Share this post on:

Re: Zero Arc 5 CH 63

Belas Kasih Liliana Masquerade

Penerjemah: DarkSouls

“Sepertinya ada semacam kerusuhan … pasti menyesal jika tidak mendatanginya.”

“Hah?”

Menarik-narik tangan Beatrice, Subaru-sama entah kenapa meninggalkan taman terburu-buru seraya menggumam sesuatu.

Kata-kata awal tersebut diucapkan Priscilla-sama yang tatapannya melihat kepergian mereka. Karena mereka perginya begitu mendadak, mata Emilia-sama pun membelalak. Mata kedua wanita cantik saling bersilangan, membuat pemandangan indah.

Izinkan kami menikmati suasananya, selagi tanpa tahu malu mengagumi aura yang dipancarkan mereka.

Tumbuh kelopak bunga api pada tatapan bersilangan mereka!

Mata merah sipit dan elegan, serta mata kecubung pucat lembut menyipit.

Terbenam oleh tatapan Emilia-sama, hidung anggun Priscilla-sama mendengus, tangan melipat. Dadanya, dadanya ditekan. Melihat dada besarnya memantul agresif, aku diam-diam membelai dadaku sendiri. Rata.

“Maksudnya apa?”

“Tidak ada, maksudnya literal. Sesuatu tak penting yang tingkat ini pun semestinya kau tahu. Ataukah niatmu benar-benar mengajukan pertanyaan? Kalau begitu, menggelikan sekali sampai-sampai menyakiti suatu pihak.”

“…”

“Bahkan antara tuan dan pelayan, rahasia itu lazim … konyol jika mempercayainya. Pelayan hanya perlu tangan dan kaki, andaikata sesuatu seperti ini dibiarkan, mereka bakal menunjukkan sikap yang tak sesuai keinginan tuannya. Yang jelas di situlah situasi dirimu berada.”

Lidah pisau menyerang tanpa jeda, menghadapinya ekspresi Emilia-sama merenung. Tatapan cemas serta rambut perak melambai bersama angin, mengilhami emosi yang sungguh tak terlukiskan … sebetulnya, walaupun agak memalukan, ini sangat menghibur.

“Ehehe …”

Pokoknya, pikiran Emilia-sama selaras. Dia mengangguk mengerti pada Priscilla sebagai responnya.

“Yah, meskipun itu benar … biarpun aku yakin perkataanmu benar, pemikiranku soal tuan dan pelayan berbeda.”

“Sombong sekali keberatan pada keputusanku. Kebodohan dan kedunguanmu sama buruknya. Tidak ada waktu senggang untuk berselisih. Cepat sana pergi.”

“Terima kasih. Aku akan mengejarnya …. Tapi, maaf meninggalkan Liliana.”

“Hehehe … uwah!?”

Sedang diam-diam mendengarkan ceritanya, Emilia-sama berkedip minta maaf. Merenungkan artinya, aku mengangkat tinjuku ke Emilia.

“Tolong jangan khawatir, Emilia-sama. Liliana sang Biduanita di sini! Percaya pada kembalinya Emilia-sama dan Subaru-sama, jadi santailah dan serahkan perlindungan taman padaku!”

Sekalipun penuh semangat mengaku sebagai Biduanita, memperkenalkan diri dengan sikap begini tuh memalukan banget! Lebih memalukan dari yang diperkirakan sebelumnya!

“Sekalipun tak yakin maksudmu tepatnya apa, tapi aku serahkan padamu. Priscilla, jangan rundung Liliana.”

“Jangan sembarangan menyebut namaku. Seluruh niatku disampaikan sudah. Pergilah, cari teman main badut itu.”

“Masa.”

Alih-alih bersikap tak ramah, namun Priscilla-sama kelihatannya tak disusahkan. Sampai menghilang dari jangkauan tatapan, Emilia-sama terus resah memperhatikanku.

Ah, selamat tinggal, Emilia-sama. Meski banyak kata yang harusnya dituturkan, bisa mensurvei Anda dari semua sudut sudah cukup.

“Sekejap. Tolong dengarkan—Tuk melihat dari bawah kakimu.”

“Dasar tolol, kalau masih sempat-sempatnya tak tahu malu juga, gunakan untuk mencari melodi teragung. Dunia ini tak mampu menandingi talentamu, tetapi batas umur seseorang hampir sama bagi semua orang …. Nilai satu detik yang sama sangatlah berbeda bagimu dan banyak orang. Waktu luang disia-siakan sesuka mungkin adalah hak prerogatif kekayaan. Tetapi kurangnya kedisiplinan untuk memperbaiki dirimu sendiri sama saja membuang dirimu ke selokan.”

“Malu oleh pujian Anda, semangat saya meningkat cepat, menurun cepat, kecepatannya sampai tidak bisa disusul!”

Pujiankah? Omelankah? Orang pintar bicaranya membingungkan.

Aku ini penyair pengembara, jarang merasa malu, tanpa pendidikan tanpa keluarga tanpa kuburan! Berkelana tanpa akhir tanpa batas di bumi ini adalah idealismeku! Jalan lagu!

“Orang lain tak sanggup memahami kebiasaanmu, hidup di dunia yang sepenuhnya berbeda, mau bagaimana lagi. Biar begitu, bodoh tak layak dibanggakan. Hal ini memengaruhi kualitas lagu tersayangmu.”

“Tidaktidaktidak! Tidak sama sekali?”

“—oh?”

“Eeh!”

Naluriah Liliana menyangkal, suara Priscilla melirih. Mata menyipitnya indah dan menakutkan, kedua-duanya membuat Liliana menyerah.

“T, tolong hentikan, Priscilla-sama …. Menentang Priscilla-sama bukan niat saya …”

“Jangan bertingkah tercela yang tak sesuai talentamu. Jika nilaimu menurun, maka akan menghina diriku yang memuji lagumu. Kau dimaafkan.”

Seperti halnya garis di telapak tangan seseorang, jalan menuju kebahagiaan tak ada!

Tidak yakin mengapa Priscilla-sama peduli tentang sesuatu semacam ini, eh … minta sedikit harusnya tak jadi masalah besar, kan?

“Jadi … bagi Priscilla-sama, kebijaksanaan dan lagu itu berhubungan?”

“Memang.”

“Tapi yang ingin saya pelajari tidak ada kaitannya sama lagu.”

“Oh, lantas mengapa kau berpikir demikian?”

“—karena dalam laguku, kondisi untuk menggoncang hati belum terpenuhi.”

Lagu, sangatlah kuat.

Aku yang tidak mampu menentukan kekuatan laguku, masihlah belum dewasa. Sebab sampai kini ketinggian tujuan serta kebenaran upaya telah ditegaskan, namun di depan masih ada jalan perjuangan panjang.

Lagu tak dewasa, performa tak dewasa, tapi hati yang penuh gairah sejak muda memang dewasa.

“Menggunakan lagu untuk mengekspresikan kegembiraan, tak membutuhkan banyak pembelajaran, menggunakan lagu untuk mengekspresikan kesedihan, semata-mata hati pun cukup, menggunakan lagu untuk mengekspresikan kemarahan, kemarahan buta sudahlah cukup … seperti ini.”

Kecapi dan tubuh mungil ini lebih dari cukup untuk sebuah lagu.

Kata-kata rumit tidaklah perlu. Hasrat belajar itu penting, tetapi tidak sanggup menikmati lagu tanpanya, bukanlah jalan yang dipilih seorang penyair.

Seorang penyair hidup untuk lagu. Tetapi lagu tak memilih penonton. Lantas, penyair pun tidak memilih.

“Sudah cukup kalau lagu saya mengandung perasaan saya, saya tak bermaksud mengungkap sesuatu rumit. Perihal yang tersisa di hati para penonton, akan ditentukan penonton itu sendiri—karena itulah disebut lagu, membawa kebahagiaan dengan cara demikian. Bersemayam lama dalam hati, dari waktu ke waktu, tanpa sadar mendadak bersenandung … seandainya sesuatu seperti itu ada pada lagu saya, maka hidup ini tidak sia-sia dijalani.”

“Hmm.”

“Hah!”

Penyair murni penuh energi, kandidat raja yang auranya dapat menjatuhkan burung yang terbang di udara.

Di antara para kandidat, Priscilla-sama terutama terkenal atas karakter merepotkannya. Hanya dengan hubungan bernyanyi dan menari bersama, berusaha mendekatinya terlalu sombong!

“Eh, tak apa, saat ini saya setuju dengan Anda … ini pengecualian, mmn, pengecualian. Hehe, walaupun maaf karena berniat mengabaikan …”

“Luar biasa kau … tidak, engkau benar-benar anak baik.”

“Hah?”

Kaki yang bermaksud meminta maaf kemudian kabur, telah ditangkap kata-kata Priscilla-sama.

Di akhir kalimatnya, apa Priscilla-sama barusan tersenyum? Dengan kata lain, hanya Priscilla tersenyum? Senyuman murni tanpa permusuhan, sesuatu seperti ini, entah bagaimana rasanya manis.

“Akulah yang tak masuk akal, engkau hanya mengikuti jalan majumu. Mendekatiku meskipun engkau mendapati masalah, karenanya kau cukup bernilai tuk mendapatkan penghormatanku.”

“Eeeeeeeeeh!?”

Entah kenpaa, evaluasinya lebih tinggi dari yang dibayangkan!

Priscilla-sama kemudian mendadak dan tanpa ragu-ragu, duduk di tepi air mancur taman dengan santai. Blak-blakan menyilangkan kakinya, apalagi kakinya panjang banget! Atau tidak.

“Saya, bisa hidup?”

“Sekalipun dunia ini akan berakhir, aku akan menjamin kelangsungan hidup engkau sampai akhir.”

“Hidup sepercaya diri itu biarpun seandainya dunia benar-benar hancur! Telah datang inspirasi, tolong dengarkan—Wanita Menuturkan Keputusasaan.”

“Sekiranya lagu ini dipersembahkan untukku, pastikah mulia?”

“… membawakan, lagu klasik berjudul Catatan Penaklukan Naga Jahat!”

Suasana menyengarkan telah dibunuh suara-suara gembira serta kata-kata tawa, betapa indah rasanya.

Priscilla-sama duduk di depan air deras, di hadapan air mancur yang seakan-akan menelannya, selagi aku berusaha sekuat tenaga, seolah-olah menginjak bara api panas. Memainkan senar kecapi, memusatkan perhatian pada hal paling memorial.

Meningkatkan fotus sampai batas, perasaan yang menyingkirkan dunia ini—aku sebut Dunia Penyanyi, datanglah, tenggelamlah ke dalamnya!

Datanglah, imersif! Lupakan keresahan dan teror, juga semua masalah!

Hahaha, semua masalah itu!


“—hentikan pertunjukanmu.”

“Ehehe, tidak bisa …. Eh? Anda bilang apa?”

Andai terdapat banyak masalah, Dunia Penyanyi tak bisa begitu saja dimasuki, namun baru saja imersif datang tanpa masalah.

Kalau begitu, walaupun lagunya telah dieksekusi dengan sempurna, Priscilla-sama berdiri menampakkan ekspresi serius, kenapa? Apa lagunya terdengar tak dipoles?

“Priscilla-sama?”

“Tidakkah engkau sadar? Sesuatu mengenai jalanannya aneh …. Sesaat diriku bersantai, sesuatu jahat dengan bodohnya mulai bergerak.”

“Eh …”

Ucapan yang keluar dari mulut Priscilla-sama membingungkan.

Sebenarnya, apa yang terjadi?

“Tampaknya Pristella menghadapi bencana. Misalkan terus seperti ini … intuisi badut itu ternyata akurat. Tak menyenangkan sekali.”

Yang dipanggil badut barangkali Subaru-sama. Tapi soal intuisinya apa, apa hubungannya sama menarik pergi Beatrice, juga Emilia-sama yang mengejar mereka …?

Subaru: Penyihir Loli.

Beatrice: Loli.

Emilia: Gadis Cantik Menakjubkan Punya Sihir.

“Sungguh, kecuali engkau berada di tengah-tengah lagu, darah tak mengalir dalam kepalamu sama sekali. Tak seperti diriku yang luar biasa dalam segala halnya, engkau hanya luar biasa dalam satu hal. Tapi diriku tidak menyukainya.”

Priscilla-sama menutup matanya dengan kipas yang beliau keluarkan, saat ini mulai mengipasi sendiri seakan-akan sakit kepala.

Sungguh ingin berbicara lebih dengan Priscilla-sama, namun sekarang bukan waktu yang tepat.

“Betul, semua orang di taman telah hilang …”

“Karena engkau menunjukkan sikap kasar selama pertunjukan engkau.”

Eh … saya harap Anda memaafkan saya karena berbaring di tanah dan memainkan keahlian saya.

“Akan tetapi, bila mana terjadi suatu insiden, radio sihir di Balai Kota mestinya langsung menyiarkan ke seluruh kota. Kiritaka-san juga mengingatkan saya, pagi ini saya …”

“Apakah yang disebarkan kedengarannya berlebihan? Memang, mendengar lagu engkau yang disebarkan ke seluruh kota itu menyenangkan … terus kenapa?”

“—?”

Siaran di setiap paginya adalah hal lumrah, Kota Bendungan Pristella berisikan bendungan besar, jadi Balai Kota adalah tempat yang paling aman. Selter terletak di seluruh kota, warga pun harusnya sudah tahu ini.

Jadi kenapa—

“Ah … apa ini?”

Dada, tiba-tiba mulai serasa sakit.

Aneh sekali. Di dadaku tidak gagah-gagah amat layaknya luka lama.

Lantas, perasaan ini—

“… jangan mendekat.”

Senyumku melebar, aku memberi, eh? Khawatir. Priscilla-sama mendadak mengangkat kepalanya melihat langit.

—segera setelahnya, adalah suara siaran kota.

“Baiklah, kalian semua sampah daging busuk, tolong perhatian untuk mati jauh-jauh membusuk menyedihkan, kyahahaha! Berkenan menyiarkan di sini, Uskup Agung dari Kultus Penyihir yang mewakili Kenafsuan! Capella Emerada Lugnica-sama! Kyahahaha!”

Suara tajam menusuk mendadak memotong, hening datang sesudahnya. Hanya menyisakan suara aliran air mancur. Kemunculan suara itu terlalu tiba-tiba, dipenuhi ketidaknyamanan seakan mimpi.

“Sungguh, dasar kata-kata sombong.”

Ah, itu bukan mimpi. Sepertinya itu bukan mimpi.

Suara Priscilla-sama didekatku mulai menakutkan, menakutkan sampai aku menoleh untuk memastikan kata-kata beliau. Naluri bertahan hidup tajamku memberi tahu, pergantian kejadian ini tidak baik!

“Um, jadi, Priscilla-sama … jadi, mungkin hanya sekadar kegiatan … atau candaan jahat, kemungkinan begitu. Begitu menurut saya, tapi …”

“Keinginan dan spekulasi sifatnya berbeda. Kalau ini candaan jahat, siapa yang menyebut nama Kultus Penyihir buruk? Selain itu, lawan bicara mengklaim sebagai Uskup Agung. Ketahuilah orang-orang sinting itu adalah kelompok yang tak memikirkan waktu, tempat, atau sarana.”

“Uuu …”

“Dan dalam kota ini, si badut itukah yang dapat membunuh orang sinting itu. Maka dari itu, mereka jelas akan makin menggila. Siapa tahu berapa banyak orang yang betul-betul tak tahu seperti engkau.”

Kata-kata Priscilla sama sulit dipahami seperti biasa, namun sekarang dia nampaknya susah payah berusaha agar aku mengerti.

Maka dari itu, bahkan seseorang sepertiku yang terdapat lubang di otaknya bisa mengerti.

Serangan Kultus Penyihir dipimpin Uskup Agung telah menjadi kenyataan, terlebih lagi Balai Kota sudah dikuasai.

Kalau demikian …

“Apa, apa Kiritaka-san baik-baik saja?”

“Yah, namanya asing. Semisal dia orang yang terkait dengan kotanya dan juga tinggal di Balai Kota, tak mungkin bisa memastikan keselamatannya. Sepertinya sekarang bukan lagi waktu untuk tetap tinggal dan menikmati musik.”

Seketika Priscilla-sama selesai bicara, dia mengambil kipasnya, berjalan maju dengan gagah. Eh, namun berlawanan arah dari selter.

“Kalau begitu, kalau begitu, Anda mau mencari selter!? Kalau begini, memilih jalan berbeda dari yang diharapkan dalam keadaan darurat bisa jadi bencana!”

“Bersembunyi di selter sambil menundukkan kepala, menunggu masalah berlalu ibarat sedang banjir bolehlah. Tetapi masalah kali ini berbeda, karena seumpama diriku tak bertindak maka situasi ini takkan berakhir.”

“Yang artinya, berniat membunuh seorang Uskup Agung!?”

Kandidat raja yang bermaksud membantai semua penghalang menuju Balai Kota—!

Melihatnya dari sudut pandang manapun itu sudah jelas, melempar dirinya sendiri ke medan perang seperti ini tanpa kalkulasi kemenangan hasilnya akan menjadi tragedi.

Omong-omong, Priscilla dengan penuh percaya diri, mungkinkah dia mampu bertarung?

Menanggapi kata-kata penuh keraguanku, Priscilla-sama menutup mulutnya dengan kipas saat melihat ke belakang, kepala sedikit memiring.

“Tidak, pertama-tama Schult harus dijemput. AI baik-baik saja ditinggal, apa pun yang terjadi pada si goblok itu bukan masalah. Tapi keimutan Schult tiada yang menggantikan. Apabila diriku tak menjemputnya, dia akan menangis di suatu tempat.”

“Eh? Eh?”

“Adapun yang satunya, boleh jadi dia mengikuti keputusanku pagi ini, dan menghabiskan waktu di kedai minuman. Jalan-jalan di daerah sana bisa jadi akan menemukannya. Sungguh, dasar pria merepotkan.”

Seraya mengoceh-ngoceh, Priscilla-sama berjalan menuju pintu keluar taman tanpa ragu-ragu. Meskipun jelas-jelas terjadi di deppanku, memesona seperti adanya, perihal apa yang mesti dilakukan masih tak jelas.

Kemudian Priscilla-sama berbalik …

“Sekalipun permintaanku bukan untuk engkau, semisal engkau menyimpang terlalu jauh, jangkauan Sun Disk takkan lagi mencapaimu. Andai tak ingin terlibat dengan orang-orang panik bodoh, engkau akan baik-baik saja dengan mengikuti diriku.”

Apa ini, menakutkan! Sebetulnya apa yang terjadi?

“Priscilla-sama, apa selanjutnya setelah menemukan yang perlu ditemukan!? Sebentar, Priscilla-sama!”

Buru-buru mengejar bayangan punggung beliau yang membisu, tak menghiraukan orang-orang yang melarikan diri ke selter, kami berjalan ke sekitar kota dengan mulia.

Bayangan punggung beliau memberikan rasa aman, yang bahkan mungkin Uskup Agung tak perlu ditakuti …

—salah berpikir demikian, itulah yang aku sadari segera setelahnya.

Maju menyusuri kota sesuai kata-kata Priscilla-sama.

Ajaibnya adalah, biarpun tak tahu tujuan tepatnya di mana, di setiap kanal serta jalanan, Priscilla-sama memilih jalannya tanpa ragu-ragu.

Karena pilihan benar itu, aku yang semestinya menuntunnya tak sempat menunjukkan penampilanku!

“Bukankah ini pertama kalinya Priscilla-sama di Pristella? Bergerak sesantai itu, mengejutkan …”

“Tidak, ini pertama kalinya. Sebab namanya mirip diriku, lalu pemandangan Ibu Kota Air tersohor, keputusanku adalah mengunjunginya suatu hari. Peristiwa ini tak disangka sedikit pun.”

“Begitukah, benar-benar disayangkan. Seharusnya kotanya jauh lebih tenang dan indah, tanpa perlu terburu-buru seperti ini.”

Kota Bendungan Pristella tentu tempat yang layak dikunjungi. Bagi seorang penyair, tinggal lama dan berjalan-jalan di kota itu membahagiakan.

Bahkan Markas Perusahaan Muse yang dibangun di sini, orang-orang seperti Kiritaka-san cukup berpikir demikian.

Yah, alih-alih bilang Kiritaka-san merepotkanku, bisa dibilang akulah yang merepotkan. Kiritaka-san, tolong baik-baiklah.

“Ngomong-ngomong, tidak ada seorang pun! Kota yang jalan-jalannya dipenuhi orang, tempat naga air terlihat di setiap kanal, di mana bernyanyi sampai bertemu Kiritaka-san, tengah berada dalam situasi aneh!”

Semenjak Kultus Penyihir membuat siaran, tidak ada kegemparan. Selain orang-orang dan naga air yang semuanya hilang, satu-satunya suara ribut adalah aliran air dan angin.

Sepi sekali. Tapi, rasanya lebih dari sekadar hening. Keheningan ini, bukankah terlalu tak menyenangkan?

“Jangan berkeliaran, semestinya berbelok ke kanan sini. Kau pahamkah, ikuti petunjukku.”

“Eh, Anda tak ingin melewati jalan ini? Jelas ini jalan pintas … beneran, Priscilla-sama serampangan banget.”

“Hoh—?”

“Eeh! Maaf, saya salah bicara!”

Ingin mengurangi jarak dengan memberi tahu beliau jalan pintas, tapi itu salah! Omong-omong, hoh itu sangat menakutkan! Tatapan binatang buas … tidak, tatapan karnivora!”

“Ikuti instruksiku, dan takkan ada yang salah.”

“Hehe, rendahan ini sekarang akan sepenuhnya mematuhi Priscilla-sama!”

Mengikuti petunjuk Priscilla-sama, sesudahnya kami menempuh beberapa rute berliku. Entah kenapa, selama ini tak ditemukan satu orang pun. Waktu hampir habis!

“Mari ceria selagi berjalan dan bernyanyi?”

“Engkau tak tahu kondisi. Sekalipun engkau memilih pasangan untuk mendengarkan, orang itu berhak memilih sebaliknya.”

“…?”

“Sudah waktunya memperkenankan tenggorokan engkau beristrirahat … takkan lama sampai kesempatan engkau untuk bernyanyi tiba.”

“Haah.”

Demikian, mata Priscilla-sama memberi petunjuk telah memperkirakan sesuatu. Cara bicara berganti-ganti itu, bagiku yang tugasnya berterus terang, rasanya menyesakkan, menutup mulut dan diam.

Lantas, tur aneh dan sunyi melintasi kota ini—

“Di sini.”

Priscilla-sama menghentikan langkah kakinya di salah satu selter kota—pusat konvensi Second Street.

Kalau Balai Kota di tengah berfungsi sebagai tempat berkumpulnya seluruh kota, maka pusat konversi di setiap jalan bernomor adalah tempat berkumpulnya warga yang tinggal di jalan tersebut.

Kiritaka-san bukan hanya manager pusat konvensi Third Street, dia pun punya pengaruh di kacaunya Balai Kota.

“Oh, seketika dibawa ke tempat aman! Tempat semua orang pergi, jujur saja, aku bahkan sedikit takut!”

“Hm? Engkau bilang apa? Cepat masuk, kucing penakut.”

Karena tempat ini pusat konvensi, di dalam boleh jadi ada beberapa orang luar biasa, sekaligus merupakan selter terdekat, seakan-akan reuni kekasih lama terpisah, hal ini menenangkan hati—

“Kau, maksudmu apa, matiii!”

Lamunan indah ini menghilang bagaikan kabut setelah ditanggapi amarah.

Raungan kemarahan penuh bau darah, terisi dalam kata-kata tajam tersebut, merupakan niat membunuh kuat.

Orang-orang kasar itu telah menyingkirkan kelakuan sembrono biasa mereka, sehingga memancarkan niat membunuh asli—aku bilang begitu karena seorang penyair, setelah berkelana ke banyak tempat, bukan hanya menempuh jalan aman, tetapi penempuh jalan berbahaya pula … ini dikenal sebagai kemarahan.

Dia yang tidak bisa tak dihadapi, Kemarahan yang menyertai kekerasan serta pembunuhan.

“P, Priscilla-sama …? Ini …”

Tanpa sadar, aku jatuh ke Priscilla-sama dari sebelahku, tetapi beliau menghindari tangan terulurku, melirik ke sekeliling ruang konversi dengan tatapan sangat lesu.

Aku berlutut, tak percaya mengamati pemandangan yang diperiksa Priscilla-sama.

—suara jeritan.

Dalam ruang konvensi ini, kerumunan orang melempar hinaan, suara mereka terdengar jijik ketika saling berdesak-desakan.

Jumlah mereka pasti lima puluh … tidak, seratus? Dua ratus?

Singkatnya, banyak orang menindas orang-orang di samping mereka tanpa pandang bulu, laki-laki dan perempuan serta tua juga muda bersama-sama.

Saling menghina … penghinaan yang diwarnai permusuhan dan kedengkian, perilaku kurang ajar serba niat melukai dan membunuh. Yang jatuh berdarah sudah banyak, di sudut ruang konvensi terdapat anak-anak gemetaran.

Sebenarnya apa yang terjadi?

“Hmph … di tengah-tengah massa acak, mencari Schult seorang memang sulit.”

Mnegesampingkan aku yang bingung, Priscilla mendengus, wajahnya tenang seperti biasa.

… tidak, tetapi situasi ini malapetakakah? Kenapa tak terpengaruh?

“Perselisihan sampai separah ini, pasti sudah merasuki kota. Engkau yang lambat barangkali belum menyadarinya, sebab kita menghindari jalan menyusahkan.”

“Menghindari …!?”

Akhirnya memahami arti kata-kata itu

Alasan Priscilla-sama repot-repot memilih jalan berliku—adalah untuk menghindari yang berselisih.

Aku sendiri gagal menyadarinya, dengan santai mengeluhkan hal-hal semacam kurangnya orang …!

“Bergelut dan bertarung seperti ini … apa ada hubungannya sama Kultus Penyihir?”

“Jikalau ini perselisihan biasa, sampai seekstrim ini sama saja kebodohan total, bukan. Orang-orang itu … tidak, batas seluruh kota ini telah dikuasai kebodohannya. Inilah hasilnya.”

Bagian terpenting dari kata-kata Priscilla-sama tak bisa dipahami.

Tapi setidaknya mengerti kalau orang-orang yang sekarang sedang menyakiti satu sama lain bukanlah atas kehendaknya sendiri.

“Kenapa, kenapa saya tak tersentuh? Uniknya punya kemampuan untuk melawan sesuatu semacam ini … lebih tepatnya, apa saat-saat ini aku terbangun!?”

“Karena Sun Disk agungku, tetapi engkau sendiri seharusnya bisa menghindarinya … lebih pentingnya lagi …”

Priscilla-sama menyipitkan mata, mengamati mereka yang saling mendorong. Tatapan sama yang dia arahkan padaku, Hoh—? Yang bisa dibilang menakutkan. Melihat kedua mata tersebut, perkataan selanjutnya pasti sama menakutkannya.

Betul.

“Agar menemukan seseorang dalam keributan ini, praktisnya merupakan impian orang sinting. Dengan pertunjukan kecil, mulut mereka akan menutup.”

“… eh?”

Sewaktu kata-katanya jatuh, Priscilla-sama dengan kasual menarik pedang dari udara. Tidak, mengatakannya seperti itu salah.

Lebih tepatnya, cahayanya menjadi pedang?

“Jatuhlah ke cahaya milikku, Pedang Yang—”

Pedang yang digenggam Priscilla-sama tinggi-tinggi, didekorasi pola bunga indah, diwarnai merah dari gagang hingga bilah, pedang merah tua. Memancarkan sinar matahari pada tangan Priscilla-sama, menerangi seluruh ruang konvensi … menyilaukan banget! Menakjubkan banget! Tingkat yang tidak sanggup dicapai cahaya biasa, membakar mata seakan-akan matahari. Ky, kyaaaa!

Dari dekat, teramat merusak mataku!

Sambil menunduk untuk menjaga jarak, berencana untuk membalas Priscilla-sama—sebelum dia menyadarniya.

Pusat konvensi mulai sunyi, orang-orang bertarung itu fokus pada Priscilla-sama. Tapi tentu saja, jikalau cahaya menyilaukan itu muncul, wajar saja pertengkaran semua orang berakhir.

Tepat ketika tangannya menurun, dan suara semua orang berhenti.

“Priscilla-sama!!”

Seorang anak lelaki terisak-isak berlari mendekat dengan pipi memerah, sembari menerjang Priscilla-sama. Priscilla-sama menangkap bocah itu langusng dari depan, membelai lembut rambut bewarna persiknya.

“Jadi menyusahkan, hanya kau seorang yang bisa menerima perhatianku seperti ini. Schult, sadarkah betapa bodohnya kau?”

“Saya, saya … saya pikir saya takkan berhasil …! Tapi, Priscilla-sama … Priscilla-sama …”

“Yah, wajar anak-anak gampang menangis, mereka tak bisa disalahkan karenanya.”

Melihat bocah laki-laki yang rambutnya dibelai lembut membuatku tersentak.

Melainkan, sebab Priscilla-sama telah datang secara khusus untuk anak ini, lantas aku anggap beliau sangat peduli padanya, tapi melihat beliau menunjukkannya serasa keliru. Perasaan salahnya sangat tajam. Karena sikap Priscilla-sama terlampau dingin. Memikirkannya hampir memelintir leherku.

Akan tetapi, tidak bisa berasumsi gara-gara jadi tontonan seperti ini, berarti mudah pula melarikan diri. Bagiamanapun kami telah menjadi target perhatian pusat konvensi ini!

Ujung tombak kerumunan yang marah telah ditujukan pada Priscilla-sama bercahaya. Selain itu baru saja disadari bahwa pedang bersinarnya telah menghilang.

“Priscilla-sama, ke mana perginya pedang tadi?”

“Konsumsinya ketinggian. Jadi saat tidak digunakan mesti memudar kembali menjadi sinar matahari. Hmph.”

Merespon pertanyaanku, Priscilla-sama memandang orang-orang yang menatapnya. Tatapan itu tenang seperti biasanya … yang bisa dibilang, apatis.

“Kalian semua melihat apa, dasar orang bodoh tak punya akal. Memuja kencantikanku adalah sifat manusia, tapi pahami waktu-tempat dan posisi kalian sendiri. Pertama, berlututlah.”

“Kenapa kau memprovokasi mereka—!?”

Menekan Schult ke dadanya, dengan raut wajah galak Priscilla-sama menunjuk tanah, memerintahkan semua orang tuk berlutut. Sekalipun sesuai dugaan, kerumunan yang lebih berang dari biasanya mulai melakukan kekerasan, dan bergegas maju.

Riak penghinaan menggaung bersama-sama, kemudian aku langsung terduduk ke tanah sambil mencoba meringkuk … namun, Priscilla-sama masih berdiri diam di tempat. Tidak, sebentar …

“Wanita ini! Lelucon macam apa …”

“Pertama-tama kalian ini. Paling tidak kalian lebih menjunjung penghormatan.”

Pria besar yang tengah marah berusaha menangkap Priscilla-sama, tetapi Priscilla-sama segera mengelak ke samping, membusungkan dada yang lebarnya.

Seorang pria yang beratnya dua kali lipat beratku, menyerbu bagai daun. Serius deh, mudahnya dia bergerak tak berlebihan.

“—ahk!?”

Tubuh pria yang menyerbu telah menabrak massa orang, menyebabkan pemandangan dramastis menyedihkan. Satu per satu orang jatuh, dijatuhkan, berguling-guling layaknya kartu domino.

Lantas, karena kesalahan awal itu, momentum massa terhenti. Yang berjejer di depan gemetar ketika melihat kekuatan Priscilla-sama.

“Seperti yang bisa kalian lihat, bila mana itu kehendakku, kalian semua bisa mudah dihancurkan. Walaupun merepotkan. Andaikata keinginan menyerang datang bergiliran. Hari ini diriku akan menyisihkan waktu, tuk seksama merespon keinginan kalian.”

“…”

Priscilla-sama berbicara dengan suara agung, melotot pada orang-orang di sekitarnya.

Maka dari itu, tidak ada orang yang akan menghampiri setelah mendengar kata-kata itu. Kelakuan marah sebelumnya telah hilang entah ke mana … atau lebih tepatnya, kemarahan yang menetap di hati orang-orang. Ujung tombaknya semata-mata tidak diarahkan kepada Priscilla-sama.

“Sepertinya tidak ada. Baiklah, tidak ada gunanya tetap di sini. Pelayanku telah ditemui dalam keadaan aman. Kalian bebas menikmati diri kalian sendiir, begitu diriku pergi.”

“Eh!?”

Setelah Priscilla-sama selesai bicara, dia meraih tangan Schult menangis, melangkah menuju luar pusat konvensi dengan langkah leluasa.

“Ah, tapi! Meninggalkan semua orang di sini tuh …”

“Seusai kepergianku, pertengkarannya akan dimulai lagi … mengejutkan seumpama ujungnya menjadi pembantaian. Namun demikian, apakah diriku punya alasan untuk menghentikannya?”

“Maka dari itu …”

Memang benar, tapi tak apa-apakah seperti ini?

Kau anggap bagaimanapun, meninggalkan mereka kelewat berlebihan.

“Pr, Priscilla-sama adalah kandidat pemilihan raja …”

“Bahkan bagi diriku, ada sesuatu yang tidak mampu digapai. Tanpa pertanyaan, diriku memang tenggelam dalam posisi menjengkelkan itu, tetapi teramat-amat dipaksakan jika menggunakannya sebagai dalih.”

“Uugh …”

Mulut tersumbat paksa, tak lagi sanggup mengangkat bantahan apa pun!

Tapi, tapi, kalau kami pergi, pertengkarannya bakal dimulai. Kabur, dapatkah aku melakukan sesuatu sekejam itu?

Sesuatu seperti ini, aku—

“Ataukah artinya, kau akan menyelesaikannya?”

“Eh!?”

Seketika aku ragu-ragu, Priscilla-sama bergumam lirih.

Apa maksudnya, itu, usul yang agak menarik.

“Engkau pernah bilang kepada diriku sebelumnya. Tak perlu kualifikasi untuk menikmati lagu. Tidak memilih tempat atau penonton merupakan esensi yang disebut lagu. Semisal demikian, mengapa engkau tak menggunakan lagu ajaib itu untuk menyelamatkan mereka?”

“…”

“Engkau tenggelam daam Sun Disk diriku. Selain itu, sebagaimana yang sudah dikatakan sebelumnya, engkau hampiri aku seandainya menemui masalah. Sekalipun mungkin terlalu dini memainkan kartu ini … tapi masih menyenangkan. Tinggal sebentar di sini mendengar lagu engkau bisa diterima.”

Seolah-olah memprovokasi, Priscilla-sama melipat tangan ke dadanya. Apakah aneh sampai mengangkat dadanya seperti ini.

Belahannya bisa dengan mudah dilihat. Tangannya mengelus dada. Aku menatap tanganku yang baru saja menyentuh dadaku.

Di telapak tangan itu, terdapat keringat dingin.

“Apakah … bisa?”

“Tidak masalah kendatipun sudah terjadi—Kalau tanggapannya seperti ini, maka hanya akan sia-sia.”

Jika mengira lagunya tak punya kekuatan, pemikiran itu tidak salah.

Kendati demikian, masalahnya bukan itu.

Mengambil kecapi dari punggungku, kedua tanganku memegangnya erat-erat.

Mereka yang belum menjadi penontonku, yang telah menyimpan seluruh kemarahan pada relung mereka, tentunya benar-benar tanpa alasan! Jelas dari sekarang, aku akan mengatakannya seraya bernyanyi!”

—berharap kala semua orang menikmati lagu bersama dengan gembira, mereka takkan bertarung!

“Schult, tunggulah sebentar. Kau akan melihat pemandangan menghibur.”

“Dimengerti.”

Priscilla-sama dan Schult berdiri di belakang diriku yang memegang kecapi.

Dengan ekspresi apa, ugh, tercela, tanpa dilihat pun sudah jelas!

Liliana! Mengembara di dunia bersama kecapi, seorang penyair yang selamanya mempunyai pahlawan dalam hatinya!

“Inspirasi menyala! Tolong dengarkan—Riak di Permukaan Kota Bendungan!”

Kembalilah ke akal sehat kalian, kemudian tunjukkan aku kegilaan!

Kalau ini akan merenggut waktu bertarung kalian, maka akan lebih bermakna!

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Ayo min

Thanks min ?

kucing makan cabe

thank u min, udh diupdate

Xxrckk

Narasi nya dari sudut pandang Liliana. Meskipun udh tau, tetep masih kerasa pusing :’v

フル君

mantap min.. makasih udah terus update..

Huan caiyi

Bingung gua kok pake sudut pandang orang pertama rupanya ganti pov tumben :’v