Share this post on:

Pertemuan Berselimut Luka

Penerjemah: Ricard The Archer

“Tunggu, tenang dulu. Pertama-tama, bisa meringkas apa yang kita ketahui?”

Kata-kata Felix telah mendesak apa yang bisa Subaru tangani sekarang.

Felix dan Ricardo sama-sama mengangguk ke tangan terangkat Subaru ketika memikirkan informasi baru yang telah disiarkan.

“Pindah ke mana pun … akan sangat-sangat sulit bersama banyak orang yang terluka.”

“Yahh, luka paling parahnya sudah distabilkan, dan semestinya tidak ada lagi orang yang muncul, namun tetap saja.”

Dengan jiwa profesionalisme, Felix menjelaskan diagnosanya. Subaru sejenak memeriksa kondisi rumah sakit lapangan.

Pencahayaan minim, permukaan tanah berbatu dingin. Dari nuansa unik udaranya, Subaru menilai tempat ini di bawah tanah—hampir-hampir mirip tempat parkir suatu pusat perbelanjaan raksasa.

“Apa kita masih di Pristella?”

“Di salah satu selter Pristella. Siaran pagi ini menyebutkanya, ingat? Di Pristella, jika ada masalah dengan kanal, dampak kerusakannya akan menyusahkan, lantas ada selter di seluruh kota. Ini adalah salah satu tempat berlindung di First Street.”

“Alun-alun aku menemukanmu dekat dari sini. Melalui awalan sulit, kami berhasil membawa kawan dan pengungsi lainnya ke tempat aman!”

Mengikuti Felix, Ricardo memproklamirkannya sambil memukul keras-keras zirah dada tebalnya. Felix menatap tajam Ricardo yang perlu beberapa waktu sampai berhenti.”

“Untungnya Felix-chan di sini, dengan banyak sekali orang terluka. Tuan berwajah anjing ini pasti takkan mampu merawat apa pun.”

“Yap! Sekarang aku tidak menyesali apa-apa! Hahaha!”

Sikap normal Ricardo dan tawa menyegarkannya, meskipun tidak cocok di rumah sakit suram ini. Kalau seseorang masih bisa mempertahankan sifat positif, semua orang bisa menjaga harapan.

“Jadi, Subaru-kyun kenapa?”

“Ah, benar juga. Ada dua Uskup Agung di alun-alun, Keserakahan dan Kemarahan. Yang menghancurkan kakiku adalah Keserakahan, dia menculik Emilia … akan tetapi, orang yang melukai semua orang-orang ini adalah Kemarahan.”

“Bagaimana bisa terjadi?”

“Wewenang Kekuasaan Kemarahan adalah … sedikit sulit menjelaskannya, tapi misalkan ada yang terluka, dia punya kekuatan untuk menyebarkan lukanya kepada orang lain.”

Subaru berhati-hati memilih kata-katanya, berusaha memberikan penjelasan sederhana mengenai kekuatannya. Ricardo memiringkan kepala, raut wajah Felix berubah tatkala menyadari kemampuan Sirius.

Felix melihat orang-orang terluka dan menatap tali di kaki kanan.

“Jadi … itu alasan mengapa Subaru-kyun dan semua orang cederanya sama. Firasatku sudah buruk, tapi ….”

“Ah ….”

Emosi absurd sering kali menyertai orang-orang sinting. Namun bagi Sirius, absurditasnya juga bersifat fisiologis.

Subaru masih ingin mengatakan lebih.

“Dan Keserakahan juga teramat merepotkan.”

“Ah~ … Felix-chan sudah lelah, aku tak kuat lagi mendengar hal-hal menyusahkan.”

“Maaf, aku rasa itu tidak mungkin—Keserakahan jancuk itu, dia bisa membatalkan serangan apa pun. Entah bermandikan api, dicambuk, atau dipukul secara langsung, semua dampaknya ditiadakan.”

Emilia yang tak sadarkan diri berada dalam pelukan Regulus, tanpa pertahanan. Bahkan bersimbah api Sirius, Regulus sempurna sekali bertahan melindungi dirinya dan Emilia. Suatu pertunjukkan kekuatan tak terkendali.

Bukti betapa menyusahkannya situasi sekarang.

“Seseorang yang bisa memindah-mindah luka, dan satunya lagi tak terkalahkan …. Ah, kau pasti bercanda.”

“Uskup Agung lainnya …. Unseen Hand Betelgeuse kelewat kuat, tapi orang-orang ini tingkatannya sama sekali berbeda.”

Demikianlah, kemampuan Betelgeuse tidak hanya efektif pada Subaru. Menimbang-nimbang ketidakefektifannya, Subaru menganggapnya orang gila biasa alih-alih Uskup Agung Dosa Besar.

Karenanya, inilah waktu pertempuran formal pertama melawan Kultus Penyihir.

“Dan Uskup Agung yang barusan memperkenalkan dirinya, Kenafsuan … keahliannya barangkali sama merepotkannya.”

“Kemungkinan terburuknya …. Ada lima Uskup Agung di sini.”

“Lima ….!?”

Felix menuturkan hipotesis yang menakutkannya sampai ke luar imajinasi terliar Subaru. Apa yang terjadi, hingga memberi Subaru ide semacam itu?

Felix menghembuskan nafas dan meluruskan jarinya kepada Subaru yang tenang.

“Dengar. Pikirkan siarannya, yang dikatakan Kenafsuan. Kota ini punya empat pintu air, kan?”

“Ah, benar, mereka menguasainya, artinya mereka bisa saja berencana menenggelamkan kota … lantas situasinya terlampau berbahaya ….”

“Kemungkinan Uskup Agung menempati masing-masingnya …. Intinya, ada tiga Uskup Agung berkumpul di satu tempat, ini belum pernah terjadi sebelum-sebelumnya. Jadi situasi terburuk dalam benakmu … bahkan ada lebih banyak Uskup Agung di sini.”

“Empat … cih.”

Menyebutkan jumlahnya keras-keras, Subaru akhirnya memahami maksud Felix.

Ada empat gerbang air, utara, selatan, timur, barat, yang menjalankan kota Pristella. Tersirat mereka semua mendiaminya ….

“Bisa jadi setiap menara dijaga Uskup Agung? Kalau begitu, seharusnya ada empat Uskup Agung ….”

“Subaru-kyun, pertimbangkan apa yang barusan terjadi—siaran barusan menggunakan sihir yang hanya ada di Balai Kota. Musuh pun pasti menduduki pusat kota, yang berarti mereka telah merebut lima benteng.”

“—ah.”

Spekulasi yang bahkan memunculkan keputusasaan mencekat nafas Subaru.

Sesuai perkataan Felix, Balai Kota pasti sudah dibawah otoritasnya sebab siaran terjadi. Selain Kenafsuan yang mendudukinya, pasti ada dua Uskup Agung lain.

Satu-satunya penjelasan yang bisa dipahami adalah serangan terkoordinasi dari Kultus Penyihir.

“Selain dari alun-alun tempat diriku berada, apakah ada kerusuhan lain? Adakah serangan lainnya?”

“——”

Bila ini serangan Kultus Penyihir, sukar membayangkan apabila mereka cuma menargetkan satu lokasi. Subaru cuma bisa berdoa agar ketakutan terburuknya soal korban jiwa takkan menjadi kenyataan.

Tanpa sadar, Felix mengalihkan perhatiannya, terdiam. Ricardo batuk, serangkaian gigi tajam terlihat di wajah besar manusia hewan tersebut.

“Sejujurnya, satu-satunya situasi yang kami tahu adalah situasi kami sendiri. Kami bahkan tak tahu selter lain di mana, jadi jauh lebih baik untuk tinggal di sini.”

“Kenapa? Bukannya harus mencari sekutu kita agar bisa bekerja sama? Kalian tidak mengkhawatirkan mereka … benar ‘kan!”

Seraya bicara, tangan Ricardo berisyarat, Subaru cepat-cepat melihat Felix.

Di selter orang-orang terluka ini, aneh seandainya Felix dan Ricardo adalah satu-satunya orang yang dikenal Subaru. Terlebih lagi kala Felix ada di sini.

“Mana Crusch-san dan Wilhelm-san? Tidak biasanya kalian bertiga terpisah. Apa mereka ada di selter lain?”

“… pertanyaanmu sulit, Subaru-kyun. Satu-satunya orang yang kau kenal di sini tidak lain Felix-chan dan tuan ini, seperti yang kau lihat—”

Felix dengan resah menjawabnya, dan Subaru merasakan kegelisahan mendalam di dirinya. Lalu suara lembut melegakan suasana tegang itu.

Mendadak mendengar suaranya, Subaru melihat ke sekeliling, tak bisa menentukan lokasi si pemilik suara.

“Maaf. Aku sepertinya merisaukanmu, Felix-chan. Senang bertemu denganmu, Subaru-sama.”

“Crusch-sama jahat banget.”

“Apa? Hah?”

Felix sedang berbicara bersama tuan tak kasat matanya, merogoh bagian dalam baju. Mata bundar Subaru melihatnya mengeluarkan benda tak asing.

“Bentar, ini ….”

“Benar. Rampasan perang tahun lalu. Kami juga menggunakannya, ingat?” Felix menjawab, mengungkapkan cermin di genggaman tangannya.

Sekilas, cermin tersebut tidak ada yang menarik, hanya menunjukkan pantulan sosok saja, wajahnya memperlihatkan kecantikan beserta rambut hijau juga paras lembut—tidak salah lagi, dia Crusch.

Alat sihir yang disebut Cermin Konversasi, kurang lebih merupakan ponsel versi dunia ini, memungkinkan pemiliknya berbicara melalui pasangan cerminnya. Setahun lalu cerminnya berperan dalam pertempuran melawan Kultus Penyihir, Cermin Konversasi tersebut juga dibawa ke kota.

Crusch berada di seberang cermin, sedikit mengkerut kepada Subaru yang terdiam.

“Felix. Subaru-sama nampaknya kelihatan bermasalah. Kau menyembunyikan ini darinya?”

“Maaf, meong, soal itu. Tapi, tapi, aku pikir panggilan berikutnya takkan secepat ini, pikirku belum penting untuk memberitahunya.”

“T-tunggu. Sebentar. Berkat Cermin Konversasinya, kau mengontak Crusch di selter lain, apa itu benar?”

“Benar itu.”

Sesaat tuan dan kesatrianya berbicara, Subaru memanfaatkan waktu di tengah-tengah kekisruhan. Cermin Konversasi menjelaskan tenangnya Felix padahal tuannya menghilang.

Sementara memastikan keselamatan Crusch dengan kedua matanya sendiri, Subaru mengambil cermin dari Felix.

“Alhamdulillah … susah mengatakan kejadiannya, tapi beruntungnya kita semua saling berhubungan. Crusch-san, kau terluka?”

“Tidak, terima kasih atas perhatianmu. Untungnya, aku berhasil tepat waktu menemukan tempat berlindung, tanpa menderita luka sedikit pun. Dengar-dengar Subaru-sama terluka parah dan harus digotong. Apa kabarmu?”

“Tidak bisa dibilang, ‘Aku baik-baik saja,’ tapi cukup baik, deh. Aku akan merencanakan sesuatu. Aku akan bergerak sesaat lukanya diperban … Felix, jangan tatap aku seperti itu.”

Seketika Subaru mengumumkan niatnya, dia merasakan tatapan tajam Felix menusuknya. Walau dia tak berterima kasih, Subaru tidak boleh duduk diam dan tak melakukan apa-apa. Memecah kebuntuan saat ini adalah hal paling mendesaknya.

Tidak boleh duduk manis belaka, menunggu kondisi kian memburuk.

“Akan kita bicarakan nanti, bagaimana situasi di selter? Apa orang lain berhasil sampai di sana?”

“Ya. Ada beberapa bersamaku ….”

“Aku pun di sini, Subaru. Bagusnya, semua orang di hotel sampai di sini.”

Dari suatu tempat di belakang Crusch, suara yang terdengar elok bergabung dalam percakapan.

Seketika Subaru mendengarnya, pria itu membeku sekejap dan menggeleng kepala. Tak ingin jadi orang tolol yang tidak menyadari betapa menyemangatinya suara itu.

“Kehadiranmu di sini agak menenangkan, Julius.”

“Dengar-dengar kau akhirnya dibawa ke selter, secara tak sadarkan diri. Karena sudah balik ke sifat riang gembira biasamu, nampaknya kegelisahanku tanpa dasar …. Benarkah Emilia-sama diculik?”

“… benar itu. Maaf. Aku sangat tidak berguna.”

“Kau melawan dua Uskup Agung. Aku tidak sejahat itu sampai-sampai menyalahkan kekuranganmu. Anastasia-sama dan Crusch-sama juga di sini, sekaligus beberapa anggota Taring Besi. Ah, dua pengikut Felt-sama di sini juga.”

Julius cepat-cepat menkonfirmasi status Emilia, tapa meminta penjelasan lebih Subaru.

Walaupun kebaikan dari sisi lain cermin menyentuh, perasaan bersalah Subaru makin-makin meningkat. Sambil mendengarkan kata-katanya, Subaru memastikan eksistensi seorang pria yang terluka di selter.

“Benar, mestinya kau kasih tahu orang-orang Felt kalau temannya di sini. Dia terluka, tapi baik-baik saja.”

“Begitu, senang mendenganrya. Pasti akan kusampaikan. Mereka berjuang memberanikan diri, tapi jelas sekali resah—Baiklah, Subaru.”

Seusai Ton dan Kan diberi tahu keselamatan Larkins, Julius melirihkan suaranya, mengubah suasana percakapan mereka.

“Kita harus apa?”

“… aku sama sekali tidak paham kenapa kau menanyakannya.”

“Saat Kemalasan muncul, kau kelihatannya piawai mengurus Kultus Penyihir. Mungkin mempunyai sesuatu menarik tak terduga dan mampu menyelesaikan dilema ini?”

“Omong kosong macam apa itu? Maaf mengecewakan, tapi aku bukan ahlinya Kultus Penyihir.”

“Sangat disesalkan. Nah, perihal Emilia-sama. Tidak salah lagi hatimu paling gelisah. Kau mau apa?”

Jawaban Subaru jelas tak menjawab ekspektasi Julius, tetapi dirinya tak berkecil hati. Dia paham bahwa Subaru adalah pembunuh Uskup Agung yang ajaibnya kelewat sulit dicari.

Malahan di bagian akhir kalimatnya tersimpan pertanyaan sejati.

“… Emilia diculik Keserakahan. Orang itu semata-mata menyemburkan keyakinan egoisnya dan tak menerima sangkalan. Aku tidak ingin meninggalkan Emilia dengannya meski sedetik pun.”

“Demikianlah, menyelamatkan Emilia dari Keserakahan adalah tanggung jawabmu.”

“Tentu saja … kau barusan ngomongin tanggung jawab?”

Julius berbicara tenang sembari menunjukkan Subaru telapak tangan terbuka, dengan lima jari terentang.

“Dengar, Subaru. Felix harusnya mengklarifikasi bahwa kemungkinan ada lima Uskup Agung di masing-masing situs utama Pristella. Merenungkan status setiap musuh, pembagian tempur adalah hal terpenting.”

“… entah dari mana, mereka bisa saja menenggelamkan Kota Bendungan.”

“Itu benar. Syarat mengelahkan para Uskup Agung adalah menyerang setiap tempat itu di waktu bersamaan. Sementara itu, kita harus membangun kembali kontak dengan pasukan yang tersebar di seluruh kota … paham situasi kita, kan?”

Kendati tidak bisa menghubungi macam-macam rekan di berbagai tempat, Julius mengajukan rencana serangan terkoordinasinya. Awalnya, keajaiban kota adalah bisa mengurus penjagaan kotak tempat-tempat itu.

Akan tetapi, ketika Balai Kota telah jatuh, semua orang terpisah-pisah dan mencari perlindungan di tempat-tempat berbeda. Menilai keadaan selter lain, harus ada suatu tindakan.

“Ngomong-ngomong, Wil-jii membenarkan bahwa ada kerumunan yang berkeliaran di kota. Mereka nampaknya kehilangan akal sehat dan bertindak layaknya para pemuja.”

“… pasti Wewenang Kekuasaan Sirius si bangsat itu …. Bangsat, setiap detik berlalu semakin buruk saja.”

Mendengar potongan informasi mengesalkan Felix, Subaru gelisah menggaruk wajahnya saat lebih banyak berita buruk terungkap. Paling tidak, pastinya menemukan cara untuk menghubungkan semua pasukan tempur yang ada—

“Aku tak tahu di mana Otto dan Garfiel, Emilia pun ditangkap Keserakahan. Berantakan banget ….”

“Joshua serta Wakil Kepala Taring Besi sama-sama menghilang, begitu pula Wilhelm-sama, Felt-sama, dan Reinhard. Priscilla-sama juga ….”

“Aku tak tahu mana AI dan orang sampahan itu, namun Priscilla harusnya ada di taman kota sebelum terjadi kekisruhan. Entah apa yang terjadi setelahnya … sial, Liliana bersamanya juga.”

Priscilla sama sekali tidak normal, dan Liliana jujur saja sangat aneh. Subaru tak ingin salah satu dari mereka terluka.

Memperhitungkan keberuntungan Priscilla serta karakter si Biduanita, Subaru hanya bisa berharap mereka baik-baik saja.

Patrasche juga ada di Seasylph Lodge. Cukup pintar menghindari perhatian, sia-sia saja meresahkannya.

Sumber-sumber kecemasan konstan lain menghantui Subaru, rasanya meluncurkan lima serangan serentak adalah mustahil.

Tidak peduli bagaimanapun, tetap saja tidak mungkin. Tidak ada cukup pejuang untuk menyerang lima lokasi, belum lagi melawan Uskup Agung. Banter-banternya yang sanggup dibawa orang-orang dalam pertarungan itu adalah harapan.

“… tunggu. Mengapa kita mesti ke semua tempat di satu waktu?”

“Maksudmu apa? Seperti yang kami katakan. Kultus Penyihir mampu meninggalkan kerusakan besar di tempat kekuasaan mana pun. Merebut satu tempat sama saja bohong ….”

“Tidak seperti itu, kan? Aku mengerti kita harus buru-buru merebut keempat menaranya. Tapi kenapa di waktu yang sama?” tanya Subaru.

“Begitu mereka tersadar satu lokasi disabotase, tentu Uskup-Uskup Agung lainnya akan memulai rencana mereka, bukan? Karena itulah mereka melancarkan serangan terkoordinasi seperti itu.”

Julius merespon jelas keraguan Subaru.

Selagi mendengarkan kata-katanya, Subaru merenungkan keakuratannya. Tentu saja, logika Julius jelas dan bisa dipahami. Namun lawan yang mereka hadapi tidak normal.

Di alun-alun itu, cara bertarung Regulus dan Sirius mematikan.

Regulus tidak serius saja, alhasil bahayanya tidak parah-parah amat, namun Sirius yang seratus persen berniat membunuhnya. Regulus mestinya bisa mengalahkannya dalam hitungan menit.

Orang itu beneran bekerja sama buat menguasai kota?

“… apa kerja sama mereka nyata. Tentu saja, mereka bilang akan berkolaborasi untuk merebut pintu air, tapi bisakah mereka tetap berhubungan secara teratur di setiap langkahnya? Itu yang aku pikirkan.”

“Apa yang mendasari teorimu?”

“Tempo waktu aku berada di alun-alun, dua Uskup Agung berusaha membunuh satu sama lain. Mereka berhenti karena diberikan instruksi baru dari Kitab. Misalkan tidak, salah satunya mungkin sudah membunuh Uskup Agung lain.”

“Jadi mereka tidak mampu berkoordinasi dengan baik ….?”

Julius masih tidak yakin dengan jawaban Subaru. Tetapi Subaru memahami kekhawatirannya.

“Apa ada orang yang punya akses ke luar?”

“Beberapa anggota Taring Besi sedang mengawasi baik-baik di menara … kau memikirkan apa?”

“Biarpun hanya sekadar dugaan, bukannya cara komunikasi paling sederhana adalah menembakkan sinyal sihir ke udara? Di kota yang begitu kompleks, komunikasi verbal itu merepotkan. Sekurang-kurangnya, akan memakan waktu lama tanpa Cermin Konversasi.”

“Kemungkinan Kultus Penyihir membawa cermin tersebut rendah. Rohku pasti sudah mendeteksinya—yah, itu dia.”

Mereka bersama-sama mencapai suatu kesimpulan. Subaru lebih dulu berbicara dengan berkata, ‘Ah.’

“Jadi mereka secara rutin membuat komunikasinya lebih mudah dimengerti. Kalau keributan sejenis itu tidak muncul, atau mereka gagal menyadarinya, mereka takkan bertindak. Lantas kita tak perlu repot-repot menyebarkan pasukan kita.”

“… satu-satunya masalah rencana ini adalah satu tempat beberda dari tempat lainnya.”

“—Balai Kota. Bangunaun yang dapat menginformasikan sasaran menara lain. Jadi kita harus mulai dengan yang satu itu dulu.”

Konsentrasi awal pertempuran fokusnya adalah kantor pusat kota. Mereka kudu pergi ke sana dan mengalahkan Uskup Agung Kenafsuan dengan kekuatan tempur saat ini, kemudian menghancurkan menara lainnya satu demi satu setelahnya.

Bahkan sesudahnya, masalahnya adalah ujian kecepatan, tetapi risikonya akan jauh lebih rendah ketimbang menyerang seluruh lima lokasi sekaligus. Subaru berpikir demikian, meyakininya.

“….”

Di sisi lain cermin, Julius terdiam membisu.

Permintaan Subaru dasarnya adalah hubungan buruk antara Regulus dan Sirius, secara optimis berasumsi bahwa Kultus Penyihir isinya Kacaunya Kacau.

Tentu saja bila Kitab telah memberikan perintah seperti Bunuh Semua Orang di Pristella, pondasi harapan itu akan langsung ditumbangkan.

Misalkan dia tahu ini akan terjadi, Subaru semestinya berusaha bertanya isi Kitab saat tersebut—

“—Saya teramat-amat minta maaf karena terlambat, semua orang bisa mendengar saya?”

Di tengah-tengah kesunyian berat, suara lain mendadak bergabung dalam pembicaraan. Suara orang tua yang terpapar cuaca, bagi Subaru suara tersebut lebih bisa diandalkan dari apa pun juga dalam situasi terkini.

Wajah seorang pria berambut putih tercermin di Cermin Konversasi.

“Wilhelm-san! Kau baik-baik saja!”

“Wil-jii! Syukurlah. Kau tidak bisa dihubungi, buat orang cemas saja!”

Felix pun mendengar suara familiar. Atas sambutannya, Wilhelm membuka mata dan mengangguk.

“Maafkan saya, saya terjebak sejumlah masalah dan tak sanggup menemukan tempat damai. Akhirnya beberapa warga dan saya sendiri telah tiba di selter. Subaru-dono dan Felix, melihat keselamatan Anda memberikan kedamaian. Bagaimana Crusch-sama?”

“Aku tidak apa. Wilhelm, aku pun senang kau baik-baik saja.”

“Jangan mencemaskan saya … sebab ketidakberdayaan sayalah, saya tak berada di sisi Anda dalam situasi ini. Maaf merepotkan Anda untuk menunggu sebentar lagi. Saya akan menemukan Anda.”

“Luar biasa, perasaan lega ini tidak normal ….” kata Subaru.

Ketika Crusch dan Wilhelm berbicaa melalui cermin, Subaru mendapati dialog antara tuan dan bawahannya punya rasa aman maha besar, menghela nafas kagum terhadap Wilhelm.

Lalu merasa senang atas keselamatannya, Subaru meracik pembicaraannya bersama Julius selagi mencoba mengatur ringkasannya untuk Wilhelm.

Akan tetapi ….

“Ada beberapa hal untuk disampaikan, tapi ini yang paling mendesak.”

Seketika itu, Wilhelm menghilang dari cermin, digantikan seorang manusia hewan, anak kucing memakai kacamata berlensa satu.

Dialah Wakil Kepala Taring Besi, Tivey, yang kelihatannya telah bergabung sama Wilhelm. Mukanya terlampau gelisah.

“Hei! Rupanya Tivey! Keselamatannya lebih baik dari apa pun juga.”

“Kau juga, Kepala … tapi kondisi kami sekarang gawat. Apakah adikku bersamamu sekarang?”

“Mimi? Aku belum melihatnya, apa sesuatu terjadi?”

Mendengar suara lemah Tivey, Ricardo meenyipit di depan cermin, dan seseorang menggantikan Tivey.

“Kepala! Kakakku! Kakakku ….!”

“Hetaro? Kenapa kau panik sekali?”

Orang yang memasuki penglihatan cermin adalah saudara kandung Tivey, Hetaro. Air mata mengalir deras, dan Tibi yang kelihatannya saudara Darkarot. Biasanya anak muda itu lembut, tetapi saat ini wajahnya sedih.

Air mata memenuhi mata bulatnya, suaranya gemetar tatkala menatap cermin.

Divine Protection of Trisection kami aktif, dari kakakku! L-lukanya sangat serius, dan kakak, dia … uh!”

“Bang, tenanglah … seperti yang dia bilang. Kakaku terluka, lukanya juga ditransfer kepadaku dan abang, jadi ….”

“—dimengerti. Tunggu di sana, aku akan segera mencari Mimi. Jangan nangis, tunggu saja.”

Suara lebih rendah daripada yang pernah Subaru dengar, Ricardo berbicara ke cermin.

Mendengar suara halusnya, Subaru merasakan tekanan yang tak pernah dirasakan sebelumnya, dia mundur, gemetaran.

Mata hewan buas terkuasai kemarahan, mulutnya yang terbuka menunjukkan sederet gigi taring tajam. Dia menarik pedangnya, otot-otot besar menegang.

Ricardo kelihatannya hendak mencari gadis yang hilang saat ini.

”—sebentar, Ricardo. Aku tidak mengizinkan aksi sewenang-wenang itu.”

Suara yang menghentikan Ricardo terdengar dari cermin lain. Ricardo berbalik menghadap Anastasia yang mengklaim cermin.

Ricardo mengerutkan kening, mengangkat pedang ke majikannya.

“Jangan hentikan aku, nona. Aku tak ingin bercanda denganmu Sekarang.”

“Tentu saja, Ricardo, ikatan lama kita pasti memberi tahumu aku sedang tidak bercanda. Jangan buat aku mengatakannya lagi. Saat ini, tindakan tanpa izin tidak diperkenankan. Bahkan demi Mimi.”

“KAU MENYURUHKU MENINGGALKAN MIMI!?”

Membuka mulutnya, kemurkaan dari mulut Ricardo mengguncang selter.

Intensitasnya tidak boleh ditertawakan. Subaru terhuyung mundur beberapa langkah, menjauh dari hewan buat yang marah besar. Ricardo meluruskan pandangannya ke Anastasia.

Melalui cermin, Anastasia teguh menghadapinya.

“Kau seharusnya mengerti, Ricardo. Kita telah memasuki keadaan tak terduga. Kaulah senjata paling pentingku. Aku tidak boleh membiarkanmu pergi tanpa seizinku.”

“Kau berani bicara begini? Kau pikir sedang berbicara dengan siapa, Ana-bo … cih!”

“Sama kau, tentu saja. Kau sudah lupatah, monster anjing.”

Saling menyebut nama yang hanya diketahui kenalan lama. Kulitnya kesemutan, Subaru mencari waktu untuk menyela.

Subaru ingin mendukung Ricardo. Tetapi pendapat Anastasia bisa dipahami.

Pemuda itupun orang luar. Sedangkan Anastasia tidak, dia yang memiliki hubungan dekat mereka lebih memprioritaskan keamanan kota alih-alih Mimi.

Subaru tersadar tidak ada yang bisa disela. Ricardo juga mengerti.

“….”

Kalau terus begini, waktu tak henti berlalu.

Seandainya Ricardo memaksa ke luar, Subaru yang terluka dan non kombatan lain takkan sanggup menghentikannya. Tatapan dingin Anastasia dari seberang cermin magis—hanya dia yang bisa melakukan apa saja.

Akan tetapi Ricardo tiba-tiba memalingkan wajahnya dari tatapan di cermin.

“Bentar, Ricardo!”

“—berhenti, jangan cepat-cepat membuat kesimpulan.”

Melihat gerakan Ricardo, Anastasia berbicara. Respon Ricardo diam. Dia berbalik dan mengendus-endus di pintu masuk selter.

“Sesuatu mendekat. Apa ini … bau darah?”

“Bau darah ….?”

Dari banyaknya luka, dia nyatanya bisa mendeteksi bau segar.

Was-was, Ricardo menghunuskan pedangnya ke pintu masuk selter. Subaru dan Felix menelan ludah, menyaksikan keputusan Ricardo.

“—ah!”

Langkah kaki berat membayangi selter.

Ketika itu, para pasien di selter terintimidasi oleh si pengganggu, menahan nafas mereka. Tidak lain Subaru yang memecah keheningan itu.

Berdiri di sana adalah sosok pendek berambut pirang tak asing.

“Garfiel!?”

Garfiel yang berkeringat dan terengah-engah.

Mendadak mendapati Subaru, dia berlari dengan langkah goyah aneh. Lalu Subaru tersadar. Kenapa gerakan Garfiel segoyah itu.

“….”

Semua orang terdiam seribu bahasa tatkala Garfiel mencapai Subaru. Selanjutnya dia menundukkan kepala dan berlutut.

“Maaf, kapten … uhk! Gua yang hebat ini, emang … gak guna ….! Gak kompeten … ack!”

Sesudahnya, Garfiel menangis kesakitan.

Berbaring di tangannya adalah sosok Mimi berlumuran darah yang sekarat.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
11 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Pier

4 uskup pemuja di 1 kota, brp kali ni subaru akan mati
mantap min thanks

Riv

Lanjut dong

Haku

Wajah mimi mati tetap kawaiii hahaha
ehh sekarat ya kwkwk

フル君

5 uskup dong, makin pusing aja si Subaru..

Btw roman2 nya si Garfield bakal jadian sama si Mimi kayaknya..

Xxrckk

Ya ampun pada video call. Grup lagi wkwkwk

Jelall

AAKKKKKHHHH, MAKIN INTESSS AJA…
, sory min kalau rasa ke gangu nge caps, cuman lupain rasa tegang aja

anjir

Biar kutebak, respawn subaru pasti di shelter itu

Dicky Dyan Nugraha

Min izin koreksi bukannya mimi tuh yg paling tua dr tivey sama hetaro? But its ok sih ga ngaruh byk. Huft mimi T.T

DarkSoul

iy, yang pling tua itu mimi.

knp emngg

Engku

Mantap