Share this post on:

Harimau dan Kucing Disinari Cahaya Rembulan

Penerjemah: Dark Sun Gwyndolin

“Maaf sekali, aku tidak menduga kedapatan tamu, jadi sama sekali belum bersih-bersih.”

“Hmm~! Kami tak keberatan~! Kelihatan bersih~! Sangat bersih~! Ruangan Mimi malah lebih kacau~!”

“Ah, ah, itu tidak bagus.”

Si wanita dengan santainya membelai Mimi yang berbaring di sofa, menendang-nendang kakinya dan terlihat sangat nyaman.

Terhanyut oleh adegan ini, Garfiel menatap bisu si wanita. Rambut pirang terurai ke pinggang, kulit putih layaknya salju, tubuh langsing mempertahankan kelembutan seorang wanita, wajah lembut memperlihatkan sepasang mata hijau-zamrud jernih nan tenang.

Umurnya kelihatan 25, namun Garfiel tahu seharusnya dia lebih dari 35.

Apa pun yang terjadi, ini tak sesuai ekspekstasi Garfiel yang justru sumber kebingungannya ….

“Tuan Harimau Menawan, apakah tehku tak sesuai seleramu? Maaf, aku bahkan tak bertanya Tuan ingin minum apa ….”

Wanita yang mengaku bernama Reala Thompson mengerutkan kening kepada Garfiel yang anteng-anteng belaka, dia kembali ke kenyataan oleh suaranya. Menatap teh hitam yang belum tersentuh dan buru-buru mengambil cangkirnya.

“Tidak, tidak, gua yang hebat ini hanya sedikit konyol … lapangnya ruangan ini kelihatan janggal, itu doang.”

“Begitukah? Keluargaku sangat besar, demikian pula rumah kami, tetapi malah itu yang membuatnya sulit dibersihkan. Sepertinya aku mulai ceroboh lagi.”

Reala menerima alasan tergesa-gesa Garfiel tanpa merasa ragu sedikit pun, suaranya memikat dan lembut. Halaman besar rumahnya serta desain indah memang mencerminkan pernyataannya. Senyumnya, nada merdunya, segalanya tentangnya membuat Garfiel nostalgia.

Akan tetapi, reala tak mengucapkan sepatah kata pun mengenai pandangan Garfiel. Hal sekecil itu saja membuat hati Garfiel sakit.

Wanita yang mengaku bernama Reala Thompson terlihat persis sebagaimana Reshia Tinzel, ibu Garfiel, bayangannya tercetak jelas dalam benaknya.

Tentu saja perpisahan Garfiel bersama ibunya terjadi tak lama setelah kelahirannya, dan ingatan perihal ibunya tak banyak.

Biar begitu, Garfiel tahu seluruh rincian wajahnya, sesudah melihat sosoknya di kuburan memuakkan tempat Ujian diselenggarakan. Di sanalah dia menyaksikan perpisahannya dengan sang ibu.

Wajahnya, suaranya, cintanya, Garfiel mengetahui semuanya dari Ujian.

Dan Ujian itu menunjukkannya kematian malang segera setelah kepergiannya. Jadi, bagi Garfiel, melihat ibunya lagi adalah mimpi yang hampir mustahil.

Apabila demikian, wanita di depannya juga tidak mungkin.

“Mimi-san, telingamu kelihatan lembut. Bolehkah aku menyentuhnya?”

“Silahkan~!”

Reala dengan senangnya mengulurkan tangan, membelai telinga Mimi sambil memasang raut wajah puas.

Senyum Mimi adalah satu-satunya senyum yang bisa dipasang gadis kecil. Pasangan aneh, manusia hewan kecil dan manusia hewan mencurigakan, namun mereka langsung diundang tanpa berpikir dua kali. Wanita ini sama sekali tak waspada.

Tingkah laku seperti itu, bagi Garfiel, adalah menyangkut keibuannya.

Ibunya, Reshia adalah wanita sial. Orang tuanya kehilangan semuanya karena hutang, harus menjual ibunya ke sekelompok pedagang budak, disergap oleh begal-begal manusia hewan. Membuat Reala gundik mereka.

Di suatu tempat di sepanjang jalan, Reshia hamil Frederica, dan begal-begal itu menjualnya. Dibawa oleh sekelompok pencuri lain dan menghabiskan banyak waktu bersama mereka.

Frederica dibesarkan di resimen para pencuri. Sekalipun dia jarang-jarang membicarakan waktu-waktu itu, Frederica menganggap kepergian Reshia sebuah berkat, menunjukkan bahwa lingkungannya buruk.

Menderita kemalangan demi kemalangan, untungnya diselamatkan oleh Roswaal yang penasaran.

Roswaal mengajukan penawaran; dia ‘kan membawa mereka ke Sanctuary, tempat mereka akan diberikan perlindungan dan suaka. Dalam Sanctuary, Lewes menjadi wali mereka.

Perlakuan hidup kepadanya bisa disimpulkan sebagai, kejam.

Akan tetapi, kepribadian ibunya tak diketahui oleh mereka yang cuma mendengar cerita semata. Mereka yang mengenal ibunya pasti takkan menghakimi hidupnya secara buruk.

“Ah, Reshia. Anak itu anehnya benar-benar tak terjelaskan sebab optimisnya tak normal dan senantiasa melihat masa depan. Walaupun menderita hari-hari menyakitkan yang kapan saja mampu membunuhnya, dia selalu bilang, ‘Mungkin hal baik akan terjadi esok hari. Kendati hari ini buruk, hari esok bisa saja lebih baik,’ bagaikan anak kecil, terus menantikan hal-hal kecil yang membahagiakan hidupnya.” kata Lewes.

“Ibu terhormat kita … mungkin kelihatan seperti wanita bodoh yang terlalu gampang membuang barang, jujur saja, aku yakin beliau takkan pernah memahami pelajaran bertahan hidup sebaik mungkin … namun beliau sangat baik. Beliau adalah orang favoritku. Dengan sepenuh hati aku bangga menjadi putrinya.” ucap Frederica.

“Perihal ibumu, Reshia-san? Benar~, kendati aku tak terlalu berkesempatan~ bercakap-cakap dengan ibumu secara langsung, dia tidak bisa dimengerti. Ataukah tepatnya luar biasa? Dia jauh~ lebih sensitif terhadap kebahagiaan ketimbang kebanyakan orang. Selalu ceria, senantiasa bahagia bahkan di~ situasi terburuk pun. Yap~, itu tidak kubenci~.” tutur Roswaal.

Lewes, Frederica, bahkan Roswaal berpendapat baik soalnya. Dalam Sanctuary, orang-orang yang mengenal ibunya mengatakan hal serupa. Dialah seseorang yang selalu santai dan gembira.

Andai tidak begitu, dia takkan dengan bodohnya mencari ayah Garfiel yang kemungkinan besar bernasib malang.

Kemudian ibunya berakhir dalam kemalangan lain dan meninggal dunia, dan mana kebahagiaannya?

—Garfiel tak pernah menemukan letak kebahagiaannya.

“Seandainya tak kutemukan, lebih baik menyerah saja.”

Merasa depresi selagi mengepalkan tinjunya.

Semestinya dia menyerah. Tetapi Garfiel tidak mengerti menyerah. Butuh waktu lama, namun akhirnya dia terima.

Masalahnya memang begini, tapi kenapa dia sekarang lagi-lagi muncul? Seperti biasa, disertai tingkah riang dan ceria.

“….”

Agar Reshia tak menyadarinya, Garfiel menyerah dan diam-diam mengamati raut wajah serta tindak-tanduknya.

Tiada yang terlihat tak wajar. Perilaku ibunya yang memperlakukan Garfiel sebagai orang asing betul-betul alamiah, semakin Garfiel perhatikan, kian terpesona pula dia.

Apakah ini jawabannya?

Dia punya hidup baru. Tidak mengetahui siapa Garfiel, menjalani hidup Bahagia.

Aku tak memedulikan urusanmu, apakah itu jawaban ibunya atas—

“Buuuu.”

“Ibu, aku lapar.” keluh si kakak.

Garfiel sedari tadi diam ketika Mimi dan Reala bermain-main. Saudara dan saudari tersebut bergabung di ruang tamu sesudah pergi ke kamar mereka untuk berganti pakaian.

Si kakak menatap galak Garfiel, lalu segera meringkuk ke dekat ibunya.

“Bu, suruh tamunya pulang, terus kita makan.”

“Kakak, kau bilang apa? Tuan Menawan dan Mimi menolong Fred yang hampir saja tenggelam.”

“Tentang itu, mungkinkah si Menawan itu yang bisa jadi melakukannya? Bisa jadi dia datang ke rumah kita dan mungkin memanfaatkan kemurahan hati kita. Boleh jadi dia ingin uang.”

“He-hei, itu kelewatan. Tapi kau benar, kita harus berterima kasih karena sudah menyelamatkan Fred … mestikah kita kasih uang?”

“Ibu!?”

Si kakak yang baru menyadari ucapannya berakibat kebangkrutan keluarganya, menjadi panik. Di sisi lain, Reala yang gagal memahami alasan kata-kata kasar putrinya, melirik kebingungan.

Interaksi yang mengundang senyum antara orang tua dan anaknya membuat nafas lebih sulit daripada berjalan tanpa alas kaki di atas duri. Menghabiskan tehnya dalam satu tegukan, Garfiel meletakkan cangkirnya dengan suara dentangan.

“Karena gua yang hebat ini kayaknya gak diterima, kami bakal pergi.”

“Huuuuhh? Kenapa~?”

“Gada alasan khusus.”

Sekalipun Garfiel mau pergi, Mimi terus menolak. Akan tetapi, seolah-olah dia tak menghiraukannya, Garfiel mengangkatnya. Ketika berdiri dan hendak pergi, Reala nampak bingung, sementara sang putri nyengir-nyengir.

Yah, Garfiel menghargai perasaannya—dan, dari pemikiran itu ….

“Jangan pergi, Harimau Menawan ….”

Menarik ujung celana Garfiel, si adik laki-laki menghalangi jalannya.

Sejenak, entah karena alasan apa, Garfiel ragu untuk melepaskan tangan kecilnya. Tetapi ….

“Fred, jujur, kau ….”

Ketika Fred menganjurkan si kriminal mencurigakan tetap tinggal, kakaknya bertolak pinggang, marah-marah. Reala menepuk tangan, menarik perhatian semua orang.

“Semuanya, lihatlah, tidak rukun tuh tak baik. Kau memaksa tamu kita pergi, Fred tampaknya ingin mereka tinggal, jadi jangan paksa apa-apa kepada mereka, Kak.”

“Tapi, ibu ….”

“Tidak ada tapi-tapian. Tuan Menawan dan Mimi, maukah tinggal sebentar? Aku akan senang untuk berbagi makan malam bersama kalian, dan hidangan malam ini adalah favoritku.”

“Buuuuu, apa pun juga disebut favoritmu ….”

“Mmhm, bukannya jelas? Ibu selalu mengusahakan yang terbaik di setiap hidangannya.”

Kendati tak terlalu ahli, segalanya dia upayakan yang terbaik. Semua orang di sana panik, Garfiel yang paling panik.

Suasana harmonis ini. Memotong relung hati terdalam Garfiel.

Kata-kata Reala memberinya perasaan bahagia dan ketidakberdayaan unik. Menerima undangannya adalah hal terburuk yang dilakukan Garfiel.

“Maaf soal undangannya. Tapi beberapa rekan gua dah nunggu. Mereka nanti resah kalau kami terlambat, jadi kami harus  cepet-cepet pulang.”

“….”

Menekan rasa sakit di dadanya, Garfiel berdoa agar suara sakitnya tak gemetar.

Mendengar jawabannya, wajah si Kakak mengeras, Reala memberengut dan matanya terpejam. Selanjutnya ….

“Aku mengerti, tak ada gunanya memaksa jika itu mengganggumu.”

“—ah.”

Inilah yang paling menyakiti Garfiel hari ini.

Kalah duel melawan Reinhard, dampak awal melihat Reala, dibanding bagaimana perasaannya sekarang, memang sepele.

Tanpa sadar, Garfiel menekan dadanya, seolah-olah perlu memastikan apakah tubuhnya telah terkoyak-koyak atau tidak. Dan bagi Garfiel ….

“Garfiel, ayo pergi.” kata Mimi.

Mimi yang barusan tak ingin pergi, dengan lembut memegang tangan Garfiel dan mulai membawanya pergi. Menghadapi kekhawatirannya, Garfiel diam-diam patuh.

Lantas, sesaat tangan mereka memegang kenop pintu ruang tamu, hendak pergi ….

“Aku pulang! Oh, apa kita kedatangan tamu?”

Sosok di sisi lain pintu adalah seorang pria berjanggut mengagumkan.

Nampaknya seorang pria yang piawai membuat barang, auranya pun energik. Dari nada bicaranya, seperti seorang pria penuh prestasi.

Dihadapkan penampilan pria itu, anak-anak bangkit berdiri dengan senang. Maka pria itu adalah—

“Hmmmm … aku belum pernah melihat wajah orang asing ini sebelumnya.”

“Ayah, dia Harimau Menawan.”

“Dia bajingan mencurigakan.”

“Apa?”

Menangani tingkah putra dan putrinya yang sangat kontras, sang ayah memiringkan kepala sedih. Dia menghadap Reala yang berdiri diam di ruang tamu.

Menerima sorot mata serba cinta pria itu, Reala memberikan tanggapan tenang.

Garfiel sudah mencapai batasnya.

“Bukan masalah besar, lagian kami mau pergi.”

Pergi meninggalkan kalimat itu, Garfiel meraih Mimi dan buru-buru ke luar dari ruangan, bergegas menuju pintu seolah-olah melarikan diri.

“Harimau Menawan!”

Dari belakang, suara sedih memanggil Garfiel. Akan tetapi Garfiel tak menanggapi panggilannya.

Siapakah si Menawan, siapa Harimau? Dia Garfiel, bukan Harimau Menawan. Seekor harimau itu kuat, mahluk perkasa yang tak goyah oleh apa pun. Ke mana harimau itu sekarang?

Harimau sejati, takkan terpengaruh hal-hal itu—!

“Garfiel! Tanganku, sakit!”

“….”

Kelewat fokus dengan pikirannya, Garfiel tak menyadari teriakan sakit Mimi.

Tidak mengetahuinya sampai Mimi membebaskan diri dari cengkeramannya, tangan terbebas dari kuku tajam menusuk tangannya. Tangan kecil Mimi kini bengkak dan membiru.

“M-maaf … gua yang hebat ini ….”

“Gar~f, kau pun aneh di rumah itu. Tanganku betul-betul~ sakit.”

Mimi bergumam lirih, Garfiel menonjok dahinya.

Mereka terdiam membisu seketika udara lembab Kota Bendungan mengelus wajah mereka. Matahari telah jatuh dari langit, kota sekarang diselubungi cahaya magis.

Sinar mentari di permukaan air tergantikan cahaya lampu sihir, namun Garfiel tak berminat untuk menikmati pemandangan misterius nan tenang tersebut ….

“Hei, kalian berdua yang di sana!”

Seseorang menghampiri Garfiel dan Mimi, napasnya terengah-engah.

Dilihat-lihat, cahaya sihir mengungkap sosok pria sebelumnya, dia telah melepas mantel. Akhirnya tiba di depan mereka berdua, tangannya ditekan ke lutut, megap-megap.

“Ah, akhirnya menyusul … tidak bagus … dulu aku lebih energik, tapi karena kebanyakan kerja, aku betul-betul tidak lagi di masa keemasanku ….”

“Perlu sesuatu dari kami?”

Garfiel jelas menunjukkan dia tak tertarik pada perkataannya.

Keberadaan pria ini pun, meskipun tidak setara anak-anak Reala, dia juga menekan Garfiel. Suaranya keras, tapi orang tua tersebut tak menghiraukannya, tangannya menepuk kepala malu.

“Tidak, aku dengar dari istriku kalian berdua adalah penyelamat putraku. Akan sangat tidak baik kalau aku tidak memberikan imbalan apa-apa.”

“… bukan masalah besar, jangan dilebih-lebihin, gua yang hebat ini akan malu.”

“Segala hal yang menyangkut anak-anakku, apa pun yang terjadi, itu sangat penting, apalagi menyelamatkannya dari bahaya. Sungguh, seandainya kau membutuhkan sesuatu …. Ah, aku benar-benar minta maaf, namaku Garek, Garek Thompson. Terlepas dari penampilanku, aku adalah Direktur Metropolitan Pristella, jadi bila ada sesuatu yang bisa kubantu ….”

“Beneran, kami ….”

Seorang pria yang tahu kejadiannya—Garfiel, yang ingin pergi sesegera mungkin, mendadak terhenti. Misal dia mengenal Reala, betul-betul mengenalnya, maka ….

“Gua yang hebat ini punya satu pertanyaan … tidak apakah dijawab?”

“Tentu saja. Apa pun pertanyaannya, aku akan berusaha menjawabnya.”

Senyum penuh kebajikan Garek menanggapi Garfiel.

Reala pun sama, dan putra mereka Fred. Semua keluarga ini terlalu baik. Hanya putri mereka yang curiga.

Memikirkannya, Garfiel amat berhati-hati memilih kata-kata ….

“Istrimu, Reala … siapa nama aslinya?”

“….”

Begitu Garfiel mengajukan pertanyaan ini, suasana berubah.

Garek merenungkan pertanyaan Garfiel sesaat, sebelum merespon dengan suara lirih ….

“Apa maksudmu?”

“Maksud gua arti harfiahnya. Apa pun yang terjadi, Reid memainkan permainan pasti, kan? Bermain-main ama kata bukan gaya gua. Kasih tau, istri lu, namanya Reshia bukan Reala?”

“—ugh.”

Tanggapan canggung pada jawaban langsung Garfiel, waktu berlalu sebentar sebelum mulai membalas.

“Kau … kau, istriku …. Kau tahu sesuatu tentang istriku?”

“Gua yang hebat ini juga ingin mengenalnya.”

“….”

Respon tulus Garfiel kepada suara gemetar Garek.

Mendengarnya, Garek terdiam, seolah tengah berpikir. Menunggu jawaban, Garfiel menggenggam tangan Mimi.

Melirik, dia tersenyum seperti biasa.

“… sepertinya aku harus menceritakan kisah lengkapnya kepadamu.”

Sewaktu Garfiel melihat senyum Mimi, Garek berbicara sambil menghela napas.

Suaranya ditindih kelelahan dan ketidakberdayaan. Garfiel mengerutkan kening, bertanya-tanya dan menunggu kalimat berikutnya.

Kemudian ….

“Istriku, Reala … tak punya ingatan sebelum kami bertemu, lima belas tahun lalu.”

 


 

Garek dan Reala telah bertemu sebelum dia menjadi direktur kota, ketika masih menjadi pedagang normal di Pristella.

Sepulang dari negosiasi, Garek yang sedang mengendarai karavan naga, mendapati jalannya diblokir tebing runtuh.

Setelah merasa kesulitan sebab mesti membayar pinjaman, dan sialnya menemui kecelakaan, Garek marah.

—lalu, dia menemukan seorang wanita yang terkubur hidup-hidup. Sebuah keajaiban. Tiada penjelasan lain.

Tidak bisa pergi lebih jauh lagi, Garek putus asa, berpikir apakah dia masih bisa mengikuti rute asli.

Sekitar waktu itu, hujan lebat akhirnya berhenti, dan bidang penglihatan penuh Garek akhirnya kembali.

Tak lama sesudah tebingnya runtuh, Garek sampai, waktu sebelum sang wanita terkubur pun sama.

Dikarenakan kebetulan yang tumpang tindih, Garek menemukan dan menyelamatkan wanita itu yang masih bernapas.

Dia serba lumpur, tidak membawa barang bawaan di dekatnya. Membawa wanita tak sadarkan diri ini ke karavan naganya, Garek tiba-tiba bergegas ke kota terdekat, tempat dirinya dibawa ke rumah sakit, dan menunggu rehabilitasi.

“Waktu itu, kondisinya amat tidak stabil. Demam tinggi, mengalami banyak cedera dan patah tulang karena tanah longsor, bahkan suatu kala jantungnya berhenti selama perawatan.”

Baik Instansi Penyembuhan dan Garek berjuang menolongnya, optimis mendoakan kesembuhannya. Mengapa Garek terlampau ingin menyelamatkannya? Alasannya tentu ada, namun masih tidak diketahui olehnya, yang mana tindakannya tak terjelaskan.

Dia berterima kasih atas upaya semua orang dari lubuk hatinya.

“Kerja keras terbayar, dan walaupun masih terluka berat, dia akhirnya sadarkan diri. Satu minggu lamanya … aku tinggal di kota, menungggunya.”

Kegagalan negoisasi membuat masa depan perusahaan Garek gelap.

Dalam situasi itu, buang-buang waktu sama saja buang-buang uang. Garek tidak mengerti kenapa dia menahan diri dari perjalanannya.

Lalu, setelah satu minggu, wanita itu terjaga.

Tatkala dia terbangun, dia berbicara kepada orang banyak yang berkumpul di sekelilingnya dengan suara gemetar nan lirih.

Siapa aku? Itulah kalimat pertamanya.”

Si wanita melupakan namanya. Tidak, bukan cuma nama. Dia melupakan segalanya.

Siapa dia, di mana dia seharusnya? Apa yang terjadi sebelum tebingnya runtuh?

Dia tak ingat anggota keluarganya, tiada pilihan lain selain tetap tinggal.

Yang dia miliki hanyalah pakaian yang dia kenakan di saat kecelakaan. Dari sebuah lambang yang dijahit menempel, satu-satunya huruf-huruf namanya adalah Re.

“Terinspirasi oleh nama bunga mekar, aku putuskan namanya Reala. Selanjutnya, aku berencana merawatnya hingga luka-lukanya sembuh.”

Luka-lukanya sembuh sedikit demi sedikit, dan hari pelepasannya tidak jauh.

Reala yang bahkan tidak punya tempat berpulang, tetap menjadi wanita ceria. Menganggap sedihnya kecelakaan sekaan tidak pernah terjadi, tersenyum kepada semua orang yang mengontaknya.

Dalam situasi itu, mustahil merasa tidak gelisah.

Hilang ingatan hampir sama dengan hilang keberadaan orang itu sendiri. Tetapi dia masih bisa tersenyum karena merasa perlu untuk melakukannya.

Atau mungkin dia peduli sama orang-orang di sekitarnya.

Namun alasan terpentingnya adalah dia tak menganggap dirinya malang.

“Rasa gugup menembaknya masih segar di ingatanku. Barangkali itu hal paling mencemaskan dalam hidupku, bahkan lebih dari ketika aku melamarnya.”

Lantas, menerima permintaan Garek, Reala pergi bersamanya ke Pristella.

Ada alasan dia menolak meninggalkannya, menunggu begitu lama hingga dia bangun, sangat sederhana.

Garek sejak awal telah jatuh cinta padanya, seketika dia menyeretnya dari tebing ke karavan naganya, membersihkan lumpur dari wajahnya.

“Bisnisku yang tidak beruntung sebelum menyelamatkan Reala, meningkat cepat. Orang-orang di sekitarku bilang itu semua karena talentaku, tapi sesungguhnya, itu berkat Reala. Aku diberkati olehnya, jadi sekarang dapat menjadi pengusaha seperti ini, bisa menjadi ayah yang lebih baik.”

“….”

“Aku mencintai istriku, dan anak-anak kami sangat lucu. Biasanya aku memikirkan masa lalunya, entah siapa dia sebelumnya, aku anggap istriku adalah orang terpenting.”

Garek selesai membicarakan pertemuan pertamanya dan malu-malu menyimpulkannya. Garfiel yang terdiam dari awal sampai akhir, penuh perhatian mendengarnya, menatap langit. Dalam kegelapan itu bintang-bintang tersebar ke mana-mana.

Bulan purnama agung serta bintang-bintang bisa jadi menghina pikirannya saat ini.

“Aku minta maaf sekali menanyakan hal ini kepadamu, tapi aku tak mampu menahannya.”

“….”

“Apa hubunganmu dengan istriku, Lira?” ini—betapa kejamnya ini.

Sorot matanya pindah dari langit ke Garek.

Mata lembut Garek memegang tekad teguh selagi menatap Garfiel. Dia empatik, takkan setak sensitif sampai-sampai menyalahpahami perkataan Garfiel selanjutnya.

Maka Garfiel tahu persis jawaban benarnya.

“….”

Membuka dan menutup mulut.

Bernapas, menghembuskannya, menghirup, napasnya merata.

Detak jantung cepat. Semburan rasa sakit di kepalanya, Sensasi muntah.

Pusaran emosi tak terbentuk di dada ketatnya hendak hancur.

—Mimi mencengkeram tangannya erat-erat.

“Gua yang hebat ini ….

“Tidak ada hubungannya … sama istri lu.”

Demikianlah. Dia mengatakannya dengan lantang.

Kalimat itu, pusaran yang berputar-putar di hati Garfiel menghilang cepat.

Napasnya hilang. Garek yang berdiri di depannya menundukkan kepala seolah-olah dia melakukan kesalahan dan tak ingin menatap wajah Garfiel, suara gentarnya berbicara.

“Maaf, aku sungguh minta maaf ….”

Raut wajah pedih tak wajar, dia membungkuk.

Akan tetapi, Garfiel tak ingin melihat reaksi Garek.

Sudah cukup. Dia mau pergi, ingin berhenti disakiti.

Apa yang salah? Salah siapa ini? Siapa yang semestinya disalahkan? Harusnya dia menyerang siapa, siapa yang mesti diserang, dia harus menerbangkan siapa?

Dia bisa apa untuk mengakhiri rasa sakit dalam hatinya, melenyapkannya, menghilangkannya?

“Sayang, baguslah, Tuan Menawan dan Mimi masih di sini.”

“….!?”

Kata-kata itu bergema keras.

Duka dan gejolak meningkatkan suara kerasnya seakan-akan bisa membunuhnya. Bagi Garfiel, rasanya lebih tajam dari pisau.

“Reala, kenap ….?”

“Kau pergi buru-buru sekali, tapi aku tak ingin membuat kalian pulang dengan tangan kosong, jadi ….”

Reala berkedip dan berjalan melewati Garek yang terkejut.

Selanjutnya menghampiri Garfiel yang tertegun, kaku, mengulurkan tangannya.

“Ini makanan penutup yang kubuat, souffle. Biarpun hadiahnya tidak sangat mahal, aku masih membanggakannya. Kuharap kau menerimanya.”

“….”

Senyumnya tak sedikit pun menampakkan kedengkian. Keras kepala, Garfiel tidak bicara.

Percakapannya dengan Garek telah membuka luka lama, membuatnya tidak bisa bicara sama Reala. Semua orang juga yang memahaminya pasti mengerti bagaimana harus bertindak.

Namun ….

“Oh! Makanan penutup, menyenangkan banget! Luar biasa, nanti aku bagi sama Nona!”

Reala menyerahkan wadahnya kepada Mimi yang tersenyum acuh. Lupa menyadari suasana ada batas waktunya.

Garek kelihatan terkejut, Garfiel terdiam. Akan tetapi, Reala hanya tertawa gembira melihat reaksi Mimi.

“Aku senang banget kalian menyukainya, dan silahkan bagikan dengan si Nona.”

“Oke, mengerti~! Menger … mengerti~!”

Setelah memberi hormat dengan tangan yang digenggam erat Garfiel, Mimi mengambil wadah dan menepuk punggung Garfiel.

Tepukannya cukup kuat sampai Garfiel batuk-batuk, dan Mimi tersenyum.

“Yah, kali ini, kami betulan pergi! Harimau Menawan dan Mimi Menawan akan menemuimu lagi kelak~!”

“Baiklah, selamat sampai tujuan dan berhati-hatilah agar tidak jatuh ke air, Tuan Menawan.” Mimi meraih tangan Garfiel, dan Reala melambai ketika mereka pergi.

Tersenyum, Mimi berbalik dan super semangat melambai. Hanya dua orang pria yang masih tinggal sambil memasang ekspresi sedih dalam perpisahan penuh senyuman ini.

“….”

Seperti itulah, Garfiel menyusuri sepanjang kanal bersama Mimi.

Mimi dan Garfiel tidak bicara hingga jauh sekali sampai-sampai Reala menghilang dari pandangan.

“Woi, cebol ….”

“Sebelah~ sini~!”

“….!?”

Garfiel ingin memanggil Mimi, tapi tiba-tiba diinterupsi.

Mimi masih menggenggam tangan Garfiel, dengan cepat melompat ke bangunan batu tiga lantai, naik lantai bersama langkahnya.

Tentu saja Garfiel diajak, terpaksa mengikuti kecepatannya. Melangkah beberapa kali, mereka berdua sudah sampai puncak gedung.

“Mimi~ merasa nyaman banget~!”

Nyaman banget, kaki lu! Barusan lu ngapain ….”

Seketika Mimi mengungkap rasa nyamannya selagi bermandikan angin sepoi-sepoi, Garfiel terus mengeluh. Akan tetapi, dia mendapati senyum Mimi menghilang saat memperhatikannya.

Melihat dirinya terpantul di mata Mimi, Garfiel tidak memahami kecemasan dalam hatinya.

Raut wajah Mimi berubah sesaat Garfiel terdiam.

“Garf, kau pengen nangis?”

“Hah? Lu ngomong apa, kenapa gua yang hebat ini mau nangis?”

“Aku tahu Garf kuat, tapi kau tidak seharusnya bertingkah seberani itu. Karena Reala itu ibu Garf, kan~?”

“….”

Mendengar pertanyaan tak terduga Mimi, Garfiel menahan napas.

Dia seratus persen memahami aliran sesuatunya. Jikalau dia tahu masa lalu Garfiel, maka kesimpulannya akan mudah. Namun demikian, Mimi tidak tahu apa-apa tentang keluarga Garfiel. Kemampuannya membedakan kebenaran betul-betul mengesankan.

Dia yang secara langsung membahas masalahnya telah mengguncang Garfiel, dia pun ragu-ragu.

“Kenapa … lu mikir … gitu ….?”

“Garf dan Reala baunya super~ mirip, dan anak-anaknya pun baunya sedikit mirip Garf, jadi aku penasaran apakah masalahnya itu.”

Asumsinya tak berdasarkan nalar, melainkan sesuatu bawaan, maka dari itu dia dapat melihat kebenaran apa adanya.

Seandainiya Mimi menyimpulkan kesimpulannya dari ucapan Garfiel, dia bisa saja menyembunyikan masa lalunya, tetapi Garfiel tak mampu menyangkal sesuatu seperti ini.

Kakinya menyerah, Garfiel dengan bingung menatap bintang-bintang.

Bintang-bintang dan bulan masih sama, tatapan serupanya masih menyorot Garfiel.

“Jadi, itu benar? Apakah Reala ibunya Garf?”

“… gua yang hebat ini gatau. Benarkah wanita itu masih ibu gua yang hebat ini?”

Mendengar pernyataan Mimi, tangan Garfiel menutup wajahnya.

Dia tidak tahu betapa benarnya itu. Reala tak salah lagi adalah Reshia.

Seperti yang dikatakan Garek, sesuai tingkah Reala sampai sekarang, Reala sungguh-sungguh lupa bahwa dia adalah Reshia.

Melupakan segalanya, Reala telah menemukan awal baru, membesarkan anak-anaknya, hidup bahagia.

“Ah, kalo dipikir-pikir, berarti dua bocah itu adik cewe-cowo gua yang hebat ini.”

Sekalipun dia baru saja menyadarinya, saudara tirinya punya hubungan serupa dengan dirinya dan Frederica. Dengan kata lain, saudara-saudari itu adalah adik kandung tersayangnya sendiri. Hubungan yang dia rindukan sedari kecil.

—bukankah lebih mantap seumpama dia bisa menikmati hubungan tersebut tanpa hambatan keadaan apa pun?

“Meskipun gua yang hebat ini ngasih tau peninggalan gua, ga bakal ada yang berubah ….”

Reala melupakan masa Reshia-nya.

Bahkan jika Garfiel menceritakan segalanya, lima belas tahun masa hidupnya sebagai Reala takkan berubah.

Hanya saja, Reala di kemudian hari akan mengemban rasa bersalah tak penting selama lima belas tahun, merasa seakan-akan kehilangan Reala. Garek hanya dapat menyaksikan depresi istrinya, dan anak-anak mereka cuma menonton rasa sakit sang ibu tanpa memahaminya.

Melakukannya demi Garfiel seorang.

Membuat Reala menerima identitas Reshia takkan menguntuntungkan siapa pun kecuali Garfiel.

Baik Frederica dan Lewes tidak tahu sama sekali Reshia masih hidup. Apabila Garfiel tidak mengatakan apa-apa, mereka berdua tak akan pernah tahu.

Keluarga Reala pun tidak akan terganggu masa lalunya. Jika mereka tahu itu, waktu-waktu bahagia tersebut kemungkinan besar akan hilang alih-alih bertahan.

Sekiranya Garfiel menyembunyikan semuanya dan membiarkannya, semua ini bisa diselesaikan dengan mudah.

“Kenapa gua yang hebat ini ….”

Memangnya dia berani untuk menguburnya di relung kesadaran, dikubur dalam dirinya sendiri?

Harimau, di mana kau? Tunjukkan aku jalan yang benar.

Andai dia bisa menanggung semuanya, memanggul semuanya sendirian, di manakah dia akan menemukan kekuatan itu?

Beritahu aku, harimau … harimau. Harimau sejati adalah eksistensi terkuat yang takkan kalah dari siapa pun.

“….”

Mendekap kepalanya, menggigit perasaan meratap meluap-luap, berputar-putar, bercampur, kehilangannya dan menemukannya.

“Tidak apa ….”

Di saat berikutnya, dia tersadar kepalanya sedang dibelai lembut.

“….”

Mimi dari belakang memeluk Garfiel yang hancur.

Dagunya ditaruh di atas kepala, telapak tangan kecil mengelus kepala Garfiel. Sentuhan lembut di punggungnya, bergerak maju-mundur, berangsur-angsur meredakan rasa sakit dan kegelisahan di benaknya.

“Lu, lu ngapain, ini ….”

“Hmmm, kalau Garf mau nangis~, aku kira ada tempat khusus yang membolehkan anak laki-laki menangis! Biarpun aku lupa di mananya, aku ingat Nona ngasih tahu aku soal itu~!”

Sejenak, dia sepertinya memberikan jawaban, namun jalan pikirannya melayang.

Demi menjaga hatinya tak gemetar, agar suaranya tidak merinding, Garfiel memilih kata-katanya hati-hati.

Seperti ini, sambil memeluk Garfiel, Mimi terkikik.

“Yah, walaupun aku lupa~, apa ini perasaan dada seorang wanita? Kayak gitukah? Itu dia! Tak apa seorang pria menangis di dada wanita yang diminatinya~!”

“… siapa yang tertarik ama cebol kaya lu.”

Garfiel paling menyukai seorang wanita yang tak pernah baik kapan pun dia menginginkannya, namun dia baik di waktu-waktu yang tak dia kira, meski setelahnya tinjunya menghajar Garfiel, seorang wanita yang sulit sekali dihadapi.

Gadis di depannya sama sekali tidak mirip. Akan tetapi, Mimi masih tersenyum.

“Gapapa! Meskipun Garfiel tidak tertarik, Mimi sudah terpesona! Aku mengerti~ dan jadi tertarik sama Garfiel! Jadi! Dada Mimi~! Boleh menangis di sini~!”

“… ah ….”

Benar-benar dugaan bego.

Apa ini. Semacam permainan bahasa? Itu hanya dalih tegas anak-anak.

Jelas tidak ada apa pun, jadi berhenti bercandalah. Harimau … harimau, kau di mana?

Sekarang, kembalilah ke hatiku. Lolonglah auman berat nan ganasmu, tegakkan punggung membungkuk ini, paksa bangun diriku, lakukan sesuatu kepada perasaanku.

Kalau tidak, kalau tidak … kalau tidak, nanti akan terlambat.

“Ibu ….”

Cukup, cukup, berhenti bicara.

Suara lemahnya menangis, jangan buat suara lemah itu.

Dia seekor harimau, yang terkuat, paling kuat, lebih kuat dari semua orang. Tameng Terkuat. Tetapi ….

“Ibu … bu … mama … mama!”

“Anak baik.”

“Kenapa! Kenapa ibu lupain gua!? Setelah sekian lama ketemu! Bahkan manggil ibu!”

“Tidak apa, Garfiel anak baik, anak baik!”

“Mama … mama … mama ….!”

Harimau, harimau … kau di mana?

Dia mirip apa sekarang? Bintang-bintang, bulan, langit, beri tahu aku. Dia mirip apa saat ini?

Jika dia tak bisa menjadi macan mengaum, terus, kini, dia hanya mirip—

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
15 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
pier

sad, ibu yg di cari2 tlah bahagia dg org lain
arigatou gozaimasu min..

Pengemar Emilia

Kapan update min

subadrun feeder

makasih min 🙂

Dany

Anjay … sad anjir

Kakaka

Anjir nangis gw?

Arie

Gua Yang hebat ini Nangis …..gua aaaa

Natsutot Subartot

anjing bangsat gw ikutan nangis

フル君

Sad boy.. ikut sedih gua.. 🙁
Tapi sukur lah ibunya akhirnya bisa bahagia..

Mantap min.. lanjut..

LordN

I STILL SEE YOUR SHADOWS IN MY ROOM

Jelall

Akkhhhh,,,, Satu lagi story yg bikin nge real, Mimi walau kekanak”kan masih punya insitng yg tajam

Jen

Yosh, saia nangid ?

Dicky Dyan Nugraha

Who put onions here?

Engku

?

Chise

Sakit banget… 😭