Share this post on:

Belenggu Cinta

Penerjemah   : HakuXRuluchi

Editor              : Daffa Ganteng

—Ketika supernova itu memudar dan penglihatan Subaru kembali, keadaan gereja telah benar-benar berubah.

“Walaupun aku tahu sudah mengatakan ini dulu…”

Menyaksikan pemandangan itu dengan matanya sendiri, Subaru menarik napas pelan.

Agar tidak menghirup partikel debu dan serpihan kayu yang tersebar, dia menutup mulutnya dengan lengan baju.

Berdiri di gereja yang sekarang terbuka, angin petang dingin menyelimutinya, Subaru menghentak kuat lantai dan jarinya menunjuk lurus pria di depannya.

“Benar-benar, orang ini monster sialan!”

“Meskipun aku sudah mengatakan ini sebelumnya, Sangat menyedihkan. Bahkan hatiku juga akan terluka oleh kata-kata seperti itu. “

“Apa sekarang waktu yang pas untuk mengeluh sakit hati!? Luka fisikmu jelas merupakan masalah lebih besar di sini! Kau pikir semua ini apa?”

Melihat Reinhard yang melantur, Subaru tidak bisa berbuat apa-apa selain mengubur wajahnya ke telapak tangan ….

Reinhard membalasnya dengan senyum masam, Seketika pedang es di tangan kanannya hancur dan hilang. Meskipun hanya diayunkan sekali, mampu menahan kekuatan Pedang Suci mungkin menunjukkan bahwa daya tahannya layak dipuji.

Orang yang membuat pedang itu, Emilia, saat ini didekap lengan kiri Reinhard.

Dalam sekejap, dia membebaskan leher Emilia dari genggaman Regulus, menjaganya tetap aman. Akibatnya, Regulus adalah satu-satunya yang menderita  dari kehancuran besar itu.

Selain dari pukulan awal itu, semuanya tampak berhasil—

“Yang tadi itu, hampir saja. Hei, kau tidak apa-apa? ”

“….”

Yang di perhatikannya adalah seorang wanita yang tadi telah ditariknya keluar dari bahaya, tepat sebelum Reinhard menyerang, sebelum segalanya jadi kacau. Meskipun wanita berambut emas itu agak cantik, mata kosong dan wajah tanpa ekspresinya memberi firasat sangat buruk.

Benar saja, keterkejutan situasi itu telah menimpanya, itulah pemikiran Subaru, dan dia menatap mata wanita yang sedang duduk itu.

“Maaf kalau kami mengejutkanmu, namun demi memanfaatkan kelemahannya, kami tak punya pilihan lain. Jika kau ada luka di mana pun, beri tahu kami dan nanti akan kami sembuhkan.”

“….”

Kendati Subaru memanggilnya, dia masih tak bereaksi.

Sekalipun situasi ini memang mengkhawatirkan, Subaru tidak boleh mengkhawatirkan wanita itu seorang. Membiarkan si wanita duduk di tempatnya, Subaru berjalan menuju altar—tepatnya, bekas-bekas altar.

Tempat ini sangat menyerupai sesuatu yang Subaru kenal sebagai katedral, dan tempat tersebut sepenuhnya telah dinodai Reinhard.

Bagian depan bangunan—letak altar dan koridor mengarah ke ruangan samping ditemukan, semuanya dihancurkan oleh supernova. Yang tersisa hanyalah pinggiran dan bagian belakang bangunan. Untungnya, karena perlindungan dinding es Emilia, para wanita yang duduk tetap tak tersentuh.

Subaru lari menuju tempat Emilia dan Reinhard di dekat altar terguncang. Melepaskan diri dari tangan Reinhard, Emilia langsung batuk-batuk.

“Emilia-tan, kau baik-baik saja?”

“—uhh … ah, aku baik-baik saja. Cuma tenggorokanku serasa gatal ….”

“Apa kabarmu? Apa terjadi hal aneh? Apa bajingan itu menjilat wajahmu dan semacamnya? Dan gaun pengantin ini spektakuler … apa dia memakaikannya padamu? Sial, bajingan itu, takkan kulepaskan. Namun pakaian ini betul-betul luar biasa. Entah kau mengenakan apa, kau terlihat manis, Emilia-tan.”

“Subaru, tenanglah sedikit. Aku tidak tahu kau mau bilang apa.”

Menghadapi Subaru yang panik, Emilia pelan-pelan mundur.

Melihat sosoknya yang tertekan selagi hati-hati memastikan Emilia sehat wal’afiat, Emilia mendesah sambil tersenyum.

“Oh ya, terima kasih sudah datang menyelamatkanku. Aku selama ini tahu kau pasti akan datang.”

“Aku pun tahu kalau Emilia-tan percaya padaku dan menunggu diselamatkan. Tapi seandainya aku rusak pernikahan sedikit lebih cepat lagi, siapa yang tahu apa yang ….”

“Bukan masalah. Aku takkan menikahinya. Seandainya aku menikah, maka yang aku nikahi adalah orang yang kusukai.”

“Itu, baguslah! Beneran menenangkan. Kalau begitu, orang yang kau sukai ini ….”

“Ah! Reinhard! Lukamu, bagaimana?”

Persis saat Subaru hendak menyerang ofensif, Emilia melihat Reinhard dan berteriak kepadanya.

Emilia berpindah minat ke Reinhard yang dianggapnya penting, Subaru berhenti dan merengut.

Reinhard yang menyelamatkan Emilia—tanpa diduga-duga, mengalami cedera berat.

Bagian depan pakaian putihnya hampir robek dan ternoda seluruhnya oleh warna merah. Menyaksikan kejadian ledakan itu, Emilia menarik napas dingin.

“Ugh, brutal banget!—kau yakin ini tidak apa-apa!?”

“Iya, lukanya sangat memilukan! Biar aku lihat, akan aku sembuhkan!”

“Tidak apa-apa. Tidak usah merisaukannya. Lukanya sudah mulai sembuh.”

Menanggapi pasangan keresahan dan kebingungan dengan senyuman, Reinhard menyeka darah di lengan bajunya sendiri.

Dan di dada bersihnya, bekas-bekas luka tersebut memang hilang. Lukanya betul-betul hilang, hanya menyisakan kulit murni Reinhard.

“Lukanya, hilang …. Hei, apa yang terjadi barusan? Kau menyembunyikannya dariku. Apa kau diam-diam menyembunyikan sejumlah paket darah untuk dirimu sendiri atau semacamnya?”

“Dan barusan, maksudmu ….”

“Berhenti bertingkah seolah kau baik-baik saja, atau kau beneran begitu sekarang? Barusan situasi sandera Regulus, aku tidak tahu bagaimana rencanamu menghadapinya, lantas aku tonton diam-diam. Tapi kok bisa selamat? Ah, beri tahu saja!”

“Mari kita anggap seperti ini, menonton diam sudah jadi bantuan besar. Terima kasih tidak membuatnya marah.”

Bahkan dihadapkan ketidaksabaran Subaru, respon Reinhard masih datar. Menyangka dia semata-mata berusaha mempertahankan suasana santai, Subaru mendesau.

“Pikiranku, karena kau yang diserang, pasti kau punya semacam rencana rahasia. Namun melihatmu jatuh bermandikan darah itu sepenuhnya membuatku berpikir kau sungguh-sungguh mati, mengerikannya bukan main ….”

“Biar begitu, reaksimu tepat waktu. Aku sangat senang kau sebegituyakinnya kepadaku.”

“Siapa yang menyuruhmu berpidato dramastis soal kekurangan dan sebagainya?”

Mengetuk pelan pundak Reinhard, menanggapi rasa bersalah itu dengan ucapan kasar. Mendengar percakapan mereka, mata Emilia membelalak kaget.

“Cuma dari ucapan tadi, kalian melancarkan seluruh skemanya?”

“Emilia-tan, detik kau menyerahkan pedang es ke Reinhard selagi aku bergerak, itu pula yang terjadi.”

“Itu sangat-sangat membantu. Tidak punya senjata dan mesti menyerang secara langsung adalah gerakan ceroboh, entah kenapa. Tapi aku senang itu berhasil.”

“Yap, akhirnya setengah bangunan runtuh. Tolong tanggung jawab. Yah, ini juga dianggap sebagai bendera bertahan hidup.”

Setelah beberpaa kali menemui Elsa di masa lalu, Subaru tidak terlampau optimis.

Di saat ini, seraya berbicara seperti ini, tidak sedikit pun dia lengah pada Regulus.

“Jadi, Reinhard, jawaban benar untuk misteri kejadian itu adalah ….? Apa kau menggunakan avatar? Barangkali bukan semacam teknik cloning. Tolong jangan bilang selain seorang kesatria, kau seorang ninja juga.”

“Walaupun aku tidak tahu ninja itu apa, aku yakin itu bukan misteri besar. Divine Protection of the Phoenix, adalah Berkat yang dapat digunakan untuk membangkitkan orang mati. Jadi pengamatanmu yang bilang aku kelihatan seakan mati itu benar, aku mati sedikit.”

“Mati sedikit matamu! Apa karena itu kepalau kacau, atau kau saja yang idiot?”

Menemui jawaban tak terduga membuat Subaru lagi-lagi murka.

Mati oleh Divine Protection of Phoenix dan semacamnya, bukankah itu namanya menghina kematian? Kata-kata itu sebaiknya tak dituturkan Subaru—atau lebih tepatnya, mungkin hanya Subaru yang bisa berbicara begitu.

“Kau ngapain, mencuri peranku seperti itu ….”

“—? Maaf. Tapi waktu itu, aku merasa demikianlah cara paling efektif untuk mengurus Uskup Agung Dosa Besar. Dan nyatanya lumayan berhasil. Ah, tapi, kalau bisa, aku lebih ingin tidak mati lagi.”

“Mati hanya untuk menyelamatkanku, aku malah merasa bersalah.” ucap Emilia.

“….”

“—uuughh.”

“Subaru? Ekspresimu kenapa?”

Dihantam kekuatan balasannya, beban psikologis kata-kata itu berat.

Terlebih lagi, sepertinya dialog ini tidak boleh dilanjutkan lagi.

“—Subaru.”

“Dimengerti.”

Menyipitkan mata birunya, Reinhard memanggil Subaru.

Subaru mengangkat kepalanya seketika dipanggil, lalu Emilia melirik arah Reinhard melihat.

—sang predator, memancarkan aura jahat, memenuhi garis pandang mereka.

Dia berdiri di atas puing-puing katedral runtuh, menghadap tiga orang. Rambut putih, pakaan putih, serta ekspresi kosong; sang predator serba putih, mendengus dan berbicara.

“Meninggalkanku, menyumpahku dan menertawakanku di tempat semacam ini. Omong-omong, tega-teganya kau bertingkah seakan suasananya normal, bukannya itu pun tak manusiawi? Kecuali, kau merasa seolah baru menginjak semut atau semacamnya? Apakah menghempasku sama saja menginjak serangga? Yah, bagaimana dengan ini?”

Selagi dirinya mengipasi api kemarahan berlebihannya sendiri, Regulus melompat dari puing-puing yang membara ke sisa-sisa katedral.

Sesaat dia mendarat, dia merapikan mantel jas putihnya, menyeka lengan bajunya, kemudian menyesuaikan kembali celana yang pas di kakinya, lalu mata menyipitnya menghadap mereka.

Tubuhnya tak berubah dari serangan Reinhard.

Entah cedera atau kotoran, tidak satu pun ada pada sosoknya.

“Aku mengerti, sebagaimana yang aku dengar dari Subaru, kau lawan yang teramat-amat menakutkan.”

“Barusan, Uskup Agung Dosa Besar yang kau bicarakan, Subaru … dia orangnya?”

Mengenainya, Reinhard dan Emilia masing-masing mengumumkan pernyataannya sendiri.

Mendengar itu, Regulus memelototi Emilia.

“Ah, itu benar. Akulah Uskup Agung Dosa Besar Keserakahan dari Kultus Penyihir, Regulus Corneas … ngomong-ngomong, tanpa tahu identitas pihak lain, kau mencoba menjalani pernikahan. Masalah ini bukan cuma perkara kesadaran seorang istri. Kurang ajar, tidak bermoral, bengis! Sungguh, sejujurnya, kekuranganmu sebagai seorang wanita tiada batasnya!”

“Bengis atau tidak, kau sama sekali tidak memberitahuku. Tak suci dan tak bermoral juga tidak masuk akal. Kau sendiri pun Uskup Agung Dosar Besar Kultus Penyihir … Kultus Penyihir, Kultus Penyihir ….”

Menghadapi Regulus yang mengutuk kesal, Emilia hendak menyangkal poinnya dan tiba-tiba dia terdiam.

Tangannya menyentuh kepala, alis Emilia terangkat ibarat sedang berpikir keras.

“Kultus Penyihir, Uskup Agung Dosa Besar … kau, kau pernah berhadapan denganku sebelumnya?”

“Hah? Aku tahu dari mana? Meskipun, sekarang ini, apabila kau bilang pertemuan kita itu takdir, itu hanya lelucon konyol. Wajah manis langka, namun hati terdalammu itu rendahan, menyebalkan sekali … uwa!”

“Kau ngocehin apaan, sih, dasar bajingan?”

Dimaksudkan ke wajah Regulus yang terus-terusan mengoceh, Subaru menjentikkan cambuknya. Menerima benturan itu, wajah Regulus menyentak ke samping, dan dia menggeram marah.

Tak mengherankan, karena parasnya tak terlihat terkena pukulan.

“Kalau begini, kita benar-benar tidak dapat menyelesaikan misteri Invincibility-nya, kita tidak bisa menang ….”

“Entah dari jarak dekat atau jauh, semua serangan ditiadakan. Bahkan sihir Emilia-sama tidak menghentikannya. Pasti ada semacam trik untuk mengalahkannya …. Subaru, hati-hati, oke?”

“Mengapa kedengarannya seolah kau mengatakan hal pedas didengar ….!?”

Reinhard menepuk pundak bingung Subaru sebentar—kemudian, dia menghilang.

Sekejap berikutnya, Reinhard menghantam langsung tubuh sang predator, membuatnya terhempas ke belakang.

“Huh, ah—!?”

Dengan raungan, Regulus yang tidak sempat bertahan, terhempas jauh dan menabrak gunung puing-puing, selanjutnya, puing-puing itu runtuh dan hancur.

“Lawannya adalah aku. Kuharap kau bisa memecahkan misteri Invincibility-nya secepat mungkin. Aku akan mengulur waktu.”

“Betul, mengulur waktu memang bagus … tapi alangkah lebih baik mengalahkannya dengan satu serangan?”

“Kalau bisa, sudah aku lakukan. Bawa wanita-wanita itu ke tempat aman. Misalkan mereka tetap di sini, mereka malah akan terseret ke pertempuran.”

“Bentar, Reinhard. Meskipun ini tidak terlalu efektif, gunakan ini.”

Emilia memanggil Reinhard untuk menghentikannya, dia menggenggam pedang es baru bentukan sihir.

“Aku sangaaatt bersusah payah berkonsentrasi untuk membuat ini—harusnya sedikit lebih tahan lama dari yang terakhir.”

“Terima kasih saya tak dapat diungkapkan.”

Menerima pedang yang ditawarkan Emilia, Reinhard sebagai gantinya menuturkan terima kasih seremonial.

Kemudian berbalik dan melompat dari reruntuhan katedral ke Regulus. Sekali langkah, ia menghilang dari pandangan Subaru, melintasi jarak yang jauhnya mustahil.

Seketika Reinhard menghilang, gelombang kejut menghantam kulit Subaru.

Selagi bermandikan perasaan tersebut, dia menoleh dan melihat Emilia.

“Emilia-tan! Agar tak terjebak pertempuran Reinhard, sementara waktu, bantu tuntun wanita-wanita ini ke tempat aman. Mereka semua harus pergi … ngomong-ngomong, apa mereka semua menikahi Regulus?”

Baik sekarang atau sebelumnya, keseragaman para wanita yang terperangkap di dinding es rasanya tidak wajar.

Menjadi istri Regulus berarti mereka semua seorang anggota Kultus Penyihir. Sekilas, kurang lebih jumlah mereka ada lima puluh. Bila menyerang bersama-sama, bagaimana cara Subaru menangani mereka tanpa bantuan Beatrice? Baru sekarang dia mulai khawatir.

Akan tetapi, Emilia menggeleng kepala dan menyangkal kekhawatirannya.

“Tidak apa. Walaupun mereka istri-istrinya, kebanyakan mungkin cuma dipaksa lewat kekerasan dan paksaan. Jadi, jangan khawatir.”

“Ya, benar. Sekiranya mereka ancaman, Reinhard takkan mungkin mengabaikannya … agh, awas! Barusan, rudal terbang mulai menyerang kita! Berbahaya banget!”

Di luar katedral, Reinhard dan Regulus sedang dalam pertarungan yang jauh melampaui batas kemanusiaan.

Reruntuhan dan pecahan batu, tersapu oleh berbagai dampak, terbang bagaikan rudal. Semisal dia terkena satu saja, tidak ada jaminan Subaru masih tetap utuh.

Sekalipun Reinhard punya keuntungan absolut soal serangan, selama sifat kekuatan Regulus tetap misteri, keunggulannya akan memudar sedikit demi sedikit, Subaru perlu membuat tindakan balasan sebelum sang predator mengunggulinya—

“Hei, kau tidak apa? Ada luka?”

Selagi Subaru merenung dalam-dalam, Emilia mulai mengguncang pundak perempuan pirang.

Wanita sama yang Subaru baru selamatkan menggunakan cambuknya. Dari posisinya di depan altar, statusnya tampak unik. Namun ekspresi kosongnya, bahkan tidak sedikit pun membuat jengkel.

Menatap Emilia, si wanita menggeleng kepala pelan.

“Aku … kami mesti tinggal di sini. Bila ingin melarikan diri, harap berhati-hatilah.”

“Tinggal, kenapa? Apa kakimu terluka? Kalau begitu akan segera aku sembuhkan. Hanya dinding es ini belum cukup untuk melindungimu. Cepat, kita harus pergi!”

“Tolong izinkan aku menolak. Hanya kau yang dapat meninggalkan tempat ini.”

“Kenapa!? Tinggal di sini akan melibatkanmu dalam pertarungan! Regulus akan, terlepas dari keberadaanmu, dia akan menyerang apa pun yang diinginkannya ….”

“—Master-sama tidak menyuruh pergi.”

Bujukan Emilia diinterupsi suara dingin wanita tersebut, menyampaikan perasannya, keduanya tidak serasa hangat.

Tatapan dingin nan bekunya menemui mata ungu Emilia.

“Tidak mendengarkan Suami-sama akan membuatnya marah. Semisal itu terjadi, hanya ada satu kemungkinan hasil.”

“Itu … bukan ….”

Subaru dan Emilia sama-sama tidak dapat berkata-kata.

Menganggap kebulatan tekadnya salah, sebab dia tak punya pendirian. Menyebut gentarnya adalah salah, sebab dia tak punya ketetapan.

Omongan dan tingkah bicaranya tentang keputusasaan yang telah lama tak bisa dihindari.

Dia—lebih tepatnya, mereka sudah lama menyerah.

Hati mereka yang dihancurkan Regulus, tak mampu lagi memikirkan apa pun selain pria itu.

Itu kebrutalan terkutuk yang tidak lagi memerlukan kata-kata maupun tindakan untuk menjelaskannya.

“Lawan Regulus adalah Reinhard sang Pedang Suci. Aku tahu kau takut padanya, namun Reinhard tidak akan kesusahan membunuhnya. Jadi, jangan tinggal di sini. Kau tak perlu membahayakan hidupmu.”

“Tidak masalah siapa lawannya. Pedang Suci? Tolong, jangan main-main. Bagaimana bisa ada orang yang sanggup menandingi Suami-sama …. Regulus Corneas?”

Wanita tersebut menampik jaminan Subaru begitu saja sambil merasa pesimis.

Itulah kali pertama dia menunjukkan emosi tulus.

Penolakan sinis orang dewasa, memandang rendah khayalan bodoh seorang anak.

—Baru ketika itu, Subaru memahami sifat sejati hubungan menyimpang ini.

Para istri Regulus Corneas percaya mutlak pada suami mereka.

Bahkan saat tahu lawannya adalah Reinhard sang Pedang Suci, itu masih belum melonggarkan belenggu kutukan yang takkan mampu dilepaskan.

Regulus yang memiliki kekuatan maha besar tak tertandingi telah menguasai sepenuhnya hati istri-istrinya.

Istri mempercayai suaminya, dan si suami mempertahankan cengkeraman kuat di hati istri-istrinya. Dengan kata lain, kondisi hubungan idea.

Namun permukaan tenang tersebut membukakan jalan kelainan hati.

“Sial ….”

Subaru dengan sakit menyadari bahwa imbuh saja belum cukup menggerakkan mereka.

Para wanita di hadapannya percaya penuh hal itu; kurangnya perbedaan pendapat dan hening mati membuktikannya.

Mendesak mereka pergi harus dengan cara membuat pingsan wanita-wanita tersebut dan memindahkannya satu per satu; tapi mereka begitu didesak kebebasan untuk bertindak sedrastis itu.

“—Reinhard! Ganti rencana! Lakukan yang kusuruh sebelumnya!”

Membatalkan rencana membujuk para wanita, Subaru memanjat katedral runtuh dan memanggil Reinhard yang kini tengah menentang hukum gravitasi selagi berlari melintasi sisi bangunan. Matanya bergerak ke samping.

“Apa kita mempercepat pertempuran? Hei, Subaru, kau sudah mengamankan wanita-wanita itu?”

“—!? Apa-apaan!? Ini suara dari mana!?”

“Ini Divine Protection of Telepathy, yang bisa memperjauh suaraku pada orang-orang yang berada dalam jarak tertentu.”

“Bisa berhenti jadi manusia super!?”

Bahkan bagi Subaru yang hampir menyentuh non-kombatan, gerakan Reinhard berada di luar jangkauan pemahaman manusia.

Berlari dan melompat dari dinding, Reinhard terbang ke udara dan berputar cepat.

Sebelum dia mendarat, Reinhard merebak pakaiannya, memperlambat momentum lalu kaki rampingnya menendang dan mengirim bilah angin yang mengiris tanah.

Menyapu debu dan puing-puing, gelombangnya menghantam langsung predator yang menunggu di ujung—Regulus, tidak bsia bertahan, dia terhempas lagi.

“Sirkus pembunuhan barusan, itu apa?”

“Serangannya adalah melempar batu atau pasir. Benar-benar tidak ada celah aman di antara partikel-partikel yang tersebar di sekitarnya.

“Menurutku seperti aku ingin bersembunyi dari hujan—Lebih pentingnya lagi, pindahkan medan perangnya! Wanita-wanita itu tidak mau pergi! Mereka sangat-sangat takut pada Regulus, mereka tak berani menentangnya!”

“Begitu, aku mengerti—lantas biarkan aku mencoba.”

Suaranya melirih, Reinhard melompat santai ke Regulus.

Sekali lagi dia bangkit berdiri, Regulus menghentak tanah dan menerbangkan serpihan kayu serta pasir. Akan tetapi, gerakannya dihemat-hemat, Reinhard menghindar dan menghunus pedang es Emilia, menebas Regulus dan sekali lagi menghempasnya.

Teriakan sang predator bercampur suara krispi bilah-bilah es.

“Subaru! Kita mesti melakukan apa?”

“Pancing bajingan itu menjauh dari sini …. Waw, Emilia-tan pemberani.”

“Gaunnya cantik, tapi betul-betul tidak berguna ….”

Emilia mendatangi Subaru dan merobek sebagian gaunnya.

Bagian-bagian gaun pengantin putih yang membatasi telah dirobek, memperlihatkan bagian lebih paha putih Emilia dari yang semestinya dan menciptakan pemandangan memikat.

“Itu tak masalah! Ngomong-ngomong, kau mau apa dari Reinhard?”

“Kami memikirkan rencana sebelum bertarung, karena kami tak tahu batasan sejati kekuatan Regulus—kami harus menguji kemungkinan kelemahan satu per satu.”

Emilia mengangguk selagi Subaru mengambil pedang tercinta Reinhard dari katedral. Kemudian, dia dan Emilia bergegas langsung menuju medan perang Reinhard.


“Agh! Jancok, berhenti melompat-lompat!”

Mengutuk keras, kedua tangan Regulus melambai ke atas-bawah.

Targetnya adalah Reinhard yang meliuk-liuk cepat, dan senjata Regulus adalah kerikil berlimpah yang menyebar di mana-mana.

Normalnya, serpihan kerikil fungsinya hanya membutakan lawan; orang-orang yang menggunakannya sebagai senjata punya watak yang tak patut dipuji—tetapi semisal Regulus-lah penggunanya, kekuatan taktik tercela ini akan meroket.

Bangunan yang bersentuhan kerikil mulai runtuh, lalu pemandangan di sekitar jadi hancur.

“—cih.”

Menyaksikan kehancuran dahsyat terjadi di depannya, Reinhard dengan dramastis menghindar.

Tubuhnya merendah seakan-akan hendak merangkak, selanjutnya gerakannya mencepat. Berlawanan dari penampilannya yang tak enak diandang, dia bergerak terlampau cepat sampai-sampai keluar dari jangkauan orang biasa.

Dengan demikian, Regulus yang tidak berbeda dari orang biasa, tak bisa mengikuti Reinhard.

“Sial …. Hei! Kau lari ke mana, kelihatan seperti serangga!”

Terancam kehilangan targetnya, Regulus tanpa pandang bulu menyerang dari segala arah.

Jika kulit merasa merinding maka mendekat artinya berbahaya—naluri bertahan hidup semua orang, memperingatkan musuh yang akan mendekat.

Kenyataanya, tidak berhubungan dengan kehadiran ancaman. Makhluk hidup apa pun rentan pada perasaan ini. Regulus tidak terkecuali, saraf seluruh tubuhnya yang kesemutan, di sekujur tubuhnya memberi tahu ada yang janggal.

—bedanya, ancaman besar ini datangnya dari segala arah, lingkaran ancaman menekan.

“Dasar keparat, apa-apaan iniiii—!?”

“Akulah kesatria Calon Raja Felt-sama. Mohon dukung beliau sepenuhnya.”

“—!?”

Kalimat yang mungkin atau mungkin juga bukan lelucon, suara teguh berbicara.

Kepala syok Regulus merasakan sesuatu yang tajam—barangkali dihantam baja. Senjatanya sudah tidak berbentuk lagi, dan suara ciut menandakan barangnya telah dibuang.

Terhina, Regulus memelototi tanah sambil menggigit bibir.

Gerakan kaki tajam yang mencegah serangan, Reinhard memposisikan diri.

Pertarungan ofensif dan defensif Pedang Suci dan Keserakahan merupakan konfrontasi jelas dari kedua pihak.

Menggunakan kekuatan tempur konvensional, kekuatan Reinhard yang mampu memain-mainkan Uskup Agung paling mematikan, tidak bisa dibilang lazim. Tetapi meskipun begitu—

“Yang menang adalah aku, kau tidak paham? Kendati aku tak tahu sebaik apa kau melancarkan kekuatan kejam ini yang sama saja mendesak orang lain; orang sepertimu yang kebahagiaannya dibangun dari pengorbanan orang lain, akan berhenti di sini! Dengan kekuatan ini, berapa banyak nyawa orang yang kau injak? Keserakahan itu sungguh-sungguh tercela.”

“Itu amat menyedihkan didengar. Memang benar bahwa karena aku, beberapa orang kehilangan kebahagiaan mereka. Jelas saja, alasan aku melakukan ini tidak lain demi penebusan itu.”

Di hadapan retorika konyol Regulus, mata Reinhard sedikit menyipit.

Melihat gerakan responsif sang Pedang Suci, gerakan Regulus menjauh sendiri.

“Apa-apaan ini? Kek tipu muslihat tidak usah kau lihat karena aku sendiri pun sudah tahu? Aku sadar akan dosaku sendiri. Aku sadar lantas mencoba memperbaiki kualitas burukku, ya! Apakah jadi usaha yang tidak berguna sama sekali? Candaannya cuma sampai sebatas itu. Tidak ada yang punya ekspektasi terhadap perbuatanmu di masa depan kelak. Yang pentingnya adalah perbuatan di masa lalu. Kakimu pernah sekali menginjak tanah, dan seseorang menjilat telapak kakimu. Bagi orang itu, entah kau membantu puluhan ribu atau ratusan juta orang, itu semua tiada artinya. Pendosa, ya mati saja. Kau, Hanya dapat meminta pengampunan orang lain, sudahlah berhenti pura-pura jadi orang baik.”

“Berbicara kepadamu, aku benar-benar merasa ditunjukkan cermin. Pasti ini alasan Subaru menyuruhku tak mendengarkanmu.”

“Omong-omong … orang di sana itu, diakah Subaru ini? Pria busuk yang merebut pengantin wanitaku, bajingan penuh kebencian …. Biarpun dia pada akhirnya menjadi lonte kotor, pelanggaran pria itu takkan pernah dimaafkan. Mereka yang mencoba merenggut milik orang lain, hukumannya adalah—uwaah!?”

Setengah jalan melalui omelannya, dunia Regulus mendadak berputar terbalik.

Sesaat itu, Reinhard merendahkan posisinya dan meraih pergelangan kaki kiri Regulus, memutarnya. Perputaran yang membawa kehancuran bengis, punggung Regulus menabrak dinding.

Menerima tabrakan itu, hujan debu berhamburan sewaktu tubuh Regulus, masih diayunkan ke depan-belakang, menabrak dan menghancurkan bangunan.

“Sekalipun kontak langsung rasanya agak berbahaya, tapi akan kucoba menyelesaikannya secepat mungkin.”

“Apa, yang kau lakukan untuk orang yang kau sebut-sebut sebagai teman ini? Dasar munafik palsu … pribadi rendahmu secara alami membuatmu tak punya teman baik. Bersama si pemerkosa, berteman dengannya itu—:”

“Berurusan denganmu betul-betul tak tertahankan—jadi dua kali lipat ketika kau memfitnah teman-temanku.”

Angin mendadak menyelubungi tubuh mereka, perasaan naik cepat mengikuti.

Apabila kau lihat sekilas, sosok keduanya tersemat di tengah langit malam, dan persis di sebelah mereka, bulan purnama bersinar terang. Tempat yang terjangkau cahaya rembulan, Regulus menggerutu.

“Jadi, bukan soal kekuatan—Melemparku dari ketinggian setinggi ini akan mengakhiri pertarungannya, kau mungkin senaif itu sampai mempercayainya. Apa kau anggap aku tolol?”

“Memang, aku bisa saja membantingmu dan menempatkanmu ke bawah bumi … tapi instruksinya bukan itu.”

“Apa yang kau ….”

Di tengah udara, tanpa pijakan, Reinhard pindah-pindah melayang naik-turun dengan sedikit menggeser tubuhnya. Regulus yang kakinya masih dicengkeram, menjadi sasaran gaya sentrifugal dan masih diayun-ayun Reinhard, matanya membelalak begitu melirik ke bawah.

“Tidak mungkin ….”

“Yang akan datang nampaknya dikenal sebagai gelombang pertama—Kuharap takkan melihatmu lagi setelah itu.”

Kalimat sarkastik langka dari Reinhard, tapi Regulus tidak sempat memperhatikannya.

Reinhard dengan sekuat tenaga mengayunkan Regulus ke bawah. Menembus udara, sosok jelas Regulus melesat ke kanal tepat di bawahnya disertai momentum peluru—Regulus yang bermandikan angin, hanya bisa menyaksikan permukaan kanal mendekat.

“Ancamannya air doang ….!” kata Regulus.

Bolak-balik berputar-putar saat menembus ke bawah, Regulus mengulurkan tangan, bermaksud membawa Reinhard ke air. Reinhard yang tak siap melayang tanpa daya di langit, dia sebentar lagi akan mengikuti Regulus.

Kemudian, wajah tenang Regulus hancur oleh satu serangan.

Serangannya adalah—

“—Emilia, lakukan!”

Ul-Huma!”

Mendengar suara pria dan wanita yang dibenci-bencinya, cahaya tak redup di sudut matanya mendadak menyinari pasangan menjijikkan tersebut.

Seorang pemuda berambut hitam memberi isyarat dengan jarinya, lalu gadis berambut perak merapal lirih.

Sedetik berikutnya, jauh dari atas Regulus, es menerjang turun secepat momentum jatuhnya.

Es-es itu menusuk pakaian anggota badannya, mempercepat kejatuhannya. Terus-menerus, dan es terakhir menusuk langsung punggung Regulus, membekukan punggungnya.

Total lima es seratus persen mengikat Regulus, memanfaatkan tubuhnya sebagai titik beku tatkala jatuh ke kanal. Segera setelahnya, tangan es mengulur ke depan, menelusuri aliran air dan diarahkan ke letak Regulus jatuh—Kanalnya dibatasi makam es, tanpa satu celah pun.

“—Operasi Splash, Operasi yang aku namakan sukses total!”

“Kuharap itu efektif.”

Di samping Subaru yang menatap kanal beku, Reinhard mendarat dan berjubah cahaya bulan.

Setelah melempar Regulus dari langit, lintasan jatuhnya mestinya dia takkan bisa menghindari air, tapi setetes air saja menyentuhnya adalah keajaiban.

Reinhard yang mampu bergerak sangat lihai di udara amat mengejutkan.

“Membatasi gerakannya dan melempar ke air, setelahnya dbekukan. Takkan mungkin dia bakal muncul lagi, kan ….”

Dari sisi lain Reinhard, Emilia menatap air.

Orang yang menyusun rencana pertempuran adalah Subaru, dan yang mengimplementasikannya adalah Reinhard. Akan tetapi, Emilia yang menghabisi pilihan Regulus. Meskipun pihak lain adalah pembunuh tak masuk akal, Emilia masih memasang wajah takut-takut.

Andai semuanya berjalan lancar, Regulus sebentar lagi akan menjadi mayat mengambang.

Emilai merasa dia keterlaluan; firasatnya bukan tanpa alasan.

“….”

Melihat Emilia seperti itu, Subaru menyilangkan tangan merenung.

Walaupun dia merasa agak bersalah padanya, menenggelamkan Regulus adalah pilihan terbaik. Andaikan tidak bisa, membuatnya dalam keadaan mirip sekarat adalah yang terbaik.

Akan tetapi, kemungkinan terburuknya harus diperkirakan. Contoh—

“Reinhard!”

“—cih!”

—tepat di depan mata mereka, permukaan es hancur, dan tak lama seusainya, semburan air menyembur, meluncur langsung ke arah mereka.

Ketika melihat semburan air, Reinhard meraih Emilia dan Subaru ketika air menghampiri.

Lengan Reinhard melilit pinggang mereka, melompat mundur sekali—begitu jauh dari jangkauan semburan air, Reinhard menyipitkan mata.

“Nampaknya belum selesai.”

“Benar. Apalagi, orang ini, dia betul-betul kabar buruk.”

Reinhard dan Subaru keduanya fokus pada sesuatu berbeda.

Reinhard melihat sosok yang berdiri di atas lapisan es melayang, sementara Subaru lagi melihat dampak semburan air tak terduga yang dilepaskan sosok tersebut.

Tetes-tetes air beterbangan, menghujani tempat berdiri Subaru dan yang lainnya.

Hasilnya tak terlalu signifikan ketika percikan-percikan berhenti dan membasahi bumi di bawahnya; setiap bagian semburan air menembus ke dalam bumi, mengukir tanah seakan-akan menusuknya dengan kekuatan hewan raksasa.

Kekuatan destruktif ini tidak kalah dari batu serta pasir yang dilemparkan Regulus.

Artinya, entah menggunakan benda padat atau cair, kekuatan serangan Regulus sama.

“… tubuhnya, tidak membeku sama sekali. Seperti yang terjadi di katedral.”

Bergumam, Emilia melihat Regulus yang masih berdiri di atas sepotong es melayang.

Subaru mempercayakannya tugas membekukan tubuh dan anggota tubuhnya dengan sihir. Sesuai instruksi, ‘Jangan berbelas kasih’, es menembus bagian tengah dan tungkai Regulus, itu saja semestinya membuat dia setengah mati.

Akan tetapi, seketika dia jatuh ke dalam air, ujung es tidak menembus tubuhnya, Regulus membeku semata di permukaan, sebagaimana di katedral.

Bagi Regulus, pembekuan maupun sihir sama-sama tidak efektif.

Layaknya proyektil dan serangan, dia dapat meniadakan jenis serangan tersebut.

“Kendatipun, kala dia mengabaikan api Kemarahan, aku curiga sedikit … dasar sifat tak terkalahkannya, apakah spesialisasinya secara langsung membatalkan serangan fisik atau sihir?”

“Apa ada sesuatu yang bisa aku pastikan dengan pertarungan?”

“Soal itu, andaikan kita tak mendekat untuk mencobanya ….!?”

Yang mengganggu respon Subaru atas pertanyaan Reinhard adalah perubahan kanal.

Pusaran muncul di permukaan air membeku, agak jauh dari letak retakannya. Berangsur-angusr, momentum meningkat, menarik es melayang yang diduduki Regulus. Kemudian—

“Naga Air—!”

Melompat dari jantung pusaran, naga tersebut memamerkan taringnya kepada Regulus yang berdiri di atas es.

Normalnya menempati kanal sekitar kota, ialah salah satu Naga Air yang dijinakkan. Naga Air yang harusnya jinak membuka rahangnya lebar-lebar, hendak menyerang punggung ramping Regulus.

Mungkin, bahkan Naga Air pun sedikit terkena pengaruh Kemarahan, tragedi yang mestinya takkan pernah terjadi, akan tetapi, rahangnya tak sempat menutup.

“—ah.”

Tenggorokan Subaru tanpa sadar tersembat ketika melihat tontonan mengerikan di hadapannya.

Apa yang terjadi saat ini, bagaimana penjelasannya?

—perut Naga Air berhamburan keluar seketika mereka menjepit Regulus.

Ibarat permainan Daruma Otoshi1, rahang bawah Naga Air terkilir.

Menjaga momentumnya saat terbang menuju Regulus, rahang bawahnya tergeser. Rahang yang harusnya menyeret Regulus ke kanal. Sayangnya, tidak dapat menyembuhkan terkilirnya, terbelah dua dan gemetar hebat.

Bagian naga air yang terbelah dua menjatuhkan darah ke dalam air sewaktu tenggelam.

Sekilas, sejumlah besar darah serta jeroan yang dulunya dimiliki naga air mengambang di permukaan; kematiannya mengerikan.

“Emilia-sama. Kalau boleh, bisa buatkan saya tombak?”

“… huh?”

“Tombak. Tolong tombak es. Saya sudah merepotkan Anda.”

Menghadapi pandangan yang sama, Reinhard melirihkannya kepada Emilia yang kebingungan. Menghubungkan bagian-bagian es, Emilia buru-buru memfokuskan mana. Sesudah beberapa kali gagal, akhirnya Emilia menciptakan tombak es, dan menyerahkannya kepada Reinhard. Setelah menguji keseimbangannya ….

“Permisi.”

Menggenggam tombak es, pergelangan tangannya kembali membidik Regulus, kemudian menerbangkan tombaknya.

Tombak tersebut terbang—namun, bukan ujung tajamnya yang diarahkan ke Reguls. Ketika sisinya berbalik, porosnya mencetak serangan langsung. Tapi masalahnya adalah tatkala tangkai tombak menabrak Regulus, tombaknya jatuh langsung ke kanal, terbagi dua.

“Apa maksudnya ….?”

“Begitu … aku paham, Reinhard.”

Melihat tombaknya patah, Emilia memiringkan kepalanya karena bingung. Dari sampingnya, Subaru memahami maksud Reinhard melakukannya, terkejut oleh hasilnya.

Mendengar pengakuan Subaru, Reinhard mengangguk dan berkata ….

“Emilia-sama, kau lihat apa yang terjadi sesaat tombak menabraknya?”

“Hancur, kan? Tombak esnya berbeda dari tombak asli, jadi wajar saja terbelah dua ketika menyerang dengan kekuatan itu ….”

“Tidak tepat, tombaknya tidak hancur. Bagian tombak yang menabraknya terpisah dan hilang. Tombaknya bukan terbelah dua, tapi tiga.”

Penjelasan Reinhard adalah jawaban atas situasi tombak dan Naga Air.

Tiada objek yang menyentuh Regulus dan menembus tubuhnya. Disebabkan penghalang biasa, tabrakannya menyebabkan proyektil memantul atau hancur dari dampak, namun tak terjadi apa-apa.

Tubuh Regulus secara harfiah menolak apa pun yang menabraknya.

“—ekspresi naif macam apa yang kalian tunjukkan. Demikian adanya.”

Tepat begitu ketiganya mencapai konsensus, suara Regulus tiba-tiba terdengar dari es.

Suara tenangnya kedengaran seakan bergumam sendiri. Kala Subaru memikirkannya, kejutan tak menyenangkan menyerang punggungnya.

“Tidak mengerti, tidak mengerti tidak mengerti tidak mengerti tidak mengerti. Kalian semua, sungguh, sungguh, sungguh sungguh tidak paham apa-apa. Takkan berarti apa pun. Kalian takkan punya peluang. Kalian takkan mencapai apa-apa. Sekeras apa pun kalian berusaha dan berjuang, itu tiada arti. Mengapa kalian tidak paham? Aku beri tahu kalian, tunjukkan pada kalian, memaksa kalian melihatnya … kalian takkan sanggup memahaminya.”

Regulus bergumam sendiri sambil melompat dari es. Setelah sedikit melompat ke depan, tubuhya jatuh ke dalam kanal; sejenak, sosoknya menghilang. Namun demikian, satu tangan di tepi kanal, dia keluar dari air, kembali ke jalan. Lalu sekali lagi, menatap tajam orang-orang yang mengawasinya.

—tubuhnya tidak basah sedikit pun. Napasnya tetap tak berubah. Begitu juga pecahan es yang jelas tidak berubah, setetes darah pun tidak terpercik kepadanya. Pakaiannya bersih nian, sama-sama tak ternoda air.

Mengamati Regulus, Reinhard memberi laporan cepat.

Sesudah mendengarnya, Subaru mengangguk dan mencoba memikirkan seluruh kerisauannya sembari menekan rasa ngerinya. Rupanya semua yang ingin dia konfirmasi telah diperiksa.

Terlepas dari itu, tiada tanda-tanda kabar baik; inilah perkiraan paling buruk.

“Subaru, pedangku.”

“Oh, ah, benar juga ….”

Mengikuti permintaan Reinhard, Subaru cepat-cepat memberikan pedang yang selama ini dipegangnya. Selagi Reinhard dengan lembut menguji gagang pedang kesayangannya, Emilia melihat dari samping, sedikit bertanya-tanya ….

“Bisakah pedangnya dihunuskan?”

“Tidak, gagangnya masih tetap diam. Kelihatannya takkan menurut … tapi tidak ada senjata lain yang bisa digunakan untuk melawannya.”

“Karena pedangmu tidak bisa dihunuskan, apa yang kau lakukan? Serang langsung dengan sarungnya?”

“Tidak juga. Mirip-miriplah.”

Suaranya disertai sedikit nada tegang, Reinhard melangkah maju.

Memposisikan diri di depan Subaru dan Emilia, melindungi mereka dari garis pandang Regulus.

“Subaru, perkenankan tugas mengulur waktunya diserahkan kepadaku. Kau bisa terus menguraikan kekuatannya.”

“Rasanya pengaturan tingkat kesulitan dinaikkan. Tapi aku akan mendukungmu.”

“Aku, aku juga akan mendukung!”

“Kalau begitu, aku pun akan mendukung—Ayo!”

Tatkala suaranya hilang, Reinhard menerjang maju.

Regulus yang terus menunggu, dengan santai menghadapinya.

“Padahal, kau tidak lihat? Semisal bukan takdir sang naga, maka tombaknya …. Apa imajinasimu betulan kurang?”

“Kakimu yang cuma memerhatikan koin akan menarik perhatianmu dari hal yang harusnya penting—seperti yang dulu masterku utarakan.”

“Begitukah.”

Desauan dalam tak tertarik Regulus tumpang tinding dengan serangan pembuka Reinhard.

Suara otot serta tulang menembus sesuatu tajam merobek udara, tenggorokan Subaru tak mampu menahan ketegangannya. Menyaksikan Reinhard menggenggam sarung pedangnya, gagangnya ditubruk ke Regulus.

“—oh, nyatanya kau bahkan tidak punya strategi.”

Suara serangannya berbeda dari takdir Naga Air dan pistol es; setidaknya pedang kesayangan Reinhard tidak hancur seketika mengenai Regulus, tidak peduli dia berbuat apa.

Walau begitu, Regulus tak bereaksi oleh serangan itu. Serangan Reinhard sebelumnya, biarpun tidak menyisakan dampak, kurang lebih cukup menerbangkannya; bahkan kini, efek itu hilang.

 “Berbanggalah. Kau orang kedua yang memaksaku menggunakan Pedang Naga Reid.”

“Aku tak mendengar apa-apa selain remehan, kau beneran mengabaikanku? Ini bukanlah kodrat asli pedang, itukah maksudmu? Betapa merendahkan tatapanmu, kata-kata remeh, bagi orang setercerahkan aku, wajar bila aku paham!”

“Persisnya—ah!”

Ketika memprovokasi Regulus, Reinhard maju-mundur dari jarak dekat. Menangani ujung jari kejam Regulus, seluruh tubuh Reinhard dikhususkan untuk menghindar.

Mendadak, kakinya berhenti bergerak. Tidak, disematkan.

Reinhard jatuh terlutut, terlutut di tempat.

Betis kanannya terbelah, menumpahkan banyak darah.

“Kau kena serangan!? Apa yang terjadi?”

Subaru berteriak, dan Reinhard mengerutkan kening kebingungan.

Baik Subaru yang mengamati dari kejauhan, bukan Reinhard dari jarak dekat sanggup memikirkan apa yang tejadi. Orang yang mempertanyakannya mengakui kegagalannya.

“Penglihatan serta reaksi tak manusiawimu, kau mampu lolos dari kerikil dan air. Tetapi kau terlalu naif, bukan? Jikalau kau ingin menghadapiku, mencegah napasku. Kau tidak sanggup, kan? Barusan. Aku bernapas.”

“Bahkan napas ….”

Melihat Reinhard yang jatuh ke tanah, Regulus tanpa ampun mendekat.

Dari serangan langsung, serangannya cukup menerbangkan potongan-potongan, Reinhard. Dari serangan itu, Reinhard tidak lagi bisa menghindar.

Tergesa-gesa, dia buru-buru mengangkat pedang di tangannya, sarung hitamnya menghalangi serangan—

“Uuuhh ….!”

“Menurutmu kau bisa apa, sarung pedang mengganggu itu. Memegang teguh sesuatu yang tak layak kau terima, mengapa orang-orang sepertimu melakukan hal semacam itu? Aku sama sekali tidak paham.

Dengan tindakan defensif, tubuh Reinhard diterbangkan laksana bola mainan.

Sekalipun terlindungi dampak fatal tendangan, dia jatuh ke jalan, menabrak arsitektur sekitarnya. Sesaat tubuh Reinhard berguling-guling, kehancurannya tetap berlanjut.

Pada waktu itu, perawakan Reinhard yang terbang cuma terlihat sekecil peluru.

“Baiklah, sekarang—”

“….!”

Melihat Reinhard menjauh dari kejauhan, Regulus rupanya mengingat sesuatu kala dia berbalik. Disemat kuat-kuat oleh tatapan tersebut, Subaru menjadi tegang.

Emilia di sampingnya segera merapal, dalam sekejap langit tertutupi banyak es yang tanpa ampun menuju Regulus.

Biar begitu, hasilnya berbicara sendiri.

“Seorang wanita yang tak mampu membaca situasi adalah wanita terburuk. Sia-sia menghabiskan waktu untuk mendisiplinkan mereka, sangat disayangkan. Meski demikian, karena wanita itu makhluk-makhluk bodoh, mereka mesti diajarkan dulu. Memang begitu adanya. Mereka jauh lebih baik setelah dijinakkan.”

Menghujam tubuhnya sampai pecahannya hancur berkeping-keping, es-es itu bahkan tak sanggup menggerakkannya dan jatuh ke tanah. Dengan lesu, Regulus menghampiri mereka.

“Emilia! Bertarung sekarang tidak ada gunanya! Kalau kita tidak tahu misteri kekuatannya, meskipun diserang pun, tidak ada efeknya!”

“Tapi ….”

“Nah, sekarang mari pergi saja dari sini!”

Meraih pergelangan tangan Emilia, Subaru berusaha menjauhkannya dari Regulus.

Tindakan Subaru malah makin menggairahkan Regulus—

“Haha, kau mencoba kbaur? Yah, wajar, sih. Sebab situasinya seperti ini, kau tak punya peluang melawanku, padahal harusnya paham betul sebelum dengan kekanak-kanakan mengetuk pintuku … kalau mau pergi, maka larilah.”

Apa yang sebetulnya dipikirkan Regulus? Dia melihat mereka berdua melarikan diri sembari tersenyum.

Tetapi, diberikan kesempatan kabur ini, mereka perlu memanfaatkannya. Apa pun yang terjadi, sekarang ini, mereka bahkan tidak punya waktu untuk—

“—tapinya, kalian harus lolos dulu.”

Seraya bicara, Regulus menghampiri kanal; membungkuk, mengangkat setengah mayat naga air keluar dari air.

Meraih ekornya, dia mulai cambuk-cabuk sambil tersenyum ganas.

“H-hei, Subaru … aku, berfirasat.”

“Kebetulan banget, aku pun juga.”

Perihal tindakan Regulus selanjutnya, tak seorang pun tahu.

Akan tetapi, setiap tindakan biasa yang dia lakukan memiliki hasil yang terlampau luar biasa, itu kelewat jelas.

Maka dari itu, langkah Subaru dan Emilia lekas mencepat.

Menikmatinya, Regulus tertawa senang seraya mengangkat kepala, lalu mulai bergerak. Kakinya menginjak atap bangunan terdekat, kemudian melompati lantai atasnya, mendarat di bangunan lain yang lebih tinggi, sampai akhrinya mencapai gedung setinggi menara jam.

Setelahnya, kedua belah pihak kini terpisah cukup jauh.

Sayangnya, kendati jarak di antara mereka, Subaru masih bisa melihat wajah Regulus.

—kelihatan jelas sekali, apa itu seringai membunuh.

“Ayo, kalau mau sembunyi, coba kau bisa atau tidak—Lacur tak pantas untuk menjadi pengantin wanita, dan bajingan yang menggap wanita sebagai harta. Aku berikan kalian hujan darah!”

Regulus mengangkat setengah naga air dengan kedua tangannya, dan memutar-mutar mayat tanpa ampun.

Daging sang naga terbelah dengan bunyi splas-splas, dan perlahan-lahan tetesan darah mengalir keluar. Bocornya darah dengan gembira dilambai-lambai oleh Regulus dari tempat tingginya.

Sambil memegangi bangkai mayat tersebut, bongkahan-bongkahan batu bersimbah darah, seakan-akan melambaikan handuk basah.

Seketika mayatnya berputar di atas kepala, tanpa henti darah menyebar layaknya lingkaran cahaya.

Jauh, lebih jauh, hingga momentumnya membimbing sampai tempat Subaru dan Emilia melarikan diri.

Kemudian, hasilnya adalah—

“—Subaru!”

“Lari lari lari  lari  lari  lari  lari  lari  lari  lari—!:

Hujan darah menjadi hujan kehancuran, semakin merusak kota, pengeboman karpet2 ini ditujukan langsung ke sosok-sosok pasangan yang terpaksa kabur.

Catatan Kaki:

  1. Daruma (だるま atau 達磨) adalah boneka sekaligus mainan asal Jepang dengan bentuk hampir bulat, dengan bagian dalam yang kosong serta tidak memiliki kaki dan tangan. … Daruma dijual dengan kedua belah mata yang belum digambar.
  2. Pengeboman karpet atau pengeboman jenuh adalah pengeboman udara besar yang dilakukan dengan cara berturut-turut demi menimbulkan kerusakan di setiap bagian wilayah targetnya. Istilah ini menggambarkan rentetan ledakan di sebuah daerah layaknya karpet menutupi lantai.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Jager

Thanks min! Semangat ngelanjutinnya! ?

pakursi

lanjut woe

Yanto

Bass terus min

Ramfiel

Gaskan

NhyNos

Nice min
Lanjutkeun!!

フル君

Mantap min…
Lanjut..