Share this post on:

Perselisihan di Kota

Penerjemah: DarkSouls

“—cek apakah jantungnya masih berdetak!”

Naluri yang membangkitkan kesadaran Subaru dari intuisinya.

Dia juga tak yakin sepenuhnya, tidak pula punya landasan untuk berpikir demikian. Dia hanya berpikir pemikirannya tidak tanpa dasar.

Nama-nama Uskup Agung Dosa Besar dari bintang, Kararagi yang melahirkan pengaruh dari dunia asalnya, juga orang-orang yang Subaru dapati telah dipanggil ke sini selain dirinya.

Dunia masih memiliki bekas jejak mereka. Jika Kultus Penyihir pun diukir dengan goresan ini, maka Subaru kira nama-nama bintang tidak semata-mata punya hubungan asal sepintas dengan para Uskup Agung.

Kalau kekuatan Regulus Corneas tidak dapat dianggap Invincibility secara langsung, lantas Subaru perlu berpikir bebas; dengan demikian ide muncul dalam hatinya.

Berharap keduanya tidak punya hubungan, Subaru sempat berdoa begitu.

Dan, sesaat selanjutnya.

“…”

Sensasi desakan datang, menebar ilusi yang membuat Subaru merasa seakan-akan matahari telah disingkirkan.

Udaranya penuh polusi. Dia kesulitan mencari kata-kata tuk menyatakan ketidaknyamanan ini, rasa jijik ini.

Jijik bak membuka tutup botol dan bau busuknya dihembuskan ke wajah, lidah dan kulit telanjangnya merasa jijik.

Asal udara keruh ini dari seorang iblis yang menoleh ke belakang.

Seketika menemui tatapannya, tubuh Subaru tanpa sadar mulai gemetaran.

Tanpa ekspresi dan tak berperasaan, mata-mata layaknya kutukan itu menusuk sukmanya. Seakan-akan tertusuk jarum berkarat, bahkan paru-paru serta jantungnya membeku karena teror.

Namun, meskipun Subaru mendapati dirinya tak bergerak, dikuasai perasaan itu—

“Jangan lihat ke tempat tak perlu. Musuhmu adalah aku!”

Beralih menghadap Subaru artinya berbalik dari sang Pedang Suci.

Mengangkat tangan tinggi-tinggi, Reinhard menggenggam plang patah dan besi tua. Material-material yang ditakdirkan menjadi limbah itu andai dipegang Reinhard maka takkan kalah dengan pedang berharga.

Bilah panjang yang mengiris miring di udara menghujam setelan belakang Regulus.

Gelombang kejutnya meledak di udara, menyisakan lengkingan sedih dari atmosfir yang diserang setelahnya, membuat pusaran di kanal-kanal besar tempat lembaran-lembaran es tipis melayang.

Itulah hasil serangan pedang tersebut. Tidak mengejutkan bila kekuatan jahatnya telah hancur berkeping-keping.

Akan tetapi, sebelum dia bisa melangkah satu pun.

“Jangan salah paham, Pedang Suci. Aku menghiburmu karena hatiku bersedia membantu dan perhatian. Namun bahkan pribadi ramahku punya batas.”

“…”

Regulus menepuk lembut titik pedang yang menyerangnya, kemudian memiringkan kepala.

Reinhard yang waspada oleh gerakan ini, membuang limbah di tangannya dan mencoba melompat mundur dengan sudut lebar—ketika hendak melompat, kakinya membeku di tempat.

Intuisi manusia super Reinhard.

Memberitahunya ancaman mengerikan yang akan segera menimpa dirinya, terlebih dahulu mendeteksi serangan yang akan datang. Insting tajamnya bilang dia tak bisa menghindar ke belakang. Dia langsung menegak dan mencri rute lain.

“Udara di sana sudah aku sentuh.”

Karena ketajaman indranya mengunci dirinya di tempat, saat itu, Reinhard tak siap.

Musuhnya memerangkap Reinhard dalam amplop gaib namun eksis.

Reinhard memutuskan menyelinap melewati kekuatan jahat dengan menghindar ke samping, untuk melakukannya dia terpaksa melancarkan serangan defensif.

“Haah!”

Serangan yang dihadapinya cukup kuat sampai mampu menembus batu.

Gagang Pedang Naga menusuk dada Regulus, tetapi kekuatan jahat dengan mudah menahannya.

“Usaha sia-sia, terima kasih sudah berusaha. Berdoa saja kau takkan terluka terlalu parah.”

“Benar kata Subaru, jantungmu sepertinya tak berdetak.”

“…!”

Senyum santai Regulus mandalam selagi melirik dadanya.

Gagang yang menusuk dadanya serta Reinhard yang menguatkan indra tajamnya; Reinhard takkan melewatkan gerakan kehidupan manapun, entah selemah apa gerakannya.

Menerima serangan itu, Regulus melompat tinggi ke udara, terganggu.

Melompat langsung seolah mempraktikkan kejadian sebelumnya.

Reinhard memblokir tendangan Regulus dengan sarung Pedang Naga, dampaknya menerbangkan tubuh Reinhard. Akan tetapi yang terjadi sesudahnya berbeda.

“Reinhard!”

Teriakannya menandakan udara di belakang Reinhard penuh jebakan napas tak terhitung jumlahnya yang dipasang Regulus.

Diterbangkan menuju jebakannya dalam keadaan lengah, hasilnya takkan sukar dibayangkan.

Pakaian putih Reinhard berlumuran darah, seluruh tubuhnya terkoyak. Dia melompat, tetapi luka-luka yang dapat dikurangi tak pasti. Terkubur dalam puing-puing lagi, Rienhard memperbesar keruntuhan kota, sehingga sulit memperkirakan kondisinya.

Namun hal pasti dari kejadian ini adalah jawaban Reinhard.

“Lumayan, Reinhard …!”

“Subaru!” panggil Emilia.

“Tidak apa. Reinhard, dia pasti baik-baik saja! Khawatirkan dia nanti saja!”

“Aku mengerti! Aku, kau ingin aku melakukan apa?”

Dia kira Emilia akan sangat memikirkan keselamatan Reinhard, Subaru terkejut oleh responnya. Emilia penuh perhatian menatap Subaru, sepenuhnya mengerti posisinya di medan perang ini.

Ada ketergantungan kuat pada Reinhard dan barangkali kepercayaan kepada Subaru.

“Reinhard juga, dia repot-repot begitu karena percaya padamu. Aku harus mengetahui apa tentang Regulus? Beri tahu aku.”

Kepercayaan tinggi. Ekspektasi berat. Realita keyakinan itu terlalu berat, cukup berat sampai-sampai membangkitkan semangat juangnya.

Dia tentu perlu mengucapkan terima kasih tepat kepada Reinhard. Nanti, Subaru akan membantu Reinhard mengambil jenazah Regulus.

“Kalian berdua, selalu mengoceh-ngoceh tapi bukannya lebih gampang misal bertindak sederhana tak sesuai susah payahmu itu?  Tingkah tercela nan jahatmu membuatku marah, jadi kau harus dihukum, bukan? Ya? Bukannya ini benar? Kurang ajar, ketidaksetiaan, yang manapun itu merupakan perbuatan menentang yang layak dieksekusi sepuluh ribu kali.”

Setelah menendang jauh Reinhard, Regulus mencibir sebal.

Di sepanjang kanal, roh-roh jahat mulai membanyak, dan sebetulnya Subaru nyaris tak tahan melawannya.

Namun melarikan diri sekarang tiada artinya.

Natsuki Subaru takkan sanggup membayar Emilia dan Reinhard van Astrea.

“Heroine murni namun tak terlihat di abad ini, mendakwanya tak setia membuatmu nampak kek lonte idiot.”

“Ah?”

“Bukankah tidak sopan menyebutkan semua alasan mengapa kami mesti takut di sini? Coba sedikit saja membuat otak kosongmu itu berpikir.”

Mendengar kekuatan mendadak pada kata-kata Subaru, mata Regulus membelalak.

Subaru mengetuk kepalanya sendiri, seakan membual.

“Semulus dan seindah apa hidupmu sampai sekarang, aku tak tahu, mau tahu juga tidak … tapi apa kau tidak menyadarinya? Kau yang sekarang ini, sedang skakmat.”

“Skakmat? Kau ini tidak jelas sekali sampai-sampai aku tak bisa tertawa. Maksudmu apa. Tidak, kemungkinan kau tidak mampu menjelaskannya dalam bahasa yang dimengerti. Yah, tak usah memaksakan diri mengatakan hal-hal irelevan, bukan begitu?”

“Eh, jangan bilang begitu, lagian kau berhak mendengar hak favoritmu.”

“Hakku …?”

Regulus mengerutkan kening, lalu Subaru sembari tersenyum ringan nan humoris melanjutkan, “Iya, bagaimanapun—”

“Kalah tanpa tahu alasan kau menyesal, tentu akan membuatmu menyesal.”

“—cukup sudah! Menghilanglah!”

Merendahkan kuda-kuda kemudian menyulutnya, Regulus melompat dari tepi kanal. Karena daya lompatnya kurang, tubuhnya jatuh ke dalam air; akan tetapi gerakannya tidak terpengaruh banjir, tapi tidak punya resistansi terhadap air.

Di depannya, Subaru menepuk bahu Emilia sebagai tanda.

“Emilia, sekarang!”

Ul-Huma!”

Menerima instruksi Subaru, Emilia mengumpulkan sihir lalu melepaskan es.

Esnya sangatlah besar sampai-sampai harus mendongak untuk melihat keseluruhannya, tombak es diarahkan langsung menuju Regulus, membentuk pagar es menggantung yang mengepungnya ketika Regulus muncul di permukaan.

“Aku sebenarnya menduga kalian akan melakukan sesuatu, tapi entah melakukan apa pun, sia-sia saja, kelihatannya sebanyak apa pun aku mengajari kalian, kalian takkan belajar! Apa nih, kalian berencana mempertahankan kesalahan kalian? Bahkan tak punya kebijaksanaan, mengulangnya berkali-kali. Apa kalian selalu memperlakukan orang sesia-sia itu sambil membencinya? Jangan terbawa emosi, dasar mentahan!”

Regulus mengekspos gigi-giginya, memotong pagar es, menghancurkannya, kemudian dengan kekuatan luar biasa, memecahkannya. Penghalangnya telah runtuh dengan mudah, meskipun sudah upaya terbaik, sihir Emilia tak mampu menopang kurungan es.

Tapi sudah cukup. Tak apa.

“Tidak bisa, bahkan aku tidak bisa mengulur waktu dengan baik.”

“Itu tidak benar, Emilia-tan.”

Melihat ketidakefektifan kekuatannya, tampang Emilia menyuram, namun Subaru menggeleng kepala.

Dari sudut pandang berbeda. Sihirnya sudah cukup untuk memenuhi tujuan Subaru.

“Karakter pria itu berbahaya. Dia hanya menghancurkan apa pun yang dibencinya. Sekalipun walau tak penting bakal menghancurkan apa pun yang menghadangnya, dia merasa takkan menang kalau tidak dihancurkan betul-betul.”

Menyanyikan lagu-lagu balad sepuasnya, mengutarakan retorika pemuas diri, ialah Regulus.

Sifat menyedihkan hatinya, kurangnya toleransi, dan kebesaran kesombongannya jelas terlihat.

“Sedari awal, dia tidak perlu menembus penghadangnya. Namun dia melakukan aksi berlebihan itu. Bahkan sedetik, semili detik, itulah hasilnya.”

“Dengan satu detik itu, bisakah kau mengalahkan Regulus?”

“Selama aku mengakumulasikannya, aku pasti akan menunjukkannya kemenangan. Akan kukupas kulit monster itu dari tubuhnya.”

Karena, Reinhard telah meletakkan fondasi.

Menguji detak jantung Regulus, menyampaikan jantungnya tidak bergerak ke Subaru.

Tak punya panas, detak tidak ada, pengaruh luar dari lingkungannya tak ada.

Walaupun ini tidak salah lagi adalah Invincibility, esensinya tidak terkalahkan.

“Emilia, sebelah sini!”

Subaru meraih pergelangan tangan Emilia dan menyeberangi gang-gang berliku bersamanya. Emilia menyamai laju Subaru selagi berbalik menyerang Regulus dengan jarum-jarum es.

Regulus yang melihat keduanya melarikan diri, mengejar sambil menyimpan kemarahan di dadanya.

“Meski kau sesumbar itu, kenapa kau lari? Menyebut bodoh orang, menyatakan kau akan membunuhnya, mau sampai mana kau menghinaku? Kau pikir siapa? Dasar pengecut!”

Karena kemampuan fisiknya tidak unggul, kecepatan kabur Regulus sedikit berbeda dari kecepatan kabur. Malah, bisa dibilang dia lebih lambat dari Subaru.

Namun, karena dia diberkati tubuh pantang menyerah, iblis yang mengejar tanpa henti pada akhirnya akan menyusul.

“Subaru! Kau lari ke mana?”

“Tujuan kita adalah gereja! Target kita adalah, istri-istri Regulus! Kita sedang ke …”

 Mendengar pertanyaan Emilia, Subaru menjawab.

Meendadak, di tengah-tengah ucapannya, Subaru tersadar di belakangnya—

“—berhenti memperhatikan hal-hal yang tak ada hubungannya!”

“Uwaaaaaaaa!?”

Jarak antara keduanya telah hilang sepenuhnya, memutar kepala, Regulus sudah muncul di hadapannya.

Mendekat sampai berjarak satu langkah, Regulus melambai tangan ke mereka, Subaru nyaris gagal bereaksi spontan. Dia merasa lawannya tiba-tiba sudah berada di belakangnya, lantas dia menarik Emilia dan menghampiri dinding terdekat, menginjak dan lanjut lari sekali gerak.

“Wawawawa, Subaru luar biasa.”

“Emilia-tan, pegangan erat-erat!”

Emilia tercengang oleh akrobat Subaru, memeluk lehernya dan kakinya melingkari pinggangnya. Lembut dan harum, baunya memenuhi Subaru sebagai gelombang energi segar. Menendang kuat ujung dinding, dia melewatinya.

Hasil praktik parkour-nya terungkap. Baru mendapatkan jarak sejauh ini—

“Sudah kubilang, usaha biasamu sia-sia.”

Berkata demikian, Regulus menyentuh bagian bawah dinding yang Subaru panjat dengan telapak tangannya.

Terdengar bunyi batu bergelinding, dinding batunya roboh seakan seperti tahu. Dindingnya kehilangan penopang dan runtuh. Jelas sudah, orang yang memanjatnya bernasib sama.

“Uwah!”

Saat jatuh, dia mengambil cambuk dan dia cambuk ke arah tak jelas. Ujung depannya mengait sesuatu, dan Subaru menarik paksa tubuhnya ke atas.

Dengan ayunan kaki, dia menendang keras ketika menyentuh dinding. Digabungkan kekuatan reaksi, gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh cambuk memungkinkan tubuhnya terlempar lebih jauh, mendaki sempurna bersama Emilia di punggungnya.

Sekilas, mereka berdua tiba di gudang yang kehilangan hampir setengah isinya.

Subaru menabrak balkon yang menonjol dari atap kemudian melihat telapak tangannya.

“Waw, tidak kusangka pelarian brutalnya sukses …!”

“Subaru! Singkatnya, kita harus pergi ke gereja! Arahnya!?”

Tidak lagi menatap telapak tangan terbuka yang serasa sedikit sakit, dia mengikuti suara Emilia tuk melihat-lihat sekelilingnya. Untung selain Regulus ketinggian balkon membuat semuanya mudah dilihat.

Jauh, jauh di kejauhhan, dia dapat melihat gereja yang runtuh dari serangan pertama Reinhard. Entah bagaimana, jaraknya makin jauh.

“Tidak! Kita kabur ke arah berlawanan! Sekarang bagaimana?!”

“Apa gerejanya, di sana?”

“Di sana, apa pentingnya …”

“Ayo pergi seperti ini!”

Setelah mendengar tanggapan Subaru, Emilia menepuk tangan dan jembatan terbentuk di balkon.

Jembatan biru-putih misterius mulai terbentuk di balkon dan terhubung ke lorong-lorong gereja, bagaikan jalan besar di tengah udara.

“Apa!?”

Pecahan es berkilauan menyebar ke segala tempat begitu Subaru meluncur ke struktur es yang diciptakan Emilia.

Menggunakan kemiringan jembatan sebagai landasan luncur, memanfaatkan gaya lompatan ski, jembatannya melewati gang dan membentang melewati Regulus menuju gereja.

“Emilia-tan, kau jadi pintar begini!”

“Mungkin Subaru yang menyesatkanku.”

“Pernyataan itu harusnya bukan untuk menanggapi pujian!”

Biarpun Regulus punya serangan jarak jauh, dia hanya dapat menyentuh yang bisa dijangkau panjang lengannya.

Mereka terus menjauh dari sosoknya yang mengigau murka. Menatap gereja yang kiat dekat, mata Subaru menyipit.

“Kita harus ngapain, pas ketemu para wanita di gereja?”

“Aku tidak tahu mereka diancam atau tidak, ataukah betul-betul mengaguminya …”

Menghadapi pertanyaan Emilia, Subaru menurunkan dada ke telapak tangan, menyela dirinya sendiri.

Yang terlintas dalam benaknya adalah para wanita yang terkejut oleh tindakan Regulus di gereja. Ketakutan yang Subaru lihat kala itu, kalau saja itu asli, maka akan dia akan berdoa.

Namun kalau itu cuma pura-pura—

“Enyah pikiranku, bahkan mungkin jantung mereka dicuri—Jantung secara harfiah, begitu.”

Semburan angin yang bertiup di kepalanya menyambut wajahnya, ketinggian struktur es mulai menurun ketika mendekati gereja.

Regulus mengejar di belakang. Hidup Reinhard tergantung tak pasti. Peluang kemenangannya tipis, tetapi dilema makin menghapiri—

Apa semua orang baik-baik saja?

Jelas dia tak mampu merenungkan pertanyaan itu, namun tidak bisa tidak memikirkannya.

Mengambil alih Menara Pengendali dari Kerakusan, inilah pertarungan antara Julius, Ricaro, dan Alphard.

“—El-Clausel!”

Dengan kekuatan roh quazi enam warna, sinar berwarna pelangi bersinar dari ujung pedang kesatria.

Yang diluncurkan adalah serangan pemulai ditujukan langsung untuk membunuh lawan.

Clausel adalah teknik magis setipe Clarista yang bahkan mampu merusak tubuh Betelgeuse, akan tetapi tak seperti Clarista yang punya cahaya cerah destruktif yang menepel pada pedangnya sendiri, Clausel adalah serangan jarak jauh.

Kesan Uskup Agung Dosa Besar masih kuat dalam benak Julius berkat Betelgeuse.

Perasaan yang didapat Julius sewaktu melawan orang gila, Uskup Agung Dosa Besar Kemalasan, seorang pendosa besar dan seseorang yang telah lama memberikan penderitaan besar kepada dunia, kini berbeda dari situasi sekarang—yakni pertarungan melawan musuh saat ini berbeda sepenuhnya.

Julius Juukulius yang menyandang gelar Kesatria Terhebat, seringkali menyalahpahami orang-orang sebab perilaku mereka, namun dia yakin pada teori bahwasanya semua sifat manusia pada akhirnya baik.

Dia yakin semua perbuatan manusia tergantung interpretasi, tetapi ada beberapa hal yang mesti dipikirkan manusia, contohnya pengaruh tindakan kepada orang lain.

Maka, bagi Julius, Uskup Agung bernama Betelgeuse Romanee Conti serta boneka-bonekanya yang sadar diri, para Pemuja Kultus, terlalu berlebihan.

Orang yang tidak paham itu, mengabaikan kerja keras serta upaya orang lain pasti akan menjadi musuhnya.

Bagi Julius, perbuatan paling buruk Kultus Penyihir adalah menyakiti kekesatriaannya.

Tidak punya trik tersembunyi, kartu truf di akhir pun tidak ada.

Sejak awal, Julius tidak ragu-ragu menebas iblis-iblis itu.

Jurus luar biasa yang secara berbarengan mengendalikan keenam warna sihir berkat bantuan enam roh quasi.

Ketidakcocokan satu kekuatan sihir pun tak diperkenankan. Kecocokannya bisa didapatkan setelah mempunyai ikatan roh-roh dengan quasi, berkat usaha dan bakat spiritualis jenius bersama Julius.

Bukan hal persis sama yang dilakukan Roswaal L. Mathers yang duduk di puncak sihir. Jurusnya dibuat oleh Julius dan unik untuk Julius.

Pada pandangan pertama, sihirnya tidak menakutkan amat, musuhnya langsung sirna tanpa sempat memikirkan hal setelahnya.

Julius punya satu keyakinan di dadanya—bahwa dia mesti mengutamakan meledakkan musuhnya alih-alih menyelidiki ketidakcocokan di antara mereka.

Cahaya destruktif terlampau terang menghancurkan jalan-jalan berbatu dan memangsa kedua lengan bayangan kecil.

Rambut cokelat gelp panjang, pakaian kain kotor, belati kusam berkilau, ditelan oleh cahaya pelangi—

“Ini pasti sesuatu yang nii-sama tak sangka-sangka, dia punya kelemahan memalingkan mata dari yang tidak ingin dia lihat, ya?”

“—apa!?”

Ketika dia jatuh ke tanah, suara gumam Alphard terdengar. Lidah penghujat itu terulur panjang keluar, menendang tanah dengan kuda-kuda yang rendahnya seolah hampir berbaring di tanah.

Kecepatan cahaya terangnya takkan cukup terlambat untuk mencapai lawannya. Untuk menghindari panah yang mendekat, kemampuan fisikmu perlu sebanding dengan Reinhard atau—

“Kami mengagumimu, nii-sama. Nii-sama yang benci menunjukkan kerja kerasnya kepada orang lain akan menggunakan kemampuan jahat semacam itu saat putus asa, tentu kami tahu itu ~tsu.”

“Kau bicarakan apa!”

“Disangka kami tidak tahu, Julius nii-sama beneran polos. Tapi, kami suka bagian itu darimu ~tsu! Gyahahahahaha ~tsu!”

Alphard melompat-lompat di tanah dan menghindari sihir, gerakannya mengesankan dia sudah tahu kartu truf yang akan digunakan. Ricardo kemudian berlari menyerang Alphard yang lolos dari sihirnya, pengejarannya pun adalah langkah yang sudah Alphard antisipasi.

Ricardo menabraknya di depan sungai selagi dua belati bertabrakan dan percik api menyebar. Ricardo sangat unggul dalam hal kekuatan. Alphard melawan perbedaan kekuatan dengan kemampuan pedang tak terbayangkan. Batu-batu bulat besar hancur dan menghujani sisi samping si penghujat.

Di saat yang sama, Ricardo berteriak begitu Alphard menebas tubuh kasarnya.

“Li~hat, sepotong daging anjing ~tsu! Daging keras dan lezat semestinya dibuat lengket dan lunak agar mudah dimakan agar mudah digigit agar mudah dicerna agar mudah dikeluarkan agar mudah diuraikan agar mudah menyuburkan sayuran dan sesudahnya akan membuat daging yang mudah dimakan biar memulai siklus siklus siklus siklus rantai makanan ~tsu! A~h, luar biasa sekali ~tsu!”

“Nggh, gh, agh!?”

Kecepatan Alphard yang berpidato cepat dan menggenggam belati di kedua tangannya tidak luar biasa. Masa pertumbuhannya belum berakhir, tubuhnya belum menguat, akan tetapi kemampuan fisiknya sampai sekarang bertentangan dengan penampilannya, selagi merobek tubuh Ricardo yang seluruhnya defensif.

“Ricardo!!”

Bulu layaknya kabel dan otot-otot tebal. Tubuh Ricardo sendiri sudah seperti baju besi dibanding tubuh manusia biasa, tak pernah terluka oleh teknik apa pun kecuali serangan Alphard.

Mata terbuka lebar, Julius tertegun melihat luka berdarah Ricardo.

Serangan Alphard disertai gerakan kecepatan tinggi, setiap langkahnya mengincar dan membidik tepat menuju sendi dan bagian-bagian tipis bulu. Terlepas kualitas tubuh Ricardo, seandainya kau diserang di area utama, kau bakal terluka, darah tumpah-ruah, nyawamu akan hilang.

“—ah.”

Pada saat Julius melihat Ricardo dibom serangan, Julius sekali lagi memanggil roh quasi. Tebasan angin bercampur nyala api, pedang yang memerintahkan roh quasi dua warna—Ia dari Api dan Aro dari Angin. Dari samping, tebasan beserta api kemerahan menuju Aphard.

“Ya, kami tahu pola itu juga ~tsu!”

“Apa!?”

“Kejutan itu jujur banget ~tsu! Perut kami tidak akan kesulitan ~tsu!”

Akan tetapi, Alphard sama sekali tak terpengaruh, satu tangan menyerang dan mata menghadap belakang tuk melihat situasi selagi dia menendang tubuh kosong Julius.

Tumitnya menembus sampai otot-otot perut, seakan-akan menembus Julius yang berupaya kelewat keras dalam situasi ini, sebagaimana orangnya. Di depan, seketika Ricardo memulai serangan baliknya, jari kaki Alphard meluncur langsung ke rahang bawah Ricardo.

“Bagus banget bagus banget, ini jadi menyenangkan ~tsu! Nii-sama! Ricardo-san! Mereka berdua melawan pertarungan hebat ini dan kitalah musuh mereka! Sekalipun kita punya tubuh lemah, tidak bisa melakukannya, tidak bisa mencapainya, tidak bisa melihatnya, tidak bisa memahaminya, sepatutnya kita sudah menyerah dalam posisi ini ~tsu! A~h! Jadi menyenangkan, tidak adil seka~li tidak adil sekali ~tsu!”

Julius dan Ricardo jatuh berlutut di waktu bersamaan. Alphard yang sudah menghentikan kejarannya, berulang kali jungkir balik dari jalan berbatu ibarat menekan mereka berdua.

Mereka harus mempertimbangkan kemampuan luar biasa serta kebrutalan anak kecil.

“Ini, lebih dari yang aku dengar. Biar begitu, pria itu apa sih, membuatku jengkel. Caranya berjalan, caranya berbicara, segala tentangnya betul-betul menyeramkan!”

Ricardo yang nyaris tak pernah terluka dan tidak punya goresan tua berkata demikian dengan suara tidak jelas sambil menjilati luka lengannya. Julius bangkit, menarik napas berat dan juga menyambut kemarahan Ricardo.

“Sama saja dengan Balai Kota … tidak, kelakuannya yang masih tidak dimengerti. Barangkali untuk mengejek kita, tapi itu kontraproduktif dan tidak bermanfaat apa-apa.”

“Kendati begitu, selalu nii-sama, manusia yang menyimpan keresahannya dari non-manusia Ricardo-san, bukan? Kami bilang kami~ sudah tahu soal itu ~tsu!”

“Dasar bajingan …”

Menepuk tangan sekali, Alphard tertawa tak terkendali, lalu Julius mengirim roh quasi air, Kua, ke Ricardo untuk menyembuhkan luka-lukanya sembari melangkah maju.

“Ah! Hei, Julius! Jangan pergi ke sana!”

“Kau diam saja di sini, sampai luka-lukamu cukup sembuh hingga pendarahannya berhenti!”

Mengarahkan pedang kesatria ke depan, Julius menyerbu maju menuju Alphard. Akan tetapi, gerakannya jelas tidak seperti sebelumnya.

Langkah dan tebasan tajam, Alphard yang menerima serangan pertama merasa alisnya terpotong sedikit.

“Ini …”

“Kekuatan roh quasi Yang, In, dan di waktu bersamaan …”

“Oh?”

Pertanyaan Alphard bercampur suara respon Julius.

Kaki panjang Julius melompat tinggi dan menendang kepala Alphard, mendesak pipi si penghujat mundur. Kali ini, bloknya tidak tepat waktu. Lengan menggantung Alphard dibiarkan di belakang, memutar mata, Alphard berbalik dan mati-matian berusaha menghindar.

“Uwaa kyaah! Yang sekarang, adalah?”

“Roh quasi-ku, Yang. Yang ada di pedangku adalah roh quasi Yin, ini rekan saling menguntungkan yang meningkatkan kemampuan fisik. Ini kali pertama bagimu, bukan?”

“… h, hehe, sesuai perki~raanmu! Julius-sama itu luar biasa! Masih penuh pesona yang kami ataupun kita tidak ketahui, kan, ~tsu!”

“…!?”

Pipi merona merah, mata merah Alphard menatap Julius.

Sewaktu Julius mengeritkan kening terhadap tatapan hangat tersebut, Alphard melepas dan membuang belati yang tangannya genggam. Suara lengkingan bergema saat menabrak batu bulat.

Segera setelahnya, tumitnya menghancurkan batu batu bulan itu.

“Sepertinya kau tidak dapat mengagetkan kami dengan pedang, kali ini kami bermaksud melihatnya menggunakan tinju ~tsu.”

“Ugh—ahk!”

Alphard menutup jarak sekejap mata sambil melancarkan bagian bawah telapak tangannya sembari memutar pinggang. Julius balas dengan tangan kiri kosong, tapi syoknya menembus lengan hingga dadanya.

Tak terbayangkan, langkah maju mendadak dan putaran pinggang telah meningkatkan kekuatan destruktif serangan telapak tangannya, Julius yang tidak diberi sela waktu telah diterbangkan.

Sekiranya Subaru menyaksikan pemandangan ini, dia akan mengiranya sebagai kecelakaan mobil.

“Tinju kami telah mengalahkan lebih dari delapan ratus orang … kami rasa mereka mengguncang nii-sama sampai ke tulang belulangnya, kan?”

Pemandangan ini pun kelihatan keji, selayaknya mobil yang tidak bisa berhenti menabrak dan mengirim manusia tak berdaya terbang.

Julius tidak sanggup menanggapi senyum gila Alphard.

Tulang dadanya, organ-organ dalamnya hancur, darah membanjiri pakaian serta tubuh tingginya terhempas. Ricardo yang telah dirawat cepat menanggapi situasi tersebut.

“Julius, awas!!”

Ricardo memeluk dan melindungi Julius yang secara tak terduga kepalanya akan menabrak dinding dahulu. Bahkan anjing kebesaran itu tertelan ke dalam dampaknya dan menabrak gedung sampai tembus, menghancurkan bebatuan.

 Ricardo yang bergegas membantu Julius menggeleng kepala seketika segumpal darah mengucur. Darah di kepala Julius berkumpul ke satu titik, dia memuntahkan darah di tenggorokannya agar tidak tersedak.

“Roh-roh! Entah kalian bisa dengar aku atau tidak, tapi tuan kalian dalam masalah! Bekerjalah! Pikirkan nanti tentangku!”

Tidak tahu berkat panggilan Ricardo atau tidak, cahaya biru menuangkan kekuatannya ke tubuh Julius sekarat. Ketika setidaknya dia aman dari kematian, Ricardo melompat frustasi ke situasi cepat setelah lama istrirahat dari pertarungan.

“Selamat datang kembali! Kau mau makan? Kau mau suguhan? Atau mungkin, ma-kan-ma-lam?”

“Tahan lidahmu ke dalam mulut, bocah brengsek … akan kuajari apa jadinya saat kau menghina orang dewasa kek anak nakal di tempat kami.”

“Ohwahohwah, jangan ungkit lebih jauh Kami pun tidak mau makanan anjing. Jika kau tak ingin bermain pedang atau tinju … kau oke dengan ini?”

Alphard sambil tersenyum, merentangkan tangan, lalu Ricardo segera menaikkan kewaspadaannya. Ricardo menahan amarahnya kuat-kuat, tidak mampu melepaskan pandangannya dari itu.

—di kanal belakang Alphard, aliran air berubah menjadi pusaran yang nampak mirip leher naga air bagi Ricardo.

“Keterampilan pedang, seni bela diri, kali ini, sihir. Kau ini apa?’

“Kami ini penyihir anonim non-praktisi yang bahkan tidak bisa dipandang bangga keluarga. Kek gitulah ~tsu!”

Segera seusai Alphard menggulung lidahnya keluar, kepala aliran air menuju Ricardo.

Kendatipun cuma air, momentum dan massanya cukup untuk menghancurkan tubuh makhluk hidup. Terlebih lagi, Julius di belakangnya, lantas dia tidak dapat menghindarinya juga.

“Sudah kuperingatkan. Hah, hah—haaa!!”

Membuka mulut besar dan tubuhnya memasang kuda-kuda darat kuat, Ricardo melepaskan gelombang gemuruh.

Dari tiga wakil komandan Iron Fang, dua orang sudah menunjukkan kemampuan serangan raungan gelombang ini. Akan tetapi, sejatinya Mimi mengembangkan jurus ini dengan meniru Ricardo, dan Ricardo mendebat kalau jurus itu miliknya.

Namun dibanding Mimi yang mengurangi beban dengan menyerbarkannya, raungan gelombang yang digunakan oleh satu orang akan menjadi beban besar untuk tubuh.

Raungan destruktif keluar dari tenggorokan Ricardo sejenak merasakan air terjun berlumpur menerpa tubuhnya yang menguatkan posisi.

“Waw, mengagumkan ~tsu.”

Tidak bisa mendengar suara kekaguman, raungan gelombang Ricardo menabrak aliran air berlumpur.

Gelombang itu menabrak langsung dari depan dan mencerai-beraikan airnya, air bermassa beberapa ton menyebar dan menguap menjadi kabut. Beberapa detik selanjutnya, aliran air berlumpur menghantam alun-alun bak hujan, membanjiri trotoar batu dan Ricardo mencondong jatuh.

“Itu, jelas hebat … bahkan ujung mulutku, terpotong sedikit, ya.”

Dampak sisa-sisanya membuat Ricardo tertegun lama dan makin membebaninya setelah deru gelombang berakhir. Napas Ricardo megap-megap namun masih berhasil bangun berkat mentalnya.

Alphard sama sekali tak terpengaruh, tidak kelelahan sedikit pun, dia hanya menari-nari di sana.

“Luarbiasaluarbiasa ~tsu! Sudah lama kami tak melihat orang menahannya. Lama sekali sampai-sampai tidak ada jejaknya di diri atau ingatan kami. Bagus sekali, agak bagus, cukup bagus, mungkin itu bagus, bukannya bagus, mungkin bagus, barangkali bagus, bisa jadi bagus, karena itu bisa jadi bagus ~tsu!”

“Perkataan repetitifmu berakhir di sini.”

“Yah, kembalinya nii-sama. Menakutkan, imut, membuat iri.”

Di depan Alphard yang menggeleng kepalanya, Julius berdiri di sebelah Ricardo.

Wajahnya pucat, seragam kesatrianya diwarnai darah. Napasnya bahkan gagap sedikit, mustahil bilang dia dalam kondisi prima. Walaupun tidak bisa dibilang begitu juga …

“Terima kasih atas bantuannya, Ricardo.”

“Aku memang membantumu. Aku minta laporkan usahaku baik-baik ke nona biar dapat bonus sementara.”

“Perkara itu, aku yakinkan kau benar-benar tidak perlu merisaukannya.”

Meraih pedang kesatria, Julius menepuk bahu Ricardo lalu melirik Alphard.

Merasakan tatapannya, si penghujat tersenyum dengan pipi berwarna, kemudian memutar bibir mengesalkan.

Ekspresi wajah, tindakan, bahkan cara bertarungnya, seluruhnya serba mengerikan dan menakutkan.

Atau barangkali, terkait dengan Wewenang Kekuasaan Kerakusannya.

“Secakap itu menggunakan pedang, seni bela diri, bahkan sihir, mengapa kau bersekutu dengan kejahatan. Kekuatan itu boleh jadi digunakan untuk hal lain, sesuatu yang lebih baik.”

“Di bidang lain, ya. Kasih sejumlah contoh, menurut nii-sama apa?”

Nii-sama, bahkan panggilannya pun merisaukan.

Setiap kali lidah Alphard menyentuhnnya, setiap waktu dia mengatakannya dengan suara riang dan tingkah angkuh, kata-kata itu kehilangan nilainya bagi Julius.

—meskipun tidak punya anggota keluarga yang memanggilnya seperti itu.

“Misalkan, seorang kesatria. Contohnya, seorang tentara bayaran. Misalnya, seorang pahlawan. Kekuatan tak terkendali dengan mudahnya bisa jatuh ke tangan kejahatan, kekuatan berubah menjadi kekerasan mendesak. Maka dari itu …”

“Kami menduga kau bakal bilang begitu ~tsu! Kami kira kau akan mengatakan itu, anii-sama! Kami kira nii-sama yang kami tahu, nii-sama yang kami percaya, akan bilang begitu. Kami pikir begitu ~tsu!”

Mendadak mengentikan pembicaraan, Alphard melompat dan menghampiri Julius.

Dia memegang pedang kesatrianya secara vertikal dan menebas tendangan itu. Laksana lempengan besi yang sudah terpasang di tumitnya, tebasan tersebut gagal memberi dampak.

Alphard berbalik tajam lalu melanjutkan rentetan tendangan dari sudut rendah, sambil mengayun dan menari-nari di tempat seraya mendesak Julius menabrak perancah.

Gerakan kuat dan intensnya bahkan membuat Ricardo kehilangan jejak waktu dan alhasil tidak bisa menginterupsi.

“Kau ingatkah, ketika kita masih kecil! Pas kita sakit dan hancur, kami meminta nii-sama apakah bisa membawakan appa1 dari pohon di taman ~tsu!”

“Mengoceh sendiri …! Kenapa juga aku ingat. Berhenti memaksakan delusi berubah-ubahmu kepada orang lain!”

“Kami dan nii-sama masih kecil, dan nii-sama menjawab itu mustahil, menyuruh kami menyerah ~tsu! Kau ingatkah? Kau ingat? Tapi kami, hanya karena nii-sama mencoba menghentikan kami, kami malah semakin ingin appanya ~tsu! Waktu kami menyelesaikan apa yang nii-sama bilang mustahil, kami pikir telah melakukan hal menakjubkan! Kepercayaan diri kami meningkat! Kami sungguhan berpikir begi~tu!”

“Kau apa, kau bicarakan apa!? Aku tak tahu hal semacam itu … tak tahu!”

Julius menerima tendangan, tumitnya, tendangan berputarnya, tendangan lurusnya, tendangan lompatan tingginya, tendangan jungkir baliknya, tendangan putar belakangnya dengan pedang kesatria.

Lengannya mati rasa, organ-organnya penuh kesakitan, dia dapat merasakan darah di mulutnya. Tidak, berbeda dari rasa darah murni, sebab darahnya bercampur muntah. Dia menggigit bibir. Barusan, entah kenapa dia menggigitnya.

Dia tidak bisa tak mendengarkan khayalan Alphard dengan seksama.

“Gara-gara apa yang terjadi setelahnya, kami ~tsu! Kami ~tsu! Nii-sama itu ~tsu!”

“—agh!”

“Kami selalu, selalu memikirkannya ~tsu! Kami selalu, selalu merasakannya ~tsu! Bahwa itu berbeda! Kalau itu cuma koper saja ~tsu! Bagaimana seharusnya demikian! Bagaimana sekarang demikian! Perasaan menyenangkan! Jadi perasaan seperti itu! A~h, rasanya menyenangkan! Akhirnya kami mengerti!”

“Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentangmu!”

Julius didesak sampai menjadi makin ganas.

Sambil menggenggam pedang kesatrianya kuat-kuat, dia mencoba menyerang kapan pun menemukan celah pada posisi Alphard, menusuk, menendang, menggetok, membelit, menghindar.

Tebasan diwarnai kemarahan dan kebencian memotong udara serta rambut Alphard yang terlambat menghindarinya, tertebas dan jatuh ke tanah. Namun demikian, bukan hanya tebasan yang harus diperhatikan.

“Ia! Kua! Aro! Ik! Nes! In!”

Nama-nama roh quasi dipanggil, mereka mulai dipanggil-panggil seperti rapalan sihir, merekalah roh-roh yang dikontrak sang Kesatria Roh.

Dengan memanggil nama mereka, roh quasi enam warna semakin bercahaya, mengubah penegasan eksistensi mereka menjadi kekuatan kuat kemudian menuangkan semuanya ke lawan kesatria mereka.

—enam cahaya berwarna mengepung Alphard dari enam arah, menghalangi jalan manapun untuk melarikan diri.

“Dengan ini, berakhir sudah—!”

Julius sangat meyakini kemenangannya sebab Alphard tidak dapat lagi melarikan diri.

Kekuatannya mendesak langsung ke dada tengah Alphard …

“Telapak tangan Raja Pertama.”

Telapak gelap di depan dadanya menabrak pedang kesatria di tengah-tengahnya lalu dihancurkan sampai berkeping-keping.

Puing-puing tercerai-berai, tusukan mematikan pedang itu kehilangan efektivitasnya.

Tetapi, masih ada sisa sihir—

“Sihir.”

Kekuatan sihir tak terduga dan membingungkan berkumpul di belakang Alphard dan menebas keenam sihir yang mendekat.

Sihir berwarna sama melawan sihir berwarna sama pula, lantas seluruh sihirnya dibatalkan.

Akhirnya, mata Julius yang harusnya telah memastikan kemenangan ini, melebar.

“Ular Pedang Kembar.”

Jari kaki Alphard melempar belati yang mestinya sudah dia buang.

Dia terdesak sampai ke tempat itu oleh serangan Julius. Menerima bilah berputar-putar dengan kedua tangannya, badan Alphard berputar.

Badai tebasan meledak, dan Julius hanya menggunakan pedang kesatria yang hancur.

“…”

“Nii-sama membuang appanya. Itu sebabnya kami benci nii-sama.”

Lengan siku terpotong lalu terbang ke udara kemudian jatuh ke batu bulat, membuat suara.

 

Catatan kaki:

  1. Gua sama sekali ga tau “Appa”, mungkinkah Apel? Yah … pokoknya bakal gua biarin Appa.
Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
7 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Terima kasih min 🙂

Nerif

iya tulis aja “appa” walaupun emang betul itu maksudnya “apel”

フル君

Ini Subaru gk bakalan mati lagi gitu ya..
Gimana kalo udah bunuh 3 uskup terus mati kan balik lagi dia.. wkwk

Lanjut min..

Xxrckk

Anjir nih bocil gila bgt bisa unggul ngelawan Julius dan Ricardo bersamaan

Jelall

Bjirr, gelagatnya kerakusan ane liat Kekynya dah memakan nama AdiknyA julius keknya. Mungkin aja salah, tapi si julius kata” sebelumnya merasa belum pernah ni panggil kek gitu

anjir

Appa itu adalah nama apel di dunia itu. Penjual apel pas subaru masuk ke isekai manggil apel jadi “appa”