Share this post on:

Kesedihan Liliana Masquerade

Penerjemah: Daffa Masquerade

“…”

Jemari meluncur di atas kecapi, ujung jari mengencang karena terbiasa. Bertahun-tahun berpuluh-puluh ribu kali, ujung jari memainkan kunci-kunci kecapi selama ini.

Bagiku, menyanyi seperti menarik napas, seperti tertawa ketika menemui hiburan …

Tenggorokan membuka, menghirup diafragma, menjalin ritme dengan suara melodi.

Suara gentar menyanyikan seluruh kata yang muncul di pikiranku saat ini, semua perasaan.

Sekaligus menyuarakan melodi yang muncul di pikiranku bersama lagunya.

“…”

Ketika membuat lagu baru, sekalipun aku bilang inspirasi muncul, benar-benar mengatakannya itu agak absurd.

Dengan kata lain, bukan kemunculan mendadak, tapi sebuah penemuan. Menyebutnya begitu barangkali lebih cocok. Pada saat-saat ini, melodi dan kata-kata bangkit di pikiranku, berasal dari hal-hal yang asalnya tersembunyi di dunia ini.

Menemukan melodi yang dilupakan dunia.

Tersandung kebetulan demi kebetulan, meraih kebetulan ibarat hadiah yang turun dari langit—lagu yang tersembunyi di sudut dunia. Aku, telah lama menganggapnya seperti ini.

Dengan demikian aku beri tahu Priscilla-sama bahkan tanpa mempelajari apa pun, musik dapat dinikmati. Sepenuhnya melepaskan kebijaksanaan, seluruh pengetahuan, akan sama saja.

Karena lagu itu bukan yang dinyanyikan manusia.

Pernah dengar kicauan burung? Pernah dengar paduan suara jangkrik? Pernah diam-diam mendengar angin menyapu sungai, merasa menggumamkan suara?

Apa mereka pun punya kemanusiaan? Mungkin, atau tepatnya, mereka harusnya tak punya. Paling tidak aku mengira mereka tak punya! Tak punya!

Dari matahari yang menyinari segalanya, bulan yang naik-turun, bumi yang menebarkan baunya, bunyi derak kayu bakar, pernahkah kau merasakan musik? Aku pernah! Aku merasakannya—bukti bahwa musik menembus dunia ini.

Dunia dibangun musik, dunia ini dipenuhi musik, dunia ini terhubung oleh musik, inilah buktinya.

“…”

Kami para penyair, hanya meminjam lagu dari dunia ini yang diisi musik. Musik sendiri ada di mana-mana, yang mana dengan sedikit perhatian saja sudah terungkap, sebetulnya tidak perlu kita tangkap sebagai lagu.

Tanpa malu, tanpa permintaan maaf, kita menikmati melodi indah ini sendirian.

Boleh-boleh saja melakukannya. Berpikir demikian boleh-boleh saja.

Akan tetapi, bukannya musik itu sesuatu yang indah?

Membagikan sesuatu nan indah sama orang lain membawakan suka cita lebih besar.

Dengan suka cita lebih besar, gelak tawanya punya kegembiraan lebih besar.

Ya seperti itulah musik, jika itu musik, maka ia bisa melakukannya.

Sebab seluruh dunia bernyanyi, siapa yang akan mengomeli orang-orang bernyanyi?

Ayo, curahkan, curahkan, curahkan semuanya.

Ayo, tenggelam, tenggelam, tenggelam.

Berendam dalam suka cita, penuh kegembiraan, dipenjara kebahagiaan!

Telinga, mata, hidung, kulit, roh, jiwa, persembahkan semuanya, bergabunglah bersama musik!

Kegilaan menelan penonton, menghapus Kemarahan ekstrim sekali gilas.

Berayun menari, suara mereka menyatu bersama pertunjukkan. Jikalau tatapan mereka selaras dengan orang-orang di sekelilingnya, fenomena berbagi perasaan akan terasa.

Tentu saja. Musik selalu menyertaimu, kawan yang senantiasa hadir sejak lahir hingga mati.

Lihat, dengar, rasakan.

Kami selalu di sini, memanggil musik itu—!

“Jadi, yeah! Sama sekali tidak sunyi, makasih atas perhatiannya—!”

Nyanyikan, uwaaaah!


Eh~, jadi bagaimana bilangnya, maaf karena dengan riangnya melupakan diriku sendiri.

Setelah akhir pertunjukkan panjang seperti ini, mengingat perilaku penuh gairah yang aku tampakkan, pipiku memerah.

“Um, one-san luar biasa! Aku sangat tersentuh!”

Teehee! Imut sekali tatapan murni tak tahu apa-apa Schult-kun! Hati gatal, sakit! Mata merah sehat, bahagia, berair, membuat tetes darah menetes di hatiku!

Benaaar, anak ini sepenuhnya tak punya niat jahat, tidak juga sarkasme. Dia semata-mata sungguh-sungguh mengungkapkan perasaan kekanakannya. Meskipun tak menyadarinya, tapi karena dia keterlaluan imut pujiannya tidak bisa cukup diterima!

Sayang sekali, Schult … sebagai orang dewasa, kemurnian ini akan dikotori.

“—? Sebagiannya tak dimengerti, maafkan kurangnya pembelajaranku.”

Hya! Ekspresi sedih itu sangat tak lucu!

Apa ini semacam lelucon jahat kepadaku, anak ini!? Sedikit, sedikit sentuhan saja … Ehehe …

“Liliana, pertunjukan itu barusan lumayan, kau pantas dipuji.”

“Hiii!”

“Suara mengerikan apa tadi? Seorang gadis … semestinya kau, tidak boleh membuat suara seperti itu.”

Hampir menjangkau genggaman iblis berdosa orang dewasa, aku tertangkap sebagai penipu seperti Priscilla-sama. Tidak, aku tak ingin melakukan hal tercela, sungguh, tak ada niat apa-apa.

Omong-omong, begitu Schult melihat Priscilla-sama, sikap beliau mulai terbuka, Schult menempel di pinggang Priscilla-sama. Biar begitu, Schult tak melekat erat-erat, hanya memegang sedikit gaun merah beliau … sikap sederhana seorang malaikat.

Lalu untuk menyambut Schult-kun berharga ini, berusaha mengubah pusat konvensi brutal menjadi sebuah festival.

“Hasilnya tak terduga … suatu kala ketika aku tidak memerhatikan, sepertinya aku sudah mencapai ketinggian musik. Memang, seorang dewi musik tanpa tandingan!”

“Bodoh. Sadar akan kaliber dan keduniawianmu sendiri sangatlah penting. Tetapi menilai diri sendiri terlalu tinggi mengurangi keanggunan. Lagumu memang layak dinikmati, tapi sekarang belum waktunya untuk menyebut dirimu sendiri tiada tandingan. Kau hanya beruntung, mereka tenggelam begitu cepat cuma karena tersugesti.”

“Tersugesti?”

Apa artinya?

Dengan tampang lesu, Priscilla-sama mengipasi dirinya sendiri, ketika dia mengamati wajah-wajah di pusat konvensi. Aku buru-buru mengikuti pandangnanya, melihat banyak orang.

Orang-orang yang akhirnya terbebas dari suasana menghina, menyerang, berkelahi, telah kembali pulih. Beberapa mengulurkan tangan kepada yang didorong, beberapa meminta maaf, beberapa terus-terusan merespon, tak apa tak apa. Beberapa diam-diam merawat yang terluka.

Oh, wah, laguku sangat menakjubkan! Yang tadinya berdebat, telah beralih ke kondisi hangat … praktis bakat seorang master!

“Jangan lupakan dirimu karena gembira. Pengaruh keresahan yang memiankan rakyat jelata ini layaknya boneka masih bertahan. Suara lagumu mengurangi rasa tak percaya dan ketakutan rakyat jelata. Namun tanpa menyelesaikan akar penyebabnya, situasinya akan berganti ke yang barusan terjadi.”

“Eeh!? Ah, tidak, tapi, memikirkannya, setiap kali mereka berbuat hal serupa, saya akan hapus dengan lagu membara saya …”

“Secara teori, itu bisa. Akan tetapi, akar masalahnya tetap ada. Bukan hanya di sini, kerusuhannya tak semata-mata terjadi di pusat konvensi saja.”

“Apa-apa-apa, apa!?”

Ini pertama kalinya aku mendengar … tidak, sebelum pergi ke sini Priscilla-sama telah menghindari gangguan semacam itu. Mungkinkah gangguannya terjadi di seluruh kota!?

“P, P, Pristella, adakah yang bisa dilakukan untuk menanganinya?”

“Yah, begitulah. Sejujurnya, suasana hatiku tak selaras untuk menyelamatkan kota …”

“Priscilla-sama …”

Emosi berubah-ubah, berdarah dingin, ekspresi besi! Dengan tatapan gemetar Schult menatap Priscilla-sama yang berbicara. Bagaimana bilangnya, jelas sekali Schult-kun di samping Priscilla-sama nampak begitu normal, keutuhan sempurna.

Ah, anak ini tanpa harapan, sepenuhnya sesuai kesukaanku.

Tidak ditanggapi Schult-kun, tak tahu apakah perasaan sama kami termasuk merugikanku. Priscilla-sama mengangkat bahu tak berdaya, payudara memantul berat, selagi tangan memegang pinggangnya.

“Berapa umur Priscilla-sama?”

“Sembilan belas.”

“Begitu. Omong-omong, cuma ingin beri tahu saja, saya 22.”

“Ga nanya.”

Aku cuma ingin memberitahu. Perbedaannya apa, dietnya? Apa penyair pengelana pasrah pada hal ini saja? Benar-benar penderitaan.

“Bahkan tanpa memberitahu Schult terjebak di sini, berani bersikap tak hormat selama aku tinggal, diriku bukanlah pengecut pemaaf. Bila Kultus Penyihir tak terlibat, kepala mereka akan berguling.”

Saat tanganku mengerat, dekrit Priscilla-sama tampaknya telah ditentukan.

Sekalipun banyak yang harus dikatakan, aku betul mengerti perasaan Schult-kun perlu dihormati.

“Betulan deh, soal Schult-kun Priscilla-sama benar-benar keterlaluan protektif♪ …”

“…”

“Gyah!? Terbakar, terbakar, semuanya terbakar!?”

Terbakar!? Aku barusan terbakar!?

Seketika sikuku menusuk sisi samping Priscilla-sama, api membakar kepalaku!? Ujung rambutku keriting karena terbakar!? Bahkan tanpa mantra!?

Kebrutalan mendadak! Kepanikan asli! Mimpi buruk tak terlupakan!
“O-Onee-san, kau tak apa-apa …!?”

Menghampiri aku yang kepalaku terbakar, Schult berlari kaget. Mungkin mencoba memadamkan apinya segera, dia menarik botol dari bungkusan yang dia tuju, berniat menuangkan isi botolnya kepadaku, menghilangkah kesulitan yang dipaksakan ke tubuhku. Sekejap, kepalaku sekali lagi dikepung api.

“Berhenti, Schult.”

“Tapi, Priscilla-sama …!”

“Ini wine soreku. Sebab milikku sendiri, bahkan setetes pun akan mengubah percikan api menjadi bola api. Kedengarannya bercanda, tapi kenyataannya begitu.”

“Uuuwaaah!”

Sebelum aku terbakar, aku berguling-guling di tanah dingin. Leher mungil Schult memiring seolah bertanya, Wine bisa terbakar tidak?

Tercela, tuan dan pelayan bekerja sama membinasakanku ke dalam nyala api … tapi! Bila mana aku mati di sini, jiwa seorang penyair takkan beristrirahat, membawakan lagu malam di samping tempat tidurmu … karena, lagu ada di mana-mana di dunia ini!

“Kalau tak keberatan, kau boleh melakukannya. Omong-omong, rebut-ribut mempersoalkan rambut hangus, cepat berdiri!”

“Eh? Api terkutuknya mana? Semestinya aku terkurung api membara dan menjadi abu?”

Ah, sungguh, tidak ada luka bakar apa-apa. Barusan apa, menakutkanku setengah mati.

Tertawa malu sembari melepas pakaian, selagi orang-orang sekitar memandang, aku berjalan ke sisi Priscilla-sama, mulai bernegoisasi.

“Baiklah, Priscilla-sama! Untuk menyelamatkan Pristella, tolong serang gencar, dengan anggun beri salam Uskup Agung! Saya akan mendukung sebaik mungkin!”

“Jangan bicara seakan-akan ini urusan orang lain. Diriku sudah memutuskan membawamu juga.”

“Haaaaaaahh—!?”

Bumi hancur! Langit jungkir balik! Kecantikan merenggut nyawa! Kenapa menunjukkannya di saat-saat seperti ini!?

“Seorang penyair seperti saya hanya tahu caranya menjadi imut, bernyanyi, dan imut. Seorang penyair tanpa spesialisasi … membawa saya cuma dapat memuaskan mata serta telinga Anda, tahu.”

“Blak-blakanmu itu tak menarik. Sudah kubilang. Diriku menyukaimu. Lagu itu, sayang jika kehilangannya. Apalagi membuangmu ke orang-orang barangkali akan menyebabkan ketidakberuntungan. Sebab kau akan meninggalkan Sun Disk-ku.

“Dengan kata lain … saya sangat imut sampai-sampai Anda mau melindungi saya?”

“Hoh?”

“Wah! Meski berbuat ulah, Priscilla-sama benar-benar baik!”

Dibanding serangan membakar rambutku tanpa alasan, betapa baiknya Priscilla-sama membakarku setelah memberi peringatan. Hah, dada kesemutan. Perasaan macam apa ini … detak jantung berdegup cepat, keringat menetes, napas megap-megap, darah terkuras dari wajah …

“Ada alasan lain untuk membawamu. Deklarasi rakyat jelata menyebalkan itu … apakah artinya ada alat sihir di gedung pemerintahan?”

“Huh? Ah, benar juga, ada di Balai Kota. Setiap paginya, bangun lebih awal, menyeka kantuk dari mata sesuai kewajiban …. Ah! Bukan berarti saya takkan bernyanyi sebab ingin tidur. Memang, alih-alih menyebutnya kolaps gara-gara kelelahan di tengah-tengah menyanyikan lagu, lebih tepatnya tertidur lebih dari setengah lagu. Begitu saya menyanyikannya, saya terbangun! Langsung bangkit!”

“Mengetahui lokasinya sudah cukup. Diriku membutuhkan alat sihir itu … dan kau.”

“Anda ingin saya …”

“Tenggorokanmu.”

Perubahan frasa.

Akan tetapi, berkat ini, aku akhirnya sadar apa yang ingin dikatakan Priscilla-sama. Itu, beliau ingin bilang …

“Melakukan yang baru saja terjadi di pusat konvensi ini, disebarkan ke seluruh kota lewat siaran alat sihir …”

“…”

“Eh, anu, Priscilla-sama? Ada apa?”

“Beraninya semencolok itu di hadapanku, dasar bodoh, kau melakukan apa pada Liliana yang asli. Orang itu tak mungkin amat cerdas.”

“Saya yang pintar dan imut dianggap ilusi!”

Macam kesan yang dia miliki padaku, sebetulnya, teramat-amat mengecewakan.

Namun demikian, aku memahami pemikiran Priscilla-sama. Seandainya keributan sama di pusat konvensi ini terjadi di seluruh kota, maka mungkin giliranku naik panggung.

Berkeliling kota membuat pertunjukkan adalah luar biasa, tapi tak cukup waktu untuk bepergian seperti ini! Sudah terlambat untuk berkeliling seperti ini! Maka dari itu, pikiranku sudah bulat!

“Baiklah, dipahami! Kalau begitu, saya pun setuju pemikiran otentik Priscilla-sama yang menginginkan saya menemani Anda! Selain itu, tuk mendatangi Balai Kota—tempat di mana kekuatan berpikir kota terkonsentrasi! Tentu Kiritaka-san akan berada di sana, dalam keadaan darurat seperti ini, dia bisa diandalkan!”

“Tentu saja, dalam Balai Kota pasti ada yang menunggu Uskup Agung Dosa Besar. Membasmi hama itu adalah keharusan. Kau sebaiknya menghindarinya.”

“Saya lupa!”

“Baik. Saat ini, Kenafsuan menduduki Balai Kota. Artinya, jika Balai Kota adalah markas, rencana pertempuran bisa dibayangkan.

“Tapitapitapitapi! Uskup Agung itu, bisa jadi sudah mengosongkan Balai Kota! Ada banyak ruangan di sana yang tidak bisa diakses sebab kerahasiaan, jadi boleh jadi mereka tak berlama-lama, dan Kenafsuan sudah lama hilang!”

Hmph-hmph, betul, ledakan alasan ilahi. Ini adalah ide milikku yang setiap paginya bekerja.

Sebenarnya, tempat itu, adalah tempat semua orang bergegas bekerja, jadi tak ada orang yang mengakuiku. Anak-anak yang tidak memahami angka akan disuruh pergi, seperti apa rasanya!

Karenanya, Balai Kota tentu akan betul-betul kosong …

“Yaho. Yaho~ Yahoho~.”

Saat ini, siaran kedua terdengar.


Setelah mendengarkan siaran kedua, kami meninggalkan pusat konvensi dengan depresi (Priscilla dan Schult tak terlihat depresi).

Tak perlu waktu lama untuk meninggalkan pusat konvensi, karena setelah siaran kedua, orang-orang mulai gelisah lagi, kemudian aku mesti menenangkan mereka dengan laguku.

Terus terang saja, pertunjukan ini bisa dibilang tak disengaja.

Apa pun yang dinyanyikan, tingkah tak masuk akal tidak diperkenankan. Akan tetapi, pada dasarnya, menambahkan hal tidak baik ke lagu itu tak diizinkan.

Setelah mabuk lagu, tenggelam dalam lagu, bernyanyi bersama perasaan ini, itulah niatku. Tetapi menggunakan lagu sebagai serangan psikologis yang merisaukan orang-orang adalah sesuatu yang tak ingin kulakukan. Tetapi ujung-ujungnya bernyanyi menjadi solusi semacam ini, andai aku ingin bernyanyi seperti ini, jika keaslian lagunya hilang, lagu itu masih dapat menjangkau orang lain … barangkali jika begitu pemikiran ini takkan ada.

“Mengambil alih Menara Pengendali dan bendungan utama, lalu mengajukan serangkaian permintaan …”

Setelah meninggalkan pusat konvensi, dengan langkah yang selalu percaya diri, hanya aku saja yang gemetaran mengikuti di belakang. Alih-alih menyebutnya kehilangan jaminan, barangkali kehilangan identitas?

Tak diragukan lagi aku ada untuk bernyanyi, tetapi dalam keadaan ini aku sendiri yang meminta bernyanyi, atau lagunya dinyanyikan, atau menyanyikan lagunya, atau hasilnya.

Walaupun ketiganya sudah aku berikan, aku tak mengerti satu pun dari ketiganya.

Tak tahu yang mana tepatnya.

“Siaran ketiga harus terjadi, sebelum kita merebut kembali Balai Kota serta alat sihir.”

“Kenapa begitu?”

“Kultus Penyihir perlu menggunakan alat sihir, lanjut mereka mengirimkan permintaan ketiga. Setelahnya, hanya masalah mengawasi empat Menara Pengendali, jauh dari situasi yang mungkin menghilangkan keunggulan mereka dengan mengungkap lokasi masing-masing. Namun demi memainkan permainan sinting mereka, kemungkinan bisa merebut alat sihir.”

“Bisa kita gunakankah?”

“Selama orang yang mengoperasikan alat sihir itu Kenafsuan, firasatnya begitu …. Meskipun tampilan depannya cukup ganas, yang berada di baliknya cukup licik. Orang gila cerdik semacam itu akan berubah tergantung kesempatan, persis terlihat seperti itu.”

Kendatipun ekspresiku berat, Schult yang pertama menanyakan pertanyaan Priscilla. Schult secara instan menemukan rahasia tidak membuat Priscilla-sama marah (mungkin orangnya sendiri tak sadar!). Karena dia sendiri sangat tulus, Priscilla-sama serius menjawab semua pertanyaannya.

Karena penjelasannya dimaksudkan untuk seorang anak, aku pun mudah memahaminya.

Bisa dibilang, akankah situasinya berkembang sesuai keinginan Kultus Penyihir?

“Sejauh ini setelah siaran ketiga, ketika permintaan mereka diajukan. Misalkan alat sihirnya bisa dioperasikan, lagumu akan bergabung dalam bidang permainan. Jikalau kota dalam keadaan rusuh, siapa tahu di mana tempat berkumpulnya hama di antara singa.”

“Sebelum sesuatu serumit itu terjadi, apa tak ada kemungkinan Priscilla-sama menggunakan pedang mulia itu untuk menghabisi Kultus Penyihir?”

“Menara Pengendali ada di keempat sisi, andaikan salah satunya membuka bendungan satu saja, kotanya akan banjir.  Bahkan diriku ini sendirian. Ikut menyerang balik itu tak efektif. Di kota ini ada beberapa orang lain yang cakap … mereka pun akan berusaha memulihkan alat sihirnya.”

Orang cakap lain yang diungkit Priscilla-sama adalah mereka yang mampu menghadapi Kultus Penyihir dalam pertempuran.

Setahuku, orang-orang yang berpengalaman mengalahkan Kultus Penyihir memang tinggal di kota. Betul, Natsuki Subaru-sama sang Penyihir Loli, dan Emilia-sama sang Penyihir Berambut Perak yang menyertainya!

“Oh, saya paham! Kita menunggu sampai siaran ketiga, sebelum menuju Balai Kota.”

Tinju mengepal, napas tanpa sadar mencepat.

Sejujurnya, memprotes ini agak mengucilkan hati. Akan tetapi, tidak pergi menuju Balai Kota artinya tak sanggup memastikan keselamatan Kiritaka-san … lebih tepatnya, bahkan sekiranya keselamatan Kiritaka-san terjamin, dia takkan berguna dalam pertempuran …

Namun demikian, semisal demi orang itu saja, aku akan bernyanyi.

“Jadi, sebelum itu …”

“Pergi bersama Liliana-sama, ke selter!”

“Ya, ya, bawa saya ke selter dan menunggu, uwaaaaaaah!?”

Schult menjawab antusiasmenya, apa ini!?

Priscilla-sama mengangguk puas. Melihatnya, dengan seluruh wajahnya yang merah cerah, Schult senang, sekalipun aku diungkit tapi masih pergi sendirian bersama Schult.

Jelas menemaniku, tapi entah kenapa masih merasa kesepian.

“Biarpun tahu akan bagiamana lagumu berefek pada gelombang mengganggu ini, tetapi pertama-tama suasana hatimu mesti ditenangkan, sebelum memintamu tampil … walau ketika itu kau kebingungan, kau yang sekarang tak boleh punya perasaan merepotkan itu.”

“Tapi, apa ada hubungannya sama selter!?”

“Meski menggunakan alat sihir untuk menghilangkan kutukan adalah tugasmu, sebelum merebut kembali Balai Kota, kau tidak ikut, di waktu yang sama hati para rakyat jelata akan dikesampingkan, kala mereka goyah gelisah.”

“Ah …”

“Sebelum berdiri di hadapan alat sihir, mereka yang membutuhkan lagumu jumlahnya tak terhitung. Untuk mencegah ini, kau harus memenuhi kebutuhan mereka.”

Permintaan Priscilla-sama, akhirnya bisa dengan mudah dipahami.

Sebelum laguku sampai, terjadi banyak kasus orang-orang saling melukai seperti di pusat konvensi. Tatkala itu, mungkin pengantaran lagu rahmat penyelamat penting barangkali sudah terlambat.

Tentu tidak semuanya bisa diselamatkan. Tapi, membantu mereka yang dapat diselamatkan terbukti bukan tugas sia-sia.

“Menurutku, keberanianmu di atas panggung tidak kecil. Akan tetapi, keraguan barusan berbahaya. Bisa jadi akan menunjukkan dirinya di momen-momen kritis. Maka dari itu, kau mesti meningkatkan jumlah waktu pengalamanmu di atas panggung.”

“Waktu di atas panggung … ya?”

Waktu di atas panggung, sudah di nomor yang tak terhitung lagi. Kendati ungkapan keberanian di atas panggung belum pernah digunakan, tak pernah sebelumnya panggung membuat malu.

Maksud sejati Priscilla-sama adalah—

“Masalahmu tak diketahui. Tapi, yang diperlukan bukan lagu untuk dirimu sendiri, tapi untuk orang lain. Pahami bahwa lagumu adalah demi orang lain. Karenanya, kau harus meningkatkan jumlah waktumu di atas panggung.”

“…”

“Arogan sekali sampai diminta oleh diriku hingga sampai sini. Bertobatlah dengan hasil yang akan kau hasilkan.”

Berkata demikian, ibaratnya sudah membuat keputusan, Priscilla-sama melipat kedua tangannya ke atas dada yang menonjol tajam—payudara besar itu memantul dahsyat, tangan beliau bergerak ke pinggang.

Lagu, adalah kehadiran yang berbeda dari diri. Bernyanyi seperti itu—

“Priscilla-sama memang lembut! Saya benar-benar paham!”

“Terlalu berisik, Schult.”

Percakapan yang rasanya sedikit lucu, tapi, dengan ini aku akan membulatkan tekad, mulai bertempur dengan tur pertunjukan keliling ke setiap selter.

Paling pentingnya, memenuhi kata-kata Priscilla-sama, kedua, memenuhi lagu penyair dan menari—masa depan Liliana!———

—.

———.

————.

Yah, selagi mengunjungi selter dengan semangat, memeriksa orang-orang yang sudah menyerah pada frustasi dan putus asa, akan ada siaran ketiga …

“Hmm … orang lain siaran duluan. Sungguh menyebalkan.”

Priscilla-sama mendongak memerhatikan langit pucat, menggumam sendiri.

Perihal ke mana perasaan beliau diarahkan, aku tentu sudah mendengarnya pula.

Natsuki Subaru-sama telah membuat siaran dengan alat sihir.

Biar kata-katanya tak kikuk, tidak bisa juga disebut inspiratif, tetapi mungkin di hati orang-orang dalam kota, selain kerusuhan dan ketakutan, bisa disimpulkan hal lain.

Hal yang sama, sebagaimana keinginan kami tuk bernyanyi.

Kalau begini, siapa pun yang melakukannya oke-oke saja.

“Sekalipun orang lain sudah datang duluan, sesuai kata-katanya, Balai Kota kelihatannya sudah aman. Mulai sekarang mari menemui semuanya, lalu mulai pertarungan merebut kembali kota! Saya akan bernyanyi sebisa mungkin!”

“Jangan tunjukkan sikap tak waras seperti itu.”

“Tidak, tidak, tidak, ini bukan kesombongan.”

Terdapat sejumlah kepastian, tapi yang lebih besarnya adalah rasa malu.

Kesempatan yang telah diambil, melewatkan kesempatan untuk menjadi sang Biduanita.

Tetapi yang menggantikannya adalah bisa berdiri di tempat terlahirnya seorang Pahlawan, itu memuaskanku.

—rasa puas ini, di mana sang pahlawan tanpa pikir panjang memutuskan menghadapi Priscilla-sama, apakah akan menghilang seperti ini!

Yey! Baiklah kalau begitu! Masih ada kesempatan untuk bernyanyi!

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Raeeinna

Semangat minn ane setia menunggu

Nol

Bab ini baca jadi terlelap…ngantuk berbeda dr sebelumnya

M. Abdusyafi

Semangat min.. senantiasa dinantikan lanjutannya