Share this post on:

Re Zero Arc 5 CH 24

Resolusi Es dan Api

Penerjemah: Havel The Rock

Sirius belum mendeteksi keberadaan Subaru.

Dia hanya melotot penuh kebencian berapi-api kepada dua orang yang berdiri di depannya—Emilia, dan Beatrice.

“Dia kenapa? Dia tak seperti sebelumnya ….”

Subaru tidak bisa tidak bingung soal kemurkaan Sirius.

Dalam rentang waktu singkat semenjak Subaru bertemu Sirius, tiga kali dia menemui Sirius normal. Dalam tiga pertemuan itu, walaupun Sirius tak menghadirkan perkiraan pertemuan masuk akal apa pun, dia bukanlah seseorang yang bisa dikuasai kemarahan.

Malahan dia berusaha membenarkan klaim atas tindakan pemaksaan kepada orang lain. Jadi, Sirius di depannya benar-benar asing.

Dia kehilangan rasionalitasnya dan dimangsa kemarahan. Sederhananya, dia sekarang terlihat sangat cocok menyandang gelar Kemarahan.

“Aku bisa terus membakar dan membakarmu, tapi itu belum cukup … ibarat cacing, layaknya lalat. Haha, sebesar apa kau membenciku!? Bahkan di hari-hari paling menyedihkan, apakah aku tak diperkenankan bebas berkabung?”

“… aku tidak tahu kau ngomongin apa?”

“Ah, ha!?”

Emilia merespon tanpa takut kepada dakwaan marah Sirius, meskipun di hadapannya adalah reaksi galak. Emilia mengarahkan ujung pedangnya pada kerumunan di belakang Sirius.

“Biarpun kau marah padaku, nanti aku dengarkan. Lagian, serangan mendadaknya kami mulai duluan, tentu saja kau bakal marah. Tapi orang-orang di sini tak ada hubungannya. Mohon bebaskan mereka.”

“Sikapmu itu salah! Jika kau ingin melepaskan semua orang, lakukan dengan benar! Aku yang jelas marah? Kalau begitu tunjukkan sikap baik! Maaf, bertobatlah, menangislah, dan minta ampun, kemudian biarkan aku menembak api ke pantatmu terus menghanguskan organ-organ dalamnya!”

“Organ-organku dibakar tuh menyusahkan—jadi, mari selesaikan dengan sederhana.

Emilia seketika memutar tubuh bagian atasnya sedikit dan menerjang maju. Pergelangan tangan pucat memegang pedang es seolah-olah tidak berat.

Matahari berkilauan dari ujung pedang tajam ketika dia hunus ke bahu Sirius.

“Emilia-tan?”

“Gah!”

Seruan Subaru bercampur geraman Sirius.

Menghadapi ayunan pedang Emilia, Sirius langsung mengangkat pergelangan tangan kiri, menyemburkan api ke pedang. Namun ….

“Setengah Penyihir bangsat!”

“Tolong jaangan katakan lagi itu. Orang-orang akan merasa jijik.”

Pedang Emilia yang sekalipun terlingkupi api Sirius, tetap tak menguap.

Ujung perak pedang menang melawan panas dari tangan kiri—namun, rantai Sirius turut melilit tangan kirinya.

Bunyi dentingan tajam, pedang dan rantai yang bertabrakan memancarkan kilau mana membutakan. Setelah adu kekuatan sebentar, pedang Emilia patah dan terdengar suara pecah.

“Kau, sialan ….!”

Wajahnya gembira, Sirius memanfaatkan pergelangan tangannya untuk mendesak mundur Emilia. Jika rantai berapi menyentuhnya, Emilia akan dalam bahaya.

Paras cantik Emilia hendak dirubah bentuknya, tetapi seketika itu ….

“Haaah!”

Pergelangan tangan Sirius diketuk, pedang es Emilia telah membelokkannya.

“Ah ah aaaahhh! Ah ah ah ah ah ah ah ah ah ah ah! Mati sajalah!”

Teriakan amarah Sirius menggelegar di udara selagi mengayunkan kedua tangannya di atas kepala. Pusat bagian yang dia targetkan tepat mengarah ke Emilia.

Bilah es Emilia melebar dari gagangnya, berubah menjadi sebuah palu. Sirius menghantamnya dengan kedua tangan, dia mundur dan dikejar Emilia.

“Haaah! Haahhh! Yah!”

“Menjijikkan! Dasar setengah elf! Dasar ulat! Serangga terbang! Hama menjijikkan!”

Menggunakan kekuatan sentrifugal dan kontrol atas tubuhnya, Emilia mendemonstrasikan pertarungan tak terbayangkan.

Melawan palu es, nyala api yang menyelimuti Sirius telah direduksi hingga terdesak ke posisi bertahan. Melihat serangan sepihak Emilia, Subaru sebagai seorang pengamat menilai rekannya akan menang. Meskipun begitu ….

“Sekarang bukan waktunya menuruti nalurimu! Tidak, Emilia!”

“Subaru, kau tidak boleh teralihkan sekarang, kayaknya.”

Kalau Emilia membunuh Sirius, kematian terakhir pasti akan terulang kembali.

Walaupun Subaru sudah mengetahui krisis ini, Beatrice cepat-cepat memarahinya. Subaru merenungkan apa yang terjadi, mengikuti tatapan Beatrice.

“—serangga kotor.”

“—sial.”

Kerumunan orang di belakang Sirius memerah marah.

Massa yang menyorot Subaru dan Beatrice berlaku menyerupai Sirius—faktanya mereka tersalurkan Kemarahan Sirius.

Gelombang amarah itu berpusat ke Subaru.

“Bukan cuma berbagi perasaan, tetapi melakukan sesuatu semacam mencuci otak banyak orang dan bergerak sesuai kehendaknya.”

“Mengidentifikasi situasinya memang bagus. Seandainya tak ada solusi, kalau begitu kita cuma harus kabur, kayaknya!”

Ketika Subaru mengerang, memperhitungkan masalahnya, Beatrice langsung berpindah ke belakang Subaru. Kerumunan maju menyerbu laki-laki itu.

“Emilia, bantu ulur waktu untuk kami!”

“Tak terlalu merepotkanku!”

Mendengar jawaban kuatnya, Subaru berlari cepat, melarikan diri dari orang-orang. Untungnya langkah kaki mahluk-mahluk yang kehilangan akalnya jauh dari kata normal.

Mereka mengejar Subaru sembari merentangkan tangannya, kemurkaan kosong di tatapan mereka, Nampak tak berbeda dari zombie. Satu-satunya perbedaan adalah alih-alih ingin memakan Subaru, mereka ingin mencabiknya dengan tangan langsung.

“Misalkan kita terus mengulur waktu seperti ini, seseorang akan datang ….”

“Sekallipun seseorang datang, tanpa mencari tahu syarat kemenangannya, hasil akhirnya tak terlalu berarti, kayaknya. Walau Reinhard datang, memangnya dia dapat menyelesaikan ini?”

“Singkatnya, kekhawatiran kita tidak berakhir meski dia datang ….”

Pokoknya, orang yang bisa memanggil Reinhard hanyalah Larkins, dia bagian dari kerumunan orang yang mau mengancam Subaru. Salah satu orang yang menyerbu maju, mencoba menjadi yang pertama menangkap Subaru.

Subaru tak yakin harus bereaksi apa sebelum menyelesaikan hubungan emosional Sirius.

“Intinya kita harus memikirkan sesuatu!”

“Serangga kotor!”

Seorang pria melompat ke Subaru, dia menunduk duluan dan tubuhnya menghindari tangkapan tangan lawannya, kemudian Subaru menyengkat kakinya dan menerbangkan tubuhnya.

Orang-orang tak menghiraukan pria yang jatuh menabrak massa. Laksana adegan permainan boling, Subaru bilang:

“Mereka marah banget sampai-sampai tidak bisa berpikir.”

“Tetapi bukan ini yang aku rekomendasikan. Dalam situasi sekarang, mereka mungkin tak ragu lagi membunuh apa pun di sekitar mereka, kayaknya.”

“Itu tidak berguna!”

Subaru tak ingin mengorbankan seorang pun.

Alasan mengapa dirinya bertarung keras justru karena ini. Tentu saja Subaru paham cakupan harapannya.

Ada banyak hal yang ingin dia lindungi. Akan tetapi, pencapaiannya terbatas.

Jelas sekali. Subaru bukanlah mahluk mahakuasa.

“Tapi-tapi, akulah yang memilih batas itu!”

“Itu baru Subaru Betty!”

Mendengar dukungan terbesar dari belakangnya, Subaru menarik cambuknya.

Aku akan menyelamatkan orang sebanyak mungkin. Jadi mohon maafkan aku atas cederanya—demikianlah alur pemikiran Subaru. Menyasar kaki orang-orang, cambuknya meluncur di udara.

Bunyi pecutan listrik mini, cambuknya memecut trotoar berbatu.

Walaupun tidak mematikan, cambuk tetap saja sebuah senjata, dan saat digunakan tanpa ampun, ia dapat menghasilkan sejumlah kekuatan.

Barangkali, setelah menyaksikan kekuatannya, massa menjadi takut dan mundur.

“Takkan selancar itu.”

Kalau begitu tiada cara lain.

Subaru menyapu cambuknya ke arah kerumunan orang, kali ini menargetkan sosok pemimpinnya. Perawakannya rata-rata, rambut biru muda, mata tajam—bukannya dia Larkins?

Menyerang orang yang dikenalnya membuat Subaru merasa sedih.

“Biarpun ini menyakiti hatiku, sayangnya tak boleh membiarkan diriku terhajar juga. Maaf, Chin!”

“Aku bukan Chin!?”

Subaru memukul cambuknya ke kaki Larkins dan ditarik ke atas. Tubuh Larkins salto setengah lingkaran, menabrak orang di sekitarnya saat dia jatuh.

Orang-orang yang jatuh menghalangi gerak maju kawanannya. Demi menggapai Subaru, mereka harus menemukan rute lain.

“Ya, mereka tidak bisa berpikir … kalau begini, selama kau—”

Tepat kala dia mengatakan selama kau cukup lama mengulur waktu, Subaru merinding.

Bagi Subaru, sensasi merindingnya ibarat perasaan mendalam kekasihnya yang ngambek. Kendati Subaru enggan menemuinya, kekasihnya memberikan bantuan yang paling dibutuhkan Subaru. Hubungan mereka serumit itu.

—itulah nafas kematian.

“Ah!”

“Dasar cacing!”

Bilah besar mendesing ke arah Subaru, disertai angin gencar.

Manusia hewan melompat dari kerumunan, membidik leher Subaru. Sekalipun dia punya telinga anjing menonjol, hidung serta mulutnya tampak menyerupai daya tarik rubah licik.

Blasteran rubah, menggunakan ekor putihnya sebagai penahan, tak terpengaruh trik Subaru selagi mengayun pedang kuat-kuat.

“Beako!”

Shamak!”

“….!?”

Dalam konfrontasi serius, Subaru bisa saja ditebas mati dalam waktu lima detik.

Sekejap, Subaru mengkalkulasikan perbedaan kekuatan mereka, dan memanggil nama Beatrice. Gadis itu langsung mengetahui maksud Subaru kemudian merapalkan Shamak dan menyelimuti wajah manusia hewan tersebut.

Tubuh langsing serta pedang besarnya bersimbah kabut gelap, melucuti efektivitas tempurnya.

“Apakah Shamak memutus hubungannya dengan orang lain?”

“Tidak ada efek semacam itu, kayaknya. Walau dalam pertempuran pun hubungannya takkan terputus! Kemungkinan besar, pemaksaan itu akan berhenti tatkala orang aneh itu mati, kayaknya!”

“Kita harus apa!?”

“Betty sedang berpikir habis-habisan!” tugas memecahkan misteri itu paling bagusnya diserahkan kepada Beatrice.

Satu-satunya hal yang Subaru dapat lakukan adalah memberikan Beatrice banyak waktu untuk menyurvei dan berpikir, juga menjaga agar orang-orang yang dicuci otak tak mengganggunya.

“Bagaimana kabar Emilia-tan—?”

Subaru mengalihkan pandangannya ke Emilia yang masih sibuk menghadapi Sirius.

Setahun ini, Emilia berdedikasi belajar politik dan bertarung. Kekuatan bertarungnya jauh lebih baik ketimbang Subaru.

Walau demikian, Subaru mengkhawatirkan Emilia, bukan hanya karena Subaru pikir dia lebih baik, namun karena Subaru itu seorang pria dan Emilia wanita, kurang lebih.

Kebanyakan orang pasti menganggap kekhawatiran itu tak berguna.

“Haaah! Yaah! Hiyaaah!”

Teriakan perang Emilia sedikit lebih lesu, tapi Sirius mengabaikan semua teriakan itu.

Emilia berputar, pedangnya menebas ke arah tangan Sirius yang membara terlilit rantai di udara, kemudian dia tangkis pedang tersebut sambil marah-marah.

Suara tabrakan, es terfragmentasi menjadi bubuk dan memudar, namun Emilia sudah membentuk tombak dahulu di atasnya, daya tahannya menghempaskan Sirius.

Emilia memanfaatkan simpanan mana maha besarnya, memurnikan senjata es dan menghujam penghancuran.

Subaru menamai teknik tempur ini Bilah Es, sebagai penghormatan atas keindahan ilusinya yang seolah membangkitkan khayalan dongeng-dongeng fantasi.

Reruntuhan es yang hancur menggambarkan intensitas pertempuran sengit antara Emilia dan Sirius. Perkelahian api dan es, pertarungan dahsyat antara kedua petarung yang mengemban senjata berlawanan jenis terus berlangsung di atas panggung beku.

“Haah!”

Emilia berputar, membolak-balikkan tombaknya ke Sirius, menjatuhkannya. Segera Emilia lanjutkan dengan serangan lain, ujung tombak menyosor. Sirius gesitnya memutar tubuh di udara, menghindari serangan dan tangan kosongnya menangkap tombak.

“Bergeloralah! Mendidihlah! Membaralah! Hatiku gemetar! Ah ah aaaaaAAaaaaAHH! Inilah Kemarahan!”

“Ah!?”

Seakan-akan menggaungkan panggilannya, panas hebat menggandakan upayanya.

Tahu-tahu tombak Emilia sudah termakan api dan tanpa sadar pula dia lepaskan.

“Mata kecubung kotormu, suara bagai bel kotormu, rambut perak halus kotormu, kulit putih kotormu, wajah manis kotormu! Semuanya murni untuk memikat pria! Ah, nafsu itu! Dasar jalang, dasar jamet kotor! Mati saja kau! Kau hanya ingin menggoda pria? Kau ingin mengambil orang itu dariku? Dasar pelacur kotor! Dasar blasteran penyihir memuakkan!”

Sewaktu gelombang panas melewati mata Emilia yang memicing, dia sekali lagi menciptakah bilah es. Kali ini, senjatanya adalah tombak bermata ganda yang menyapu nyala api darinya.

Suara gilingan kuat, perempuan sinting dan Emilia saling bertatapan.

“Mataku, suaraku, rambut perakku! Semuanya adalah dari orang favoritku, dari orang tercantik di dunia ini! Memperlakukan mereka kotor membuatku marah!”

“Kemarahan!? Apa kau barusan bilang kemarahan!? Jangan main-main denganku! Kemarahan adalah milikku! Itulah hal berharga yang kuterima dari orang itu! Tugas dan namaku semuanya dari orang itu! Tanpa wewenang, tanpa izin, merenggutnya dariku … takkan kubiarkan! Takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan, takkan!”

Seketika deklarasinya berakhir, gerak-gerik Sirius berubah dramastis tatkala dirinya menangis sedih. Menangkap tombaknya dan diambil, lalu Emilia menciptakan pedang lain.

Tetapi apakah Emilia terpengaruh teriakan Sirius? Wajahnya yang sebelumnya memasang tekad kuat kelihatannya telah mengendur.

“—ini buruk.”

Setelah sekilas melihat sisi wajah Emilia, naluri Subaru mulai menjeritkan berita buruk.

Tanpa dasar. Namun Subaru yakin.

Wajah Emilia telah berubah, dia telah termakan perasaan Sirius.

Emilia masih terus bertarung, gerakannya belum menumpul. Biar begitu, responnya memang tanda-tanda bahwa dirinya terpengaruh Sirius.

Emilia telah menjadi mangsa kekuatan Sirius.

Akan tetapi, dia tak langsung dikuasai Sirius.

Emilia sekarang ini sedang dalam posisi defensif, tengah beradu pukulan dengan Sirius. Tak sekronis warga, masih seriang biasanya.

Selanjutnya memeriksa situasi ….

“Ketika Sirius pertama kali muncul, mengapa Emilia, Beako, dan aku tak terpengaruh hubungan emosionalnya?”

Sebagaimana Emilia dan Beatrice yang menentang kekuatannya seperti Reinhard. Apakah ada ciri-ciri atau sesuatu yang mirip-mirip dengannya, yang sama dari mereka berdua? Asumsi awal Subaru adalah Reinhard sanggup menolaknya karena dia Reinhard.

Tetapi bila ada alasan tertentu, lantas Subaru bisa mulai berhipotesis.

Subaru yang sempat menemui Sirius tiga kali, kini mampu menampiknya seperti ini—hal itu pun harus dipertimbangkan.

Jikalau itu kunci terobosan—

“Bea ….”

“Subaru!”

Kala Subaru ingin menyampaikan realisasi temuannya, teriakan menggelisahkan bergema di telinganya.

Saat mata Subaru melebar, sesuatu menabrak tubuh sisi kanannya.

“Ugggh—”

Tubuhnya terlipat hingga membentuk huruf K oleh kekuatan serangan tersebut, dan Subaru langsung melompat ke kiri, berusaha mengurangi dampaknya. Ketika meludahi isi asam lambung, Subaru memeriksa dampak serangannya.

Wanita berpenutup mata bergerak selayaknya bayangan, mendadak mendekatinya. Wanita tak berdaya itu melancarkan serangan yang lumayan menusuk ke sisi Subaru.

“Subaru! Jangan mati!”

“Bahkan aku pun tak sampai game over karena itu … tapi serangan barusan super efektif ….!”

Sekalipun tulang rusuknya sakit, Subaru menilai tulang dan organ dalam lainnya tak terluka. Dia anggap tak kelewat serius. Selama tidak ada pendarahan internal.

“Orang ini dan orang itu juga, kenapa musuh-musuh ini merepotkan sekali?”

“Entah karena Subaru kelihatan tak bisa diandalkan ataukah musuhnya murni kuat, atau sebab kau saja yang lemah, kayaknya.”

“Kau kelewatan ….!”

Cambuknya memantul saat mengejar kakinya, dan tatkala wanita itu mengalihkan perhatian ke bawah, Subaru melempar segenggam pasir ke wajahnya. Meskipun tak mempengaruhi matanya yang tertutup, tapi cukup mengalihkan perhatiannya dan Subaru menyerang bahunya.

“Kekuatan bertarungku yang kurang sepertinya berguna. Kalau serangannya serius, aku mungkin bakal mati di tempat.”

“… meski tidak bisa kubilang sesuatu itu bisa diterima secara tulus, namun sah-sah saja, karena lebih banyak lagi masalah yang berdatangan, kayaknya.”

Beatrice mengulang komentar sebalnya tentang Subaru, pemuda itu bernafas lega setelah mengalahkan wanita berpenutup mata. Memiringkan kepala seakan bilang, ‘Aku tidak dengar,’ sedangkan Beatrice memberengut dan memberi isyarat dengan dagunya.

Beatrice menunjuk kanal besar yang terhubung ke alun-alun.

“Kau bercanda ….”

Subaru mengerang saat melihat kanal, tempat pertemuan orang-orang marah.

“Betty pikir mereka mendengar keributan dan bergegas memeriksa apa yang terjadi, kayaknya.”

“Orang-orang yang masuk ruang lingkup kekuasaannya ikut tertelan … kau serius? Apakah kemampuannya menular dalam skala luas?”

—kepanikan, ketakutan, kegilaan, akan ditransmisikan kepada orang-orang.

Perasaan dan perasaan yang dibagikan oleh Schiller1 persis hasil refleksi faktual fenomena itu.

Ah, jadi begitu. Berat ancamannya, racunnya bahkan lebih buruk dari Betelgeuse.

“Semakin kau melarikan diri, semakin banyak korban pula … bagaimana cara menghentikannya!?”

“Namun, ada yang janggal dari seluruh situasi ini, kayaknya … Subaru menjatuhkan si wanita, dan aku merapalkan Shamak kepada si pria. Coba gabungkan dengan bagaimana cedera Tonchinkan tak muncul pada orang lain, kayaknya.”

Karena situasinya mendesak, Subaru tak menyalahkan Beatrice yang keliru memanggil Chin sebagai Tonchinkan. Terlebih lagi, rincian yang barusan ditunjukkan Beatrice bisa jadi dasar spekulasi mengenai kondisi hubungan emosional Sirius.

“… apa kita wajib mengalahkan seluruh kerumunan ini juga?”

“Jika Subaru sanggup melakukannya, maka kita lakukan—Shamak Betty juga bisa membantu menghilangkan kesadaran mereka, kayaknya.”

Sekalipun kejam memang, sedari awal itu rencana awal Subaru.

Dia tak harus membuat dirinya merasa risau tanpa faedah. Subaru kudu menghindari perluasan situasi kacau ini. Sekarang, beraksi sesuai permintaan Beatrice—

“Ah!”

“Emilia!?”

Perhatian Subaru teralihkan oleh teriakan sakit Emilia.

Subaru berbalik dan melihatnya berbaring di tanah rata berbatu alun-alun, Sirius yang mengayunkan pergelangan tangan berapi-apinya menatap Emilia.

“Bertumbuh! Bertumbuh! Cinta memuncak! Kuantitas Cinta ialah kekuatan! Ada cinta untuk semua orang! Semua orang! Manusia mencintai satu sama lain, dan dalam persatuan itu! Mereka bisa saling berbagi pikiran, berbagi harapan, dan baik suka cita atau kesedihan, mereka dapat berbicara satu sama lain dan menyebarkan perasaan mereka! Kalau begini, inilah hasil tak terhindarkannya! Blasteran penyihir ini tak termasuk dalam ikatan Cinta dan menghilang semata bak serangga hancur!”

Emilia yang awalnya unggul berangsur-angsur kehilangan momentumnya sampai mereka berdua akhirnya setara.

Seiring berjalannya waktu, kekuatan Sirius kian meningkat, benarkah kekuatan Emilia menurun? Apa pun masalahnya, begitulah situasinya sekarang. Emilia menatap aneh Sirius.

“Ada yang salah. Yang kau tuturkan benar, tapi … rasanya salah juga. Kenapa?”

“Karena kau menentang kebenaran! Karena kaulah blasteran elf tercemar yang tidak bisa memahami cinta selamanya, tak akan kau pahami sampai mati! Eksistensi blasteran penyihir sendirinya sudah jahat! Sejak kelahiranmu, bahkan bertemu ayah dan ibumu saja salah! Penyatuan sampah dan serangga melahirkan kombinasi tercela yang keduanya harus diakhiri keberadaanya di sini!”

“… ah!”

Di akhir omelan tak tertahankan itu, mata Emilia berubah.

Mata lembut dan baiknya, Emilia tidak sanggup menghadapi kata-kata kasar itu, yang bukan hanya merendahkan dirinya, namun hubungan orang tuanya pula.

Mengigit bibir, Emilia yang terbaring di tanah rata berbatu, kini melompat bangkit. Sorot mata marahnya tertuju ke Sirius, kilau keperakan berkumpul di tangannya.

“….”

Pedangnya menebas mantel Sirius, membelahnya sampai terbuka lebar.

Emilia yang marah takkan berhenti selagi melancarkan tebasan lain, pedang esnya mencapai tubuh kurus di depannya—

“—eh?”

“Mmpppmhh!”

—Subaru melihat gadis dirantai itu dan membeku.

Gadis rambut pirang ikal, terikat sama seperti Lusbel, darah mengalir dari mulutnya, terisak-isak. Tubuh kecilnya terpenjara erat pada Sirius.

Tina—nama seseorang yang terbesit di benak Subaru.

“—kemarahan dalam dirimu menakutkan.”

Subaru yang mendapati Tina, dan Emilia yang melihat tangisan si gadis, telah terlahap amarah. Dan di momen-momen itu, Sirius menampakkan senyum terganas kala gelombang panas meniup tubuh Emilia dengan momentum meresahkan.

Ledakan bersiul di udara ketika Emilia terketuk mundur. Dia terbang melintasi batu, berguling-guling sampai berhenti di pusat alun-alun.

“Gaah, uughh ….”

Emilia mengerang sewaktu dia menggeliat kesakitan. Sirius menatap Emilia yang mengangkat lengan terbakarnya. Kemudian Sirius bertepuk tangan.

“Seekor serangga mestinya diberikan gairah manis seperti itu. Terlampau menjijikkan.”

“….”

“Yah, terima kasih. Maaf.”

Pergelangan tangan dikeataskan kepala, api galak Sirius sekali lagi meraung.

Bahkan baja pun meleleh disentuh api itu. Jika menyentuhnya secara langsung, bahkan bayangan Emilia pun akan terbakar habis. Gadis itu akan benar-benar terbakar dari dunia.

Bila Subaru tak beraksi sekarang, dia takkan bisa menyelamatkannya. Gagal menyelamatkan Emilia tak termaafkan. Subaru jelas sekali memahaminya, namun ….

“Bergeraklah, kaki!”

“Mmmph!”

Kaki Subaru goyah oleh sesuatu yang mirip-mirip ketakutan, membuatnya tak bisa berjalan.

Kelambanan Subaru dimulai seketika menatap gadis ketakutan yang terperangkap bersama Sirius. Beatrice di belakangnya juga tidak sanggup bergerak.

Barangkali perasaan roh-roh lain bisa dirasakan. Namun sekarang bukan waktunya merenungkan hal itu.

“Emilia ….”

Tenggorokannya bergetar tetapi dia tidak bisa menyebut nama seorang gadis yang sangat dia cintai. Emilia tentu tak mendengarnya.

Pikiran Emilia tatkala dirinya tergeletak di lantai batu tak mampu bergerak, menyaksikan malapetaka yang ‘kan segera terjadi telah terungkap di depan matanya.

—mereka akan dihanguskan api tak kenal ampun, menyisakan seluruhnya kepada misteri.

Panas mengerikan membakar tanah berbatu, dan ketika gelombang panas mulai mendampak, dunia diwarnai emas cemerlang.

Dihadapkan adegan fantastis tersebut, lutut Subaru goyah, dan dia pingsan di tempat.

“Suba … ru ….”

Suara gagap Beatrice yang masih menempel di punggungnya memanggil Subaru.

Pria itu tak menjawab. Pandangannya terus terpaku di tanah bawahnya, kala menolak menghadapi kenyataan, ditelan rasa takut luar biasa.

Saat ini, seandainya dia melihat ke atas, Subaru akan kalah oleh ketakutan.

Tidak, hati yang telah lama dikalahkan ketakutan akan goyah dan hancur.

Misalkan dia mesti melihat Emilia berubah hingga jadi abu, sekiranya harus melihat Emilia menghilang dari dunia, maka—

“Su-Subaru. Subaru!”

Walau begitu, Beatrice terus mati-matian memanggil nama Subaru.

Kepala laki-laki itu diketuk berkali-kali, namun dia cuma bisa memeluk hatinya yang takut dan ngeri, menggeleng kepalanya perlahan.

Subaru tidak bisa beralih. Meskipun wanita gila itu berdiri persis di depannya, Subaru akan—

“—aku sampai.” kata orang asing.

Akan tetapi, waktu-waktu dirinya mendengar suara itu, Subaru mengeyahkan ketakutannya. Alih-alih takut oleh pemandangan di depannya, dia takut ditinggalkan sendirian dalam kegelapan.

Mengangkat kepala, melihat arah suara—tempat Emilia terbakar.

Di sanalah, seorang pria berdiri.

Asap mengepul dari bebatuan hangus yang masih berderak-derak gara-gara panas. Di tengah-tengah kekalutan itu, seorang pria berpose santai. Di tangannya—

“Emi … lia?”

Di tangan si pria, beristrirahatlah seorang gadis yang semestinya dihilangkan nyala api. Kendati Emilia pingsan lantaran kelelahan, fisiknya tidak terluka.

Emilia hilang kesadaran sebab luka-lukanya, keletihan, dan ketakutan, namun dia beristrirahat tenang, aman, dan nyaman.

“Kau ….”

Karakter yang mendadak muncul dan menyelamatkan hidup Emilia.

Hatinya yang ngeri menyangkal perayaan keselamatan Emilia, Subaru tanpa sadar menyuarakan pemikiran bimbangnya dengan suara yang sama bimbangnya.

Pria yang mendengarnya berbalik. Lalu, dia bicara:

“Aku datang menemuinya, baguslah aku sampai.”

“Menemui? Maksudnya apa ….”

“Bukannya persoalan diriku menemui seorang wanita yang niatnya kujadikan pengantinku?”

Mendengar tukas si pria seketika itu, Subaru terbungkam.

Mendengar nafas kaku Subaru, pria tersebut, seorang pemuda berambut putih cekikikan.

“Akulah Uskup Agung Dosa Besar Keserakahan dari Kultus Penyihir—Regulus Corneas.”

Maksudnya bukan untuk menyombongkan diri, tetapi mengutarakan fakta.

“Seperti yang dijanjikan—aku di sini untuk membawanya sebagai istri ke-79-ku.”

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
11 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Kodai

badai , tambah lagi Uskup nya makin jalan buntu aja

makasih min semangat terus

Fazana

Kemarahan aja belum selesai sekarang malah ditambah keserakahan, mantap emang, setelah satu tahun Subaru gak pernah ngerasain mati, sekali ngerasain malah langsung lawan 2 uskup

Naldo

Thanks min udah update

Vica

Masi menunggu mz reinhart:3 tencuu apdetnya minn♥

Botolgas_Romane_Kontol

Cok miminya bucin..kwokwowkk
btw aku juga cwe…(✿❛◡❛)

(cwe berbatang besar)

フル君

Corneas asu, Emilia-tan nya mau di rebut 🙁
Semoga Emilia gk disandera -_-

Eh.. Mimin baper XD

LordN

Kami dari fraksi emillia mengucapkan
“Kontol”

Jelall

Walah cukk, cobaan yang dia lalui makin lama makin parah njir, pengarangnya beneran suka siksa subaru keknya

anjir

Don’t mind, Subaru. Don’t Give Up