Share this post on:

Bintang dan Uskup

Agung Dosa Besar

Penerjemah: Ooze Hive

Keruntuhannya semakin menjadi-jadi.

Hujan darah segar, setiap dan masing-masing tetesannya bagaikan tangan jahat penghancur yang menginjak-injak kota.

Apa pun yang disentuh darahnya, dampaknya lebih dari sekadar menyayat selembar kertas dengan bilah pedang, tanpa henti terus menimbulkan kerusakan. Kekuatan destruktifnya merambat ke berbagai bangunan, alhasil setelahnya reruntuhan menyebar ke sekitarnya.

“Aaaaaaaaaaaaaaa!!”

“… cih!”

Sadar sepenuhnya dia tak masuk akal, Subaru tetap mempercepat lari kijangnya sembari menghembus napas dari paru-paru. Emilia lari santai di sampingnya, rambut perak berkilau diterpa udara dan mulutnya yang mingkem, langkah mereka hampir seirama.

Akan tetapi, kanal-kanal khusus pada kota air indah itu membentang di segala arah.

Sederhananya, menemukan jalan lurus untuk melarikan diri terbukti sangat sulit. Di depan terdapat kanal besar, di belakangnya ancaman kerusakan yang hendak menelan mereka berdua.

“Awas!”

“Kita akan melakukan hal berbahaya …. Subaru, pegang!”

Subaru berteriak sewaktu rute kabur mereka terputus, Emilia seketika mendapat pemikiran berbeda. Subaru tanpa ragu-ragu meraih lengannya yang terentang, lalu pada saat yang tepat itu, suasana serasa merinding.

Efek kombinasi kedua sihir yang diemban kekuatan roh pinjaman dan kekuatan Emilia sendiri.

“—tolong, semuanya!”

Begitu Emilia memerintahkannya, dari setiap titik bercahaya, cahaya biru naik ke bawah.

Detik berikutnya, tanah di bawahnya langsung basah warna putih, dan sekejap dunia es merekah.

“Ooohh!? Emilia-tan luar biasa! Pintar banget!”

“Sulit mengendalikannya, jadi jangan lepaskan tanganku!”

Subaru mendongak,t angan kanannya masih memegang tangan Emilia. Es yang sesaat sebelumnya melesat maju kini digenggam kepalan tangan kiri elf blasteran itu.

Membekukan tanah kemudian memunculkan es dari sana, pinjaman kekuatan sihirnya yang bergerak mempercepat pelarian mereka. Bahkan yang lebih mengejutkannya adalah jalan es yang dibentuk roh-roh beterbangan.

Di tepi kanal depan mereka, sesuatu mirip lompatan ski terbentuk, pasangan tersebut meluncur bersama momentum, mereka meluncur di atas kanal.

“Uuuaaaaaahhh!” teriak Subaru.

Di sisi lain kanal, jalan es lain tercipta. Saat Emilia menyentuh dan meluncur di atasnya, Subaru dengan jujur memuji keahlian Emilia.

“Bagus, Emilia-tan! Aku lagi-lagi jatuh cinta kepadamu!”

“Tapi, aku tidak tahu cara menghentikannya! Bagaimana ini?”

“Eeeh.”

Emilia sudah membentuk esnya, tetapi daya dorongnya masih gencar dan mereka pasti akan sangat terluka begitu menabrak rintangan. Hanya menggunakan sihir esnya saja, membuat sesuatu menyerupai bantal buat dua orang untuk menyerap efek berat bukan suatu kemungkinan.

Sementara waktu, pasangan itu kian dekat ke dinding. Tak lama sebelum tubrukan, tangan Emilia meremas erat-erat tangannya, Subaru membuat keputusan cepat.

“Emilia-tan! Pasang kurva!”

“Kur, kurva?”

“Tipe dinding yang menekuk! Seperti lingkaran!”

Mendengar teriakan putus asa Subaru, Emilia tanpa basa-basi patuh dan menggunakan sihirnya.

Persis di depan seluncuran mereka, kurva tipis terbuat, dan sambil berputar lebar keduanya menghindari dampak.

“Tepat seperti itu, jangan biarkan kurvanya terputus! Putar—! Putar—!”

“P, putar—! Putar—!”

Persis berputar lebar sesuai perintah agar tak menabrak dinding, banyak kurva es terbentuk.

Dilihat dari atas, dinding es berbentuk mirip obat nyamuk melingkar, dua tubuh yang sampai titik tengah lingkaran nyaris tidak aman karena terlalu cepat meluncur.

“Huuuuhhh, setelah menghabiskan banyak sihir Emilia-tan, kita entah bagaimana sukses.”

“Lebih pentingnya, serangan tadi.”

Ketika Subaru yang berhenti menghela napas, Emilia menghantam bentukan esnya sampai hancur lebur. Melihat es hancur kembali ke partikel-partikel mana, berbalik dan melihat kehancuran di belakang saat mereka lari, Subaru merinding.

Pusatnya di sekitar menara asal tempat serangan Regulus, pemandangan kota telah berubah.

Terkhusus di bagian tengah, tempat di mana dampak darahnya sangat ketara, kehancurannya terlalu parah. Lebih jauh lagi dari tempat kehancuran, terbentuk sejumlah tanda-tanda deviasi. Meski demikian, beberapa bangunan masih mempertahankan bentuk aslinya. Dengan kata lain, serangan yang efeknya area luas.

Di lokasi Subaru, serangannya melintasi awal sampai ujung kanal. Subaru tak terkena serangannya adalah karena peluang dan pelarian susah payahnya—bukan ….

“Reinhard.”

Di gedung tempat Regulus berdiri sampai saat ini, sekarang tidak ada siapa-siapa.

Malahan di sekitarnya, asap-asap tebal naik dan suara kehancuran menggema.


Regulus membunuh naga air dengan merobek-robeknya, menyeringai selagi darahnya tersemprot.

Kala itu, dia sempat melihat dua sosok kecil berusaha habis-habisan kabur menuju gang kecil.

‘Betapa lemahnya, betapa kecilnya, betapa tak berharganya’.

Tertawa mengejek saat darah naga air tercerai-berai menghujam kota, dia sangat menanti-nantikan kehancurannya menyusul pasangan yang kabur itu.

Lonte dan Pemerkosa. Untuk mereka, mati dihujani darah adalah layak.

“Menyebar! Menyebar! Dasar iblis keji yang menginjak-injak hatiku!”

“—maaf, tapi aku tidak boleh membiarkannya.”

APalagi setelah menyatakan kemarahannya dengan perkataan itu, dia terkejut oleh suara di dekat telinganya.

Ketika berbalik, dia meliaht kepala berambut merah berapi-api yang dibelai angin.

“Dasar bodoh! Segigih itu menghadang cinta seseorang!”

“Jikalau metodemu tepat dan menghormati hak-hak seseorang, seandainya seseorang menolakmu maka kau dapat berjanji untuk mundur alon-alon, dan aku bisa menghiburmu.”

Mendengar suara murka Regulus, Reinhard menanggapinya dengna tawa dan ejekan.

Meskipun tingkah selalu tenang itu memang dibenci-benci, yang kini menguasai persaan Regulus adalah kecurigaan tak terjelaskan—lalu, dalam sekali lompat sudah datang kaki Reinhard.

Tentunya tulang kering kaki kanannya mengalami cedera serius.

Walaupun tidak sepenuhnya terkoyak, namun tidak keterlaluan jika bilang kaki kanannya hanya tersisa pergelangan kaki dengan sepotong kulit belaka. Jauh dari kata mampu bertarung, kakinya tidak dalam kondisi berjalan. Bertarung dengan keadaan demikian artinya ….

“Tolol sekali, bukan cuma ilmu berpedang, apa sihir penyembuhan keahlianmu juga? Dengan semua talentamu yang jauh lebih baik dari orang lain, sejauh apa kau injak hati orang-orang di tengha perjalanan ke sini? Menghancurkan hati orang lain tanpa melakukan hal kotor rasanya enak, ya?!”

“Di antara kesalahpahamanmu—satu hal yang pasti akan kuperbaiki.”

Reinhard berputar, angin mendesing-desing sembari menyelubungi tubuhnya.

Tendangan berputarnya menghembus udara, mendarat langsung pada tubuh naga air yang diangkat Regulus. Mayat yang telah menjadi onggokan daging kini hancur—

“Apa!”

“aku tidak bisa menggunakan sihir apa pun, apalagi sihir penyembuh. Hanya roh-roh udara yang membantuku, lekas menyembuhkan luka di kakiku.”

Ketika kekuatan kakinya memusnahkan tubuh naga, putaran pergelangan kakinya menyelamatkan Reinhard dari genggaman Regulus. Berkat langkah kaki terampil itu, sisa-sisa naga air tidak diperlakukan buruk, dan kemudian dengan lembutnya dilempar ke atap bangunan setengah rusak.

Selanjutnya ….

“Sempurna—daftar berikutnya, Taktik J akan dimulai.”

“Huaa!”

 Waktu yang sama tatkala Regulus menyangkal perbuatan munafik Reinhard, gagang pedangnya menggetok kepala atasnya. Terhempas jauh, Regulus berguling-guling menuruni lereng atap.

Langsung turun menuju tanah di bawah, telinganya mendengar:

“Akan aku uji.”

“…!?”

Dengan kecepatan peluru dia melompat di titik yang sama, Reinhard mendekat, menggapai kaki Regulus di tengah kejatuhannya, diguncang, dia dikuasai tindakan Reinhard. Kini Reinhard yang sembari membawa Regulus, melompat ke arah Subaru yang kabur disertai badai membahana, berakselerasi cepat sampai-sampai sanggup menyobek kaki orang biasa.

“Apa-apaaaaaannn—”

“Gada yang special.”

Mengaku demikian, Reinhard mengangkat tubuh Regulus ketika dia berhenti.

Tingkahnya bagaikan seorang anak yang memegang kaki boneka dan dimain-mainkan dengan kasar—sementara kemarahan Regulus meledak-ledak diperlakukan begitu, dia juga mulai mengerti rincian rencana Reinhard.

Memegang tubuh Regulus, Reinhard melemparnya ke tetesan darah yang jatuh.

Bahkan meluluhlantakkan bangunan batu, hujan darah perbuatannya.

Seumpama kekuatannya sekuat itu, maka kemampuan serangan Regulus barangkali efektif terhadap perlindungan manapun pada tubuhnya sendiri.

Misal begitulah ide Reinhard, maka idenya terbukti bodoh.

“Apabila seranganku sendiri pastinya berhasil padaku? Aku tak paham seberbakat apa kau dilahirkan, namun aku tak teramat memandang rendah orang lain sebagaimana ucapanku. Mustahil aku tamat oleh metode tolol seperti itu?”

“Ini pun tak efektif—”

Tetes-tetes darah tersebut, menyentuh tubuh Regulus, menitik singkat di tempat dan menciprati sosoknya. Jelas, prioritasnya berbeda.

Pada saat yang sama, Reinhard mendadak melepaskan cengkeramannya pada kaki Regulus.

Dia orang cerdas. Bila dia biarkan tetesan darah menyentuhnya, telapak tangannya pasti bakal hancur dan mungkin takkan dapat memegang pedang lagi.

Kekuatan ayunannya tiada. Mendarat di jalan, Regulus sekali lagi menghadap Reinhard. Mata menyipitnya memperingatkan.

“Entah bagaimana, tidak bisa lagi menyentuhnya.”

“Rupanya penciumanmu tajam, kau mau terluka lagi seperti tadi.”

“Mulai dari sekarang, aku akan meawspadai napas dan penglihatanmu. Semisal ada pencegahan lain, aku akan senang mendengarnya.”

“Enyah dari hadapanku, sekarang!”

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hmm

Semangat min

TheSider

Mantap soul min

Semoga sehat selalu

Lanjuttt min

フル君

Jadi penasaran gimana kalah nya si Regulus..

Mantap min..
Lanjut..

Renhat

Gk lengkap woi