian itu.

Lantas mereka berkeliaran ke mansion untuk mencari saran, mengunjungi Ram yang tinggal di lokasi itu-itu saja.

Subaru menganggap Ram sebagai kakak perempuan terdekat yang dia kenal. Sekalipun hubungannya dengan Rem sudah hilang dari ingatan semua orang kecuali Subaru, dia berharap Ram memiliki hal berguna, mengingat hubungan sama adiknya baik sekali.

Bahkan terlepas dari itu, dia teman masa kecil Garfiel dan Frederica. Boleh jadi sebuah episode tanpa kehadiran Subaru yang membuat Ram bisa mengisi kesenjangan perpisahan satu dekade ini.

Emilia hampir menatap penuh harap Ram, namun bibirnya berhenti. Subaru memiringkan kepala di hadapan Emilia yang membeku, bertanya-tanya apa yang terjadi, lalu mengikuti matanya—dia masih membeku.

“… apaan?”

Ram menyipitkan mata, kelihatan tidak senang.

Tangannya memegang sebuah buku, Emilia dan Subaru menatapnya.

Judulnya …. ‘Cara Menjadi Lebih Dekat Dengan Adik Kandung,’ demikian sangat-sangat penting bagi urusan saat ini.

—Nampaknya bukan mereka satu-satunya yang tidak memahai hubungan antar saudara.

Bab 2

Jiwa Muda dan Penonton

Mengetahui Ram tidak berguna soal masalah saudara tanpa ingatannya, biarpun begitu dia tetap saudara perempuan baik, waktu berlalu tanpa kemajuan apa pun bagi Subaru dan Emilia.

“Tapi tidakkah kau merasa Ram terlalu apatis?”

“Jangan ngomong begitu. Ram punya sudut pandang sendiri. Dia lebih lama mengenal mereka ketimbang kita, jadi mungkin itu perbedaannya.”

Emilia nyengir-nyengir kepada Subaru yang cemberut selagi mereka berjalan menyusuri koridor mansion.

Mereka meninggalkan kamar Rem dan merefleksikan pertemuan barusan selagi berkeliaran. Walau pikiran Subaru memikirkan ucapan yang ditinggalkan Ram sebelum mereka pergi:

Hubungan Garf dan Frederica? Seharusnya oke-oke saja kalau dibiarkan. Mereka bukan anak kecil lagi. Yah, Garf masih kecil sih, tapi tindakannya tidak diputuskan dari pemikirannya sendiri. Walaupun ada pemikiran-pemikiran yang tak akurat. Mereka akan baik-baik saja dengan sendirinya.

Penilaian lumayan kejam terhadap Garfiel, walau betapa sangatnya dia menyukai Ram.

Tapi bisa saja Ram menganggap Garfiel adik laki-laki. Naksirnya bisa dianggap lucu, perasaannya tidak kuat-kuat dan memaksa amat.

Malang sekali Garfiel, tergila-gila pada wanita berbenteng. “Ada apa?” “Tidak kok. Cuma membayangkan orang itu aja, Garfiel bukan satu-satunya pria yang menghadapi rintangan tinggi.”

“….?”

Manisnya Emilia memiringkan kepala.

Subaru tidak suka otaknya yang tidak gagal menyatukan maksud tatapan serta tukasnya. Mungkin Subaru yang memaafkan hal itu adalah salah satu kekurangan mencintai seseorang.

“Omong-omong, Ram dicoret jadi siapa lagi yang dikonsultasikan?”

“Hah? Kau mau coba lagi?”

“Lha iya. Kita belum menyelesaikan apa-apa, dan menyerah hanya karena tersandung di langkah pertama sama sekali tidak jantan. Bukannya kau ingin memperbaiki hubungan mereka juga, Emilia-tan?”

“Aku mau, tapi Ram tahu yang terbaik, dan begitu katanya, mungkin hal terbaik adalah mengikuti kata-katanya.”

“Meninggalkannya mungkin akan disembuhkan waktu, namun jangan lupa sudah satu dekade perpisahan mereka. Aku takkan menunggu satu dekade lagi sampai mereka berdamai. Aku ingin mereka memberikan dorongan sampai cepat berbaikan.”

Subaru bersikeras bahwa mereka tetap menjalankan rencana, sedangkan Emilia tampaknya agak tertekan oleh pernyataan Ram. Begitulah, sesaat Subaru ingin Garfiel dan Frederica rujuk, dia juga ingin menjaga kesempatan ini untuk melakukan sesuatu bersama Emilia.

Sebab apa pun yang iperbuat Subaru dalam perulangan ini, ujungnya tidak ada pertumpahan darah. Bisakah hati ini, setelah seluruh uji coba dan kegagalan, merasa sebegitu santai?

“Ada apa? Subaru, kau baru saja menyeringai ….”

“Tidak, kepikiran kalau merenungkan banyak hal tanpa perlu mengkhawatirkan efeknya itu hebat. Waw! Entah segagal apa, tidak ada pertumbpahan darah dan korban jiwa!”

“Subaru ….”

Subaru mengacungkan jempol, giginya berkilauan, namun Emilia sangat menatap iba. Subaru kembali memikirkan pernyataannya, membayangkan bahwa dia pasti mengatakan hal aneh. Lalu mengejutkan diri sendiri terhadap komentar brutal tak pantas, sederhana sekali keinginannya.

“J-jangan hiraukan itu, Emilia-tan.”

“Tidak apa. Aku tahu ini sulit. Maaf tidak menyadari perasaanmu. Subaru, mungkin kau kudu menghabiskan hari beristrirahat di kamar—”

“Tidak, tidak akan, dan reaksi itu berarti kau tidak sadar perasaanku sebenarnya!” Emilia menatap simpati. Dan dalam titik percakapan ini ….

“… ternyata. Kau yang membuat keributan ini, kayaknya.”

Mendesau. Subaru melihat si pembicara, mendapati seorang gadis bergaun mewah berdiri di sana—Beatrice.

Dia datang dari ujung lorong dan berhenti melihat Subaru dan Emilia, alis wajah manisnya mengerut.

“Kalian berdua sungguh akur. Aku bisa mendengar pertengkaran kalian dari ujung koridor mansion, kayaknya.”

“Ada sarkasmenya. Misal kau sedih karena tidak diajak bilang saja. Kami ‘kan membiarkanmu berunding bersama kami di jam diskusi mendalam.”

“Siapa bilang ada yang sedih tidak diajak! Jangan ngomong seenaknya!”

Beatrice menyilangkan tangan, pipinya merah marah. Subaru dan Emilia tersenyum melihat mengesankannya sikap Beatrice.

Sekitar satu minggu semenjak Subaru dan Beatrice membentuk kontrak. Demikianlah tiada perubahan dramastis pada hubungan mereka.

Subaru menggoda Beatrice seperti biasa, dan gadis itu berlebihan reaksinya. Perbincangan persis ini berlangsung tanpa henti. Tapi Beatrice belakangan ini lebih sering keluar. Dan sesekali seakan mengingat sesuatu, dia datang untuk memegang tangan Subaru.

“Dan seterusnya, tapi sebenarnya kau di sini cuma mau memegang tanganku. Ya ampun, gadis malang ini kelewatan.”

“Jangan menyalahi tindakan Betty dengan dalih-dalih aneh. Betty terus menyentuhmu karena keadaan memaksa, aku … Subaru, kayaknya.”

“Caramu mengatakannya imut banget.” “Subaru.”

Emilia memperingatkan sesaat wajah Beatrice merah padam. Subaru menjulurkan lidah ke Emilia dan meraih tangan Beatrice.

Tangan mungilnya dengan lembut menjalin jemari Subaru, sebelum sempat kembali berpikir ulang dan ragu-ragu menggenggam tangannya secara benar. Itulah yang selalu dilakukan Beatrice. Subaru merasakan jari-jari kecil di telapak tangannya, sentuhan canggung adalah hasil kerja keras Subaru. Sayangnya kali ini Beatrice tak melakukannya, alih-alih menatap tangan Subaru, enggan.

“Ada apa? Aku sudah mencuci tangan dari kamar mandi.”

“Aku tidak merisaukannya, tapi pikiran itu telah masuk dalam-dalam di kepala dan rasanya menjijikkan, kayaknya! Tidak, ada hal lain ….”

Beatrice melotot menanggapi komentar tak berguna Subaru, dan gadis itu menoleh ke belakang. Subaru memiringkan kepalanya kala itu, setelahnya mendengar jawaban datang dari koridor.

“Beatrice-chan, ke mana?”

Suara memanggil dari ujung koridor, jauh dari sudut, mencari-cari Beatrice. Suara seorang perempuan, serba kasih sayang dan persahabatan.

Tapi mendengarnya membuat Beatrice tersentak, “Eeehh!”

Beatrice menjerit, matanya jelalatan dan bersembunyi ke kamar terdekat. Subaru dan Emilia melihatnya terheran-heran selagi Beatrice mengintip dari balik pintu.

“Bilang padanya aku tidak di sini. Tolong.” “Hei,” “Tolonglah.”

Sesudahnya, dia diam-diam menutup pintu. Subaru mengangkat bahu sedangkan Emilia mengerut alis bingung. Lalu ….

“Oh! Subaru!”

Seorang gadis muncul dari balik belokan koridor, wajahnya menyala dan menghampiri. Rok pakaian pelayannya berkibar, gadis pirang itu berlari mendekat—dia Petra.

Petra pun tinggal di mansion mengikuti kebakaran kediaman Roswaal. Mengingat bahaya yang timbul karena terlanjur terlibat, Subaru mencoba meyakinkannya untuk kembali ke desa, namun tidak mendengarkan.

Petra benar-benar fokus membantu pekerjaan sampingan di sekitar mansion sebagai bagian pelatihan pelayannya. Dasar gadis ambisius nan disiplin, pikir Subaru.

Seolah memuji benak Subaru, Petra membungkuk sopan terhadap Emilia, “Maaf, Emilia-sama. Saya meminta maaf karena berteriak.” dan berkata demikian.

Sifat kekanak-kanakan yang dia perlihatkan kepada Subaru seketika menghilang, dan mata membelalak Emilia melebar sebab perilaku pelayan itu.

“Ah, anu, tidak apa. Jangan khawatir. Kau bisa santai, bung.” “Emilia-tan, bung?”

Emilia perlu belajar cara merespon orang yang merendahkan diri mereka di hadapannya. Tapi mengesampingkan pembicaraan berantakan tapi menghangatkan hati itu ….

“Jadi, ada apa, Petra. Terjadi sesuatu?”

“Tidak, tidak ada apa-apa … tapi sejak saya menyelesaikan pekerjaan, saya hendak mengajak main Beatrice-chan. Tapi tidak ketemu-ketemu.”

“Beatrice-chan … aduh.”

Emilia menahan nafas, menutup mulut sambil menahan tawa. Subaru pun hampir tertawa. Beatrice dengan segala kesombongannya di panggil -chan oleh Petra.

Subaru tertawa terbahak-bahak saat tahu interaksi mereka.

“Apa ada masalah, Emilia-sama? Apakah saya mungkin mengatakan hal aneh?” “Tidak, tidak ada. Cuma sedikit sangaaat lucu.”

“Sedikit tapi sangaaat?”

Sesekali sifat kekanakan Petra muncul dari luar. Emilia tersenyum dan melirik Subaru, tatapannya bertanya ingin melakukan apa.

Subaru berpura-pura memikirkan masalah ini ….

“Baiklah. Beatrice. Dia menyukai perhatian, jadi aku yakin kau juga bersenang-senang?”

“Mhhm, iya. Beatrice-chan sama sekali tidak jujur. Dia super imut setiap kali main. Rasanya orang seperti dia tidak boleh dibiarkan sendirian.”

“Kenapa begitu?”

“Karena nanti dia kesepian. Kau tidak bisa meninggalkannya begitu saja.” Subaru mengangguk pada jawaban cerdas namun sederhana Petra.

Butuh banyak kata untuk menyimpulkannya, tapi ujung-ujungnya alasan sama seperti saat Subaru menyeret Beatrice keluar dari Perpustakaan Terlarang. Anak-anak cenderung melihat kebenaran banyak hal. Atau hanya Subaru dan Beatrice berdebat menggunakan logika anak-anak.

“Kenapa kau tertawa juga, Subaru?”

“Bukannya mengejekmu. Cuma kau ini brilian.” “Masa? Ehehehe.”

Subaru menepuk kepala Petra dan mengangguk.

Kemudian tangannya memegang gagagang pintu di belakang, diayun terbuka. “Uuughh!?”

Bunyi gedubrak, loli yang menguping terjatuh ke lantai.

Loki itu berusaha bangkit, matanya berair dan dahinya merah ketabrak pintu yang dia sandari. “Kau ngapain.”

“Harusnya aku yang tanya begitu! Ini sakit! Sakit sekali, kayaknya! Sakit dan apalagi kau melanggar janji ….”

“Aku tidak janji apa-apa, dan bahkan aku tak bilang akan melakukannya. Setelah mempertimbangkan baik-baik siapa yang mesti didukung, aku putuskan mendukung Petra akan jadi lebih asyik.”

“Asyik! Asyik, katanya! Asyik bukan main!”

Keluh Beatrice, menggosok dahinya sementara Subaru menutup telinga, berpura-pura tidak mendengarnya. Sewaktu seorang gadis memotong pembicaraan mereka. Petra menghadap Beatrice secara langsung, mulut Beatrice terbuka lebar dan kuncirnya turun naik.

“Ah, anu, umm, jangan salah sangka …. Aku, aku tidak bersembunyi darimu atau semacamnya ….”

“Ayolah, Beatrice-chan. Kau akan dimarahi kalau main petak umpet di mansion orang. Sekalipun aku paham kalau kau sangat ingin bermain ….”

“Apa!? B-berhenti bertingkah seolah Betty masih kecil! Walaupun aku kelihatan seperti ini, aku ini sepenuhnya … erm, sepenuhnya ….”

“Sepenuhnya apa?”

“… lupakan.”

Ujung-ujungnya, Beatrice menyerah. Emilia kelihatan terkejut, Subaru menutup mata pada kejadian tak familiarnya.

Hal menghibur tentang hubungan Beatrice dan Petra adalah entah bagaimana Petra bisa mendominasi.

Beatrice senantiasa mempertahankan sikap angkuh dan arogan saat berinteraksi dengan orang lain. Subaru dan Puck pengecualian, kini Petra memaksakan diri menjadi bagiannya.

Entah kenapa, Beatrice tidak bisa berinteraksi dengan Petra sambil berkelakuan normal ala dirinya. Dia bahkan tidak mengerti mengapa bisa terjadi. Namun Subaru melihat tangannya dipegang Petra, tampak agak bingung tentang semuanya, beberapa kali kebingungan.

Jangan pikirkan apa yang dipikirkan Beatrice, bagi orang luar mereka cuma sepasang gadis muda. Dan dua gadis ini menampilkan potret sosok indah yang saling berpegangan tangan. Tontonan menakjubkan.

Petra kelihatan sedikit lebih tua dari Beatrice. Mungkin karena Beatrice berusaha mengimbangi Petra yang bertindak-tanduk bak kakak perempuan.

“Oke, ayo pergi. Kita tidak boleh mengganggu pekerjaan Subaru dan Emilia-sama. Mas Clind punya manisan untuk kita. Di ruang makan.”

“O-oke. Aku akan ikut … jadi tidak usah menarikku.”

Beatrice memohon pada Subaru selagi Petra menuntunnya keluar kamar, namun Subaru dengan kejamnya membalas acungan jempol. Emilia melambai tangan ketika Petra menyeretnya pergi, masih kelihatan marah dan lidahnya menjulur.

Kondisinya yang menuntut saling menyentuh kulit bisa dilakukan nanti. Emilia menyentuh bibir dan puas melihat seorang gadis menculik gadis lain ….

“Itu mengejutkan banget. Tidak kusangka Beatrice bisa jadi lemah di depan Petra.”

“Benar? Awalnya mengejutkanku. Lucu saja melihatnya lantas aku tidak bilang apa-apa. Dan kupikir Petra betul.”

“Dia akan sedih kalau ditinggal sendirian?”

“Aku tidak keberatan bersamanya sepanjang hari, tapi poin meninggalkan Perpustakaan Terlarang jadi tidak berguna. Kalau dia membuat memori, maka halaman album fotonya mesti punya sebanyak mungkin orang di dalamnya.”

Sebab dia mesti mengganti halaman kosong selama empat abad. Misalkan Subaru menghabiskan seluruh isi album, waktunya akan sama cepat.

Memori Beatrice perlu disi banyak orang dan wajah. Subaru yakin yang terbaik adalah berdiri di sampingnya yang lagi memotret, kadang-kadang dijadikan bingkai.

“Subaru … kadang-kadang kau sangaaaaaaaatt keren.”

“Hah, apa, serius, nih? Apa yang terjadi, RNG1 macam apa itu?” “Tapi beneran kadang-kadang, doang.”

Subaru menggaruk pipi selagi Emilia cekikikan.

Biarpun bercanda, pujian Emilia membuatnya semangat. Dia ingin selalu diingatkan perasaan ini setiap kali menggoda Beatrice. Harus terus menggodanya.

“Rasanya seolah tujuan dan maksud bertukar tempat, tapi kau kadang kala mengalaminya. Sekarang kita wajib melihat tontonan penghangat hati tersebut, selanjutnya adalah ….

“Sungguh, tontonan penghangat hati. Adegan dua orang gadis berjiwa indah, tersenyum saling bergandengan tangan … demikianlah kemegahan dunia ini. Cahaya.”

“Eeehh!?”

Persis tatkala Subaru membahas topik berikutnya, suara seseorang bicara dan Emilia kaget. Lantaran kedatangan pembicara ini begitu tiba-tiba dan tak terduga.

Lokasi mereka sama-sama tak terkiranya sebagaimana kedatangan mereka. Karakter ini berdiri di belakang Subaru, dekat sekali sampai-sampai bisa merasakan nafas di leher, ekspresi mereka acuh tak acuh kala bergabung dalam percakapan.

“Maaf atas keterkejutan ini. Sayang sekali saya tak mampu menekan desakan pekerjaan tuk melimpahkan layanan mencengangkan. Kegagalan.”

“C-Clind-san?”

“Ya, saya Clind. Saya harap tak mencemari amarah Anda? Kegemparan.” seorang pria tampan yang ramping membungkuk sempurna.

Rambut biru yang cukup panjang sampai menyentuh bahunya, mengenakan kacamata lensa di mata kiri. Setelan hitam kepala pelayan terlihat senang sebagai pakaian yang secara sempurna menampakkan potensinya, setiap gerakan halus nian sampai Subaru tanpa sadar berdiri tegak.

Postur pria ini sungguh sempurna sampai bisa menandingi Wilhelm, tetapi aura Clind berbeda dari sang Pedang Iblis.

Sekiranya Wilhelm memberikan kesan bilah terasah, maka Clind adalah aliran air murni. Keindahan material tak sama dengan keindahan konseptual. Walau keduanya sama-sama menenangkan pikiran.

“Agak menyebalkan tahu-tahu muncul di belakang orang, Clind-san … hampir saja aku kena serangan jantung.”

“Mana kala itu terjadi, kami akan mencurahkan upaya terbaik dalam resusitasi Anda. Jangan merisaukan semuanya sebab sudah baik-baik saja. Pintu ajal.”

“Ha!? Memangnya itu membantu?”

Walau kelakuan sopan Clind tetap kuat, jawaban Emilia sangat berantakan.

Tetapi tingkah lakunya saat ini tak menunjukkan kepribadian maupun kemampuan. Clind adalah seorang pelayan yang terlampau baik sesuai tampilan luarnya, sebab dia kepala pelayan tauladan keluarga Milord.

Meski muda, dia menjaga mansion ini dengan kepribadian beraninya. Bukan itu saja—dia bahkan piawai dalam hal ilmu pedang dalam kondisi terdesak. Dia juga teramat amat mahir, kali pertama bertemu Garfiel mengajaknya berantem, ‘Orang ini jago banget,’ kendati Clind mengabaikan undangan duelnya.

Emilia memiringkan kepala. Subaru hanya terkejut dan terperangah pada persepsi Clind.

Seharusnya tak mungkin menentukan Emilia secara mental jauh lebih muda dari sosoknya tanpa menyelidiki latar belakang dan didikannya. Mata Clind menembus keduanya, memastikan bahwa Emilia secara mental seorang loli.

Dan seorang loli harus ditakuti, pikir Subaru terheran-heran. “Jadi Lewes-san atau seseorang ….”

“Rupa beliau sangat menganggumkan, namun jiwanya belum matang. Di luar kemampuan orang seamatiran diri saya tuk membuat janji ilahiah bagi seseorang yang telah menetapkan tekad mereka. Kecerobohan.”

“Luar biasa ….”

Betulan mengesankan Subaru karena Clind mampu mengetahui nenek-nenek loli itu.

Emilia terlibat dalam percakapan ini, namun tak tertarik-tertarik amat pada fetish Clind. “Clind-san, ada sesuatu yang ingin kutanyakan ….”

“Tolong tanya saya apa saja. Penyelidikan.”

“Apa Frederica dulu bekerja di sini sebelum ke mansion Roswaal?” “… benar. Afirmasi.” Subaru mengerutkan alis, merasa lidah Clind terhenti sedetik. Keraguannya membuat Emilia berkedip pula, tetapi perbincangannya terus berlanjut.

“Berarti kau sudah lama kenal Frederica?”

 “Saya dan Frederica saling kenal selama satu dekade—saya masih seorang pelayan yang baru saja mulai bekerja waktu Margrave membawa Frederica ke mansion Milord. Sejak saat itu kami sudah kenal. Teman lama.”

“Sudah kuduga! Oke, jadi aku punya pertanyaan mengenai Frederica. Adakah hal yang disukai atau tak disukainya, yang bisa kami manfaatkan sebagai titik perdamaian sama Garfiel?”

“Titik awal perdamaian. Kontemplasi.”

Clind menyentuh dagu. Dia terlihat tampan sekali bahkan kala sedang merenung. Subaru memain-mainkan risleting baju olahraga sembari meratap,” “jadi cowok keren bisa diasingkan karena seorang lolicon ….” meratap pada takjubnya perbedaan keindahan.

Setelah berpikir beberapa menit, Clind mengangguk tenang.

“Saya akan membuatkan hidangan utama berupa ayam untuk ulang tahun Anne-Rose-sama berikutnya. Rencana.” “Ke mana perginya Frederica!?” “… ah, maafkan saya. Kapan pun saya mencoba bermeditasi perihalnya, otak saya pasti menolaknya. Saya gelisah ini perkara keanehan saya. Mohon maaf.”

“Apa kau barangkali tidak cocok dengan Frederica, Clind-san?” “Tidak masuk akal. Penyangkalan.”

Clind menggeleng kepala di hadapan Emilia.

“Dia pelayan sempurna yang melakukan pekerjaannya secara cepat dan akurat, dan juga bijaksana. Bila mana Anda mengabaikan sosoknya yang menodai keahliannya, pelayan yang terhias kemegahan lagi keindahan, saya tidak mengeluhkannya. Tiada bedanya.”

“Umm? Aku kira baru saja mendengar suatu prasangka, tapi apa aku saja yang merasa begitu? Subaru?” “Tidak, bukan kau, tapi hanya Clind-san.”

Lagipula prasangka tak henti Clind muncul dari perawakan Frederica. Biarpun, iya, dampak awalnya mengejutkan Subaru, Frederica sebetulnya rajin dan feminim banget. Tidak ada yang salah dalam dirinya sebagai seorang wanita terkecuali bentuk tubuh.

“Saya merasa bahwa Natsuki-sama sepaham dengan saya. Nampak sudah.” “Iyatah? Subaru?”

“Aku berusaha mencegah kebiasaanku mencari-cari kesalahan orang lain, jadi bisakah tidak mendiskusikan itu!? Emilia-tan penampilanmu sangat-sangat penting bagiku!”

“Bukan itu yang kita bicarakan, duh. Tapi, makasih.”

Tutur Emilia, pipinya sedikit merah paham. Pujian-pujian ini sebelumnya tidak efektif, namun karena Emilia menyelesaikan Ujian pujiannya mulai efektif, bagaikan novel saja.

Puck tidak memberikan Emilia pembelajaran fashion lagi, dia mulai merawat tubuh dan pakaiannya sendiri. Nyatanya dia beberapa kali melakukan percobaan dan gagal pada sesuatu yang kelihatan keren. Meskipun alamiahnya dia mulai berpikir hendak memotong rambut perak pendeknya, semua orang bersama-sama menolaknya.

Pokoknya, sepertinya mereka takkan mendapatkan informasi berguna soal Frederica dari Clind. Subaru dan Emilia menghela nafas, lagi-lagi mencapai jalan buntu. Seketika itu Clind angka bicara ….

“Semata-mata spekulasi.”

“Menilai kabar yang saya pernah dengar, mungkinkah Anda berniat meningkatkan hubungan saudara antara Frederica dan Garfiel-sama? Dugaan.”

“Ya, betul itu. Tapi aku dan Subaru tidak punya saudara lelaki atau perempuan, jadi kami tak tahu mesti berbuat apa. Kami sudah bertanya-tanya ke semuanya, tapi.”

“Karena satu-satunya kekurangan Frederica adalah penampilannya, saya yakin masalah tersebut berkaitan dengan penyelesaiannya bila dibiarkan belaka. Tapi tampaknya Anda barangkali merasa cara berpikir ini tidak memuaskan. Lantas saya tawarkan. Proposal.”

“Proposal?” tanya sepasang pacar itu.

Clind mengangkat jari. Subaru dan Emilia sama-sama memiringkan kepala. Untuk pertama kalinya hari itu, Clind tersenyum.

“Seumpama Anda meresahkan mereka, mengapa tidak tanya saja orang terdekatnya? Bukan Ram, tapi mungkin orang lainnya? Opini.”

“Terdekatnya … oh!”

Emilia menepuk tangan, matanya terbuka dan menemukan ide. Subaru satu konklusi, tetapi sesuatu terlebih dahulu mengganggunya. Yang mana itu ….

“Bukan Ram? Aku yakin kita baru menyebutnya tadi, Clind-san, seberapa lama kau mendengar kami berbicara?”

“Itu karena sayalah kepala pelayan yang dipercayakan kedamaian serta tugas rumah tangga Milord. Deklarasi.”

Kedengarannya jawaban dan bukan juga jawaban. Subaru mengerutkan wajahnya ke atas sedangkan Clind membungkuk hormat.

Etikanya sebagai bawahan sempurna bukan kepalang sampai-sampai si pengamat kewalahan. Subaru hanya dapat menutup mulut dan mukanya masam.

Bab 3

Gadis Cantik, Wanita Cantik, Nenek Cantik.

“Jadi mesti berbicara dengan Lewes-san yang setahu kita paling mengenal mereka.”

“Aku menerima pendekatan hati nuranimu. Tidak masalah mengandalkanku … tapi aku tidak terlalu paham. Mengenai topiknya.”

“Berarti?”

“Berarti aku setuju dengan Rem dan Clind-chan. Masalah mereka biarkan saja. Bukan sesuatu yang pantas diurus orang luar.”

Sepertinya Lewes tak tertarik-tertarik amat pada proposal Subaru selagi dia menyeruput teh. Namun tak diragukan lagi dialah tokoh kunci seluruh permasalahan ini. Subaru mengambil risiko dengan sedikit meninggalkan informasi dan tak mundur semudah itu.

“Aku paham keadaan mereka berantakan. Sejak aku terlibat di dalamnya kalau secara tangensial.”

Lewes tidak berkata apa-apa.

“Tapi pikirku bukan sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja. Maksudnya mungkin waktu akan menyelesaikannya sendiri … tapi buruk bagi para penonton yang melihat mereka menyelesaikan perkara, tapi cuma tidak berfungsi. Jika pihak ketiga dapat menanganinya, maka mereka layak mendapatkannya.”

“Kedengarannya seperti campur tangan habis-habisan.”

“Wah, aku memang punya reputasi tak tahu malu dan bebal.”

Si lelaki membusungkan dada bangga walaupun kalimat Lewes bukan pujian. Nenek itu nyengir di depannya.
Mereka berdua berada di sudut ruangan luas punya pribadi Lewes, duduk berhadap-hadapan di meja sambil menyesap cangkir masing-masing, diam-diam membasahi tenggorokan dengan the. Ketika itu ….

“Maaf, kawan-kawan?”

Suara memanggil dari jarak dekat.

Si pembicara menyipitkan mata ungunya, pandangan menyorot seolah menusuk Subaru. Ketidakpuasan menyertai suaranya, sebab tak diikutkan dalam pembicaraan, dialah Emilia.

“Ada apa, Emilia-tan? Maksudnya kau imut saat marah, tapi dahimu makin keriput nanti.”

“Kalau begitu jangan datang ke sini dan membantu!? Duh! Jahat sekali kau, Subaru! Dasar koplok!”

“Siapa orang di dunia ini yang bilang koplok lagi?”

Subaru tersenyum pada penggunaan bahasa kuno lucu Emilia selagi meletakkan cangkir tehnya. Sekali lagi menatap ceweknya, memiringkan kepala pada situasi yang dihadapi Emilia.

“Kau benar-benar bisa menyebut ini tontonan. Drama fantastis yang terjadi antara beberapa wanita serta gadis cantik.”

“Bilang begitu akan membuatku merona.”

“Kau ikut dan akan jadi drama antara gadis-gadis cantik, wanita cantik dan nenek canik.”

“Bilang begitu akan membuatku merona.” “Serius!?” mengejutkan Subaru persis kala dia berharap Lewes akan mengomelnya, nenek tua itu menerimanya. Pipi Lewes merah padam ketika melihat Subaru. Mereka berdua menatap sekelompok Lewes yang identik dengan Lewes yang merah padam, mengepung Emilia bagai masa.

—Secara keseluruhan membawa 26 klon Lewes dari Sanctuary.

Merekalah klon-klon bukan perwakilan Lewes yang tunduk dan tidak punya akal. Walaupun faksi tak punya tugas untuk mereka, tidak bisa begitu saja dibiarkan duduk belaka, lantas mereka menghadirkan masalah lain untuk semua orang pertimbangkan. Dan masalah terbesar di sini adalah ….

“Jangan melihat-lihat saja, Subaru bantu aku.”

“Aku ingin banget, tapi mereka tidak mau dengar. Kau dan Garfiel hanyalah satu-satunya orang yang memerintahkan mereka. Tangani dengan kata-kata jenaka fasih.”

“Aku tahu, tapi … kita baru saja mengalami kegagalan mengerikan saat aku bilang JAUH-JAUH DARIKU. Kau lupatah, Subaru?”

“Tiada yang melupakan upaya pencarian terorganisir tiga hari lalu sampai berjalan jauh ke atas gunung.”

Subaru memikirkan bencana tiga hari silam.

Kristal-kristal dalam Sanctuary mengatur wewenang atas para klon. Satu dipasang dalam Makam, satunya laboratorium, keduanya mengakui hak Emilia dan Garfiel, dan saat ini terus melaksanakan tugasnya.

Artinya klon-klon masih dalam kondisi seperti boneka, tidak sanggup bertindak tanpa titah Emilia atau Garfiel. Tidak mempedulikan instruksi orang lain. Garfiel bilang demikian, kalau-kalau mereka membiarkan para klon diam saja tanpa kewajiban apa pun, mereka bakal duduk manis hingga mati dan menghilang.

Malapetaka tiga hari lalu terjadi tatkala Emilia tak mengetahui batas-batas hak komando, menyuruh mereka menyebar sedikit jauh dari mansion dengan bilang JAUH-JAUH DARIKU. Bagian menyebalkannya adalah klon-klon Lewes punya pandangan pribadi tersendiri, menafsirkan perintahnya dengan cara yang sedikit berbeda. Beberapa dari mereka memegang erat niat Emilia, beberapa keluar mansion, ada yang berlari sampai jauh.

Seandainya hidung dan kaki Garfiel tidak berfungsi, mustahil mengembalikan mereka semua. Mereka tak boleh membiarkan gadis-gadis manis mirip boneka berjalan tanpa pertahanan. Menimbulkan masalah apabila orang-orang mulai mempertanyakan para klon.

“Kembar dua atau tiga bisa dipahami, tapi sekiranya dua puluh enam ….”

Subaru tidak ingat jumlah Guinness World Record-nya, tapi kemungkinan besar kurang dari sepuluh. Tidak ada gunanya dipikirkan, mustahil mereka bisa menggunakan alasan saudara kembar di sini.

Dan mengenai alasan mereka mesti mencari alasan sedari awalnya ….

“Mereka dibuat untuk terobsesi dengan teknik terlarang. Jelasnya, akan terjadi keributan bila orang-orang tahu eksistensi kami.”

“Aaaaaa begitu toh.”

“Kau menganggap seseorang sebagai pondasi dasarnya, dan membangun tiruan yang mirip-mirip untuk membangun orang itu—esensialnya sama saja membuat tentara tak terbatas. Ada banyak orang di luar sana yang ingin melakukan itu.”

Mengesampingkan masalah kepraktisan, para Lewes bagus untuk diteliti. Dikarenakan mereka dasarnya adalah basis subjek tak terbatas. Kau bisa saja menggunakan hak komando untuk mencegah pemberontakan, dan berubah menjadi mana saat mereka mati lantas tak ada yang perlu dibersihkan.

“Semuanya omong kosong.”

“Rasanya tenang sewaktu tahu kau berpikir seperti itu, Su-bo.”

Subaru merasakan sesuatu tak terlukiskan seketika melihat Lewes tersenyum sedikit.

Menolak pengeksplotasian kenalannya, enggan terhadap perihal etika. Perasaan-perasaan itu adalah alasan Subaru menentang konsepnya.

Namun sewaktu dia menghilangkan perasaan itu, mempertimbangkan tekniknya secara terpisah, berapa lama perlawanannya akan betul-betul bertahan melawan kebergunaannya semata?

Semua orang termasuk dia mengejar jalan termudah. Dia membenci jadi lemah. “Oke! Jadi aku harus ngapain?”

Emilia berteriak, entah bagaimana diabaikan dari situasinya, kesabarannya mencapai batas.

Massa Lewes tidak melakukan apa-apa, tetapi tekanan hening yang mereka tuju pada Emilia tak sehat bagi kesehatan mentalnya.

Subaru menyilangkan tangan dan bertanya-tanya perkara perlakuan tepatnya.

“Barangkali damaikan mereka dengan perintah yang sekiranya tak disalahartikan?”

“Contoh? Mereka kelewatan saat aku menyuruh mereka menjauh, jadi tidak tahu harus bagaimana ….” “Kurasa bilang duduk saja bisa?”

“… Subaru, kau jenius.”

‘Tidak sebrilian itu’, kata Subaru dalam hati seraya Emilia meminta para Lewes duduk, dan masing-masing berdiam diri di tempat.

Emilia serasa guru anak TK yang sekarang gadis-gadis ini duduk bersila di sekelilingnya, faktanya situasi lebih kompleks dari itu.

Mereka kudu menemukan cara cerdas untuk menghadapi ini. Subaru memiliki beberapa proposal relevan yang ingin dia buat sekembalinya Roswaal, sekarang yang jadi masalah hanya menunggunya saja.

“Karena mereka ada 26, menamakan masing-masingnya dengan huruf alfabet mungkin bisa digunakan untuk setiap individu dan mengingat semuanya.”

“Kelihatannya kau merancang beberapa rencana jahat lagi, Su-bo.”

“Rencana jahat jadi kedengaran buruk saja. Aku semata-mata melatih otak sehingga semua orang yang kukenal mencapai akhir bahagia.”

Subaru menyeringai lebar-lebar. Lewes mendesau dan tampak heran.

Lewes menganggap usaha Subaru kredibel atau tidak kredibel? Subaru berpikiran optimis sampai-sampai senyumnya terlihat tidak meyakinkan. Seketika itu Emilia terbebas dari kerumunan para klon, menghampiri Subaru dan Lewes. Anak muda itu memberinya cangkir teh.

“Kerja bagus, Emilia-tan. Berusaha keras seperti biasanya.”

“Terima kasih. Namun dibandingkan Garfiel, aku hampir tidak melakukan apa-apa. Garfiel melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, memerintah mereka semua kapan pun saat makan ….”

Emilia menyesap teh dan menghela nafas sambil menatap para Lewes.

Orang-orang yang biasanya merawat para gadis ini adalah perwakilan-perwakilan Lewes, dan Garfiel, sang pemegang wewenang lain.

Terlebih lagi Garfiel sangat memperhatikan perawatan gadis-gadis itu, memastikan tidak satu pun mati kelaparan atau terdampar, menggerutuinya sepanjang jalan.

Dia punya pengalaman jauh lebih banyak dari mereka sebab telah berinteraksi dengan mereka sepanjang waktu di Sanctuary.

Meskipun bagi Emilia tidak menghibur.

“Yah, anggap enteng saja. Tindakan Garfiel luar biasa, tapi akan lebih bagus lagi jika ada solusi lebih maju.”

“Solusi maju?”

“Kelak kuberitahu sewaktu Roswaal kembali. Sampai saat itu, tolong tenangkan pikiranku dengan sedikit lebih meneriakkan perintah-perintah untuk gadis-gadis ini?”

“Jahat banget!”

Emilia menggembungkan pipinya karena marah, menggemaskan pula.

Yang mana pun, rencananya masih dalam tahap rancangan dan dengan demikian tak siap menghadapi publik. Dia akan menyelesaikan detail-detailnya sebelum Subaru menyebut dan memuji-mujinya.

“Ngomong-ngomong, bagaimana semisal kesampingkan masalah klon-klon itu sekarang, dan balik ke topik?”

“Jawabanku masihlah sama. Aku tidak berpikir melakukan apa pun … apalagi hingga menyentuh mereka. Aku rasa mereka tak ingin meresahkanku. Bersikap seakan-akan semuanya berjalan lancar setiap kali aku dekat-dekat.”

“Mereka cakap sekali ….”

 “Siapa orang di dunia ini yang bilang cakap lagi ….”

Subaru mengalihkan pandangannya dan mengabaikan sepasang mata Emilia, memikirkan sepasang saudara cerdik itu.

Mereka sama-sama tidak ingin membuat Lewes risau. Dan menemukan caranya tanpa benar-benar dibicarakan dahulu.

Biarpun saling mengenal, mereka tak mampu membuat langkah terakhir. Alasan utamanya adalah—

“Ya, itu karena ibu mereka.” Lewes tidak menjawab apa-apa. “Ibu mereka … maksudmu, orang yang meninggalkan Sanctuary saat mereka semasih kecil?”

“Aku semata-mata mendengar ceritanya dari orang lain, dan belum bertanya sosoknya. Sesungguhnya tidak, Frederica bilang beliau sangat-sangat tidak beruntung, tapi cuma itu saja. Maksudku diceritakan secara sukarela, tapi kau mengenal beliau, kan, Lewes-san?”

Lewes mendekatkan cangkir tehnya sampai bibir, membiarkan waktu berlalu. Tetapi tak cukup menghindari mata fokus Subaru dan Emilia.

Lewes menghembuskan nafas panjang, dan tidak repot-repot melihat pasangan di depannya ….

“Ibu mereka, Leashia Tinzel, bukan topik yang ingin aku perbincangkan.” “Jadi dia orang yang lebih ingin kau tidak ingat?”

“Sama sekali tidak membencinya. Sejatinya aku menyukainya. Dia punya karisma bersahabat, dan … kondisinya yang tidak menguntungkan, karena kau tahu kemalangan itu tidak membunuhnya. Rumah tangganya yang hancur dan dia dijual ke perbudakan, kemudian bandit menyerang dan menghancurkan para pedagang. Bandit membawanya pulang sebagai rampasan perang, dihamili … sungguh-sungguh gambaran ketidakberuntungan.”

“—”

Sebelumnya sudah Frederica informasikan, namun ceritanya masih saja mengerikan. Emilia terbungkam sangking menyakitkannya. Sekalipun bagian terakhir kisah melampaui pemahamannya.

“Tetapi Leashia tidak berakhir dalam kemalangan. Para bandit menyukainya dan dia dibiarkan hidup sembari membesarkan anak. Sampai bandit-bandit lainnya menghancurkan bandit yang menangkapnya, lalu menghibur diri mereka dengan Leashia.”

“Kebanyakan orang tidak bisa pulih setelahnya.”

“Tapi dia pulih. Kelompok bandit pertama hancur, bertemu Roz-bo dalam perjalanan dan mendapat perlindungannya, mempercayakan Frederica dan Gar-bo padanya, lalu meninggalkan Sanctuary untuk mencari ayah Gar-bo.”

“—masa? Garfiel bilang ibunya meninggalkan mereka.

“… mungkin dia cuma tidak piawai berbicara. Karena ada kemungkinan ditinggalkan.” nafas Subaru menangkap kata yang nampaknya tidak tepat dengan kata harapan.

Apakah dalam kisah ini ada harapan? Sebelum Subaru mengetahuinya, Emilian menurunkan mata.

“Dia tidak kembali karena dia meninggalkan kami …. Artian lainnya ibu mereka masih hidup, apakah itu harapannya?”

Lewes tidak menjawab.

“Jika beliau janji akan pergi memegang suatu tujuan, tapi tidak kembali-kembali … teramat menakutkan untuk dipikirkan.”

Lewes menggelengkan kepala, terlihat sedih.

Lewes memberi tahu mereka alasan sebenarnya mengapa sang ibu meninggalkan Sanctuary. Dan mengapa janji Leashia tak kunjung ditepati?—pertanyaan itu mengarah ke jawaban mengerikan.

Garfiel melihat kematian ibunya. Dan penglihatan itu cocok dengan segalanya.

“Aku penasaran mereka tahu atau tidak.”

“Leashia meninggalkan mereka setelah Frederica cukup umur untuk berpikir. Aku ragu dia melupakannya. Dan Gar-bo … yah, siapa tahu.”

“Aku rasa Garfiel ingat …. Tidak, mengingatnya juga. Kalau tidak dia takkan segembira itu saat melihat Subaru.”

Bisa jadi Emilia memikirkan hal berbeda dari Subaru, namun dia memperkirakan kejadian masa lalu Garfiel—perpisahan dengan ibunya—telah diselesaikan dan kesimpulan tercapai. Masalahnya adalah Frederica dan Garfiel belum mendapatkan akhir yang sama. Frederica boleh jadi masih merasakan akar seluruh masalah ini. Sepertinya Frederica-lah yang menjauhi Garfiel. Demikianlah kesan yang diperoleh Subaru tatkala mengingat kembali percakapan mereka.

“Kebetulan kau tahu kabar Leashia setelah itu, Lewes-san?”

“… tidak pernah kutanya. Dan itu jujur. Sesekali kau hanya tidak ingin tahu kebenarannya, aku pun begitu.”

Lewes memalingkan pandangannya, mengabaikan kebenaran yang sepertinya sudah dia pahami. Subaru tidak sekejam itu sampai memanggilnya kelemahan.

Terlihat satu riak air dari ampas teh dalam cangkir di atas meja.

Dia menyaksikan riaknya menghilang, keheningan menimpa mereka bertiga.


“Firasatku bilang misalkan ini terus berlanjut, semuanya akan berakhir pas kita mengintip lebih jauh ke dalam urusan mereka mirip beberapa pengganggu usil, perasaanmu bagaimana tentang ini, Emilia-tan?”

“Uhhmm …. A-aku lebih baik tidak melakukan itu.”

Subaru beserta Emilia meninggalkan ruangan Lewes dan berjalan menyusuri aula ketika mempertimbangkan penemuan mereka, takut barangkali akan gagal dan hasilnya tidak bagus.

Mereka lebih ingin tidak berakhir sebab telah mengungkap gosip dan terlibat dalam rumornya. Alamiahnya prioritas utama mereka adalah meningkatkan hubungan Frederica dan Garfiel, sayangnya seketika muncul masalah dalam hidup saat tengah menghadapi masalahnya.

“Bicara dengan Ram atau Lewes-san tidak mendapatkan apa-apa … mungkin kita kehabisan opsi? Sebab Roswaal tidak kembali-kembali juga.”

“Seumpama kita berasumsi bahwa tak seharusnya bergantung pada pendekatan pasif, maka akan diselesaikan waktu, dari situ bisa bilang bahwa ini masalah keluarga. Namun tempat ibu mereka berada … atau lebih tepatnya, entah apa yang terjadi kepadanya setelah salam perpisahan, tidak jadi masalah. Kondisi mental saat itu dibandingkan sekarang, dan perasaan yang didekap seketika mereka berpisah.

“Bukannya lebih muda untuk mengunci mereka sama-sama dalam sebuah ruangan?” “Wah aku terkejut soal rencana barbar tak terduga Emilia-tan.” Subaru kelihatan kaget, tetapi wajah Emilia serius selagi menyentuh bibirnya. “Maksudku, benar ‘kan?” “Aku pikir yang mereka perlukan tepatnya bukan waktu, melainkan alasan berbicara. Mereka mempertimbangkan begitu banyak hal sepuluh tahu ini … jadi seandainya punya waktu untuk membicarakannya, aku yakin mereka akan menggapai sesuatu.”

“Hmmmmm, tapi rasanya pasif juga. Tidak betul-betul berbeda dari pendapat mayoritas bahwa masalahnya akan selesai oleh waktu. Ketika orang-orang bilang waktu akan menyelesaikannya, berarti pembicaraan yang kau sebutkan akan terjadi selama waktu-waktu tersebut.”

“Jadi kenapa tidak kita atur pembicaraannya, secara tak wajar? Aku tahu ide ini ekstrim … tapi kupikir itulah maksud Ram dan Lewes-san. Bahwasanya kita mesti menyerahkannya kepada mereka sendiri tanpa pihak apa pun.”

Emilia mengangkat jari dari bibirnya dan nyengir. Subaru mendengar sambil menyilangkan tangan dan alis mengkerut sembari berpikir.

Apa beneran itu yang wajib mereka lakukan?

Subaru tentu mengerti maksud Emilia. Malahan masuk akal. Subaru hanya mengkhawatirkan dirinya sendiri sebab kecemasan sederhana.

Tapi apa oke-oke saja pendekatan mereka sekabur ini? Tidak butuh mengatur hal-hal secara lebih rinci agar berhasil? Tidak ada yang sia-sia, dan kompleksitasnya kudu ditambahkan?

“Subaru.”

“Huh.”

Saat Emilia menusuk dahinya. Gadis itu menatapnya langsung, mengembalikan pria itu ke kenyataan.

“Aku tahu kau ini cemasan, dan bekerja keras demi semua orang ….” “Bilang begitu akan membuatku merona ….”

“Tapi aku mengkhawatirkanmu sebagaimana kau mengkhawatirkan kami. Kau harus tahu tidak usah mengambil alih semuanya seperti ini. Mereka akan baik-baik saja.”

“… kurasa.”

Segalanya dibuang oleh kata cemasan, Subaru merasa berat naik dari dadanya.

Beban dalam hatinya merupakan jenis batu tak terwujud semacamnya—yang dipikulnya sendiri.

“Aku senang jika kau mempercayaiku, dan kadang kala keseringan menyetujui ideku.” pundak Subaru menegang selagi menghembuskan nafas.

Mungkin bukan kesimpulan yang dia kejar, tapi sepertinya peristiwa akan berakhir sesuai konsensus pendapat umum.

“Oke. Kalau begitu akan kita pikirkan sesuatu dan—”

“—ya Tuhan, ternyata Natsuki-san dan Emilia-sama. Kalian sedang apa di sini?” dan tatkala dia mencoba mengadopsi rencana Emilia, seseorang menginterupsi.

Pemuda berambut abu-abu membawa setumpuk kertas besra muncul di hadpaan mereka berdua. Mengenali si pemuda, Subaru menepuk dagu dan berpikir.

Sebetulnya, dari semua orang penting di mansion, ada satu yang belum mereka ajak bicara karena lagi tidak hadir.

Memikirkannya, Subaru mempertimbangkan seberapa berguna pria ini untuk mengatasi masalah dan mengangguk. “Oke. Lantas kita pikirkan sesuatu dan wujudkan itu.”

“Boleh bertanya kenapa rasanya aku tidak dianggap dalam percakapan ini!?” teriakan suara familiar menggema dalam Mansion Milord.

 

Bab 4

Lahirnya Menteri Dalam Negeri Fraksi Emilia

Selagi mengerjakan segunung kertas besar, Otto mendengarkan Subaru dan Emilia yang duduk di sofa tamu.

Otto menarik dokumen-dokumen yang serasa dibutuhkan dalam tumpukannya, pena bulu terkadang melesat ke sana. Menuliskan formula pada selembar kertas, melakukan beberapa perhitungan sebelum menuliskannya di dokumen, membaca referensi dokumen terdekat ketika segelnya menceplak dokumen.

Perkembangan pekerjaannya lancar dan betapa paniknya gerakan mata, dipertanyakan apakah dia betul-betul memperhatikan Subaru atau tidak, namun tuturnya sesekali menunjukkan bahwa Otto tidak hanya mengabaikan mereka.

Emilia kelihatan terkesan sewaktu melihat Otto bekerja, Subaru duduk di samping si gadis seraya menjelaskan perbuatan mereka. Dia menyelesaikan pidato di saat bersamaan tatkala Otto mengetuk-ngetukkan pulpen ke penutupnya.”

“Intinya, kau ingin meningkatkan hubungan saudara itu, ya? Apabila ingin berkonsultasi denganku, aku bisa bilang—”

“Ke mana arahnya?”

“Kau mencari nasihat relevan dari orang yang punya saudara kandung, betul? Maka aku yakin alih-alih berkonsultasi perkara anak-anak ini, lebih baik berkonsultasi denganku, apalagi dengan kakak dan adikku, betul.”

Subaru mendapati dirinya kewalahan oleh kepercayaan diri Otto.

Subaru tidak pernah menanyakan hubungan keluarga Otto, tapi roman-romannya dia anak kedua dari tiga bersaudara. Jadi ya, Subaru dan Emilia menginginkan nasihat.

Akan tetapi ….

“Tapi bukankah kau diusir dari rumah sebab jadi anak nakal? Baguslah hubungan keluargamu bagus, namun saran dari si kambing hitam tidak membantu-membantu amat.”

“Siapa maksudmu anak malang yang dibuang orang tua mereka!? Aku bahkan tidak pernah bilang begitu! Kakakku adalah penerus kepala keluarga selanjutnya, lantas aku yang anak kedua pergi berdagang secara bebas! Barangkali tidak terduga, tapi aku yakin diriku ini lebih pintar ketimbang saudara-saudaraku, tahu.”

“Bagaimana jika kau satu-satunya orang yang berpikir demikian dan keluargamu senang si parasit telah pergi?” “Kau tidak senang, ya, aku di sini!?”

Otto membanting tangannya di atas meja, wajah memerah. Subaru menggeleng kepala dan menukas, ‘Tentu saja tidak.’ Semata-mata berpikir absennya Otto saja sudah seram. Hanya saja Subaru tidak sadar menghinanya sebelum bisa mengimbuh terima kasih.

Sebab itulah salah satu ciri khas lain Otto Suwen.

“Tapi entah bagaimana kau merasa amat tidak bisa diandalkan, Otto-kun. Aku penasaran kenapa bisa begitu? Sekalipun bantuanmu besar banget.”

“E-Emilia-sama juga ….”

Pikiran Subaru terungkap sendiri melalui Emilia selagi si gadis menyentuh dagu, merenung. Nyatanya dia pun korban kebajikan Otto.

Aura kredibilitas orang ini berbanding negatif dengan kapasitas aktualnya. “Lihat bagaimana kau menyiksa Emilia-tan, dasar bedebah penuh dosa.”

“Sama sekali tidak bisa dibenarkan! Aku bahkan melakukan apa!”

“Omong-omong, Otto-kun. Aku benar-benar menghargai dirimu yang bisa memberitahuku mengenai mereka.”

“Dan langsung menuju topik! Bukannya kalian sebetulnya hanya tuan dan pelayan!”

Sesaat Otto berlebihan reaksinya, dan menyadari histerisnya sama sekali tidak berfaedah. Bagian belakang kursinya mencicit saat meletakkan tangannya ke rambut abu-abu.

“Wah, aku yakin hal terpenting dari permulaannya adalah perasaan mutual mereka. Setahuku, Garfiel bukan letak masalahnya. Keteguhannya mirip-mirip anak bocah, dan aku bayangkan dia ingin berdamai sebab mencintai keluarganya.”

“Mmmn, aku juga berpikir begitu. Garfiel mau berbaikan. Tapi Frederica kesulitan mendekatinya.”

“Frederica-san pastinya berada di posisi yang agak sulit. Dialah kakak tertua, lantas sebagai atasan mesti membiarkan Garfiel menempuh jalan sendiri bila mereka pengen rujuk. Tapi sedengarku, sepertinya Frederica-san tidak melakukan kesalahan. Dia mungkin menunjukkan kasih sayang kekakakan. Seandainya menganggap kemampuannya untuk menoleransi kekesalan adiknya sebagai inti masalah ini … apa yang salah, dong?”

Subaru menatap Otto yang dengan rapi mengatur argumennya, dan menggeleng kepala ketika Otto komplain.

“Tidak, seranganmu melebihi perkiraanku, dan sekarang terjebak dalam situasi yang terbilang lucu ….”

“Ini masalah serius yang memerlukan konsiderasi serius agar tercipta hasil serius!” “Tolong maafkan aku. Aku terlampau tidak kompeten memahami tuntunan berbelit-belitmu ….” “Kau berusaha menyelesaikan masalah atau mendorong mereka!?”

Jelas sekali Subaru ingin menyelesaikannya, namun sakit menentang keinginan primordialnya. Di samping pembicaraan Otto dan Subaru, Emilia mengangguk kagum sebagai jawabannya.

“Kalau begitu ….”

“Kita harus mengetahui perasaan Frederica terlebih dahulu.”

“Saya yakin begitu. Sepertinya Frederica-san takkan memperburuk situasi dengan menganggap Garfiel tak termaafkan. Dan sejujurnya saya meragukan agenda licik adalah vital bagi persoalan ini. Salah satu masalah yang dapat disembuhkan wakt—”

“Kami tidak ingin waktu menyelesaikannya dan karena itulah kami mempercepatnya. Kau beneran mendengar penjelasanku sampai akhir? Sumpah, deh.”

“Aku semestinya tidak mendengar ini!”

Merasakan Otto berlabuh di akhir sebagaimana semua orang, Subaru mendengus kesal. Otto murka, dan Subaru kian mendesaknya ….

“Jadi bagian mana bukti kasih sayang sang kakak, siapa lagi yang bisa menjelaskannya selain kau? Mengungkit-ngungkit adik laki-laki, jelas saja kau bertengkar selagi menunjukkan pemikiran luasmu. Duh, ingin kudengar ceritanya, nah, bernyanyilah.”

“Sekiranya kau memperkenankanku bernyanyi dan, ya, bercerita. Jujur saja, keluargaku agak harmonis. Adik dan kakakku orang baik, orang tuaku baik, dan … tunggu dulu, pernahkah kami betul-betul bertengkar sebelum ….”

“Gak guna!”

“K-kenapa kau ngomong begitu! Apa salahnya keluarga damai! Kau kira sebuahhubungan takkan sah tanpa perkelahian? Itu konyol! Apa salahnya hubungan damai tanpa masalah besar!”

“Ya, itu kartu as terburuk yang kau mainkan dalam situasi ini!”

Tepat tatkala Otto hendak menyampaikan hal menyentuh dan bermanfaat, dia mengalihkan benaknya.

Melihat Otto tidak mampu mengimbangi kekonyolan Subaru, dia bahkan tidak pernah semurka ini sampai-sampai mengumbar sumpah-serapah juga kutukan tentang masalah keluarga.

Atau boleh jadi keluarga Suwen sama temperamennya dengan Otto. Kampung halaman nan damai, itu karena tidak ada penyiksa di sekitar Taman Eden kosong.

“Anak muda malang nan rumahan ini ….”

“Rasanya kau kelewat menghinaku, tapi mungkin itu imajinasi saja!” “… huhuhu.” Otto meneriaki Subaru yang membiarkan imajinasinya bebas melebarkan sayap. Kala Emilia menonton pembicaraan, menutup mulut karena tidak kuat menahan senyum. Kedua pria menatap Emilia. Wanita itu menggeleng kepala.

“Tidak, maaf. Tapi kelihatannya kalian sangat-sangat akur … layaknya sepasang saudara.”

“Saya yakin saudara-saudara saya lebih baik daripada orang ini ….”

“Jangan bilang gitu, bang. Kami selalu memperlakukanmu seperti ini, bang, kau tidak sadar saja. Hadapi kenyataannya, abangku.”

“Bacot!”

Otto sudah kehabisan kata-kata dan tekad membalas. Subaru mencibirnya dan terus bilang, “Abangku, abang tersayang, mas, sasamona, akang, mamang, Kakak Tertuaku Yang Terhormat,” dan sebagainya. Emilia bertepuk tangan.

“Ah. Kalian berdua ngapain saat berdamai? Aku pikir Otto-kun selalu menyerah, tapi mencari tahu ini mungkin akan mendekatkan kita ke jawabannya.”

“Luar biasa memang Otto selalu menyerah.” “Kalau kau biarkan dia menang, bagaimana Subaru?” “Aku … bahkan seumpama diriku menyerah kepada semua orang di dunia ini … aku takkan, takkan menyerah di hadapan Otto ….!”

“Bacot ajg!”

Hardik Otto soal drama mini mengerikan buatan Subaru, menggosok pelipisnya sembari berpikir. Tampaknya dia serius mempertimbangkan ide Emilia.

“Eeehhm, apa yang kuperbuat ketika berdebat dengan Natsuki-san, huummm ….” “Nyerah, dong!”

“Jawabannya bahkan tidak perlu dipikirkan dan sekarang malah aku yang bertanya-tanya sedang melakukan apa!”

Otto mendekap kepalanya di atas meja sedangkan Emilia berdiri dan menepuknya dengan niat menghibur. Mencemburui kebaikan Emilia, Subaru menilai dia tidak bisa diperlakukan demikian saat-saat ini dan menepuk pangkuannya sebelum berdiri.

“Yah, itu membantu. Kami coba Frederica dulu, dan tergantung hasilnya, kita menimbang cara mengimplementasikan rencana Emilia.”

“Kau sadar betul keributan ini perbuatanmu, dan barangkali tanpa alasan berusaha keras?”

“Kurasa masih jauh lebih baik ketimbang usaha kerasmu. Kau tak setuju?” “—haaahhh ….”

Otto mendesau pasrah.

Mulutnya rileks hingga tersenyum merupakan jawaban esensial terhadap pertanyaannya.

Emilia pastinya merasakan hal serupa dengan Subaru sesaat melihat ekspresi Otto. Emilia meregangkan badan di tempat dan memberi Otto senyuman.

“Nah, Subaru dan aku hendak pergi sekarang. Maaf mengganggu waktu-waktu sibukmu.”

“Tidak tidak tidak, sayalah yang mengundang Anda. Saya pun dikelilingi tumpukan dokumen menyesakkan. Bernafas sewaktu-waktu bisa memudahkanny ….”

Raut wajah Otto jadi sadar.

“Bentar, kenapa aku bekerja keras begini mengurus dokumen feudal Margrave Mathers? Ada kalanya diminta membantu sejumlah tugas kota, selanjutnya diizinkan memeriksa bahkan catatan administrasi wilayah …. Aku yakin hanya ingin mengamankan penawaran harga minyak ….”

“Waduuuhhh, Emilia-tan. Kalau tinggal lebih lama lagi pekerjaan Otto akan terhambat. Mari cabut dari ruangan sambil bergandengan tangan ria!”

“Hah? Oh, unn, oke.”

Otto menyentuh dahi, kebingungan tentang keadaannya saat ini tatkala Subaru dan Emilia meninggalkannya. Subaru memanfaatkan momen waktu ini untuk meraih tangan Emilia dan keluar dari Kantor Otto. Kala Subaru berusaha melarikan diri dari ruangan, tangan memegang pintu ….

“Oh, Natsuki-san—”

“Hmmm? Apa. Bersantailah. Kau duduk di sana tidak disebabkan kesalahan atau hipnotis maupun sugesti kuat. Kau semata-mata terpedaya keadaan, kemahiran berbicara, juga ….”

Kalimat Subaru putus di tengah jalan. Dia tak dapat bercanda terus lantaran merasakan hal serius dari tatapan Otto. Seakan-akan membicarakan sesuatu penting.

Subaru menutup mulut, Emilia kebingungan. Otto memandang keduanya sejenak dan keraguan semikrodetik menerpanya.

Namun segalanya bubar saat Emilia melirik. “—tidak, lupakan saja.”

“Ayolah, aku jadi penasaran. Kalau pengen mengatakan sesuatu katakan sajatah.”

“Ingin kuutarakan, tapi … yah, untuk saat ini ibaratnya mencoba memeluk awan. Akan kita diskusikan seketika semuanya kelihatan lebih penuh harapan. Karena aku belum tahu apakah akan membantu atau membuatmu merasa tak baik-baik saja.”

Otto menggaruk kepala selagi menjelaskan keraguannya.

Subaru berusaha membuat Otto merubah pikiran dengan diam-diam menyorotnya, tetapi pria itu duduk belaka dan mengambil pena bulu.

“Aku kembali ke pekerjaan, jadi kasus Garfiel kuserahkan kepadamu. Kiranya kabinet militer tidak berfungsi dengan baik, kabinet sipil di belakang layar akan cemas bekerja.”

“—mengerti. Terserah kau sebut apa itu, Menteri Dalam Negerti.” “Tentu saja karena aku … kabinet, sipil? Menteri Dalam Negeri?” “Ayo pergi, Emilia-tan. Lebih lama lagi nanti akan mengganggunya!”

Meninggalkan Otto sendirian selagi menggelisahkan perubahan posisinya lagi, Subaru buru-buru menarik tangan Emilia dan meninggalkan ruangna.

Mata si gadis melesat kebingungan, melirik Otto sesaat sebelum pintu ditutup.

“Ah, anu, errmm, Otto-kun, semoga pekerjaanmu sukses!”

Tidak jelas apakah risau atau menyemangati, Emilia memanggil Otto selagi meninggalkan ruangan.

Seusai meninggalkan kantor Otto, Subaru beserta Emilia semakin yakin. Atau tepatnya sudah memiliki jalur pasti ketika elemen asing bernama opini Otto ikut campur, kini mereka melanjutkan rencana seperti sebelumnya.

“Kalau dipikir-pikir, itu buang-buang waktu saja ….”

“Jangan bilang begitu. Cerita Otto-kun itu, yah, itu … mhhmm, ah, errmm, yaa … membantu?” “Pertanyaan jujur transparanmu itu menggemaskan.”

Emilia berusaha sekeras tenaga mendukung Otto sementara Subaru memujinya dan fokus mencari Frederica. Ngomong-ngomong, masalah kakak-adik itu terletak pada sang kakak. Garfiel sudah membulatkan hati. Sekarang giliran Frederica membulatkan hatinya, lalu—

“Duh, rupanya Emily dan Subaru. Boleh bertanya kalian sedang apa?” “Ughhh.” “Ah.”

Sebuah suara memanggil dari belakang. Nafas Subaru berhenti canggung, jelas-jelas kaget sembari menoleh ke belakang.

Sorot mata mendarat ke seorang gadis berambut biru kepang.

Umurnya belum sampai sepuluh tahun, bahkan lebih muda dari Petra ataupun Beatrice. Identik dengan Beatrice sebab mengenakan gaun mewah, sayang sekali didesain lebih sederhana ketimbang si gadis kuncir dua. Tak cocok dengan masa mudanya, matanya tegas dan wajah bermartabat.

Nama gadis tersebut ialah Anne-Rose Milord. Dialah keturunan keluarga Milord yang sekarang menjaga kelompok Subaru, perannya adalah penguasa manor ketika tuan sejatinya tidak hadir, dan orang yang menerima Subaru serta kawan-kawan.

Sedangkan Clind dan pelayan sempurna keluarga ini menghadiri pertemuan lain dan macam-macam, Anne-Rose-lah yang sekarang memegang perintah, dan tindak-tanduknya cukup berani.

Seseorang berperangai merendahkan—dalam wujud seorang anak kecil.

Dialah penyihir keluarga Milord, terpisah dari keluarga utama Mathers yang dikepalai Roswaal. Anne-Rose sudah punya semua latar belakang untuk mewarisi keluarga ini.

Sifat kekanak-kanakan imut—adalah kekurangannya, karenanya Subaru kesulitan menghadapinya. Serasa, kala menghadapinya sebagai individu manusia lain, Subaru dikalahkan kesempurnaan seorang gadis berumur sepuluh tahun lebih muda.

Tapi terlepas semua itu, reaksi Emilia jelasnya bukan main.

“Auggh, Anne. Berapa kali dibilang aku ini bukan Emily, aku Emilia.”

“Maafkan aku, Emily. Walaupun kau sendiri yang salah karena setengah-setengah dalam pidato perkenalan diri. Aku menduga Emily adalah nama yang jauh lebih gampang dan manis ketimbang Emilia.”

“Masa? Maksudku, aku tidak terlalu keberatan, tapi … aku rasa tidak ada pilihan lain.” dari kata-katanya, Emilia mengizinkan Anne-Rose menggunakan nama panggilan ini.

Anehnya Emilia akrab sekali dengan Anne-Rose semenjak pertemuan pertama mereka. Alasannya entah, mereka hanya cocok satu sama lain.

Sentimen Anne-Rose kelihatan mirip dengan Emilia, sebab tidak menunjukkan sedikit pun kenegatifan pada blasteran elf. Dapat dia imbangi dengan kapasitas mentalnya, namun hal itu sendiri jadi masalah menimbang-nimbang umur Emilia.

“Kau sedang apa bersama Subaru, Emily? Berkencan?”

“Ah, seperti itukah? Beneran? Wah-wah, kami amat dekat sampai-sampai seperti berkencan saja. Kau diperbolehkan merona saat rasa malu menguasaimu, Emilia-tan.”

“Tidak, bukan itu yang kami lakukan. Kami sedang membuat rencana jahat.” “Kau tahu betul perasaanku dan dijauhkan begitu saja, duh!”

Anne-Rose terlihat tertarik seraya mengajukan pertanyaan, Emilia menggeleng kepala dengan mudahnya. Rupanya Anne-Rose tidak mengira apa-apa, karena pandangan merendahkan tertuju pada Subaru seraya menggumam, “Aku mengerti,” dan menghembus nafas.

Matanya beneran menghina kekurangan Subaru. Tetapi anak bocah itu tidak tahu mana bagian dirinya yang salah. Terus-terusan menggoda Emilia dan gadis itu malah semakin ahli mengabaikannya.

“Aku ‘kan menanyakan skema jahatmu kelak, apa kau melihat Clind? Aku membutuhkannya dan dia betulan hilang.”

“Clind-san mengawasi Petra dan Beatrice tadi.” “… frasa sungguh-sungguh inti masalah, Emily.”

Anne-Rose nyengir-nyengir, sepertinya menyimpulkan segalanya dari pernyataan itu saja.

Dia sudah lama mengenal Clind, pastinya dia paham betul sifat baiknya. Lagipula, Jiwa Loli ulet Clind terpaku sepenuhnya pada sang tuan, Anne-Rose. Tidak perlu lagi menanyakan ketahanan atau keteguhan atau keputusasaannya.

“Dia bilang membelikan permen untuk mereka, agar mereka makan. Aku ingin tahu dia membelikanku atau tidak. Sangaaaat menggangguku.”

“… aku ragu Clind akan setidak sopan ini, pasti ada beberapa untukmu. Dia sudah mengunjungiku dan menyajikan teh pula.”

“Ah, benarkah? Aku senang banget.”

Emilia menepuk kedua tangannya gembira sedangkan Anne-Rose menonton ramah.

Tinggi dan umur mereka sangat-sangat berlawanan. Adegan menghangatkan hati, tapi Subaru harus memiringkan kepala.

Ketika Anne-Rose tahu Subaru memiringkan kepala, dia menyipitkan mata biru.

“Kau roman-romannya punya waktu luang, jadi aku yakin kau tidak keberatan. Maukah menerima permintaanku ini?”

“Hei-hei. Kami mungkin kelihatan tidak sibuk, tapi sebenarnya tidak. Yang sejatinya terjadi dalam waktu-waktu bebas ini adalah kami menggunakan periode sekarang tuk memperkuat jalan tertentu dalam melakukan suatu produktif demi masalah-masalah masa depan yang ….”

“Apa permintaanmu? Aku tidak ambil pusing selama bisa kulakukan.”

Selagi Subaru mulai menyebut-nyebut alibi panjang, Emilia tanpa banyak bacot lagi menerimanya. Anne-Rose tersenyum kepada Emilia, memandangi pasangan yang matanya begitu dewasa sampai mustahil umur mereka sembilan tahun.

“Ada seseorang yang ingin aku kejutkan, dan seorang pelayan yang lama kukenal ingin kukonsiliasi.”

Bab 5

Jebakan Anne-Rose dan Hubungan Kakak-Adik

Mengapa mereka siap menyiapkan plot jahat bersama seorang bocil usia sembilan tahun?

Subaru memperhatikan punggung gadis kecil yang menuntun mereka menyusuri lorong, kesal terhadap kegagalannya sendiri mencegah hal ini.

—Anne-Rose Milord.

Cabang keluarga Mathers yang dikepalai Roswaal, dia punya banyak karakteristik berbeda dari Roswaal. Contohnya rambut biru tua dan mata biru.

Rambutnya dikepang mahkota, namun Subaru tidak tahu gaya rambutnya disebut apa, dari alam bawah sadar memanggilnya Loli Kepang.

Mengemban kecerdasan tajam yang tak sesuai dengan umur sembilan tahunnya. Kecerdasan serta akalnya memang membuktikan kekerabatannya dengan Roswaal, namun hal yang paling mengingatkan sosok Roswaal adalah:

“Emily, maukah kau memegang tangan saya?” “Hah? Oh, baiklah.”

“Jadi aku meminta. Juga, Emily. Boleh aku memelukmu?” “Hah? Oh, oke, deh, Anne.”

“Jadi aku meminta. Juga, Emily. Maukah kau membawaku dalam—” “Cukup sudah.” kecam Subaru.

Subaru menepis pegangan tangan dan pelukan serta gendong ria dari Emilia. Anne-Rose diusir dari pangkuannya, dia tetap tidak goyah, lalu menepuk pundak yang disentuh Subaru.

“Brutal sekali kau memisahkan orang yang ingin menyentuh satu sama lain, Subaru.”

“Dari mana kau dapat statistik itu? Kuesioner seluruh tanah milik Milord nyatanya diserahkan kepadaku sendirian.”

“Kau mestinya membatasi perangaimu, Subaru, jika kau tidak mampu mengabaikan kenakalan seorang anak.”

“Kecuali aku menuup mulutku rapat-rapat seandainya itu cuma kenakalan anak kecil!”

Anne-Rose berusaha membenarkan tindakannya. Terlepas dari ucapannya, dia masih berupaya memegang tangan Emilia setiap kali punya kesempatan, sehingga Subaru tidak boleh lalai.

Anne-Rose adalah kerabat sedarah Roswaal, keajaiban yang melampaui umur sembilan tahunnya. Dan anehnya—entah kenapa, dia beneran terlalu menyukai Emilia.

Semenjak kelompok itu datang tinggal di mansion ini dan saling memperkenalkan diri, Anne-Rose berlebihan menyayangi Emilia. Emilia pun orang polos gampang tertipu dan dia anggap sebagai afeksi lucu, tapi Subaru menganggapnya berbeda.

Lagian, dia punya hubungan dengan Roswaal. Sementara Khayalan Manusia Hewannya digulingkan benar-benar oleh Khayalan Echidna yang sejati, barangkali kerabatnya tidak sama.

Banyak pelayan mansion Milord adalah manusia hewan. Orang-orang yang Roswaal kumpulkan di seluruh tanahnya adalah mereka yang menderita penganiayaan, dan dengan damai tinggal dalam suaka di kediaman Milord atas kehendak Roswaal.

Mengingat bahwa Anne-Rose dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan ini, manusia hewan sudah familiar baginya. Lantas sekalipun dia tidak berprasangka kepada Emilia yang setengah elf, keramah-tamahannya berlebihan.

Sederhananya, Subaru berusaha mencegah Anne-Rose mencuri Emilia. Dan Anne-Rose berupaya mencegah Subaru memonopoli Emilia. Mereka saingan akan kasih sayang Emilia.

Walaupun ….

“Ayolah, Subaru. Aku tidak tahu apa yang membuatmu gusar, tapi kau tidak boleh marah-marah pada Anne yang masih sangat kecil ini. Dasar tidak dewasa.”

“Siapa orang di dunia ini yang bilang gusar lagi?  Tidak, maksudnya, lupakan saja, begini Emilia-tan. Intinya, mata Anne-Rose tidak sebaik itu sampai kau mengabaikannya hanya karena dia masih muda dan ….”

“Tidak ada alibi! Maaf, Anne. Aku pikir Subaru masih kebingungan karena berada di mansion orang.”

“… dan itu masih berlaku bahkan saat kau bertingkah seakan tidak sanggup menetap di atas ranjang asing!”

Subaru dan Emilia punya haluan berbeda perihal Anne-Rose, jadi kapan pun topiknya menyentuh perasaan mereka tentangnya, malah jadi argumen tanpa hasil.

Kenapa Emilia tidak sadar betapa mempermainkannya tatapan Anne-Rose itu?

“Aku bertaruh ini merupakan suatu hal yang diketahui orang-orang yang membidik kasih sayang Emilia-tan hanya ketika orang lain melakukan serupa, ya pasti itu!”

“Emily. Subaru baru saja bilang dia nafsu. Mesum banget.”

“Kata-katamu yang mesum di sini! Bisa-bisanya umurmu cuma sembilan!?”

Di sisi lain Beatrice semata-mata sedikit ofensif, Anne-Rose yang seratus persen ofensif. Subaru bisa menampik mesum itu sebagai tipuan sederhana, seandainya dituturkan mulut Beatrice, tapi entah bagaimana rasanya bak penghinaan nyata kalau Anne-Rose yang mengatakannya.

“Kok bisa kalian berdua akrab begini? Membingungkan banget ….” “Karena kami berdua ….”

“Kalian berdua?” “—mhnnn, nnhh.” Emilia memiringkan kepala. Subaru tidak mampu menyampaikan sisanya.

Subaru menyatakan perasaan sayang kepada Emilia berkali-kali, tetapi menyuarakannya di sekitar orang lain malah jadi terasa murahan. Dia pun bilang secara tak sengaja saat momentum menerpa, jadi serasa gampangan dan memalukan.

Di sudut mata, Anne-Rose tersenyum penuh kemenangan.

“Baiklah, aku takkan menggoda Subaru lagi. Bagaimana kalau bicara saja di dalam kamarku, yang sekarang berada di sini.”

Kata Anne-Rose pada Emilia suci dan wajah memerah Subaru.

Mendadak pria itu tersadar mereka sudah berjalan menelusuri sepanjang koridor, dan memang kini berdiri di depan pintu yang kebanyakan hiasan. Ini kamar Anne-Rose. Rupanya Emilia berkali-kali diundang ke sini sebelumnya, namun ini kali pertama Subaru diajak ke sini.

Anne-Rose meraih tangan Emilia dan bergerak menyambutnya ke dalam kamar. Tetapi Subaru campur tangan dan menyelanya.

“Tunggu. Kamar Anne-Rose serba mencurigakan, jadi aku yang masuk duluan.” “—huuu. Okelah, lanjut. Terserah kau mau apa.”

Meskipun awalnya enggan, Anne-Rose membiarkannya sambil menghembus nafas. Subaru memegang gagang pintu dan merasa sedikit tegang, memasuki kamar. Ketika itu ….

“Saya sudah menunggu kehadiran Anda, Natsuki-sama. Teh juga biskuit sudah disiapkan. Silahkan duduk dan bersantailah. Pertemuan.”

Clind menyambutnya dengan membungkuk formal.

Tertegun terdiam seribu bahasa, Subaru melirik ke belakang, Anne-Rose sama sekali tidak terpengaruh. “Hah, Clind-san? Tapi aku kira kau pergi makan-makan bersama Beatrice dan Petra?”

“Memang, Emilia-sama. Akan tetapi, sesungguhnya terlintas suatu pemikiran dalam benak Nona tuk mengadakan pesta teh dalam kamar beliau, dengan demikian saya menyiapkannya. Urgensi.”

“Kau benar, Anne bilang begitu.” “Betul, Nona juga berpikir demikian. Persepsi.”

Emilia mengintip dari samping Subaru yang membeku sambil berbicara dengan Clind. Tapi sepertinya pembicaraan mereka tidak saling berhubungan.

Seolah-olah Clind bilang, ‘pemikiranku,’ alih-alih, ‘pintaku.’

“Bakal membuatmu sinting, seumpama mencoba memahami keanehan Clind secara rasional. Lebih baik kepalamu terima saja. “Saya senantiasa was-was untuk tetap selangkah lebih maju dari perintah. Objektif.” ‘Kok bisa was-wasnya sampai begitu’ …. Adalah isi hati Subaru, namun Anne-Rose beserta Emilia nampak tak tertarik dan mulai duduk. Sambil memiringkan kepala, Subaru pun bergabung ke dalam pesta teh.

“Melihat Clind telah menyiapkan tehnya, kita lanjutkan percakapan kita.”

“Persoalan perbaikan hubungan Frederica dan Garfiel-sama. Konsoliasi.” “Clind-san, kau ini jenis pelayan yang sejatinya punya banyak tubuh, ya?” tanya Subaru.

“Posisi tersebut sudah diisi oleh Lewes-sama. Pengulangan.”

Clind sepertinya berpikir keterlibatannya dalam percakapan hanya akan jadi penghalang. Menyuguhkan teh dan biskusit untuk semua orang, kemudian pergi ke sudut ruangan tempatnya berdiri diam bagaikan patung. Matanya mengunci Anne-Rose, tapi si master mengabaikan, sudah terbiasa terhadapnya.

“Sekarang, penilaian Clind ini betul, mengenai kepentingan bersama dalam memperbaiki hubungan Frderica dan Garfiel dengan cepat … apakah pemikiran itu sah?”

“Ya, itu benar. Kami memeras otak untuk mencari sesuatu, tapi kami belum sungguh-sungguh menghasilkan ide bagus. Benar-benar nihil.”

“Kau menggemaskan pas stress, Emily—kalau begitu setelah kau memberanikan diri berkelana di mansion untuk membahas masalah ini, dan ujung-ujungnya terhenti, kau datang padaku.”

“Berhenti secara subliminal melempar motif rahasiamu di sini.” Anne-Rose terlihat tidak peduli, sepenuhnya tidak terpengaruh pukulan Subaru.

Pokoknya, dia nampak memahami situasi baru Subaru dan Emilia yang menghemat eksposisi.

“Ngomong-ngomong, kau ingin mereka berbaikan juga? Dalam rangka apa? Semua orang bersikeras menyerahkannya kepada waktu.”

“Barangkali karena aku cenderung tidak menyerah, dan kurang terbiasa menunggu? Harusnya bilang orang-orang yang kau ajak bicara sebagian besar berwatak demikian.”

“Wah terang-terangan sekali. Tidak salah lagi, kami pun menanyai Otto.”

“Lantas aku rubah, dasar orang-orang yang tidak tahu kesuksesan.” “Kasar!” teriak Subaru.

Betapa sedihnya Otto kalau tahu Anne-Rose telah menyimpan kesan itu tentangnya, padahal baru kenal satu minggu.

Tapi Subaru hanya bisa tutup mulut, karena dia tak dapat dibantah.

“Aku tidak menyangkal bahwasanya waktu akan menyelesaikan masalah. Perpisahan sepuluh tahun memberikan dekade berikutnya, masalah ini akan selesai sendiri. Tapi kelamaan. Mengapa harus sepuluh tahun, itu waktu yang sama sejak Ibu dan Ayahku kali terakhir berciuman!”

“Gggggggggnnnn?”

Penjelasan tak terkesan kanak-kanaknya baru setengah jaan, Anne-Rose mendadak menyentuh kesimpulan yang diutarakan anak kecil.

Subaru mengerang, tidak sanggup mengikuti perubahan topik mendadak, hati meminta jari Clind menutup mulutnya demi kesunyian.

Subaru tidak paham betul situasi sekarang, tapi mungkin pengetahuannya tentang topik-topik tersebut sebatas anak usia sembilan tahun saja. Sekalipun lebih suka tidak ingin ikut-ikutan ke dalamnya, karena Emilia ada di sini dan juga turut salah paham.

“Boleh jelaskan erangan anehmu itu, Subaru?”

“Bukan apa-apa. Hanya dahak dan rasa putus asa yang menempel di tenggorokanku.”

“Aku mengerti. Sengsara karena pubertas. Apa pun itu, aku tidak berniat membiarkan mereka menunggu satu dekade lagi.”

“Kita satu pikiran. Tapi apa kau tahu, Anne?” “Menurutmu bagaimana tentang masalah ini, Emily?”

Menjawab sebuah pertanyaan dengan pertanyaan, Emilia mengerutkan alis indahnya dan jari menutup bibir.

“Ummmmmn.”

“Aku pikir mereka memang ingin berbaikan. Rasanya Garfiel berusaha meluangkan waktu sehingga mereka dapat berbicara, dan walaupun Frederica merasa tak nyaman, aku pikir dia mau-mau saja bicara.”

“Begitu, dimengerti. Intinya?”

“Intinya aku bertanya-tanya apakah lebih mudah kalau dikunci dalam kamar bersama.” “Beneran ke rencana barbar, ya, Emilia-tan!?”

Meskipun Subaru tak punya ide lebih baik, mengejutkan sekali mendengarnya dari mulut Emilia langsung. Dia tentu mendukung ide tersebut, tetapi ada beberapa pertanyaan yang bisa didapat dari situ. Khususnya ….

“Maksudku, kita bisa saja melempar mereka berdua ke sebuah ruangan, tapi keduanya bisa keluar seandainya bekerja sama. Aku lebih ingin kita tidak menghancurkan setengah mansion karena rencana ini. Alih-alih mansion hancur kita punya waktu seminggu untuk membuat mereka nongkrong bersama, memangnya kayak dikejar-kejar waktu apa?”

“Kalau begitu kita mesti apa, Subaru? Haruskah menggunakan es untuk membuat sebuah ruangan dan kita kunci mereka di sana?”

“Aku rasa kita tidak memerlukan kondisi-kondisi ekstrim macam itu untuk membangun kembali cinta keluarga mereka, tidak! Cuma, denger, nih! Sesuatu kek, buat mereka pergi ke ruangan dan kelak akan saling berbagi satu tujuan!”

“Satu tujuan?”

Emilia memiringkan kepala, kebingungan. Subaru berhasil melarikan diri dari ide-ide kriminal macam apa pun, tetapi usulnya orisinilnya tidak jauh-jauh dari itu.

Membayangkan mereka berbagi tujuan, namun tak punya gagasan konkret perihal apakah tujuan itu. Haruskah mereka mengalahkan beberapa monster yang cuma bisa dihadapi bersama? Di mana tepatnya mereka akan menemukan monster sekebetulan itu?

“Sebenarnya, pemikiranku identik dengan Subaru.”

“Hah? Kau tahu di mana kita mesti menyewa Cyclope dan Chimera?” “Gak, lupakan saja.”

Anne-Rose mencemooh selagi memandang Subaru, sedangkan pria itu sendiri meminta maaf dengan menjulurkan lidah dan mengelus kepalanya.

Anak umur sembilan tahun menghembus nafas sementara pipi Emilia merah padam, harapan menyala-nyala di matanya.

“Kita punya satu pemikiran, yaitu membuat mereka punya satu tujuan. Tetapi aku berharap apa yang kita ketahui perihal mereka berbeda, dan berbeda pula gagasan yang kita bayangkan, Emily.”

“Kita tahu apa tentang mereka?”

“Kau lebih tahu Garfiel daripada Frederica. Biarpun aku mengenalnya selama delapan tahun lebih. Wajah bertaring itu tidak lagi asing bagiku semenjak pertama kali tersadar di dunia.”

Subaru kurang lebih memahami perkataan Anne-Rose.

Hubungannya dengan Frederica berarti dia dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengisi lubang menganga yang tak sanggup diatasi Subaru—yakni, poin-poin umum yang mengarahkan Garfiel dan Frederica kepada satu tujuan.

“Kau yakin ini akan berhasil?”

“Asalkan pembantunya ahli, iya. Nah, Frederica jadi tidak masalah, tapi Garfiel masalahnya.” “Garfiel masalahnya?” “Apabila kepribadian Garfiel persis seperti yang aku amati beberapa hari ini, maka sepatutnya tidak ada masalah.”

Subaru hilang akal soal seintensif apa Anne-Rose memperhatikan sikap Garfiel, tetapi setahunya, Garfiel sepenuhnya menjadi diri sendiri selama tinggla di sini.

Tak berlaku keras kepala tanpa faedah seperti di Sanctuary, atau mencoba menyembunyikan ketidakdewasaan empat belas tahunnya. Subaru yakin itu.

“Garfiel seratus persen tidak munafik, jadi kagak ada masalah.”

“Luar biasa. Selanjutnya adalah pembantu … barnagkali kita meminta bantuan Lewes-san, keluarga mereka.”

“Lewes-san?”

Dia yang kau sebutkan lebih dulu perihal daftar orang-orang yang terkait dengan mereka.

Namun Lewes tidak kooperatif sepenuh hati, entah mau ikut-ikutan atau tidak. Bagaimanapun, Anne-Rose berpikir 180 derajat berbeda, dan menyuruh kepala pelayannya mendekat.

“Clind.”

“Kita ‘kan menunda persiapan malan ini selama dua jam dan menggunakan dapurnya. Usul.”

“Aku mengerti. Baikah. Beri tahu siapa pun yang mengurus makan malam.” “Sesuai perintah Anda, saya akan bergerak cepat. Bergegas.” sesudah pembicaraan percakapan cepat itu, Clind diam-diam keluar ruangan. Subaru dan Emilia terkejut, di sisi lain Anne-Rose menyespa tehnya, tersenyum.

“Nah, mari kita selesaikan masalah ini secepat mungkin. Karena masih ada hal lain yang perlu diurus.”

Katanya, Subaru dan Emilia kian bingung.


Kali kedua Garfiel memasuki dapur dan mendapati ketinggian asing, dia menghela nafas, mengaku dirinya telah terjebak dalam perangkap.

“… anjinglah semua orang jadi terlibat.” biarpun dia menyumpah-nyumpah, wajahnya tersenyum.

Hidung Garfiel dibuat khusus. Indera penciumannya sangat kuat sampai-sampai tidak dapat dibandingkan pria rata-rata, dan dia sudah mengendus aroma itu bahkan sebelum masuk ruangan.

Namun demikian, merasa tidak menyadarinya adalah titik terakhir sikap keras kepala Garfiel, atau barangkali kesombongannya sebagai seorang pria.

“Garf?”

Garfiel menggaruk kepala seketika si wanita menoleh ke belakang, suara tidak percaya memanggilnya. Di depan Garfiel adalah wanita rambut pirang panjang berkilau. Lebih tinggi darinya, dan tubuhnya gempal. Deretan taring memenuhi mulut, dikombinasi tubuh kuat, membuatnya tampak buas dan keji.

Kalau bukan karena suara lirih serta sinar lembut matanya, orang akan terus-terusan mendapat kesan salah.

Frederica Baumann. Begitulah dia memperkenalkan diri, atau demikian yang didengar Garfiel Tinzel. Tinzel adalah nama ibu mereka, dan Baumann adalah nama ayahnya. Garfiel tidak tahu mengapa Frederica bersikukuh menggunakan nama keluarga ayahnya, memilih tidak memikirkannya.

Dia ragu mereka yang merencanakan pertemuan ini tak memikirkan sentimen rumit itu. Atau bisa jadi Garfiel hanya melebih-lebihkan semuanya, dan bagi orang luar tak kelihatan seperti masalah besar

“Jarang-jarang gua ngeliat lu di sini, Kak.”

“Dan aku pun bilang hal sama. Tidak kusangka kau ke sini … makan malam belum disiapkan, tidak ada yang bisa dicuri di sini.”

“Gua ke sini bukan buat makanan. Jangan perlakukan gua kek anak kecil.”

“Memangnya tidak kekanak-kanakan saat menolak diperlakukan sebagai seorang anak? Dan aku curiga kau masih cukup muda sampai bersikap seperti bayi, Garf.”

“Kagak, gua empat belas. Siape yang bayi di sini!?” merasa kesal, Garfiel berteriak menolak.

Frederica menggeleng kepala terhadap reaksi berlebihan Garfiel dan kembali menghadap depan—melihat dapur.

“Aku sibuk dengan tugas saat ini. Garf, aku tidak bisa mencurahkan seluruh waktu untuk bersantai sepertimu.”

“Bukannya gua juga suka ngabisin waktu hebat gua buat maen. Gua di sini juga bukan buat buang-buang waktu. Alasan gua ke sini sama kayak lu, Kak.”

“Alasannya sama?”

“Keliatannya lu lagi disuruh orang lain.” dari ucapan barusan, Frederica memahaminya. “Jadi begitu,” gumamnya penuh perhatian.

“Aku pikir juga aneh. Mendadak, Anne-Rose -sama bilang beliau akan mati semisal tidak dibuatkan satu pai daging.”

“Kok bisa dia nipu lu, Kak.”

“Mereka bilang apa, tidak, nenek bilang apa ketika menyuruhmu ke sini?”

“Dia bilang misalkan kagak dibikinin satu pai daging hebat gua, nanti dia pikun.” “Aku pun penasaran kenapa kau percaya kata-katanya.” Garfiel menutup mulut.

Mendengar tukasnya membuat Garfiel bertanya-tanya, jadi dia dengan tulusnya resah jadi tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

“Ya, mungkin lu kagak ngerti karena lu nyerah ngejaganya. Kagak aneh misalkan dia dateng-dateng nanya makan malam udah jadi apa belom padahal baru aja makan. Karna gua khawatir banget.”

Sebetulnya Garfiel menyalahpahami fakta tersebut, tatkala kepribadian Lewes berubah saat berotasi ke kepribadian lain, Lewes baru tidak mewarisi banyak memori sampai bisa membedakan sudah makan malam atau belum. Namun Garfiel tidak akan memperhatikannya dan Frederica pun tidak. Saudara kandung itu meresahkan kesehatan mental Lewes.

Namun, pernyataan Garfiel menusuk Frederica dengan cara berbeda dari yang dapat dijelaskan. Karena biar tidak sengaja, Garfiel mengungkit masalah ketidakhadirannya selama sedekade.

“… benar. Aku tidak pernah kembali ke Sanctuary bahkan sekali pun selama satu dekade. Dan kaulah yang melindungi Sanctuary selama itu. Aku tidak berhak berbicara seolah tahu apa yang terjadi di sana, maupun kondisi nenek.”

“Bukan, gua … bukan ntu yang gua maksud. Cuma ….”

“—”

Frederica melirik ke belakang, memaksa Garfiel menghadapnya lagi. Wajahnya masih asing.

Sudah satu dekade. Selama itu, citra mental Garfiel mengenai saudari perempuannya tetap konstan dari sepuluh tahun lalu.

Kendatipun menghadiri reuni ini dan menghabiskan sejumlah watu bersamanya, Garfiel sukar menerimanya. Situasinya juga sama bagi Frederica. Dia pasti gentar, sama dengan Garfiel.

Tapi itu mengganggu Garfiel. Mengapa kegentarannya sama intens dengan Garfiel? Anak lelaki itu melakukan apa sampai kakaknya merasa seperti itu?

“Oh.”

Ditatap, Garfiel menghembuskan nafas. Jawabannya masuk dalam-dalam ke hati.

Mengerti.

Sial, Garfiel mengerti. Dia tahu persis apa yang tercermin oleh emosi di mata Frederica.

Rupa sama yang kadang-kadang ditampakkan Lewes dulu di Sanctuary. Raut wajah serupa yang dilihat Garfiel seolah melihat wajah sendiri, dan itu terefleksi di atas air.

Berarti terlihat melankolis.

Dikombinasikan permintaan maaf. “Tentu saja begitu.”

Garfiel berasumsi bahwa peristiwa sepuluh tahun lalu telah diselesaikan. Dalam Makam, dia mengingat ucapan selamat tinggal oleh ibunya kala dia masih kecil. Kini memahami perasaan ibunya yang meninggalkan mereka, dan itu menuntaskan masalah Garfiel.

Menganggap Frederica juga menganggapnya tuntas.

Namun nyatanya tidak.

Yang terjadi di Makam hanya mempengaruhi Garfiel.

Garfiel mulai memahami perasaannya kepada saudara perempuannya, serta cinta sang ibu. Dia tak pernah dikasih tahu atau diberi tahu kakaknya tentang perasaan-perasaan itu, memang saudarinya serasa jauh.

Lantas Frederica menatap Garfiel tanpa resolusi apa pun yang selama ini terjadi satu dekade lalu, tidak yakin harus berkata apa.

Kendati Frederica sudah dewasa. Tatapannya identik dengan sepuluh tahun yang lalu.

“Kak.”

“—!”

“Maap gua kaga bilang apa-apa. Tapi tidak apa. Gua kagak papa. Gua tau apa yang terjadi sama ibu, dan elu.”

“Garf ….”

Mata Frederica menjadi berkaca-kaca dan basah sebab terkemas emosi.

Dia mesti bilang apa? Karena frustasi pada dirinya sendiri lantaran kurang fasih berbicara, Garfiel mencari-cari ucapan yang bisa menyampaikan perasaannya secara akurat.

Mengorek-ngorek isi kepala, dari semua buku yang pernah dia baca, untuk tutur yang harus diutarakan.

“Gua ngerti ngapa lu ninggalin Sanctuary, dan gk balik-balik lagi … sebenernya gak pengen ngomongin ini, tapi, gua mulai ngerti. Jadi itu … yah, lu tahulah ….”

“Kau … siap memaafkan Ibu?” “—apa yang harus dimaafin?” mulut Garfiel menyantai dan tersenyum saat menjawab Frederica dengan gelengan kepala.

Jelas. Apa yang harus dimaafkan? Cinta dan kebencian yang Garfiel simpan dalam hatinya seluruh waktu telah sirna. Dia tidak mengetahui kebenarannya, bahkan tidak paham perasaan sendiri, mengungkap kemarahan dalam kegelapan tak tertembus—semata-mata tantrum dan tidak lebih dari itu.

Kini telah tahu kebenaran, segalanya jadi tidak penting. Tiada yang perlu dimaafkan ataupun dibenci.

“Gua sekarang tau kalo ibu sayang gua … dia sayang kita.” “—” “Jadi kagak ada faedahnya ngejauhin gua dari apa yang udah terjadi. Kagak ada hubungannya ama gua yang hebat ini. Jadi gimana umpama ngomongin sesuatu yang bukan ini, Kak?”

Cara bicara Garfiel sudah normal sembari menggosok hidung merahnya. Frederica mendesah panjang nan dalam. Menyeka air matanya.

“Garf … kau benar-benar sudah tumbuh.”

“Sarkasme bangke! Gua kagak tumbuh seinci pun dibanding elu! Lu kenapa! Kok lu—ugh!?”

“Kita mungkin keluarga, tapi tetap tidak boleh bilang begitu ke seorang wanita, dasar Garf bego.”

Frederica memegang kakinya dan dibanting ke tanah, kepala belakangnya membentur lantai.

Mata Garfiel berputar kala menatap langit-langit, Frederca berdiri dan melihat ke atas. Parasnya kembali tersenyum.

“Ayo dong, bersiri.”

“Lu yang banting gua.” Garfiel meraih tangan terulur Frederica. Kembali berdiri.

Dia menepuk-nepuk tubuhnya hingga bersih dan mengintip meja yang digunakan Frederica. “Jadi? Pai daging lu sampe mana, kak?”

“Aku baru saja mengumpulkan bahan-bahannya dan baru mau motong. Walaupun aku terkesan kau ingat cara membuatnya, padahal pas kecil kerjanya makan doang.”

“Ya karna ada orang yang ninggalin resepnya biar gua bisa buat pas dia dah pergi. Ok, gua yang hebat ini bakal ngaduk adonan.”

“Kalau begitu aku yang memotong.”

Garfiel berdiri di depan bahan-bahan sembari membungkus handuk di kepala, bersiap-siap. Frederica mengeluarkan peralatan memasak untuk Garfiel yang sedang mengaduk, dengan santai menyerahkannya.

Kakak-beradik itu mulai bekerja sama, kesenjangan sepuluh tahun tidak kelihatan lagi, mereka mengerjakan pekerjaan familiar bersama-sama.

Chapter 6

Tinggal Satu Lagi

“Tapi serius nih, aku penasaran akan berhasil atau tidak ….”

“Beneran? Tapi pikirku rencananya bagus banget. Aku bertaruh acting Anne dan Lewes-san betul-betul membodohi Garfiel dan Frederica.”

“Kau yakin? Jujur saja aku menganggap sandiwara Lewes-san dan Anne-Rose yang ngerinya sudah sampai tingkat dua mengejutkan bukan main.”

“Subaru, diamlah.”

Mereka bertiga duduk di meja makan, melihat jalannya rencana mereka, seketika itu Anne-Rose menyela renungan Subaru. Pipinya merah padam karena malu, membuatnya terlihat sesuai umurnya saat ini.

Rencana perbaikan Anne-Rose untuk dua saudara itu sangat sederhana.

Topiknya adalah permintaan Emilia, digabungkan dengan bagian yang tidak sanggup dipercahkan Subaru—yakni cara menjejalkan Garfiel dan Frederica ke ruangan yang sama sambil menetapkan satu tujuan.

Anne-Rose memanfaatkan memori yang terbagi di antara mereka berdua dan dengan mudah mengatasi masalahnya.

Pie daging yang kadang-kadang dimasak Frederica telah menjadi keahliannya semenjak tinggal di Sanctuary. Mereka tidak yakin Garfiel bisa membuatnya atau tidak, tapi ….

“Frederica acapkali menyebutnya. Bahwa neneknya mengajarkan cara memasak ini, dan bagaimana dia ingat kalau ibunya memasakkan untuknya. Tentu saja, Garfiel juga dibesarkan bersama masakan ini, dan aku yakin dia mewarisi resepnya dari Lewes-san. Setahuku, Garfiel sudah seperti anak lanang nenek.”

“Bukannya menentang semua itu. Masalahku bukan pada bagaimana kau memahami hal ini.” “Hmph.” Anne-Rose membulatkan pipi, tetapi Subaru tak membiarkan itu menghapus kesalahannya.

Mereka berhasil mengakali Frederica dan tanpa masalah memancingnya ke dapur. Masalahnya adalah cara menampik kecurigaan Frederica serta motif yang mereka timpakan padanya.

“Keadaannya kau akan mati tanpa pai. Sana minta maaf ke pai.”

“Aku hanya bersilat lidah. Tidak ada yang harus dimintai maaf ….” “Dia benar, aku pun tidak yakin soal itu. Oke, aku akan minta maaf bersamamu.” kata Emilia.

“K-kurasa tidak ada pilihan lain! Kalau Emily bilang begitu maka aku tidak punya pilihan lain!”

Wajah Anne-Rose merah membara saat menyetujui Emilia.

Subaru mengalihkan pandangannya dari yuri mempesona dan menatap Lewes yang duduk manis di meja. “Lewes-san, kelihatannya kau merasa bersalah karena telah sukses memerangkap Garfiel dalam jebakanmu.”

“Err, tentu saja tidak … tidak tidak tidak, tunggu! Jelaskan itu, frasa yang kau gunakan itu untuk menghapus kesalahanku. Hati-hati bicaranya, itu menyakiti hati.”

Pernyataan bersemangat Subaru memang mengembalikan sejumlah sikap normal Lewes. Kemudian menyadari maksud Subaru untuk menyemangatinya, dan ….

“Terlambat banget, setelah semuanya terjadi. Aku masih tidak yakin entah senang atau tidak melakukannya. Tentu ingin mereka rukun, itu jelas. Tapi ….”

“Tidak usah khawatirkan. Mereka takkan berubah sebagaimana kita membiarkan mereka sendirian. Hasilnya pun bakal sama. Kita semata-mata membuat akhir konstan terjadi lebih awal, kurasa lebih baik terjadi seawal mungkin.”

“Kenapa demikian?”

“Apabila tidak, waktu yang harusnya kau gunakan bersenang-senang akan sia-sia. Manusia pasti akan mati, alangkah baiknya berbuat banyak hal mumpung pasir masih tersisa dalam jamnya, kan?”

“—”

Mata Lewes membelalak, dia mendesau tanpa daya.

“Kau ini seperti mereka, Su-bo. Seseorang yang tidak menebak-nebak prinsip hidupnya sedetik pun.”

“Tidak, bukan itu. Kau nyaris fokus sepenuhnya untuk menebak-nebak hal-hal kecil yang kulakukan. Aku hanya mencoba untuk tidak merenungkannya dengan meyakinkan hati kecilku untuk tak melakukannya, berharap memegang teguh sila itu.”

“Setelah ditimbang-timbang oke-oke saja.”

“Yea. Kita ingin berdamai dengan seseorang, dan perdamaian membahagiakan semua orang. Tidak dipikirkan pun tidak apa, ayo buat mereka berdamai. Ketika ada seseorang yang ingin kau sertai, simpan khawatirnya buat nanti dan hampiri mereka lalu bilang, EMT3! Belakangan ini aku berpikir begitu.”

Walaupun, tak dapat dia terapkan pada semua hal.

Subaru betul-betul orang lemah yang menderita sia-sia cuma gara-gara hal sepele. Biarpun waktunya terbatas dan pilihan sedikit.

Paling tidak dia ingin menghapus tebakan keduanya mengenai pilihan yang dia buat.

“Kau benar. Sewaktu kau tua sepertiku, ada banyak hal untuk diajarkan dan belajar darinya rasanya yahud. Sekalipun aku ragu akan berpikir seperti gini seandainya tinggal di Sanctuary sampai mati.”

“Kau biasanya tidak bosan hidup tatkala sedang menjalani hidup. Tapi aku duga semua orang tahu itu tanpa masukanku?”

“Lantas sebaiknya bersenang-senang dalam waktu terbatas ini juga. Kumulai dengan merasa semangat atas berbaikannya cucu-cucuku, dan memanjakan mereka.”

“Sejujurnya aku tidak membayangkan mereka mau dimanjakan siapa pun.” Frederica suka menyalahkan, dan Garfiel tuh pemberontak.

Tak satu pun dari keduanya menerima baik-baik manjaan nenek mereka. Tapi sejak mereka berdua—tidak, mereka bertiga menginginkan kasih sayang keluarga melebihi apa pun, mereka bakal membuat sesuatu yang cukup atraktif.

“Maaf mengganggu diskusi ini. Ketidaksopanan.”

Mendadak suara seorang kepala pelayan yang diam-diam muncul dalam ruangan ini melirih di telinga Subaru. Mata Subaru membeliak terbuka sebab terheran saat Clind berdiri di samping Anne-Rose.

“Ada apa, Clind? Kau tidak tahu aku lagi menikmati momen bahagia bersama Emily tadi.”

“Sungguh menyesal menyela Anda. Duka. Akan tetapi saya perlu memberi tahu bahwa Roswaal-sama telah kembali. Menyadari.”

“Iyakah? Kepulangan lain dia sempurnanya sesuai perhitungan ….” gumam Anne-Rose tidak puas, alisnya mengkerut.

Sementara Subaru diam-diam menangis lantaran kerabat Roswaal mengetahui kebiasaannya, Anne-Rose berdiri dari kursi.

“Nampaknya pamanku telah kembali, jadi aku permisi menyambutnya. Emily, Subaru, dan Lewes-san, aku meminta kalian menunggu di sini sampai saudara itu kembali. Terutama Emily dan Subaru. Kalian berdua akan sibuk.” “Ehhhmm? Aku mengerti. Aku akan menunggu di sini.”

Emilia mengangguk sungguh-sungguh, dan Anne-Rose menatapnya penuh kasih sayang. Selanjutnya melirik Subaru, tatapan beraura negatifnya menusuk.

Sewaktu Subaru mengerut dahi soal perbedaan perlakuan mereka, Anne-Rose keluar ruangan bersama Clind. Seketika itu Subaru memperhatikan cangkir-cangkir teh berkumpul di hadapannya, Emilia, dan Lewes, hampir menjerit.

“Apa ada yang melihat Clind-san menyuguhkan teh ini?”

“Tidak, tidak lihat. Clind-san memang menakjubkan seperti biasanya.”

“Profesional bukan main. Teh ini didinginkan perksis denghan seleraku.”

TL N: Lewes ngomongnya emang gini, agak melenceng. Exactly aja ama kang TL inggris ditulis erkzacktly.

 

“Maksudku teh ini dalam suhu sempurna juga, Emilia-tan gimana?”

“Aku suka panas, jadi punyaku sangaaaaat panas.”

“Clind-san ini sebenarnya apa, sih?” Anne-Rose bilang untuk menerimanya saja, namun Subaru kesusahan. Mungkinkah ini perbedaan dasar antara hidup di dunia lain dan dilahirkan juga dibesarkan dalam dunia tersebut …. Itulah yang dia pikirkan kala menoleh ke Emilia serta Lewes yang ikut kewalahan oleh Clind. Jadi dia beneran menyimpang. Setelahnya ….

“Yaelah, jadi di sini tempat ngumpul pelakunya.”

Beberapa menit seusai Anne-Rose dan Clind pergi, seorang pria harimau rambut pirang membuka pintu dan masuk.

Tampaknya mendapati bahwa Subaru dan yang lainnya jelas-jelas mendesain jebakannya, raut wajahnya terlampau kompleks. Bagaimanapun juga ….

“Keknya seseorang tahu kita ini penjahatnya.”

“Gua tau lu ahli banget sukses banget nipunya, gua jadi keliatan kampungan.” “Gimana-gimana? Kalian bicara?”

Garfiel mengklik taringnya saat datang, sedangkan Emilia dengan semangat menyapanya. Lewes mengintip, canggung, mendengarkan seksama kata-kata Garfiel selanjutnya.

“Ye, makasih dah ikut campur ama masalah gak guna ini. Gua dan kak … tadi bicara baik-baik. Ga usah resah lagi.”

“Masa? Kalau begitu kenapa kalian tidak datang ke sini bersama-sama, saling berpegangan tangan?”

“Lu kira kami berani ngelakuin hal memalukan itu! Barangkali kami dah baekan, tapi bukan berarti adek kakak bisa gampang berpegangan tangan. Jangan bercanda.”

“Tapi menurutku itu tidak memalukan, malah hebat.”

Emilia sepertinya tidak mengejek, dengan tulus berpikir demikian. Sayangnya Garfiel tidak bilang apa-apa lagi dan malah sedikit-sedikit menatap Lewes.

“Nek.”

“… ada apa, Gar-bo?”

“Maap dah buat nenek gelisah. Gua baik-baik aja skrng, Kakak juga. Gak usah khawatir lagi.”

Garfiel menggosok hidungnya seraya bicara, Lewes terdiam. Mulutnya menyantai, senyum tua tak sesuai dengan penampilan muda nampak di wajahnya.

“Aku paham. Itu meleghakan. Tidak boleh sering-sering buat stresss orang toea. Biar lebih cepat mati.”

“Nenek jangan guyon dong, hati-hati kalo ngomong.” Lewes kembali ke tingkah kasualnya. Garfiel mendengus.

“Ngomong-ngomong, Kapten. Juga Emilia-sama, maafin gua yang dah ngebuat kalian ngelakuin ini.”

“Tidak usah dirisaukan. Aku dan Emilia-tan baru saja menghabiskan waktu dengan meningkatkan hubungan batin internal mansion ini. Tidak ada yang harus dimintai maaf, kan?”

“Subaru, kau cuma menghabiskan waktu saja? Masalah ini serius buat mereka, dan kau harus menganggapnya lebih serius. Humph!”

“Waahhh!? Rendah hatiku malah jadi bumerang!?”

Emilia gagal menyadari kepedulian nan mendalan Subaru untuk Garfiel. Begitulah menurutnya, tak lama wajah Emilia tersenyum dan ….

“H3h3h3h3h3, bercanda doang. Aku tahu perbuatanmu. Kau sama sekali tidak jujur, Subaru.”

“Ya ampun …. Serangan EMK4, dan senyawa mistiknya … dia pasti mau membunuhku ….”

“Woi, minta maap gua lu anggep apaan.”

Ucap Garfiel, tertegun. Subaru dan Emilia saling menatap, dan menghadapnya lagi, berselang sebentar dan kedua-duanya menutur, “—kami senang membantu.”

Mereka berdua menjawab permintaan maafnya.

Garfiel memberengut gara-gara tidak puas sedangkan Lewes bahu tidak tahu.Subaru mengancugnkan jempol dan senang hati melihat mereka berdua.

“Juga, Garfiel. Apa yang terjadi setelah berdamai, juga yang menyulut perdamaiannya, pai daging. Sesungguhnya aku menantikan itu.”

“Ngebuat pai kagak semudah itu. Triknya adalah masak dalam oven lambat-lambat dan baik-baik biar rasanya mewah. Cukup mewah sampe Baumbem tidur, pepatah mantep tuh.”

“Siapa Baumbem ini. Mirip Baumkuchen-kah? Tapi aku yakin misal kau meninggalkan Baumkuchen lama-lama tanpa pengawasan rasanya akan memburuk alih-alih mewah.”

Menurut Garfiel, akan memakan waktu dua jam sebelum pai siap.

Berarti tepat dengan jam makan malam normal, barangkali jadi hidangan.

“—bisa dibilang~ kebetulan sekali.”

Kehilangan cara mengalihkan dirinya dari rasa lapar, Subaru memindahkan perhatian ke cara membunuh dua jam waktu—dan suara terdengar akrab berbicara.

Keempat orang menatap si pembicara, dan wajah mereka langsung masam.

“Waduh~. Aku meninggalkan mansion untuk mengurus bsinis, dan yang menungguku~ adalah sambutan tak hangat.”

“Bukannya aku tidak berterima kasih atas pekerjaanmu. Tapi bisakah kau memikirkan pepatah kau tuai apa yang kau tanam, ekspresi kami yang otomatis seperti ini? Aku dan mereka masih bertingkah baik. Lihat saja Garfiel, dia mau meledak.”

Urat-urat nadi menonjol di dahi Garfiel dan matanya mulai memerah.

Kedatangan seorang pria yang mengubah raut wajah stabil bahkan sebelum mata Garfiel melotot—gampang ditebak karena cara bicaranya khas, Roswaal L Mathers.

Roswaal adalah dalang utama di balik peristiwa-peristiwa Sanctuary, dan sesuadah mengakuinya, dia dimusuhi oleh semua orang. Kemurkaan Garfiel membara panas, dan mustahil memprediksi kapan meledaknya. Subaru juga merasakan emosi campur aduk perkara Roswaal. Setelah mendengar awalan pengakuan Roswaal, ketidakpastiannya kian memuncak.

Subaru tahu bahwasanya Roswaal tidak bertanggung jawab atas semua kejadian Sanctuary dan mansion. Entah kenapa Roswaal cuma mengungkapkan informasi ini kepada Subaru. Subaru tak tahu kenapa ini terjadi, namun tidak merasa ada desakan yang secara sengaja mengungkap kebenarannya kepada orang lain.

Tanggung jawab sepenuhnya terletak pada Roswaal—kurang lebih begitu, 90 persennya. 10 persen sisanya milik pihak lain.

Subaru lebih suka tidak meningkatkan kegelisahan saat ini. “Subaru, kau tidak apa? Wajahmu sangaaat aneh.” “Serius? Bagaimana rupanya?” “Mmmmmm, baiklah, contohnya matamu mirip orang jahat menjijikkan, seperti itu.” “Masa, sih? Wajahku semanis itu?” “Itu tidak manis!”

Jemari Emilia menunjuk matanya yang tertarik ke atas meniru ekspresi Subaru. Bahkan tiruannya saja sudah mengerikan, Emilia kelihatan seratus persen lucu. Itu daya tariknya.

Emilia cemberut di sisi lain Garfiel yang marah-marah duduk sendiri. Subaru melihat Lewes menyiapkan teh buat Garfiel ketika dia berbicara dengan Roswaal yang berdiri seorang di ruangan itu.

“Ngomong-ngomong, selamat datang kembali. Kau menyelesaikan pekerjaanmu?”

“Aha~, sadar sekali aku merasakan~ kebaikan Subaru-kun. Dan, ya, tanpa masalah. Mengunjungi beberapa desa di wilayahku, serta tempat tinggal baru kita.”

“Lupakan wilayah barunya, kau berkeliling teritori? Buat apa?”

“Sebab~ keributan dari wilayah mansion sang Penguasa kebakaran~. Seumpama aku gagal membuktikan kesehatan baikku, beberapa jahanam bisa jadi mulai membuat rencana jahat~. Aku berkeliling wilayahku dengan damai dan~ aman.”

“Walaupun sang penguasa sendiri adalah orang jahanam terburuk yang membuat rencana terburuk?”

“Kasar sekali~. Wargaku tidak terluka sama sekali, dan penduduk Desa Arlam mengetahui kebenarannya. Tidakkah kau berpikir kalau perlakuan dingin kukuhmu ini kelak akan jadi penghalang di~ masa depan?”

“Kuuhhh.”

Jangan pernah ketinggalan.

Mengkritik tajam, Roswaal kembali unggul. Seumpama Subaru secara terbuka mengungkap bahwa Roswaal adalah dalang di balik seluruh kekisruhan ini, maka mereka akan merugi, baik dalam Pemilihan Raja dan pengelolaan wilayah. Bahkan bagi orang-orang Desa Arlam.

Masih yakin bahwa Roswaal itu Lord yang baik. Hanya Petra yang mengetahui kebenarannya yang punya opini lain. Namun dia memahami statusnya saat ini, dan satu-satunya hal yang dia dapatkan dari mengumbar kebenarannya adalah rasa puas pribadi. Kecil kemungkinan dia akan melakukan hal ekstrem. Kepintaran kadang kala memaksa orang membuat keputusan kejam.

“Tapi bukan berarti boleh-boleh saja melakukannya. Kau lupa itu, dan tatkala Emilia-tan naik tahta, kepalamu akan dipenggal.”

“Menakutkannya. Akan tetapi~, meski begitu aku barangkali~ punya peluang tuk memenuhi~ tujuanku.”

“Kami ngumpul di sini kagak ngomongin tujuan lu. Ram bakal teriak kalo banyak bacot gini lagi, bangsat lu.”

Mengejutkannya, Garfiel menghentikan provokasi Roswaal. Alis majikan Petra itu terangkat kaget dan dengan santai mengangkat tangan.

“Ya Allah, baiklah~. Aku tidak ingin~ bertarung dengan kalian, sih~. Kenapa bisa jadi argumen begini, padahal datang ke sini hanya~ untuk membuktikan kepulanganku? Sepertinya agak~ tidak produktif.”

“Sebab kau mengatakan hal yang membuat Subaru dan Garfiel marah. Dan aku tahu kau sengaja melakukannya. Cukup sudah, berhenti membuat orang marah. Kau bukan anak bocah lagi.”

“—”

Roswaal mencoba sedikit demi sedikit menyelesaikan masalah, seketika Emilia makin menekannya dari atas, gadis itu bertolak pinggang. Mata Roswaal membelalak selagi Emilia melanjutkan.

“Tidak usah secemas itu, kami semua ingat perbuatan dan janjimu. Tidak ada gunanya berlaku buruk dan membuat semua orang gelisah. Kau ini beneran menyedihkan.”

Emilia kedengaran tengah memarahi anak tak penurut.

Meski nampaknya mustahil menempatkan pernyataannya ke arah keliru atau salah tempat, Roswaal tetap diam tanpa membantah. Bahkan caranya menyipitkan mata dan menyeringai canggung seperti seolah Emilia tepat sasaran.

Meskipun Subaru tidak percaya Roswaal polahnya macam anak-anak saja.

“Barusan sungguh menenangkan. Emilia-tan memang hebat.”

“Mmm, makasih. Juga, ada alasan lain mengapa kau berkeliling wilayah selain itu. Kau melakukan apa lagi, Roswaal?”

“Aha~, kau sudah semakin teliti. Aku berpatroli wilayah dengan alasan sebagaimana dinyatakan, untuk menunjukkan kesehatanku dan … untuk mempersiapkan migrasi para penduduk Sanctuary.”

“Persiapan pindah!”

Kata-kata itu membungkam Garfiel. Lewes buru-buru menghampiri cucunya yang membanting telapak tangan ke meja.

“Berarti ngatur tempat pindah mereka, ye?”

“Pastinya. Waktu-waktu mereka sebagai pengungsi berarti Desa Arlam adalah tempat terbaik untuk menerima~ mereka. Namun ruang desa punya batas. Bila mana populasi mereka berlipat ganda dari jumlah semula, mereka takkan mampu mempertahankan diri. Tentu saja bisa memperluas desa, tapi ada masalah Penghalang.”

“Penghalang? Brengsek, lu ngeribetin semuanya, dasar—”

“Sabar, Garfiel. Kita tidak membicarakan Penghalang layaknya Sanctuary. Ada banyak mahluk sihir bersemayam di gunung dan sekitarnya. Alhasil ada Penghalang sekitar desa yang menjaganya. Itu yang Roswaal bicarakan.”

Penghalang tersebut pencetus seluruh bencana mahluk sihir.

Sangat mustahil hidup berdampingan dengan mahluk sihir, dan karena desa memerlukan segregasi, sulit memperluas wilayah Desa Arlam.

“Subaru-kun menjelaskannya dengan sempurna~. Yang~ artinya orang-orang Sanctuary mesti disebar sebagian di Desa Arlam, dan di secara individu~ ke tempat lainnya. Entah disambut hangat atau tidak, masyarakat Sanctuary tak dapat bersama selamanya. Aku tentu merasakan kesedihan memilukan, kala melihat mereka meninggalkan~ sarangnya.”

“Lancang dan penghinaan.”

Lewes tidak sanggup menahan desakan sumpah-serapah sedangkan Roswaal matanya berair. Pria itu tersenyum dan melanjutkan ….

“Jadi~ aku memutari wilayah secara singkat. Walaupun ada urusan jarak dan waktu, aku~ semata-mata mengunjungi lokasi terdekat~. Mengirim utusan ke kota-kota lain, lantaran~ kita punya masalah yang perlu solusi.”

“Ya, solusi serius. Sana kembali ke kantor cepat-cepat, kalau tidak Otto bakal mati karena karoshi. Artinya mati gara-gara beban dan tanggung jawab berlebih.”

“Matinya aneh amat. Sangat~ menarik.”

Subaru setuju, tapi tidak mengungkit topiknya lebih jauh.

Roswaal kembali, Ram semestinya lebih aktif. Itulah yang dipikirkan Subaru yang memiringkan kepala, ada yang janggal ….

“Sebenarnya, Anne bilang mau pergi menyambutmu, tapi dia tidak bersamamu?”

Tampaknya Emilia punya pertanyaan yang sama. Roswaal mengangkat jari.

“Itu karena aku punya permintaan~ untuknya. Sedang memikirkan satu perkara yang harus diselesaikan.”

Perkara yang harus diselesaikan?”

“Di aula perjamuan. Aku yakin kau sudah mempersiapkan diri untuk itu, Emilia-sama.”

“—!”

Pundak Emilia tersentak kaget. Tapi kejutannya berlangsung sesaat saja. Ekspresinya berubah serius, dia melirik Subaru dan mata ungunya penuh tekad.

Bulu kuduk Subaru kesemutan dan memiringkan kepala sembari bertanya-tanya. Tetapi tak seorang pun menyampaikan jawaban jelas.

“Oke. Apa dimulai sekarang?”

“Bisa kita mulai sesiapmu. Dan masih ada waktu sebelum painya selesai dimasak. Aku yakin sekarang adalah waktu yang sempurna.”

“Ini hal yang kelewat penting, tapi bukannya malah terasa menggampangkan?”

“Saat ini sulit bagi kita untuk menjadwalkan waktu yang ditentukan. Mempertimbangkan drimu mulai besok dan seterusnya akan sibuk, mengapa tak memanfaatkan kesempatan ini?”

“Ya. Baik. Kulakukan.”

Roswaal mengangguk, puas sepenuhnya. Mereka berdua kelihatan sepakat, tapi Subaru tidak tahu mereka tengah mendiskusikan apa. Garfiel dan Lewes juga tidak mengerti.

“Hei, kalian jangan setuju sendiri. Lagi ngomongin apa? Sebaiknya jangan buat Emilia melakukan hal aneh-aneh lagi.”

“Itu kesalahpahaman buruk~, Subaru-kun. Santailah. Masalah ini bukan hanya menyangkut Emilia-sama, tapi sebagian besarnya kau juga~.”

“Maksudmu apa aku juga—”

Tersangkut? Sebelum sempat menyelesaikannya, Roswaal mendekatkan wajah. Subaru tanpa sadar mundur sampai menempel dinding, dan Roswaal menyentuh hidungnya. “—kami mendiskusikan upacara pelantikan kesatria yang kau dambakan.”


“Kau tahu! Biasanya jangan simpan peristiwa penting dari orang-orang yang terlibat! Apa orang-orang mengadakan pernikahan mendadak untuk calon pengantinnya? Apa pemakaman kejutan sudah lazim? Tidak ‘kan.”

Diseret ke ruang ganti, Subaru mengeluh sambil melepas baju olahraga. Berita dari Roswaal di ruang makan sungguh-sungguh mengejutkannya.

—Pelantikan kesatria.

Upacara di mana sang master mengakui bawahan mereka sebagai Kesatria mereka, dan semua orang mengesahkan status mereka.

Upacaranya serba formalitas dan etiket, tentunya berbeda oleh negara dan pandangan dunia. Subaru telah menyaksikan banyak macam-macam upacara seperti dalam manga atau anime, tetapi tak tahu apa kesamaan dan perbedaannya.

Jelas sekali dia tidak tahu etiket penghormatan Lugnicia.

“Anggap mereka semua menyiapakan segalanya seakan-akan itu hal yang jelas dilakukan. Bisa jadi Anne-Rose itu mencemburui diriku yang menguasai seluruh Emilia-tan dan dia ingin mempermalukanku!”

“Padahal aku yakin tidak? Walaupun lumrahnya bintang upacara ini adalah sang kesatria yang diberi penghormatan, master mereka adalah yang wajib memberi tahu. Jika Anne-Rose bertindak bagai orang tolol gak guna, dia bukan hanya akan mempermalukan diri sendiri, namun Emilia-sama pula. Kau yakin orang sepintar dia melakukan itu?”

Subaru sekilas menatap Otto yang bantu mengganti pakaiannya. Kau boleh bertanya bagaimana cara Otto membantu, namun pakaian seremonial ini punya model variatif. Dan itu tidak diketahui Subaru.

“Natsuki-sama. Cara yang benar untuk mengenakannya adalah Anda diwajibkan memakai bawahan ini, lalu bawahan-bawahan ini. Saran.”

“Ah, terima kasih. Atau baju yang betul-betul pas ini membuatku ngeri, berapa lama tepatnya rencana ini dipersiapkan?”

“Sudah didiskusikan secara langsung seketika Anda datang dalam mansion kami. Dan kala mufakat mengadakan upacara sekembali Roswaal-sama …. Saya meyakinkan Anda bahwasanya Emilia-sama telah mempelajari serta berlatih upacara ini secara menyeluruh. Laporan.”

“Laporannya telat! Dan kenapa Emilia-tan merahasiakannya juga!?”

“Barangkali karena akan canggung? Omong-omong, kau sungguhan tidak tahu satu langkah pun proses ini? Nantinya jadi masalah ….”

Subaru memasukkan tangannya ke lengan baju yang disiapkan Clind, tidak tahu harus melakukan apa. Otto merasakan kegelisahaan sejati Subaru, dan rupanya mulai memahami rintangan yang menghalangi upcara ini.

“Benarkah? Sudah takdir. Aku senang Emilia-tan merasa seperti ini, dan gila banget betapa terhormatnya aku menjalani pelantikan kesatria, tapi bakalan kacau semisal upacara ini gagal, bukan? Ya, oke, lebih baik berlutut dan memohon agar ditunda—”

“Lu maju saat dipanggil, dan berlututlah di depan Emilia-sama. Terus tarik pedang dari sarungnya dan berikan ke dia. Emilia-sama akan ngambil pedang itu dan ditaruh ke samping leher, abis itu menuturkan sumpahnya … entar lu terima sumpah ntu. Itu aja.”

“… hah, seirus, nih?” gumam Subaru yang kaget.

Semua orang di ruangan menatap Garfiel yang menyilangkan tangan. “Ngapa. Lu pada gak percaya gua?”

“Bukan itu, aku heran kau tahu ini. Tidak biasanya kau berpengalaman dalam acara-acara formal kek gini ….?”

“Gak, Kapten. Bukannya gua tau semuanya soal acara formal.”

Garfiel melambai tangan terheran-heran, tapi tidak menghilangkan fakta bahwa dia semata-mata menguraikan proses formal suatu penghargaan. Subaru memberengut terkaget-kaget, dan ….

“Cuma pelantikan kesatria tuh keren banget ampe gua inget.” “Oh, oke. Paham.”

Alasannya begitu meyakinkan sampai-sampai Subaru langsung setuju.

Pikiran anak SMP perkasanya memberikan bantuan di sini. Tentu saja Garfiel tahu penghargaan! Demikianlah sisi persuasif argumen ini.

“Apa sesuai pengetahuanmu, Clind-san?”

“Saya hanya punya sedikit pengalaman dalam topik ini, namun pengetahuan saya memang sesuai dengan ucapan barusan. Saya menghormati penguasaan Garfiel-sama. Ringkas.”

“Tapi malah seakan-akan kau tahu prosedurnya … tidak, lupakan saja. Abaikan komentar itu.”

Hidup Otto adalah pembukaan kaleng-kaleng penuh cacing yang isinya iblis.

Tiada yang melihat sinar misterius di mata berbinar Clind yang mengkritik Otto sebab tak menyelesaikan kalimatnya.

Pokoknya, Subaru membenarkan pakaiannya yang kusut, memakai jaket, dan mulai menambah-nambah ornament yang dibutuhkan.

“Pakaian ini sinting. Perlu waktu lama untuk terbiasa dengan pakaian pelayan, tapi tidak pernah aku membayangkan penampilan seperti ini.”

“Kau tak punya cukup kesempatan untuk memakainya sampai-sampai sadar kau punya. Bakal jadi urusan lain, saat kau memasuki kaum bangsawan … sih, aku rasa masih tidak jelas masa depan apa yang kelak kau hantarkan.”

“Artinya?”

“Emilia-sama berada di tangga sosial. Mana kala kau mengikutinya, aku yakin kau akan menghadiri lebih dari beberapa acara seperti ini. Bagaimanapun, pakaian ini dirancang khusus.”

Sambil mengagumi informasi Otto, pemikiran-pemikiran masa depan memenuhi Subaru. Dia membayangkan acara-acara formal, dan hatinya getar, merasa absurd biarpun tetap tabah. Sekalipun kegelisahan tersebut menghilang begitu melewati upacara mendatang ini.

“Roswaal bangsat, aku bertaruh dia sengaja menyembunyikannya agar aku jadi bahan lelucon ….”

“Ngata-ngatain kagak bakal bantu lo, Kapten. Sekarang ulangi kata-kata gua biar lu kagak lupa.”

“Aku berlutut, menarik pedang dari sarungnya, lalu kuberikan padanya, dan dia mengimbuh sumpah. Maksudnya aku pernah melalui dua upacara wisuda, sekurang-kurangnya bisa menghafal sebanyak ini.”

Terkecuali dia menghadiri upacara-upacara itu setelah berlatih dengan sebenar-benarnya.

“Aku tahu sudah terlampau terlambat untuk mengatakannya tetapi apabila ini adalah penghargaan maka seluruh kesatria kekaisaran pasti melakukannya.”

“Bukan cuma kesatria kekaisaran, melainkan semua orang yang memikul gelar Kesatria. Walau aku yakin jarang-jarang ada yang mengabaikan persyaratan ini dan langsung bersumpah kepada sang master. Biasanya kau akan bersumpah setia kepada negara sebelum memilih seorang master.”

“Jadi berbeda dengan melayani negara dengan seorang individu Aku rasa boleh-boleh saja melayani seseorang.”

Intinya. Dia bisa bilang, ‘Aku seorang Kesatria,’ tapi rasanya tidak benar.

Subaru menyatakan dirinya sebagai kesatria Emilia beberapa kali. Ngotot.

Sekalipun gelar salahnya mulai diakui, dia tidak dapat secara langsung menerimanya. Dirinya pun mempertanyakan apakah diakui sebagai seorang Kesatria akan mengubahnya atau tidak.

“Semua ini setelah kau mendandaniku dengan pakaian orisinilnya. Seratus persen pas denganku, kapan kau mengukurnya?”

“Setiap hari, diselingi jeda kesadaran Anda. Saya sudah memastikan pasnya, namun saya terkesan melihat Anda berpakaian. Mencengangkan.”

“Aku tidak terkejut oleh pengukuranmu, tapi tahu dari mana pas atau tidak? Apa aku pernah dikenakan pakaian ini sebelumnya?”

Clind tidak memberikan jawaban dalam senyumnya, mengantar Subaru yang selesai berpakaian ke cermin. Sesaat Subaru berdiri di depan pantulan cermin ukuran penuh, nafasnya terhenti.

Mengenakan pakaian seremonial hitam yang jelas-jelas melebihi tingginya, mewah namun tak dilengkapi hiasan mencolok. Entah bagaimana pose Subaru, pakaian menawan membuatnya kelihatan bagus. Ketika menenangkan dirinya, memang benar pakaian ini untuk upacara formal.

Tapi, yea, serasa seolah Subaru lebih rendah daripada pakaiannya. Ada yang aneh, seakan menghadiri Shichi-Go-San5, atau semacamnya. Meskipun begitu—

“Terlihat lebih baik dari dugaanku.”

“Keliatannya malah jubahnya yang make elu, tapi kagak jelek kok. Santai aje, Kapten.”

“Memang cocok untuk Anda. Kesan Emilia-sama pada Anda tentunya akan naik ke tingkat lebih tinggi. Meningkat pesat.”

“Kau tulus berpikir demikian? Kalian semua jujur berpikir begitu?”

Subaru menyesuaikan kerahnya berkali-kali saat melirik Otto yang meskipun terang-terangan gagal menghina penampilan Subaru.

Raut wajah Otto tetap stabil, menatap bangga Subaru. Bahkan yang ditatap tidak dapat menjawab.

“Nih, ambil ini, Kapten.”

Ejekan apa pun takkan mengundang perubahan dramastis.

Subaru menghla nafas dan berbalik, Garfiel dengan sepenuh hati menyerahkan Pedang Kesatria. Subaru secara refleks menerima, saat benda tipis itu merenggut nafasnya.

“Lebih baik lagi sekiranya Anda menggunakan pedang favorit pribadi, tapi karena Anda tidak punya, keluarga kami memberikan ini. Anda boleh menyimpannya bila suka. Hadiah.”

“Pedang seorang kesatria … ya. Dan ini nyata?”

“Aku ragu kau akan menemukan pedang kayu yang tingkatan tempanya sesempurna itu. Hanya anak kecil yang merasa senang pada—hmmm? Apa aku merasakan peluang bisnis baru ….?”

Selagi menyaksikan potensi kelahiran pedang kayu di toko-toko cendera mata dunia lain, Subaru merasakan beban pedang di tangannya.

Bukan pertama kali dia memegang sebuah pedang.

Kali terakhir adalah pertarungan Desa Arlam, sewaktu dirinya pergi ke gunung bersama Ram untuk mencari Rem. Dia mendapatkan pedang dari para penjaga desa, tanpa ambil pusing langsung memegangnya.

Sayang pedangnya sudah patah duluan sebelum bisa digunakan untuk melawan mahluk sihir apa pun, walaupun tidak sedesisif itu, memang menyuguhkan Subaru pengalaman pertama dalam menikam mahluk hidup dengan bilah yang tak pernah dia lakukan lagi semenjak itu.

Pedang kesatria ini pastinya lebih tipis dan ringan dari pedang sebelumnya. Namun berat yang dia rasakan di tangannya tak tertandingi.

“—”

Tanpa sadar mengosongkan tenggorokan, sensasi desak dalam dada. Berat dari pedang dahulu dan yang sekarang sepenuhnya berbeda.

Dan Subaru tahu bahwa seluruh tujuan upacara ini adalah untuk memahami faktanya.

“—Natsuki-san. Aku akan datang dan memanggilmu sebelum upacaranya dimulai. Aku hendak melakukan pemeriksaan akhir soal pakaianmu, jadi jangan gerak-gerak.”

“… mengerti.”

Otto tentu melihat perubahan dalam ekspresi Subaru, merasakan bagaimana dia mulai menghadapi upacara dengan semestinya.

Setelahnya kata-kata itu, dia dan kawan-kawan meninggalkan ruangan. “…”

Sendirian ditinggalkan dalam ruangan, Subaru menyeret kursi terdekat dan duduk di depan cermin. Pedang di tangan serta wajah menghadap cermin, merenung.

Kesatria. Bobot gelarnya menghantam bahu Subaru.

Pernahkah Subaru seirus mempertimbangkan arti kata ini yang dengan sembrononya dia ikrarkan? Tentu saja ketika itu Subaru betul-betul serius. Dia takkan mengenakan baju zirah ini untuk menyembunyikan ketegarannya dalam memproklamirkan diri sebagai kesatria Emilia. Akan tetapi ….

“Julius, Reinhard.”

Subaru memikirkan kesatria kelas atas negeri ini. Kesatrianya kesatria. Salah satunya adalah Kesatria Tak Terkalahkan.

Merekalah kebanggan para keatria, dan lambang dari hal-hal kesatriaan.

Kala Subaru menyebut dirinya kesatria, dia tak mengetahui fakta-fakta itu, Julius dengan tegas menjejalkan kebenaran padanya. “Yang dibutuhkan seorang kesatria adalah kekuatan dan kesetiaan … aku pikir itu.” sekiranya demikianlah persyaratan-persyaratannya, maka Subaru masih tidak layak untuk menjadi kesatria.

Perasaan Subaru kepada Emilia semegah kesetiaan.

Dia tidak sanggup berdiri sendirian, gagal memenuhi kemampuan rata-rata bahkan dengan bantuan Beatrice. Baik kekuatan serta kesetiannya tak memadai seperti normalnya.

Namun kini dia memiliki tekad yang dulunya kurang.

Bukan kesetiaan, tapi kuat. Dia barangkali kurang kuat, namun punya semangat dan tekad untuk mengimbangi kekurangannya.

Dia tidak bisa mengubah hal memalukan jika dipanggil kesatria, tapi itu yang membuatnya menjadi Subaru. Mustahil dia cocok atas hal-hal agung berbau kesatriaan.

“Apa. Ujung-ujungnya aku tidak usah datang, ya.”

Terjadi tatkala Subaru menghadapi dirinya sendiri di depan cermin, sesudah menyelesaikan satu masalah.

Dia melihat sekelabat bayangan kecil berdiri di sampingnya, membungkuk ke depan seperti dirinya. Gadis itu terpantul cermin dan berdiri di sampingnya, kuncir panjang nan berlebihan menyertai, dialah Beatrice.

“Aku berpakaian. Dasar loli kotor.”

“Kau sudah berpakaian. Dan aku diminta datang ke sini untuk mengurus sesuatu karena kau nampak tidak jelas, kayaknya. Jadi aku harus ke sini untuk memukul punggungmu—tapi tampaknya tidak perlu, kayaknya.”

“Orang-orang itu ….”

Siapa yang ikut campur di sini? Otto? Garfiel? Atau bahkan mungkin Clind? Atau bisa jadi mereka semua, Subaru tersenyum pahit pada kemungkinannya.

Memang. Tidak ada yang lebih mantap jadi teman bicara selain Beatrice saat ini. Dialah pilihan terbaiknya. Lantas Subaru meminta perhatiannya.

Dan dengan demikian memperbaiki ekspresi Beatrice, sebab menyesali ketidakbergunaan eksistensinya di sini. “Punggungku.”

“….?”

“Kalau mau menamparku, lakukan saja. Rasanya aku ingin menyelesaikan beberapa hal juga … tapi aku masih mencari-cari dorongan terakhirnya.”

Mata Beatrice membelalak kaget.

Parasnya apik sekali sampai-sampai Subaru tidak dapat menahan tawa, “Ayolah, tolong, dong.” “Tidak usah risau … aku sendiri tidak risau, kayaknya.”

“Bukannya bilang begini karena hati khawatir. Cuma berpikir siapa pun boleh menamparku, dan itu bakal jadi dorongan terakhir. Jadi seandainya boleh memilih orangnya maka kaulah pilihanku.”

“….”

“Aku ingin kau menampar punggungku dan menjadi kekuatan terakhir tuk menjadi kesatria Emilia. Bagiku rasanya begitu.”

Dia boleh jadi mengatakannya agar pikirannya tenang, tapi itu hebat, apa salahnya punya pikiran tenang? Kemungkinan besar hanya masalah perasaannya saja. Tapi malah terlihat lebih pasti, tentu saja Subaru harus menyuruh Beatrice membuatnya lebih baik.

“D-dasar bego. Kau bakal tersesat tak tau arah tanpa Betty, kayaknya.”

“Ya, akan begitu. Aku sungguh-sungguh gak guna tanpamu. Dan tatkala aku bersamamu biasanya aku tak berguna.”

“Berarti kau masih tidak berguna, tidak sopan banget, kayaknya!”

“Dan sekarang orang bodoh ini akan menjadi kesatria Emilia dan sedikit demi sedikit akan berhenti menjadi tidak berguna. Pokoknya setiap kali aku roman-romannya mau jadi tidak berguna, aku mengharapkanmu.”

Subaru bangkit dari kursi dan menepuk kepala Beatrice.

Gadis tersebut rupanya tidak puas oleh tingkah kerasnya, tapi tidak menghentikan Subaru dan tidak mengeluh apa pun.

“….”

Seusai menepuk Beatrice, Subaru perlahan-lahan balik badan. Dan tentu Beatrice paham maksudnya.

Dia menarik nafas, mempersiapkan diri. “—Hiyaaah!” “—!”

Teriakannya menggemaskan, suara telapak tangan menggema dalam ruangan             .

Dampak serangan tangan mungilnya melebihi perkiraan Subaru. Bahkan kejutan lebih besar menjalar dari punggung ke seluruh tubuhnya.

“Wah, kau sangat-sangat kuat.” “Aku tidak berkeliling membawa buku-buku besar dan berat setiap harinya tanpa bayaran, kayaknya.” bualan Beatrice membuat Subaru memikirkan kembali waktu-waktunya dalam Perpustakaan.

Perihal mengapa Beatrice senantiasa membaca buku-buku besar untuk menyembunyikan sosok kecilnya. Hari ini adalah pertunjukkan efek pelampiasan unek-unek seluruh beban tersebut.

Sekalipun Subaru tidak tahu apakah latihan otot betul-betul ada hubungannya sama roh. “Jadi kita tanpa sengaja penemukan seorang penyihir otot. Beako Gede.” “Aku curiga kau memasang julukan mengerikan padaku, kayaknya.” “Imajinasimu saja. Waaahh aku sudah bugar. Makasih.”

“… kau ini kontraktorku, jelas sekali aku melakukan ini, kayaknya.”

Sedikit merona, Beatrice mengalihkan pandangannya dari Subaru.

Subaru jadi ingin menepuknya lagi. Tapi sebelum sempat ….

“—Natsuki-sama, waktunya hampir habis. Persiapan.”

—Clind mengetuk pintu dan mengintip ke dalam, memanggil Subaru. Detik-detik nyaris finis, Subaru menelan ludah karena tegang.

Namun anggota badan serta raut wajahnya kurang kaku dari perkiraannya. Ketegangan kian surut memberi tanda baik, dan Subaru diam-diam menyanyikan pujian kepada tamparan Beatrice yang ternyata efektif.

“Sebuah kursi sudah disiapkan untuk Anda juga, BEatrice-sama. Sebagaimana saya yang bersedia sepenuh hati hadir, saya ‘kan merasa berterima kasih besar seandainya Anda menerima kehadiran saya. Memahami.”

“Oke, paham kok. Tolong jangan tertawa misalkan aku kacau.” “Sesuai perintah Anda. Hikmat.”

Clind menunggu di luar pintu untuk mengawal Subaru yang mendesau dan mengklik lehernya. Dia balas menatap Beatrice, tidak yakin mesti bilang apa ….

“Yah, aku pergi.”

“Sudah sepatutnya begitu, kayaknya.” percakapan sederhana, tapi sudah cukup.

Ucapan serta tindakannya sudah lebih dari cukup. “—Subaru.”

Namun di akhir-akhir waktu, Beatrice menghentikan Subaru untuk terakhir kalinya.

Persis sebelum meninggalkan ruangan, Subaru melirik Beatrice yang wajahnya merah padam, “Pakaiannya kelihatan bagus padamu, kayaknya.”

Dan sesudahnya, dia memberi kepercayaan terakhir yang Subaru butuhkan.

Bab Terakhir

Dansa Tak Masuk Akal di Bawah Sinar Rembulan

—Subaru pernah ke aula ini sebelumnya, tapi tidak seperti ingatannya.

Kandil-kandil lilin berjejer sepanjang terhamparnya karpet merah. Api merah berkedip-kedip merayap dalam ruangan secara formal, mendesak semua orang yang hadir untuk membenarkan postur tubuh mereka.

Hampir semua orang penting di mansion berdiri tegak dekat dinding. Berarti pemain utama cerita ini, tapi beberapa pelayan keluarga Milord juga datang.

Mengumpulkan semua orang yang berhubungan dengan Subaru artinya mengikutkan semua orang ke dalam grup pribadinya. Bahkan Subaru sendiri paham lebih banyak orang mesti menjadi saksi acara ini.

Tapi biarlah begitu, haruskah mereka betulan membawa seluruh klon Lewes?

Lewes mengangguk pada Subaru, bilang untuk jangan mengkhawatirkannya, tapi tentu saja anak laki-laki itu akan marah-marah. Walaupun dia tahu bahwa para gadis tak berbahaya kecuali diarahkan, ketidakpastian perbuatan mereka tak menenangkan Subaru.

Sekalipun semua orang sama-sama cemas, kecuali tentang Subaru.

Ada teramat banyak hal-hal yang pantas diejek di antara orang-orang sini.

Seluruh pemain utama mengenakan pakaian formal, dan itu lucu.

Lupakan Roswaal dan Anne-Rose yang tampaknya adaptif saja dengan pakaian, Otto dan Garfiel bahkan kelihatan lebih canggung dalam pakaian mereka ketimbang Subaru. Mengabaikan Garfiel yang parasnya memberengut, kesal oleh kerahnya yang pengap, Otto bahkan tidak sadar betapa canggungnya dia. Dia lagi kacau.

Para pelayan termasuk Frederica serta Clind senantiasa mengenakan pakaian formal. Subaru memang meragukan Ram yang berdiri sendiri memakai pakaian pelayan seolah-olah semua perhelatan ini tidak masuk akal. Namun tatkala Subaru melihat orang di sampingnya, nafasnya megap-megap.

Gadis rambut biru duduk di kursi.

Matanya terpejam. Jelas saja. Dia masih terlelap. Subaru benci Ram yang membawanya ke sini, dan membuatnya menghadiri upacara. Benci bagiamana Ram nyengir-nyengir pada Subaru, mengumumkan bahwasanya dialah yang mengusulkannya.

Subaru melihat lebih jauh lagi dan mendapati Petra menatap bangga Subaru yang berpakaian bagus. Gaunnya memperkuat kemuliaannya, bersinar cukup terang hingga menyamai Anne-Rose dan Beatrice. Dia dulunya gadis desa sederhana, lantas bagaimana penjelasan ketenangannya di sini? Beatrice mengenakan pakaian biasanya, tetapi raut wajahnya ke Subaru lembut sekali. Pipi memerahnya mengingatkan pembicaraan ruang ganti yang mulai membuat Subaru malu juga.

Dan yang berdiri di depannya—adalah gadis rambut perak yang menunggu-nunggu.

Pakaian seremonial, Emilia memikat Subaru dengan jenis kemewahan barunya, mata ungu berkilau-kilau layaknya pemata. Wajah cantik menggoda dan bibirnya mengerut, nampak tegang soal upacara penting ini.

Pakaian tersebut menambah kemurnian yang biasanya dirasakan Subaru, kudus bagai jubah pendeta perempuan, terlapis emas luhur yang dogmatis mengumumkan keluhuran dan keseriusan ritual ini.

Kala Subaru melihatnya, segala sesuatu di kepalanya hilang.

Sisa-sisa emosi terakhir yang menggelegar menyebar, semuanya kecuali Emilia menghilang dari benaknya. Sama sekali tak mengolok-olok upacara ini, ataupun orang-orang yang menonton.

Dia mesti apa? Siapa yang harus dia lihat? Hatinya terfokus ke mana? Tidak usah dikasih tahu. Subaru sendiri sudah tahu.

“….”

Tiada yang mengajarinya, kaki maju selangkah.

Langkah kaki tak membuat suara di atas karpet mewah. Melupakan beban pedang kesatria di pinggang, fokus memegangnya tinggi-tinggi, namun tenang bagaikan lautan surut, selagi mendekati Emilia.

Mendekatinya, cukup dekat hingga bisa menyentuhnya.

Emilia berdiri di atas podium, pipi indah menyihirnya kaku. Subaru berlutut di hadapannya.

Lutut ke tanah, kepala menunduk.

Seluruh adat seremonial yang Garfiel beri tahu perihal menuruti perintah instan tubuhnya. Subaru terus menutup mata ketika tatapan tajam menyorotnya.

Dia hampir lupa bernafas dalam suasana ini. Stres menjalar di kulitnya seketika melihat ke atas, dan menarik pedang dari pinggangnya.

Dengan penuh hormat mengangkat bilah beratnya, terhunus horizontal di depan dada.

Cahaya lilin menyapu baja, menerangi mata Subaru juga Emilia yang sama terangnya.

“—”

Kecantikan pedang terhunus membakar di mata Subaru sewaktu menyerahkannya ke Emilia. Gadis itu melihat pedang dipersembahkan di hadapan. Bibir gemetar merangkai semacam perasaan.

Tetapi dia langsung menegaskan kontrol atas kata-kata yang belum terucap, mengendalikan dirinya kuat-kuat dalam gelombang emosi.

Jemari pucat menyentuh pedang. Perlahan-lahan mengangkat benda berat itu, sampai ujungnya menunjuk ke langit-langit.

Emilia ayu sekali seketika memegang pedangnya setinggi mungkin. Subaru menahan desakan tuk menyaksikan pemandangan tersebut, menundukkan kepala dan menutup mata.

Yang diberikan Emilia adalah pedang, kebanggan kesatria bersama keberadaan dan lehernya, ketiga-tiganya merupakan milik kesatria.

“….”

Seorang Kesatria yang mengabdikan hidup mereka untuk Tuannya.

Subaru mengikrarkan sumpah ini, bibir serta mata Emilia goyah. Namun keragu-raguannya bertahan sesaat. Bibir mengerucut dan sorot mata fokus tak mengemban keraguan sedikit pun.

Titik pedang menunjuk bahu kiri Subaru.

Bagian tumpul pedang ditempelkan ke pundak, dan beratnya hampir-hampir membuatnya menangis. Tekanan yang menimpanya bukan fisik, melainkan mental.

Barangkali rasa ini yang wajib dimiliki oleh setiap kesatria, dan rasa itu adalah kebanggaan. Tepat saat ini, Natsuki Subaru akhirnya paham.

Ujung bilahnya bergerak ke bahu kanan.

Subaru merasakan beratnya sama, namun kesejukan bilah tetap menyertainya kali ini. Tentu saja. Di sinilah momen-momen terpenting upacara dimulai.

“….”

“….”

Aula sunyi senyap.

Tidak. Aulanya sejauh ini membisu. Keheningan hingga sekarang telahberubah menjadi rasa tegang absurd, berat dan kuat.

Namun sepinya dalam sekejap menghantarkan api baru.

Tiada kepanikan, tiada semangat, tiada apa-apa, kehampaannya tak terbantahkan.

Hening menyelimuti hati Emilia dan Subaru dari seluruh hadirin. Hanya satu orang yang diberi hak tuk menghancurkannya.

“—demi matahari yang memandang dunia berseri-seri, demi bintang yang mengawasi dunia dalam tidurnya. Demi angin, demi air, demi bumi, demi cahaya, demi roh-roh yang bersemayam pada segala sesuatu.”

Kesunyian rusak.

Bibir Emilia menyanyikan upacara seremonial.

“—demi dunia agung yang menerima engkau, yang membesarkanmu, yang mengantarkan engkau.”

Goyah. Hatinya goyah.

Giginya tidak bisa diam. Apa yang salah pada hatinya? Teramat kesal sampai-sampai kecamuk mentalnya dipertanyakan.

Subaru dalam momen ini semata-mata ingin mendengar dentingan bel itu.

“—demi kebanggaan yang menopangmu, yang engkau bangun, yang engkau bina.” Subaru merasakan panas tatapan di atasnya meningkat.

Gairah yang membakar dalam dirinya siap meledak.

Jantung berdegup cepat, tergila-gila sembari menunggu datangnya pertanyaan.

“—demi segala sesuatu yang menjaga engkau, demi dunia yang membesarkan engkau, demi kebanggan yang menopang engkau, biar jalan engkau tak mengantar cela. Tanpa ketakutan, tanpa kengerian, tanpa keraguan, jadilah sebagaimana hati engkau. 

Upacara berakhir.

Pertanyaan dimulai.

Demikianlah akhir upacara. Bahkan Subaru pun tidak tahu jawaban atas pertanyaannya. Akan tetapi ….

“—kehendak engkau yang senantiasa kuat, selayaknya seluruh hal yang mengelilingimu, berkenankah engkau bersumpah untuk melindungiku mulai dari sekarang hingga seterusnya?”

—hatinya tentu tahu jawaban pertanyaan Emilia.

“Demi matahari, demi bintang, demi dunia, demi kebanggaan—dan ….”

Dia hendak mendeklarasikan rasa terima kasih serta tekadnya untuk semua yang dinyatakan dalam upacara. Sebelum dia membuat janji, dia memikirkan orang-orang yang harus dia sampaikan terima kasih. Maka tukasnya datang secara alami melalui bibirnya:

“—demi ibuku dan ayahku, aku bersumpah.”

“….”

“Akan melindungimu. Aku akan mewujudkan harapanmu—Namaku Natsuki Subaru.”

Pemuda itu mengangkat kepala.

Pedang masih berada di bahu kanan. Tapi kilau pedangnya gagal menarik perhatian. Satu-satunya sesuatu yang dia lihat ialah pupil ungu cemerlang yang balas menatap.

“Emilia. Akulah kesatriamu.” “—mmmn.”

Subaru mengimbuh kata-katanya, dan Emilia memberikan jawaban. Mata gadis itu dilingkupi emosi.

Berhasil menahan tutur kata-kata manapun selagi mengangkat pedang dari pundak Subaru. Mengangkat bagian tumpul pedang dan dikembalikan kepada Subaru.

Kesatria resmi Emilia dengan penuh hormat menerimanya dengan kedua tangan, kembali disarungkan. Subaru mengembalikan pedangnya ke pinggang sesaat melihat Emilia yang masih berlutut.

Mendapati Emilia mengangguk sedikit dan berdiri. Ketika itu ….

“Dan juga, Emilia-tan, kau kelihatan mega manis seksi dalam pakaian itu.” “Dasar bego.”

—keseriusan upacara langsung ambruk, Emilia menjulurkan lidah, wajahnya merah.


Banyak barisan hidangan di meja aula perjamuan.

Kedudukan sosial dan kelas-kelas masyarakat tidak jadi masalah sebab semua orang mengobrol dan memuji satu sama lain, mengubah prasmanan menjadi temu sapa.

“Aku baru saja melewati salah satu hal paling menegangkan dalam hidup, dan lihat dirimu, lagi bersenang-senang.”

Subaru menonton perjamuan dari teras luar bermandikan angin malam.

Sepiring makanan dari meja dan sisa minuman di pegangan tangga terdekat, tetapi gelombang tegang upacara masih belum melepaskan diri.

Pria itu kesulitan makan atau minum di tenggorokannya.

Sensasi panas dari lehernya ke atas tidak hilang-hilang.

Perutnya bilang lapar, tapi dadanya terlalu penuh sampai-sampai tidak bisa masuk apa-apa. “….”

Di sudut mata, dia mendapati Petra menari di ujung koridor dengan pakaiannya. Jenis tarian yang mereka lakukan selama festival Desa Arlam, namun Petra menampilkannya dengan mahir, pasti cocok bagi mansion bangsawan.

Menarik Beatrice yang memerah bersamanya, memaksanya menari walaupun tidak piawai. Meskipun mati-matian berusaha apatis dan tanpa ekspresi, Subaru melihat telinga dan hidungnya gentar, tidak tahan.

Seperti biasa, Petra menyeret Beatrice dengannya.

Pipi Subaru rileks ketika mengambil gelasnya. Cukup tenang sampai setidaknya air dapat membasahi lidah. Biarpun dia belum siap mengambil pai buatan Garfiel dan Frederica.

“—Subaru, ketemu.”

Subaru bersandar di pengaman, menatap langit, seketika suara memanggil. Dia melihat ke bawah dan mendapati seorang peri bulan, kecantikannya terhias cahaya.

“Atau Emilia-tan. Padahal kupikir kau malaikat.” “Kau mengatakan hal-hal aneh lagi. Kau mabuk?”

“Aku masih di bawah umur jadi tidak boleh minum-minum. Kalau sampai mabuk atau semacamnya, maka yang mabuk suasana ini atau egoku.”

“Tuh ‘kan, kau lagi mabuk.”

Emilia terkikik dan Subaru mengerutkan alisnya soal itu.

Subaru melihat kulit pucatnya mengintip dari balik gaun rapi—serta leher dan pipi kemerahan yang menyetujuinya dengan keadaan saat ini.

“Apa, sih, Emilia-tan. Kau bertanya seakan-akan aku ini mabuk, padahal kau sendiri yang minum.”

“Belum kok. Mereka cuma sedikit mendesakku. Aku belum pernah minum alkohol dan jadi mabuk.” “Duh, imut banget.”

Emilia cemberut, sama sekali melupakan keseriusan upacara. Beerarti dia hanyalah gadis manis sangat normal.

“Lantas, Subaru. Kau sedang apa di luar sini?”

“Yah, sudah kubilang. Aku mabuk suasana dan ego pribadi.” jawaban sembrono, tapi bukannya tidak akurat juga.”

Keluyuran malam-malam sendirian bisa disebut apa, murung, tidak bisa mengungkapkannya? Artinya bukan Subaru tidak mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain.

“Kau menyesalinya ….?”

“Tentu saja tidak. Takkan mendengar satu pun hal itu, Emilia.” “Mmmn, maaf soal itu. Tapi aku turut bahagia.”

Pipinya masih memerah karena alkohol, Emilia menghampiri Subaru.

Emilia bersandar di birai di samping Subaru. Bahu mereka cukup dekat sampai bersentuhan, sekalipun memakai pakaian tubuh Subaru masih panas.

“Subaru. Maaf perihal penghargaan mendadak itu. Aku sudah siap sepanjang waktu, jadi aku kira kau tahu itu.”

“Tidak, mungkin aku saja yang tolol karena tidak menyadarinya. Kalau dipikir-pikir, kau pernah bertanya aku sudah berlatih atau belum, tapi jawabannya aneh dan tidak dihiraukan setiap kali kau bertanya.”

Emilia berasumsi kalau Subaru sudah tahu, dan secara teratur memeriksa kemajuannya.

Subaru seratus persen tidak sadar, percakapan dibahas serampangan ketika itu, tidak memahami apa pun perkataan Emilia, selagi mengabdikan dirinya pada hal-hal lain.

Lagian semua penghargaan ini adalah ….

“Salah Roswaal. Sebenarnya belakangan ini hampir semua salahnya. Apa niatnya mempermalukanku? Belum lama dia serius pergi ke luar.”

“Aku sedikit berpikir kalau Roswaal selalu seperti itu … tapi, ya, rasanya memang sering memprovokasimu dari biasanya. Kemungkinan besar ingin perhatianmu.”

“Itu mengerikan, Emilia-tan.”

Perhatian Subaru hanya akan membuat Roswaal menjadi orang yang bahkan lebih putus asa, jadi mari tidak membicarakannya. Subaru meringis pada ide yang sangat mungkin, lalu Emilia tertawa, melambaikan tangan enteng.

“Aku bercanda. Tidak mungkin Roswaal tahu bagaimana harus bertindak kiranya kita tahu rencananya. Aku yakin sedikit, dia akan kembali ke insan sebelumnya.”

“Jika dia kembali ke insan sebelumnya, kedengarannya dia tidak belajar apa-apa, tapi … yah lebih baik dia berubah dan kita bingung harus merespon bagaimana.”

Barangkali tampak seolah keputusan setengah-setengah, tapi Subaru saat ini akan setuju saja.

Berakhirnya pembicaraan itu, Emilia menyeruput gelasnya. Sudah Emilia pegang sepanjang waktu, dan apabila tebakan Subaru benar, maka minumannya beralkohol.

Rasanya seakan Emilia kian mabuk, Subaru jadi takut dan tertarik. “Hei, Subaru.”

“Hm … apa? Alkoholnya makin membuatmu panas jadi waktunya melepaskan pakaian, ya? Sebaiknya jangan lakukan di sini. Oke, ayo cari tempat lain. Kita pergi.”

“Maaf. Aku tidak benar-benar mengerti kau bilang apa. Tidak, kita tinggal di sini.”

Emilia memelototi Subaru. Lelaki itu mundur dan menundukkan kepala, kemudian dagunya menunjuk ruang perjamuan.

“Dari sini mereka kelihatan bersenang-senang.”

“Uuuhhh, iya. Ini mansion bangsawan tapi para pelayannya diterima, rasanya nyaman sekali. Sebagai anggota kaum tani kelas menengah ke bawah, menurutku itu ideal sekali.”

“Mhhm, aku setuju. Aku pikir sangaaat luar biasa.”

Subaru mendapatkan kasih sayang dan hasrat dari mata ungunya.

Subaru dan Emilia mungkin tidak satu pikiran. Emilia pasti tengah melihat pemandangan damai, tiada diskriminasi kelas ataupun ras.

Subaru hanya merasakan lapisan luarnya saja. Pandangan mereka sama sekali berbeda.

Mereka melihat hal yang sama, tapi berbeda pikiran. Dan Subaru pikir perbedaannya oke-oke saja.

“Ada apa, Subaru? Kau terlihat sangaaat damai.”

“Begitu. Barangkali aku hanya senang berada di sini, satu pikiran denganmu, Emilia-tan.” “Masa? Kalau begitu aku senang kau memahamiku.”

“Entah. Bisa jadi tidak. Tapi aku rasa boleh-boleh saja berbeda pendapat.”

Emilia melirik Subaru. Laki-laki itu merasakan tatapannya yang terus lurus ke depan, pipinya santai dan senyum sedikit.

Emilia menyadari senyumannya, dan mengangguk.

Persis terjadi saat mereka sepaham ….

“Oh, Otto bedebah. Dia berlebihan, paling-paling tidak kuat memegang liquor-nya.

Di tengah-tengah aula, Garfiel menantang Otto minum segelas penuh alkohol yang tampak mahal tanpa jeda. Otto kembali membanting gelas ke meja, setelah dengan indah meneguk semuanya, kerumunan penonton bertepuk tangan.

Namun wajah Otto merah padam lalu putih pucat. Setelah transformasi ini, Garfiel segera memanggul Otto dan bergegas keluar aula.

“Kurasa mereka pergi ke toilet.”

“Apa Otto-kun akan baik-baik saja? Umm, dia mirip anjing hutan yang makan jamur beracun, barusan ….”

“Kau semestinya tahu apa yang terjadi saat usiamu dewasa dan mabuk sampai tidak tahan lagi, Emilia-tan.”

“Itu yang terjadi?” “Tidak, maksudnya aku tidak tahu.”

Subaru masih di bawah umur.

Dan semahal apa minuman yang baru Otto minum, mungkin dia muntahkan? Aku ragu barang murah atau yang diproduksi secara masal akan masuk dalam perjamuan ini.

Subaru sekilas menatap Roswaal. Karena orangnya sendiri tanggap, dia menangkap pandangan dan gelas terangkat ke arah Subaru. Margrave berdandan badut meminum alkohol yang mengalahkan Otto. Entah martabatnya yang menang, atau sudah biasa dengan liquor.

“… Subaru. Aku ingin memberitahumu sesuatu.”

“Kebetulan banget. Aku juga mau memberi tahu sesuatu.”

Memecah keheningain yang menyelimuti mereka, Emilia melirih kepada Subaru sampai cukup kedengaran. Subaru mengangguk dan selagi masih bersandar di pegangan tangga, menyesuaikan postur tubuhnya.

Emilia berbalik menghadapnya, mereka saling memandang dengan jarak hembusan nafas. Subaru secara refleks melangkah mundur, tapi ….

“Jangan kabur.”

Tangan Emilia meraihnya, langkah mundur Subaru terhenit.

Mundurnya terhitung setengah langkah, mereka makin dekat dari sebelumnya.

Subaru tersandung maju dan menabrak dahi Emilia.

Kesatria itu buru-buru mundur, namun cengkeraman Emilia pada pakaian seremonial mencegahnya.

“E-Emilia-tan? Aku senang sama situasi ini, tapi sedikit tegang untuk saling berbicara ….”

“Aku pun tegang. Pertama kalinya membicarakan hal penting dengan seseorang. Jadi kita impas.”

“T-tidak sepertinya yang menang di sini aku ….”

Mati-matian berusaha tersenyum dan menepisnya, tetapi Emilia takkan melepaskannya.

Emilia bersikap hangat padanya yang berusaha setidaknya meredakan stress pribadi, dengan canggung bergerak menyembunyikan Emilia dari aula perjamuan.

Jelas mereka sedang saling berpelukan di sisi horizontal macam ini. Jika Subaru bergerak sedikit, dia seolah akan terlihat lagi memegang pegangan tangga, menatap langit malam dan merangkai puisi puitis.

“Jadi kekhawatiran itu sudah diatasi, sekarang katakan padaku semuanya.”

“… oke, ada pembicaraan antara diriku dan Sir Kesatria. Perkara alasan Roswaal mengundangku untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Raja.”

“….”

Emilia belum pernah membicarakan hal ini dengan Subaru sebelumnya.

Pasti ada hubungannya dengan Ujian, yang secara signifikan mengecilkan semangatnya.

Subaru menahan nafas dan menatap Emilia.

Tatapan mereka saling bersilangan. Melihat dirinya terpantul di mata Emilia, Subaru mengangguk penuh tekad.

“Sebelum Hutan Elior membeku, aku dulu tinggal di sana bersama Ibuku dan … dengan elf-elf lain.”

Kisah kenangan indah, cerita kenangan sedih.

Biarpun terselip sedu dan jeda, Emilia dengan tulus mengisahkannya ke Subaru.

Emilia tidak mengenal orang tuanya. Fortuna menggantikan peran orang tua Emilia. Para penduduk desa menerima mereka yang tak punya tempat bernaung lain. Ada pula organisasi bernama Kultus Penyihir, diam-diam membantu desa, dan karakter bersama Geuse.

Dunianya sempit, tetapi dunia itu melimpahkan Emilia dengan cinta dan kebaikan. Seluruhnya diberikan di hari Hutan Elior kacau.

Kultus Penyihir bertindak brutal tatkala Penyihir bernama Pandora dan Uskup Agung muncul, kedatangan Mahluk Iblis Ular Hitam dan tragedi Fortuna serta Geuse. Emilia merahasiakan masalah ibunya, dan kehilangan sang ibu serta desa. Selanjutnya Puck datang yang dia temui setelah lama berada dalam es.

“Puck bilang dia selalu menungguku, selalu bersiap-siap untukku. Setelahnya akan tinggal bersamaku, melindungiku, seperti yang dia katakan. Bahkan sekarang bersembunyi dalam batu sihir ini, menunggu dibangunkan. Aku tahu itu.”

“Tapi tidak bisa berbicara dengannya, kan?”

“Dia masih terlelap. Tapi bukan berarti dia membatalkan kontrak denganku. Aku merasa batu sihir ini tidak bisa dijadikan wadah ketika dirinya bangun. Batu sihirnya harus kelas lebih tinggi, batu sihir tanpa warna. Seumpama aku dapat satu, juga suatu pemicunya. Aku yakin dia akan kembali.”

Batu biru digantung di liontin leher Emilia.

Sepotong batu sihir besar yang menyegel Lewes Meyer. Terbukti tidak cukup menahan Puck dan roh tertidur itu tidak sanggup berkomunikasi dengan dunia luar.

Seolah-olah bantuannya selama pertarungan Garfiel benar-benar titik kontribusi terakhirnya. “Aku mengerti apa yang terjadi dengan Puck. Tapi, tentang Pemilihan Raja?”

“Aku dan Puck menghabiskan seluruh waktu dalam hutan beku. Kadang-kadang aku pergi ke kota-kota terdekat juga, tapi mereka tidak teramat ramah.”

Subaru bahkan tidak mampu membayangkan betapa mengasingkannya tidak teramat. Dan masih meragukan kalau Emilia akan memperkirakan ucapannya atau tidak.

“Terus Roswaal datang … kira-kira, tidak sampai setahun lalu. Tapi itu tiba-tiba sekali sampai-sampai aku dan Puck terheran-heran.”

“Wah, aku juga heran, seandainya seorang pria berias badut muncul entah dari mana.”

“Itu benar, tapi yang mengejutkan kami adalah dia berada dalam hutan tak terakses. Aku dalam perjalanan pulang dari desa dan dia berdiri menungguku di sana. Sok bodoh seperti biasa, kek, ‘Selamat datang kembali~ ….’

“Yah ….”

Itu tentu mengejutkan. Terlambat sudah mengomentari semangat kejantanan Roswaal, tetapi Subaru bisa membayangkan syok Emilia dan Puck waktu itu.

“Puck kesalnya bukan main … dia pergi dari pagi ke malam, cuma untuk berkelahi melawan Roswaal. Kalau dipikir-pikir lagi, untungnya dia tidak membekukan Roswaal.”

“Maksudku senyummu menggemaskan, tapi bukan sesuatu yang bisa membuatmu tersenyum.”

“Kurasa. Ngomong-ngomong, Puck dan Roswaal mengutarakan keinginan satu sama lain dalam pertarungan, dan mereka berhasil berdiskusi ….”

“Sesudahnya Roswaal membujukmu dengan iming-iming melelehkan hutan.” mata Emilia membelalak. Subaru tersenyum kecut terhadap reaksinya.

“Jelas nian menurut alur ceritanya. Dan kebetulan mendengar kabar-kabar itu sebelumnya. Tapi, kau tahu ….”

Sejak itu Emilia berubah.

Sebelumnya dia bilang takkan mampu membekukan Hutan Elior. Bahwasanya dia tak dapat mencairkan es bahkan dengan bantuan Puck. Akan tetapi ….

“Misalkan kau membekukan hutannya, tidak bisa kau cairkan?”

“… hmm, juga berpikir begitu. Tapi aku ragu bisa melakukannya.” “Kok bisa?”

“Hanya saja aku tak mampu mencapai kekuatan dalam ingatanku.”

Pernyataan gelisah, tapi percaya diri. Subaru mengerutkan alis.

‘Kekuatan dalam ingatanku.’ jika yang dikatakan Emilia akurat, maka kekuatannya sudah melampaui akal sehat manusia. Bahkan penyihir Pandora ini tak mampu menemukan celah serangan Emilia.

Lantas kenapa Emilia tidak punya kekuatan itu sekarang?

“Tapi kau bertarung melawan Kelinci Raksasa tanpa mundur satu inci pun.”

“Aku tak memerlukan Puck ataupun roh-roh minor lain lagi untuk merapalkan sihir. Namun itu saja. Kekuatannya masih tidak bisa kukerahkan.”

“….”

Meratapi ketidakberdayaannya, Emilia mengepalkan tinju dan menggeleng lemah kepalanya.

Ekspresi malu terhadap ketidakmampuannya malah alih-alih mempermalukan Subaru yang merasa sedih.

Emilia, dari semua orang, merasa putus asa pada dirinya sendiri. Subaru tahu ini, lantas tak seharusnya dia mengkritik.

Itu pun bukan berarti Subaru ingin Emilia menjadi tegar.

“Ok, jangan lagi menyalahkan diri. Kembali ke topik. Kami setuju kau tidak mampu melelehkan esnya … jadi menurut Roswaal bagaimana cara melelehkannya?”

“….”

“Semisal kau dan Puck tidak bisa, maka Roswaal harusnya tidak bisa. Barangkali dia ini penyihir menakjubkan, tapi dia tidak mungkin sepuluh atau dua puluh kali lipat lebih kuat dari kau. Jadi, gimana?”

“Bukan Roswaal sendiri yang melelehkannya esnya. Tapi Roswaal tahu ada sesuatu yang bisa melelehkannya … dia hanya harus memberitahuku.”

“Sesuatu yang mungkin bisa melelehkannya?”

Sesuatu yang mampu melelehkan hutan yang bahkan tak bisa dilelehkan Penyihir Glasiasi, bahkan tanpa bantuan roh, tanpa kekuatan pramungkas. Apa sesuatu itu?

“Darah naga.”

“….”

“Darah naga, darahnya memberkati panen berlimpah di atas tanah, menyembuhkan bumi yang buruk. Roswaal bilang pasti bisa mencairkan hutannya.”

“Emilia, tapi itu artinya ….”

Membunuh Naga. Bukan?

Dia ingin mengorbankan Naga yang selalu melindungi Kerajaan Lugnica, demi hutannya?

Sejenak, pertanyaan besar mengalir dalam benak Subaru. Tapi ….

“Tidak, Subaru. Aku hanya butuh setetes darahnya saja. Dan Darah naga telah digunakan untuk merevitalisasi tanah selama kelaparan melanda Lugnica sebelumnya. Aku sudah baca di buku sejarah, jadi itu benar.”

“Apa, jadi … tidak, barusan aku ngeri. Maksudku sekiranya kita beneran membunuh Naganya ….”

Bukannya malah akan membebaskan sang Penyihir yang disegel oleh kekuatan Naga? “….”

Dada Subaru berdebar-debar dan dia lupa bernafas.

Para penyihir yang ditemuinya dalam pesta teh Echidna. Sang Penyihir Kecemburuan yang dia lihat di detik-detik terakhir. Subaru masih belum melupakannya.

Tak akan pernah melupakan tekad perpisahan terakhir mereka.

Tapi ia tak boleh dibebaskan. Dan takkan bisa dibiarkan lepas dari dunia. Insting berkata demikian.

“Keluarga Kerajaan Lugnica berkesempatan berbicara dengan Naga tatkala membentuk perjanjian. Beberapa tetes darah Naga Volcanica disimpan dalam istana semenjak itu. Ketika aku jadi Penguasa, aku ingin menggunakan kekuatan tersebut.”

“Karenanya kau berpartisipasi ….”

“… kubilang sebelumnya. Alasan aku berpartisipasi sangat egois. Dan itulah keegoisanku.”

Subaru bisa tahu dia tersenyum dalam hati seketika mendengarnya, tapi senyumnya resah. Matanya bimbang gelisah sewaktu menatap Subaru.

Emilia terlihat takut pada tanggapan Subaru dan apa yang dia pikirkan mengenai ambisinya.

Rupanya dia boleh-boleh saja percaya bahwa Subaru merupakan pelengkap tak terlepaskan darinya, hingga Subaru membuat Emilia setidak tenang ini.

“Jangan khawatir, Emilia-tan. Aku tak akan kecewa oleh sesuatu semacam itu.” “… Subaru.”

“Kau bilang itu egois, tapi kau tak mencari keuntungna pribadi. Kau tahu cara menyelamatkan orang yang ingin kau selamatkan, dan daripada mengotori tanganmu seperti mencuri, kau memutuskan menggunakan metode sah. Tidak ada salahnya.”

Subaru meyakinkannya dengan senyum. Tapi ekspresinya tetap risau.

Subaru tahu. Bukan ini yang ingin Emilia dengar.

Kalau dia pengen memberikan sesuatu yang lebih dekat dengan yang dia cari-cari, maka ….

“Kau berkecil hati sebab motivasimu lebih rendah daripada kandidat-kandidat lainnya?”

—ah.”

“Kasusnya kau mengira mereka lebih baik. Crusch-san memang orang mengagumkan bertujuan luar biasa, ya, tapi pikirkan Anastasia-san dan Priscilla. Alasan mereka sama sekali tidak patut dipuji.”

Keserakahan dan egoisme. Itu motivasi partisipasi mereka.

Subaru tidak sempat mendengarnya, namun alasan terhormat apa yang mampu Felt berikan untuk berpartisipasi dalam Pemilihan?

Keinginan Emilia untuk menyelamatkan orang lain tentu tidak lebih inferior.

“Dan terserah awalnya kau mau apa, sekarang berbeda, kan?” “… tahu dari mana?”

“Sebab tatapanmu damai sekali di ruang perjamuan ini.”

Acara aula perjamuan Milord adalah pemandangan manusia dan manusia hewan, bangsawan juga pelayan serta rakyat jelata, semuanya berinteraksi tanpa membeda-bedakan ras maupun kelas.

Subaru menyebutnya idealisme, dan Emilia menatap rindu sesuatu itu. Subaru tahu persis kalau api dalam hati Emilia telah tersulut.

“Jikalau tujuanmu adalah untuk melihatnya lagi, aku akan membantu. Aku setuju itu fantastis. Tak ada yang ‘kan menghentikanmu memasukkannya dalam alasan perjuangnamu.”

“Kau bakal … betulan, membantuku?”

“Kau kira untuk apa aku bersumpah? Jangan khawatir, aku ingin kau mengandalkanku terlebih dahulu.  Ketika kau perlu bantuan, nanti kubantu, dan kelak kau tidak yakin, kita akan menyelesaikan masalahnya bersama-sama.”

“….”

Emilia menahan nafas, matanya gemetaran.

Gadis itu harus membalas apa? Bibir gentarnya tidak bisa dengan jelas menyatakan perasaannya. “… mmn.”

Dia hanya menggumamkan itu. Dan tersenyum.

‘—aku butuh itu saja,’ pikir Subaru.

“Baiklah, keraguanku lenyap sudah.”

Seusainya Subaru meminum gelas-gelas sisa di pegangan tangga. Lalu mengambil pai daging dingin, menjejalkannya ke mulut, dan dikunyah.

Rasa dingin tak mampu menurunkan kelezatan pai yang langsung meleleh di mulut. Memang sebuah mahakarya yang dibangga-banggakan Garfiel.

“Subaru, kau keselek kalau makan cepat-cepat.” “Aku menikmati setiap gigitannya jika kau menyuapiku.” “Rasanya pernah aku lakukan di suatu tempat, saat kau kelelahan ….”

Subaru menyeringai masam sebagai jawabannya, dan menuntun Emilia ke aula.

Sekali lagi menatap langit, kemudian ditemani Subaru dan memasuki aula bersamanya. Pesta masih berlangsung, makin intens sekembalinya sang bintang tamu.

Setelah membawa pulang Otto yang mabuk, Garfiel pingsan di tangan Frederica dan serangan sikuan Ram, mencegahnya minum alkohol.

Dansa tak spontan Petra dan Beatrice mencapai klimaksnya. Keringat menetes jatuh dari kening Petra, Beatrice membulatkan hati untuk mencurahkan usaha yang setara.

Anne-Rose nampak tidak senang oleh Subaru yang telah kembali bersama Emilia, tetapi Clind menusuk pipi tuannya yang membuncit, makin parah.

Lewes dan Roswaal berdiri bersamping-sampingan, bersulang atas perbaikan hubungan mereka, dan meneguk gelas masing-masing.

“Luar biasa, Emilia-tan.”

“Ya. Jelas seperti yang ingin aku lihat. Selalu aku ingat.” jadi ayo ingat malam ini.

Mereka menginterupsi kedua gadis, berdansa di titik paling banyak perhatian dalam ruangan. Mereka tidak tahu satu langkah pun, tapi menikmati seluruhnya.

Dalam lautan senyum dan kebingungan, Kesatria dan Penyihir—master dan pelayan baru—memulai tarian tidak jelas mereka.

Catatan Kaki:

  1. RNG (Random Number Generator) adalah sistem favorit untuk dunia game terutama di dunia game genre RPG. Dengan RNG bisa menentukan tingkat Eva, Critical, Damage, BUKA BOX, ENHANCE (Nempa). DAN LOOT DROP ITEM .
  2. Fullmetal Alchemist (鋼の錬金術師 Hagane no Renkinjutsushi) adalah sebuah anime dan manga karya Hiromu Arakawa. Fullmetall Alchemist diterbitkan dalam majalah manga Monthly Shonen Gangan sejak tahun 2002 dan dalam bentuk tankobon oleh Square Enix. Di Indonesia, komik ini diterbitkan Elex Media Komputindo sejak Mei 2007.
  3. EMT adalah Emiria-tan Maji Tenshi (Emilia-tan beneran seorang malaikat)
  4. EMK adalah Emilia-tan Maji Koakuma (Emilia-tan beneran seorang iblis kecil)
  5. Shichi-Go-San (七五三 Shichigosan, 3, 5, 7) adalah nama upacara di Jepang yang merayakan pertumbuhan anak berusia 3, 5, dan 7 tahun. Perayaan dilakukan setiap tahun sekitar tanggal 15 November dan bukan merupakan hari libur. Peserta perayaan adalah anak laki-laki berusia 3 dan 5 tahun, dan anak perempuan berusia 3 dan 7 tahun. Umur-umur tersebut dipercaya sebagai tonggak sejarah dalam kehidupan, dan angka-angka ganjil menurut tradisi Tionghoa dipercaya membawa keberuntungan. Anak-anak yang cukup umur sebagai peserta Shichi Go San didandani dengan kimono dan dibawa ke kuil Shinto untuk didoakan. Orang tua memanfaatkan kesempatan ini untuk mengabadikan anak-anak yang sudah berpakaian bagus dengan berfoto di studio foto. Anak-anak yang merayakan Shichi Go San mendapat hadiah permen panjang yang disebut permen chitose (千歳飴 chitoseame, permen seribu tahun) yang dipercaya membuat anak sehat dan panjang umur.[butuh rujukan] Kantong tempat permen chitoseame bergambar kura-kura dan burung jenjang yang merupakan simbol umur panjang.
Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
9 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Kodai

fiuh,
tiga hari baru kelar baca ini

sankyu min geber teruss

suep

mantepp minn !!!

Tetangga

Gila panjang bener , makasih min , semangat!

Otto

Wew..puas baca dong.
Makasih tah min.

RanV

Thx sudah di garap min

Ini chp menyenangkan sbelum bagian menegangkan.

Akhirnya subaru jadi knight resmi emilia :>

Ali Fauzi

Akhirnya subadrun resmi dilantik sebagai kesatria…..wah semoga asmaranya semakin terasa…

B~

Jadi knight resmi akhirnya

Abed

Mantap min,aligato gozaimasuuuu!!!!,pahlawan tanpa jasa llw min saoiko,ntapz

Rendy

Panjang bngt anying wkwk