Share this post on:

Teater Kedengkian

Penerjemah: Nito

Kata-kata itu diucapkan dengan penuh gaya.

Mendengar deklarasi pembuka sosok serba perban itu, kerumunan orang hanya menatap dan diam tertegun.

Seseorang yang berdiri tinggi di atas mereka berpenampilan aneh dan mencolok. Suaranya menusuk telinga namun sangat memikat.

Akan tetapi, karakteristik-karakteristik itu adalah nomor dua dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Alasan mengapa tak seorang pun berani mengalihkan pandangannya dari sosok tersebut, kelewat sederhana. Menganggap alasannya karena naluri biologis tidak berlebihan.

—tak sebodoh itu hingga gamblangnya berpaling dari musuh yang mengancam.

“Hah, apa?”

 “Barusan orang itu ngomong apa?”

“Ini lelucon, kan? Kultus Penyihir, ada apa ….”

Kerumunan yang sejenak tak memproses informasi lambat laun mulai paham.

Tapinya, tidak ada yang bertindak. Semua orang hanya bertanya-tanya ke orang terdekatnya, seolah-olah meragukan yang dia dengar.

“Barusan, bajingan itu bilang apa? Kau dengar!?”

Larkins yang bergegas kembali menghampiri Subaru, bereaksi demikian.

Walaupun membelah kerumunan dan mendekati Subaru sambil mengawasi menara jam, Subaru berdiri agak jauh dari kerumunan, tak membiarkan tatapannya goyah sedetik pun.

Pasti terjadi malapetaka begitu Subaru memalingkan muka.

Identitas sosoknya sudah jelas, fakta tak teragukan.

—artinya, orang itu satu spesies dengan Betelgeuse.

“Dan lagi, mengaku-ngaku Romanee-Conti ….?”

Seseorang terselimuti perban menyatakan namanya: Sirius Romanee-Conti.

Konyolnya, Romanee-Conti sebetulnya adalah nama keluarga Betelgeuse, meskipun mustahil jiwa jahat itu punya kerabat sedarah.

“Tidak mungkin semua pemuja mempunyai nama itu.”

Seluruh keluarga bernama Romanee-Conti akan melebihi mimpi buruk.

Agama jahat yang menyebarkan ajaran para penyihir, semuanya di bawah nama Romanee-Conti? Pemikiran itu saja sudah menyimpang dan buruk.

Di saat yang sama, gelombang amarah tak terbatas muncul dalam diri Subaru.

Biarpun bukan Kerakusan yang dia kejar, bila orang ini bisa memberikan petunjuk, maka ….

“—akan kucoba untuk menangkapnya dan memaksanya menjelaskan semuanya.”

Sekalipun sukar, bisa jadi sebuah jalan menuju Kerakusan.

Tekadnya bulat, Subaru menenangkan hati menggebu-gebunya, fokus mencari koneksi dengan Beatrice. Gadis itu akan langsung muncul tatkala dipanggil.

Efek kontrak antara kontraktor dan rohnya.

Jauh dalam diri, Subaru meraih koneksi mereka, mulai menggapainya, namun ….

“—baiklah! Cukup sudah!”

“…!?”

Tepat ketika hendak memanggil Beatrice, suara melengking serak terdengar dari atas.

Suara itu kesannya seolah sanggup menembus seluruh kota. Orang penuh perban itu bertepuk tangan, Subaru membuka mata dan melihatnya mengawasi banyak orang di atasnya.

“Semua orang perlu 22 detik agar terbungkam. Akan tetapi, terima kasih atas perhatiannya. Aku sangat senang. Sebagai tambahan ….”

Terlepas dari ironiah kata-kata itu, orang terlingkupi perban, Sirius, tetap menyilangkan tangan selagi segenap tubuhnya gemetaran. Kendati dia kelihatan sangat bahagia, gesekan antara rantai yang tergantung dari lengannya serta dinding menara jam membuat suara tak elok.

“Kau dan kau di sana, dan dua kawan di sana, kau juga. Maaf, tapi tolong jangan marah. Aku sangat menyesal telah merenggut waktu berharga semua orang. Maaf, dan terima kasih.”

“Apa ….”

Sirius memutar tubuhnya, seakan-akan sungguhan komplain.

Subaru sudah siap berteriak, ‘Kau bercanda,’ sayangnya sebelum ucapan itu meninggalkan mulutnya, Subaru tersadar dia masuk dalam empat orang yang ditunjuk jari Sirius saat ia bilang, ‘Jangan marah.’

Melihat sekeliling, mendapati orang-orang yang ditunjuk Sirius, kesemuanya nampak punya sejumlah keterampilan. Manusia hewan beserta pedang di pinggangnya, seorang wanita berpenutup mata, juga Larkins, masing-masing wajahnya merah.

Mereka yang namanya disebut adalah orang-orang yang siap siaga melancarkan sesuatu kepada Sirius ini. Suatu peringatan bahwa rencana mereka sudah ketahuan sepenuhnya.

“….”

Subaru merasa dahinya merinding, dia berhenti memanggil Beatrice.

Subaru telah lama mengerti betapa mengerikannya serangan Kultus Penyihir, paham bertahan hidup adalah segalanya. Di alun-alun sekitar Subaru, tak kurang tiga puluh orang telah berkumpul.

Seandainya entah bagaimana dia tak bisa mencari keunggulan, lantas situasi ini sama mematikannya.

Subaru berkedip pada empat orang lain yang dipanggil Sirius, membentuk kontak mata.

Manusia hewan dan wanita berpenutup mata melihat kedipannya, seperti halnya sorot mata tajam para penduduk kota. Cuma raut wajah Larkins yang samar-samar bingung seketika memalingkan muka dari Subaru.

Larkins memegang kartu terkuat, kemampuan memanggil Reinhard.

Kemarin, Reinhard bilang pada Larkins untuk memberi sinyal kalau-kalau terjadi sesuatu. Jadi ada semacam tanda pasti di antara mereka, seketika Larkins menggunakannya, Reinhard akan datang. Selama reinhard ada, maka entah itu Kultus Penyihir atau Sirius atau siapa pun itu, musuh mana pun akan ditumpas.

Akan tetapi, tentu ada korban kala Larkins memberi sinyal. Barangkali dia ragu-ragu karena itu.

Jika tak memikirkan pengorbanan, lantas demikianlah cara terbaik untuk menangani Sirius.

Tetapi apakah mereka harus cepat-cepat memberi sinyal? Benarkah pengorbanan itu sepadan?

“Ok, terima kasih. Tampaknya kita semua sudah sedikit teanng. Aku memahami kegelisahan kalian. Mendengar nama Kultus Penyihir tak mengungkit kesan bagus, kan? Jadi, aku tak ingin melakukan hal-hal kelewat spesial. Alasan diriku menghabiskan waktu berharga semua orang hari ini sebabnya ingin mengkonfirmasi suatu urusan.”

“Mengkonfirmasi … urusan?”

“Maaf, mohon jangan banyak bicara. Kepalaku tidak bagus-bagus amat, jadi bila semua orang berbicara di satu waktu, maka akan menyusahkanku. Jadinya aku sedih. Itu tidak bagus, benar? Sekiranya ada yang mengganggu salah satu dari kalian, tolong katakan. Aku mencuri waktu semuanya, dan aku merasa bersalah, jadi entah apa pun pertanyaannya, akan kujawab. Setuju?”

Sirius, dari awal hingga akhir pidato, cara bicaranya akrab nan rasional, tetapi tindak-tanduknya aneh, karena itulah rasa jijik orang-orang diarahkan ke sosok penuh perban yang cuma kelihatan gigi dan matanya.

Kira-kira, semua orang satu pikiran. Bahkan setelah dinasihati Sirius, kerumunan tetap diam dan mengamati orang-orang terdekat mereka. Dalam hal ini ….

“Dengan segala hormat, boleh aku bertanya?”

Karena tidak ada yang mengangkat tangan, Natsuki Subaru angkat bicara.

Subaru mengira dirinya berada di tengah pusaran kejutan, pandangan tetap lurus tertuju pada Sirius yang menatap Subaru.

“Ya, tolong bertanyalah. Terima kasih. Barusan kau orang yang merasa sedikit marah, jadi aku senang sekali kau bersedia berbicara. Kau ingin tahu apa?”

“Walaupun aku tidak tahu apa yang terjadi di sini, beberapa gadis menungguku. Empat orang lebih tepatnya. Alangkah baiknya kau membiarkan kami pergi sesegera mungkin.”

“Aduh! Itu amat mengerikan, maaf. Tapi aku tak menyangkanya. Apakah melayani empat gadis adalah mimpi seorang pria? Itu sungguh buruk. Bukannya tidak baik membuat salah satunya menangis? Kita harus mengakhiri ketidaksetiaan yang benar-benar tak boleh terjadi, itu harus sepenuhnya dilarang.”

“H-hei?”

Suara Sirius semakin energik di tengah-tengah pernyataannya, lalu melirih menjadi bisik-bisik. Akan tetapi, setelah mendengar suara bingung Subaru ….

“Tidak, tidak, aku cuma merasa sedikit emosional. Meski aku berusaha untuk tetap tenang, tanpa sadar aku selalu merasa bersemangat. Terima kasih sudah meresahkanku. Yah … kau bertanya kapan aku melepaskan semua orang?”

“… ah, benar itu. Kami akan menghargainya.”

“Maaf mengganggumu, aku teramat-amat menyesal. Tapi tidak apa. Kendati aku anggota Kultus Penyihir, aku sejujurnya tidak suka menyusahkan orang lain. Rekan-rekanku senantiasa mencari-cari masalah, aku merasa tidak enak karenanya.”

Tanpa diduga, dialognya berjalan cukup mudah.

Sifat lunak, gelagat rendah diri, perbincangan mereka—memperhitungkan semuanya, mungkinkah Sirius seorang wanita?

Perbannya menutupi wajah, tubuhnya tertutupi mantel, sulit membedakannya. Suaranya pun tinggi, tapi terdengar feminis dan patah-patah, sehingga sukar memasukkannya dalam kriteria penilaian.

Tapi mungkin dia seorang wanita, Subaru berpikir berbeda.

Faktanya, menilai tingkah dan sikap Sirius, tidak ada tanda-tanda bahaya tertentu.

Kemunculan abnormal dan caranya memperkenalkan diri membuat beberapa orang waspada, tapi seandainya faktor-faktor tersebut dibuang, maka dia lebih gampang diajak bicara ketimbang Priscilla.

Dalam kerumunan sekelilingnya, ketegangan menghantui berangsur-angsur mereda, sewaktu orang-orang menyaksikan penasaran, seakan-akan menunggu inti ucapan Sirius.

Subaru sukses, kendati dia masih merasa sedikit gugup.

“Terima kasih. Dan maaf. Kelihatannya aku menakuti semua orang. Tetapi aku terlampau senang kalian semua berkenan mendengarku seperti ini.”

“Bukan berarti kami memaafkanmu. Mari bicarakan langsung urusannya.”

“Benar itu, terima kasih sudah mengingatkanku. Mari bahas urusannya. Aku datang di depan umum untuk menegaskan sesuatu.”

Sirius mengguncang tubuhnya sembari menggosok kedua rantainya, menciptakan suara berderak-derak.

Alih-alih terlihat aneh, tingkahnya nampak menghibur. Dia terlihat jauh lebih mirip badut atau pemain sandiwara daripada orang berbahaya.

Wajah Subaru tersenyum, ketakutannya lenyap.

Dia merasa tidak perlu lagi memanggil Beatrice. Subaru hanya berharap bisa cepat mendengar keluh kesah Sirius dan pergi.

Dia merasa tidak perlu lagi memanggil Beatrice. Subaru hanya berharap bisa cepat mendengar jawaban Sirius dan pergi.

“Jadi kau ingin menegaskan apa?”

“Yea, yea, cepat beri tahu kami!”

“Ya, aku hampir terlambat kerja!”

Tatkala Subaru mendesaknya, teriakan demi teriakan banyak tersembur keluar.

Seorang pria menunjuk menara yang didiami Sirius dan tertawa terbahak-bahak.

Sesaat pusaran tawa menyebar, Subaru merasa lebih santai. Sirius tampaknya dikalahkan suasana dan tangannya menepuk dada.

“Maaf, sangat minta maaf. Maaf banget. Aku tahu semua orang sibuk. Akan segera kuselesaikan kata-kataku, jadi tolong tetap bersamaku sebentar.”

“Beri tahu saja!”

“Oke! Yah, akan aku katakan. Urusan yang ingin aku kukuhkan sangat sederhana. Terus terang saja, Cinta adalah hal yang ingin aku tegaskan. Waw, itu memalukan.”

Sekalipun perban semestinya menutupi wajahnya yang merah merona, tangan Sirius menutupi mukanya, berusaha menutup-nutupi rasa malu. Ketika semua orang tertawa diam-diam, perawakan Sirius semakin janggal pula.

“Walau aku menduga akan ditertawakan, rasanya masih menggangguku. Terima kasih sudah mendengarkanku. Terima kasih, aku pun punya permintaan.”

“Permintaan?”

“Aku rasa, jika semua orang bisa bersamaku sebentar, aku dapat memastikan kalau itu Cinta. Maaf, aku mengatakan hal-hal tak tentu ini.”

Sirius dibingungkan tuturnya, menggosok tangan dan rantainya bersamaan kala membuat saran.

Dihadapkan pemandangan riang gembira, reaksi kerumunannya adalah: ‘Apa, gitu doang?’ Subaru turut menyilangkan tangan, mengangguk saat merasa kegembiraan mulai menyebar ke seluruh massa.

 Sirius mulai heboh dan bertepuk tangan.

“Benarkah? Terima kasih, terima kasih! Maaf. Dunia teramat-amat lembut. Penuh cinta dan kelembutan. Kapan pun aku memahaminya, aku tidak bisa tidak mengutarakan terima kasih. Orang-orang mulai memahami satu sama lain dan saling peduli. Mungkin aku keseringan bilang terima kasih, dan maaf, agar bisa mengkonfirmasinya.”

“Ya, ya, kami paham, Sirius! Jadi selanjutnya apa—?”

“Ah, maaf!”

Petualang wanita berpenutup mata menyoraki Sirius. Seolah mendengar suara teman sekelas yang sudah akrab selama satu dekade, Sirius menatapnya dan mulai tertawa bersamanya.

Kemudian, seolah-olah akhirnya mengingat tujuan, Sirius mundur ke menara jamnya dan mengulurkan tangan. Setelahnya ….

“Maaf membuat kalian semua menunggu. Nah, kemarilah.”

“….!”

Suaranya ramah selagi menarik seseorang dari jendela.

Sesosok kecil mengerang dan menggeliat-geliat dalam cengkeramannya—anak laki-laki yang seluruh tubuhnya diikat.

Umurnya sekitar sepuluh tahun, seluruh tubuhnya, mulai dari pergelangan kaki sampai bahu terlilit rantai. Dia juga disumbat rantai tersebut, sudut-sudut mulutnya meneteskan darah. Hanya leher dan tubuh bagian atasnya yang bebas, habis-habisan menggerakkan kepala, menangis seakan memohon sesuatu.

“Maaf membuat kalian sangat takut. Namun, sebagai seorang pria, menangis seperti ini tidak baik. Meski aku ingin merahasiakannya darimu, kau tampaknya ingin pipis di celana. Perasaan yang rumit, sedih ketika semua orang melihatnya.”

“Mmmmn! Mhhggg!”

“Ya—! Memalukan pula!” “Jika kau seorang pria maka jangan menangis!”

“Laki-laki hanya menangis tiga kali dalam hidup mereka, itu pun sejenak saja!”

Saat Sirius menghibur bocah yang menangis itu, orang-orang di bawahnya mengejek si bocah.

Semua orang pernah melalui waktu-waktu mereka menangisi hal-hal kecil, lantas ejekan mereka tak berbahaya, tapi kurangnya perhatian mereka yang geger.

“Baiklah, cukup sudah semuanya! Memang benar anak ini sedikit canggung, tapi sebetulnya dia sangat berani. Benar ‘kan, Lusbel-kun?”

“….!”

Remaja yang diikat rantai itu, tak mungkin ringan, tetapi Sirius mengangkatnya dengan satu tangan sembari menyalahkan orang-orang sambil membelai kepalanya.

Lusbel nama anak itu, mati-matian menggerakkan kepalanya seakan-akan mau menjauhkan jarak antara dirinya dan wajah Sirius.

Kejadiannya agak lucu, biarpun tahu anak itu akan direndahkan, kerumunan tanpa sadar masih tertawa.

“Luar biasa. Yah, harap perhatikan. Maafkan aku. Ini Lubel, anak berumur sembilan tahun yang tinggal di Pristella. Nama keluarganya adalah Kallard, jadi nama lengkapnya Lusbel Kallard.”

“Mmpphh! MMPPH!”

“Ayahnya adalah Muslan Kallard. Muslan-san bekerja untuk menjaga stabilitas kanal. Ina Kallard, ibu Lusbel-kun, sedang hamil. Perutnya baru saja mulai membesar, jadi Lusbel-kun menantikan adik laki-laki atau perempuannya. Keluarga Kallard tinggal di Jalan Ketiga. Mereka sering pergi ke taman kota bersama teman keluarga, Tiona. Lusbel-kun serta Tina-chan adalah kekasih masa kecil, mereka saling menyayangi. Impian Lusbel-kun adalah menjadikan Tina-chan berada di sisinya dan mendukungnya. Tina-chan adalah seorang gadis berambut ikal pirang pucat, dan seiring kedewasaannya, kecantikannya yang berkembang pun dinantikan. Tina-chan juga ingin mendukung impian Lusbel-kun. Mendengar lagu Delphin Dikhianati oleh Terbenamnya Matahari, Lusbel-kun mau berhasrat menjadi seorang petualang layaknya Delphin. Mimpi yang teramat terpuji bagi anak lelaki seusianya. Kendati barangkali ada orang-orang yang ‘kan menertawakan mimpinya, aku takkan melakukan itu. Siapa yang tega menertawakan semangat jantan itu? Aku yakin Tina-chan juga berpikir begitu, oleh sebab itu dia tulus mendukung Lusbel-kun. Baiklah, walaupun mimpi Lusbel-kun menjadi seorang petualang, dia pun sungguh-sungguh tak sabar untuk bertemu anak dalam rahim ibunya. Rencana awalnya adalah segera memulai petualangan, tetapi dia menundanya karena pertimbangan adik laki-laki atau perempuannya yang tak lama lagi lahir. Karena perbedaan usia antara mereka terlalu besar, anak itu pasti akan sangat disayangi. Lusbel-kun adalah anak baik yang memperhatikan orang lain, jadi aku pikir dia bakal menjadi kakak yang baik nian. Aku turut bahagia bila semua orang bisa mendukung perasaan Lusbel-kun. Ah, iya, kita tak boleh melupakan Tina-chan. Malahan, yang ingin aku bawa ke sini adalah Tina-chan alih-alih Lusbel-kun, lantaran pikirku anak perempuan lebih memahami Cinta yang ingin aku afirmasi daripada anak laki-laki. Sayangnya hatiku terkesan oleh permohonan putus asa Lusbel-kun. Maaf, aku bukan orang yang berkehendak kuat. Jadi pikiranku berubah … ah, meskipun temperamental adalah sifat normalku. Kala membicarakan cinta, aku mengutarakannya sepenuh hati. Oh, menyebalkan banget, aku jadi malu. Betulan, urusanku tidak jadi soal. Mestinya kita fokus pada Lusbel-kun dan Tina-chan. Karena mereka sudah terlampau mencintai satu sama lain, aku tak tahu bagaimana mereka akan saling menyayangi ke depannya, memisahkan mereka akan menjadi sangat-sangat menyedihkan. Akhirnya kuputuskan akan menghormati perasaan Lusbel-kun dan membantunya. Biar Lusbel-kun sedikit takut dan menangis sebentar, dia anak yang keberaniannya bukan main. Terima kasih, dan maaf. Selesai berbicara dengan cara yang sekiranya cocok bagi semua orang.”

“MMmpph! Mmfff! Mmgghh!”

Mendengarkan kehidupan Lusbel, semua orang mengerti dan setuju.

Nyatanya sekalipun bercampur rasa malu, keberanian Lusbel memang patut dipuji. Mengingatnya, Subaru ingin memukul dirinya sendiri lantaran berpikir konyol dan merendahkan sebelumnya.

Jadinya ….

“Lusbel, jangan menangis! Kau yang terbaik!”

Subaru berteriak keras, memuji keberanian air mata si bocah.

Tahu keberanian sejati yang terkubur dalam air matanya, bagaimana bisa Subaru menertawakannya? Larkins yang berdiri di sebelah Subaru ikut menyemangati.

“Iya, jangan nangis lagi! Kau pria, kan!? Kalau iya, tunjukkan ketampananmu, nak!”

“Yaaa, dengar baik-baik, Lusbel! Kau adalah kebanggaan Pristella!” “Lusbel—! Mengesankan—! Kau pria hebat!”

Para penonton bersorak, semua orang yang hadir mulai bertepuk tangan.

Bukan cuma adegan pujian atas dedikasi sekaligus keberanian seorang pemuda, tetapi pemandangan indah yang menunjukkan kebaikan sifat manusia.

Entah bagaimana suasana hati atau keputusasaan seseorang, yang penting ialah keinginan mereka untuk melindungi yang berharga, cahaya itulah yang menarik orang kepada mereka. Atas wahyunya, mereka hanya dapat berdoa.

“Ah … terima kasih, terima kasih, terima kasih! Ah, itu mengagumkan! Aku percaya kita semua bisa saling memahami. Aku tahu semua orang akan memuji keberanian Lusbel-kun. Karena, dia mendemonstrasikan kehendak Cinta! Jika kau mengenalnya, kau akan mencintainya. Karena saling pengertian ini, semua orang punya pengertian mendalan perihal Cinta satu sama lain!”

“Sirius—! Terima kasih, terima kasih banyak!” “Lusbel-kun—!”

Mata Sirius melebar sewaktu air mata mulai mengalir bebas. Melihat perban di sekujur mata ternoda air, Subaru merasakan sesuatu yang panas menggenang di matanya sendiri.

Bahunya terdorong lembut. Larkins yang berdiri di samping Subaru menangis. Namun demikian, air matanya, biarpun dia tersenyum, tak luput dari perhatian Subaru.

Melihat sekeliling, sekelompok orang di sekitarnya pun tampak berbagi emosi serupa. Subaru rasa dia menonton Piala Dunia. Tatkala dunia berdiri Bersama, orang-orang senantiasa ingin menyebarkan kebahagiaan bersama mereka yang tak dia kenal.

Kini, kedamaian dan pengertian itu sedikit demi sedikit menyebar. Tentu ada ikatan kuat.

“Ketidakmampuan untuk memahami satu sama lain menciptakan suatu pembatas di antara kita. Pikiran kita yang tak mampu berempati mengarah ke pertentangan. Kekurangan kita tuk membuat suatu konklusi menjadikan kita menyerah meraih satu sama lain. Itu sungguh memilukan. Sejatinya sebuah tragedi. Tapi sekarang, apa kalian sedih? Merasa patah hati?”

“Seratus persen tidak! Kesedihan atau semacamnya, kami tak merasa demikian!”

“Terima kasih! Jadi, kalian merasa senang? Apa semua orang merasa senang?”

“Tentu saja! Sudah lama kami tak sebahagia ini! Terima kasih, Sirius! Kau bekerja keras, Lusbel!”

Cipratan dan pusaran tepuk tangan, melahirkan lingkaran rasa terima kasih kepada Lusbel yang mulia. Sekarang, fokus semua orang tertuju pada satu titik, berterima kasih kepada dua orang yang berdiri di menara jam.

Lusbel memutar tubuhnya dan menangis, akhirnya membuka mulut, mengabaikan rantai itu dan gigi-gigi patahnya menjerit ….

“Gu, aggh! Bangunlah, selamatkan—! Tolong …, aku! Tol … akh!”

“Aku ingin memuji keberanianmu, cintamu, Lusbel-kun! Tolong lihatlah ke bawah. Semua orang, banyak orang menguatkan perasaanmu! Ah, terima kasih! Maaf, Lusbel-kun. Kendatipun kau adalah pilihan terakhir, aku cuma ingin mendefinitkan kejadian ini. Aaaahh, aaahh, dunia sangat lembut!”

Surius memeluk Lusbel erat-erat.

Di depan kecantikan ini, tepuk tangan meriah dimulai. Tangan Subaru bergerak ke mulut dan bersiul. Penerima tepuk tangan hangatnya, Lusbel, merasa terkejut.

Dialah pria yang paling berjuang keras. Meski tak punya kekuatan untuk menangis, tak seorang pun menertawakannya.

“Tentu saja, ada itu. Kita memiliki Cinta. Itu ada, di sini. Hati semua orang menyatu, dalam kejadian-kejadian menggembirakan juga. Kita tak perlu tragedi. Lelah terhadap dunia yang membuat kita menangis. Tak seorang pun menginginkan dunia itu. Misalkan empat hati terkoneksi, maka mereka wajib berbagi suka cita dan kebahagiaan. Baik tragedi! Atau Kemarahan! Kita tak membutuhkannya!”

“Benar itu! Tragedi atau semacamnya, kita tak memerlukannya!”

“Ah, Kemarahan terlarang yang begitu menggetarkan hati! Amarah, gairah itu! Bila mana dosa berapi-api itu telah berakar dalam hati kita, dan tak bisa dicabut, maka harus diisi riang gembira! Momen-momen ini, hati semua orang terhubung menjadi satu!”

Sirius menangis keras, sekali lagi mengangkat Lusbel ke udara.

Sayang sekali gerakannya tak berhenti sampai detik itu. Sirius yang bermandikan kekaguman semua orang, melemar Lusbel ke udara.

“Mohon berikan! Tepuk tangan meriah!” “….”

Sirius mengatur panggung terbaik untuk Lusbel yang tengah mengudara.

Menyaksikan bocah itu terbang tinggi di langit, seolah-olah terbang menuju matahari, Subaru memimpin kerumunan ke tepuk tangan meriah.

Gemuruh tepuk tangan, berkat surgawi bagi Lusbel yang meluncur di langit.

Tubuh kecilnya berputar-putar, tatkala menggapai puncak lintasannya, dia mulai jatuh ke bawah. Lusbel jatuh langsung menyongsong tanah.

Massa yang panik mengosongkan tempat kejatuhannya. Itulah penyambutan seorang pahlawan.

Tepuk tangan tanpa henti, pujian demi pujian kepada bocah yang jatuh itu.

“MMMMMMMMM!”

Mengangkat kepala dan melihat tanah mendekatinya, Lusbel mengerang.

Tak henti-henti menggeliat tubuh kecil yang seharusnya kelelahan, melakukan segala cara agar terhindar dari tanah kokoh, tanpa lelah berjuang di waktu-waktu terakhirnya.

Semua orang menangis kala melihat kegigihan tak tergoyahkan umat manusia. Kemudian ….

“Ah, dunia sangat lembut!”

Sebelum tabrakan sengit, Sirius menjerit.

Tepuk tangan kerumunan yang mendengar suara jeritan Sirius, menjadi kian keras—

“….”

Laksana kulit telur yang terjatuh menabrak tanah, suara pecah bergema, penglihatan semua orang berwarna merah.

Seluruh tubuh hancur oleh tanah keras, tubuh Lusbel yang pernah berisi nafas kehidupan, menjadi percikan daging di alun-alun.

—tepat sesudah melihat kejadiannya….

Krak.

Suara bak kulit telur pecah bergema bagaikan tepuk tangan. Alun-alun menjadi genangan merah.

Itulah akhirnya.

 


 

“Sesudah lagunya berakhir dan mereka ngobrol lagi, bukannya kita mesti menyiapkan makanan dan minuman untuk mereka? Termasuk manisan ringan yang tentunya menutup jarak antara mereka, menurutmu begitu?”

Subaru berkedip di depan gadis berkulit gelap.

Tingkahnya malu-malu, genit saat menjulurkan lidah dan menggaruk pipi.

Ibarat kesurupan, menoleh dan mendapati seorang gadis rambut perak tersenyum sekaligus mengawasinya dari dekat, serta wanita rambut merah yang lagaknya kurang ajar. Selanjutnya seorang gadis mungil yang memegang tangannya—

“… ah, ah, ada apa? Diabaikan? Apa kau mengabaikanku!? T-tolong hentikan, matamu jangan menatap pahit seperti itu. Ah, ah, hentikan, hentikan … j-jangan menghembus nafas seusai mendengarkan laguku … jangan kecewa begitu, maafkan aku … ah.”

Dihadapkan keheningannya, gadis di depannya, Liliana, bergidik seolah mengingat sesuatu yang tak ingin dia ingat-ingat.

Melihat situasinya, Subaru blak-blakan berkata.

“… aku merasa mual.”

“Hah!? Apa benar? Melihat wajah gadis seintens ini, sedekat ini, dan kata pertama yang kau ucapkan adalah merasa mual! Aku, Liliana, bahkan lebih malu pada Natsuki-sama melebihi ibumu!”

Liliana pura-pura menangis, memalingkan wajah, masih mengawasi reaksi Subaru, tetapi Subaru bahkan tak menyadari tingkah menyebalkannya. Dia syok selagi berdiri, dan terjatuh ke tanah.

“Subaru? Ada apa?”

“Ada apa, ya. Subaru? Subaru?”

Beatrice yang memegang tangannya, dan Emilia yang berdiri di dekatnya, menatap khawatir Subaru. Subaru menjadi sangat pucat sampai-sampai keduanya menahan nafas.

“—aku merasa mual.”

Sudah setahun semenjak dirinya mengalami Return by Death, insiden menggeparkan yang baru saja didahului Kematiannya di ambang muntah-muntah ketika memegangi lutut gemetarannya.

Maka, lingkaran Kematian sekali lagi dimulai.

Kali ini, perhelatan pusaran mimpi buruk berada di kota Pristella.

—sekali lagi, terjadi.

 

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
8 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Kodai

awal nya di buka dengan kematian, mantul

semangat terus min

Fazana

Akhir nya mulai sengsara lagi dia

Botolgas_Romane_Kontol

Bojoku sirius romane kontil

Stevem

Ini yg gw tunggu tunggu.

Xxrckk

Itu kerumunan masa, pas tuh bocah dilempar ke langit dan mulai jatuh, bukannya ditangkap malah pada minggir ngosongin jalan njirr

Fahes

Itu gara gara otoritas nya sirius kalo gak salah

anjir

Don’t mind, Subaru. Let’s Try Again

Chise

Alamak… ngerinya~