Share this post on:

Tidur Palsu

CH 91.png

Penerjemah: AshSoulsEmbers

Mendengarkan harapan Emilia yang matanya tengah berlinang air, Subaru merasa seluruh tubuhnya seolah ditusuk rasa penyesalan. Bersalah karena sudah mengingatkannya akan ingatan menyakitkan sampai-sampai bocah itu membuatnya menangis dan menyiksa hatinya hingga akhir.

Dari kata-kata bimbang Emilia, Subaru merasakan cinta dan syukur di dalamnya yang ditujukan pada para penduduk Hutan Elior. Namun, semuanya berubah kala hari salju pertama jatuh, tatkala ingatan indahnya tergantikan oleh suara-suara cercaan mereka, penuh kebencian lagi kedengkian.

Subaru tidak mungkin tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka, sebab terperangkap dalam es. Tapi bagaimanapun, hari-hari Emilia yang nyaman nan menyenangkan telah disegel bersama keberadaan mereka di dalam es tebal yang mustahil untuk dilelehkan.

“…. Tapi mengapa mereka mengatakan itu padamu? Menurut tukasmu … masuk akal jika orang yang membeku di dalam es itu adalah … kau. Tapi, apa kau sungguh sekuat itu sampai dapat membekukan seluruh hutan ketika masih kecil?”

“――Aku tidak tahu. Dahulu, aku lebih sedikit mengetahui dunia luar dari pada masa kini. Aku tak tahu kebisaan dan ketidakbisaanku, aku senantiasa memaksakan kebaikan semua orang. Tapi … tanpa Puck, aku ragu punya kekuatan untuk membekukan seluruh hutan sendirian, bahkan sekarang.”

“Tetapi kalau kau punya Puck … kau bisa melakukannya?”

“――――”

Mendengar pertanyaan Subaru, Emilia mengangguk dalam diam.

Penegasannya setengah hati barangkali karena dia takut Subaru mengira dia sebagai biang keladi pembekuan hutan. Namun Subaru sama sekali tidak berpikir begitu.

Bukan karena Subaru curiga, tetapi karena masalah sederhana.

“Kau tidak perlu khawatir begitu, aku takkan salah paham. Kau bertemu dengan Puck jauh setelah Hutan dibekukan … hampir seratus tahun lamanya, kan? Pembekuan dan pertemuanmu dengan Puck benar-benar salah urutan.”

“M-mn … iya sih, tapi ….”

Merasakan ketidaknyamanannya, Subaru menyimpulkan. Menerimanya, Emilia mengangguk, walau ekspresinya kelewat tegang untuk disebut lega.

Berusaha memahami reaksinya, Subaru berupaya menjaga ekspresinya agar tetap tenang di depannya sambil melipat tangan.

――Firasat samar-samar Subaru berkata bahwa ada sesuatu yang janggal ketika mendengarkan cerita Emilia. Tetapi saat ini, momen-momen ini, indera perasa keganjilannya lebih tajam.

Wajar sih. Natsuki Subaru belum pernah menanyakan masa lalu atau isi hatinya sebelum saat ini, tetapi sudah puas cuma dengan memanjakannya dan mencintainya entah apa pun karakternya sebagaimana seorang anak kecil.

Lantas, ini adalah Ujian Subaru―― yang harus dia mulai.

Karena Subaru telah kehilangan kualifikasi untuk menantang Ujian Makam, akan menjadi Ujian yang akan menentukan apakah ia berhak untuk berdiri di hadapan Emilia, dan mendukungnya.

“Kini aku mengerti kejadian macam apa yang kau lihat di Ujian. Jadi …. Seumpama kita balikkan, menurutmu kau mesti apa untuk melampauinya?”

“Itu … anu, itu ….”

Sorot mata Emilia jelalatan. Bukan karena dia ragu-ragu untuk menjawab, tetapi bingung untuk meramu kata-kata jawabannya.

Emilia tidak punya angan-angan jelas mengenai caranya menembus Ujian. Pada upaya pertamanya, dia mendadak dihadapkan pada dilema jangka panjang, dan sekarang disuruh memberi jawaban sempurna.

Memang, dari awal, Ujian pertama hanya mengharuskan sang penantang untuk memberikan jawaban ke masa lalu yang telah mereka hindari―― lakukan ini, dan mereka akan melewati Ujian, begitulah yang diimbuhkan Echidna padanya.

Terima, atau tolak, dua-duanya cukup sebagai jawaban.

Emilia sudah menerima kenangan sedih ketika eksistensinya ditolak oleh semua orang yang baik padanya. Jadi, apakah berarti dia harus mengatasi itu untuk lulus Ujian?

Untuk melupakan sesuatu yang kau tinggalkan di masa lalu―― bagaimana bisa seseorang melakukan itu?

Subaru tidak punya jawaban jelas untuk persoalan itu. Tapi, setelah menembus Ujian Pertama dan menghadapi Ujian Kedua, ada beberapa hal yang diketahui Subaru. Hanya lewat perbincangan dengan seorang pribadi bernama Echidna, Subaru mengetahui hal ini ….

――Kemungkinan, Ujian takkan menyuguhkan sang penantang cobaan diluar kesanggupannya.

Surah 2:286

Itu sudah pasti, mengingat itulah tujuan dari sang pencipta, Echidna.

Hasrat Echidna adalah Hasil yang mampu memuaskan keingintahuannya, harta karun yang bersinar paling terang setelah lulus Ujian. Paling tidak, itulah yang dipikirkan sang Penyihir.

Dalam hal ini, hasilnya adalah apakah sang penantang menerima atau menolak masa lalu mereka.

Dengan kata lain, Emilia semestinya sudah cukup mampu untuk menembus Ujian. Andai saja dia mengetahui kondisi saat itu dan memberikan jawabannya, tentu akan menjadi solusi. Jadi, kendala di sini bukanlah Ujian itu sendiri, tapi――

“Bila kau terus menantang tanpa memiliki jawaban … hasilnya akan selalu serupa.”

“――Nah, menurutmu bagaimana, Subaru?”

“………”

“Sesudah mendengar ceritaku … tentang Ujian dan masa laluku … menurutmu bagaimana? Apa kau tahu bagaimana mengalahkannya? Masih bertanya-tanya sepatutnya melakukan apa ….”

Tadi malam setelah menghadapi Ujian pertama, Emilia pastinya menghabiskan sepanjang malam penasaran perkara jawaban atas pertanyaan tersebut alih-alih tidur.

Pastinya begini, terperangkap dalam pusaran pikiran hingga lupa waktu, sampai akhirnya pingsan.

“Emilia … tadi kau bilang ingin melelehkan es dan berterima kasih pada semua orang ….”

“Mm.”

“Kenapa kau berpikir seperti itu?” Tanya Subaru.

Emilia diperlakukan dengan kejam oleh orang-orang terdekatnya. Jadi soal alasan apa menyelamatkan orang-orang yang terjebak dalam es itu?

“Ingatan terakhirmu tentang mereka adalah bagaimana mereka mengutuk dan mengusirmu, benar? Setelah semua hal kejam nan bengis itu, yang mereka semburkan kepadamu … mengapa masih ingin membantu mereka?”

“――Subaru … seandainya aku mengatakan banyak hal buruk kepadamu sekarang, apa kau tidak lagi ingin membantuku?”

“――――”

Subaru terbungkam.

Mata kecubung Emilia terarah pada Subaru, penuh kasih sayang, dan kelemahan gamam dalam pupilnya tiba-tiba menghilang saat menjawab.

“Ya, kenangan terakhirku dengan semua orang tentu menyakitkan … tapi hanya karena hal itu, tidak mampu menghapuskan semua kebersamaan kami. Kami juga berbagi banyak kenangan indah.”

“………”

“Aku tidak ingin melupakan itu, terlepas mengingat cara mereka menyakitiku … Aku ingin menyelamatkan semua orang agar kami semua dapat tertawa dan tersenyum bersama lagi …… Aku tahu diriku ini serakah, tapi itulah yang aku rasakan ….”

Mengatakan demikian, Emilia menyentuh bibirnya sembari mengintip reaksi Subaru.

Dia terlihat seakan-akan baru saja secara tidak sengaja menyuarakan kekurangannya dan takut dihina karena itu.

Paham mengapa dirinya gelisah, Subaru merenung sendiri ….

――Dia ini orang yang tidak bisa tenang tanpa mewujudkan harapan serakah itu, ya.

“――Subaru?”

“Tidak, aku semata-mata berpikir … bahwasanya dirimu benar.”

Kendati mereka hanya ingin menyakitinya, bukan berarti ikatan dan memori yang saling mereka bagi tidak memudar begitu saja.

Rem dan Ram pernah membunuh Subaru di masa lalu, namun tidak menghentikannya untuk berusaha sekuat mungkin untuk menyelamatkan mereka, dan perasaan itulah yang mendorongnya untuk terus maju selama perulangan pertama di Ibu Kota.

Yang Emilia rasakan adalah yang dirasakan Subaru sendiri―― itu saja.

“――――”

Namun ketika dia merasakan kelegaan ini, Subaru mendapati keanehan terbesar yang pernah ada.

Bagaimana pula dia mengabaikan perbedaan sejelas itu?

“――Subaru?”

Melihat Subaru memelototinya dengan wajah beku nan kaku, mata Emilia mencemas bercampur kebingungan. Sekalipun tahu Emilia merisaukannya, Subaru masih tidak bisa sadar. Sebab ….

――Dalam hati Emilia, dirinya sendiri sudah mencapai jawabannya sedari dulu.

“――――”

Jauh di dalam Hutan Besar Elior, suku Elf yang pernah tinggal bersamanya sedang tidur, membeku dalam es. Di masa lalu itu, pada hari-hari ketika hutan terkubur oleh salju, Emilia diterpa kejahatan semua orang yang dia percayai, meski begitu, Emilia masih bertekad untuk menyelamatkan mereka, berterima kasih pada mereka.

Itulah jawaban sempurna kepada masa lalu yang dia coba hindari.

Mana kala Subaru memutuskan untuk mengakui kebodohannya dan mengucapkan selamat tinggal kepada orang tuanya di masa lalu, dia memenuhi persyaratan untuk melewati Ujian Pertama, maka tekad Emilia sekarang ini mestinya dianggap sama layak.

Walau begitu, Ujian menolak untuk mengetahui bahwa Emilia telah memenuhi persyaratan.

Barangkali, karena Subaru telah membangunkan Emilia dan menyela Ujian. Tetapi bahkan dalam perulangan sebelumnya setelah malam pertama, sewaktu Subaru tidak berada di sana untuk membangunkannya, tak pernah sekali pun Emilia lolos Ujian.

Apakah jawaban Emilia tidak layak dengan apa-apa yang diberikan Ujian?

“Tapi, itu ….”

Apabila Echidna adalah satu-satunya mahluk yang menguasai Ujian, dapatkah kelayakan jawabannya bergantung pada suasana hati sang Penyihir kala itu? Kendati begitu, Echidna sendiri telah menyatakan bahwa tidak masalah jawaban apa yang hendak Subaru berikan, asalkan wanita itu mendapatkan jawaban.

Bukannya sang Penyihir Keserakahan menolak jawaban yang diberikan penantang. Anggapan hal itu benar-benar terjadi pada Subaru, entah karena apa, dia hanya menolak jawaban Emilia.

Memikirkannya saja sudah menyiksa hati Subaru. Karena menimbang-nimbang kemungkinan bahwa Hanya Emilia seorang yang takkan pernah dapat menembus Ujian.

“Memangnya bisa kuterima hal itu …. Kumohon, Echidna ….”


“Subaru, ada apa? Apa aku ngomong aneh lagi ….?”

“Tidak … bukan itu, Emilia. Kalau ada yang aneh, masalahnya si penguji. Nah, kau bilang ingin melelehkan es dan menyelamatkan semua orang, tapi … tidak bisakah kau melakukannya? Sebelum Roswaal mengajakmu keluar, kau dan Puck hidup di dalam hutan, bukan? Pastinya ada banyak waktu luang untuk mencobanya ….”

Meskipun dia tahu betul itu pertanyaan kejam, dia masih menanyainya.

Setelah mendengar masa lalu Emilia, Subaru paham membebaskan orang-orang itu dari es berarti menghujani Emilia dengan penghinaan lagi.

Emilia sendiri harus menderita karena hal ini berulang kali. Kukunya terbenam ke dalam kepalan tangannya sambil menurunkan tatapannya.

“Sudah kucoba dengan Puck berkali-kali, tapi … tidak bisa melelehkan es.”

“Kau bilang tidak bisa melelehkannya … maksudmu secara mental tidak bisa atau … secara fisik ….?”

Biarpun mental, Subaru tidak berniat menyalahkannya.

Tidak mudah untuk melakukan sesuatu yang kau tahu nantinya akan menyakitimu, sama bagi siapa pun.

Akan tetapi, terhadap pertanyaan Subaru, Emilia dengan lemas menjawab “Secara fisik tidak bisa … pikirku.”

“Es Hutan Elior itu spesial … tidak akan cair tidak peduli apa pun yang kami lakukan dari luar. Barangkali perapal mantra tersebut yang mampu membalikkannya, atau kita memerlukan sesuatu yang lebih kuat … karenanya aku menerima tawaran Roswaal ….”

“Tawaran ….?”

“Ah ….”

Melihat alis Subaru berkerut, Emilia menutup mulut seolah-olah dia baru saja mengatakan sesuatu yang semestinya tidak.

Namun, dihadapkan tatapan bisu Subaru, bahu Emilia langsung lemas.

“Roswaal, kami … membuat kesepakatan.”

“――――”
“Dia datang membawa sebuah lambang, memintaku untuk memegangnya … dan begitu dia melihat permata dalam lambang memerah, dia memberitahuku mengenai Seleksi Raja … dan dia bilang ….”

Barangkali, fakta dia menemukan Emilia di hutan dan bahwa lambang akan bersinar ketika dia memegangnya juga tertulis di dalam Kitab.

Subaru hampir dapat menghubungkannya―― dalam angan-angan, senyum aneh Roswaal ketika dia mengulurkan tangan ke arah Emilia dan mengucap ….

“――Apabila kau naik tahta, maka sudah pasti, harapanmu untuk melelehkan es hutan ini terpenuhi jua.”

“…. Dan kau mempercayainya?”

“Aku putus asa, kurasa. Dia tidak memberitahuku detail-detail untuk melelehkan esnya, tapi …. Aku menerima tawarannya, dan meninggalkan hutan bersama Roswaal. Puck … dia tidak keberatan, ikut-ikut saja denganku tanpa komentar apa pun.”

“Jadi karena itu dia memutuskan untuk berpartisipasi dalam Seleksi Raja … sebelumnya, saat kau bilang punya alasan egois … itukah maksudnya?”

Emilia pernah bilang begitu, tidak seperti kandidat lain, dia berpartisipasi dalam Seleksi Raja karena alasan yang sangat egois. Subaru sejauh ini tidak mengorek detailnya lebih jauh, karena semuanya sudah dalam satu tenunan.

“… Pasti kau menganggap aku parah, kan?”

Selagi Subaru menyatukan semuanya dalam benaknya, Emilai bergumam pelan.

Ketika dia mendongak, mendapati Emilia yang mengawasinya dengan takut-takut serta bibirnya yang gemetaran.

“Sisanya … semua orang punya tekad hebat sebagai pendorong mereka untuk berpartisipasi dalam Seleksi Raja, tapi aku semata-mata hanyalah masalah yang betul-betulllll pribadi.”

“Tapi kupikir ingin membantu semua orang di desa itu juga luar biasa. Jumlah orang yang kau tolong tidak berkurang dan itu yang membuat motifmu kerennn … dan kau tidak bohong soal apa yang kau katakan di Aula Seleksi Raja, kan?”

“Aku bilang apa di Aula Seleksi Raja ….”

“Bahwa kau ingin melihat semua orang diperlakukan setara … Menurutku kata-kata itu bukanlah kebohongan.”

Pada awalnya, mungkin Emilia cuma mencari beberapa resolusi terhadap keadaan yang jauh di luar kemampuannya. Tapi, seketika Emilia mempelajari dunia luar dan lamanya seratus tahun, tentu saja, Emilia punya kesempatan untuk berpikir.

Subaru tidak merasa kata-kata yang Emilia nyatakan di Aula Seleksi Raja tidak baik, pernis yang dangkal.

Jikalau semua itu berasal dari ketulusan opininya, dan alasannya ingin memenangkan Pemilihan Raja masih tetap bahkan sampai sekarang, Subaru tidak boleh meremehkannya.

“Tidak apa-apa, tidak perlu gundah begitu. Aku ada di pihakmu dan bebas mengandalkanku, tidak berubah sejak malam kemarin. Bahuku milikmu, biar bilang dirimu oke-oke saja.”

“Ah … anu, tentang semalam ….”

“Jangan, aku merasa tidak enak andai kata kau minta maaf. Yah, aku cuma ingin ngomong ini …. Aku akan senantiasa berdiri di sisimu di mana pun kau perlu sandaran kapan pun kau membutuhkanku. Meskipun aku senang melihatmu berdiri sendiri, sesekali tidak apa-apa menjadi lemah.”

Mendegup dadanya dengan tangan, Subaru merelakskan bibirnya, melihat Emilia menghembuskan nafas lega. Lalu seketika, seakan-akan dikalahkan oleh kelegaan itu, tubuh bagian atas Emilia mulai berguncang.

“Tadi aku merasa lega … tapi tiba-tiba, aku ….”

“Itu karena kau baru saja mimpi buruk dan tidak tidur nyenyak. Jangan paksakan dirimu, tidurlah sana sebentar. Aku tidak akan macam-macam, tetap di sini mengawasimu.”

“Meski bagian tentang tidak akan macam-macam sangatttt menggangguku ….”

Di sisi lain agak mempedulikan paparan tak perlu itu, rambut perak Emilia terus melambai sambil melawan godaan untuk tidur. Jemari Subaru menyentuh jidat Emilia, dan perlahan-lahan tersusur sampai ke tubuh ramping bagian bawah.

“Aah ….”

“Jangan khawatir, tidur saja.”

Tanpa memberi celah untuk berdebat, Emilia membaringkannya ke tempat tidur.

Sembari menyelimuti Emilia dengan seprai, Suabru menarik kursi lebih dekat ke tempat tidurnya dan duduk di sudut yang sekiranya cocok untuk mengamati wajah tidur Emilia.

“Kau dari tadi ngomong tanpa henti, dan kepalamu pasti kelelahan, lantas bila apa yang aku katakan tadi membuatmu sedikit rileks … maka beristrirahatlah. Karena kami perlu kau untuk berusaha sebaik mungkin malam ini.”

“… Tidak apa-apakah memanjakanku seperti ini?”

“Tentu saja tidak apa-apa. Aku akan terus memanjakanmu. Akan terus memanjakanmu sampai rusak dari dalam.”

Melihat Subaru mengangkat bahu, Emilia cekikikan selagi berbaring di tempat tidur. Kemudian, masih mempertahankan pandangannya pada Subaru, Emilia perlahan mengulurkan tangannya dari bawah selimut ….

“――Tangan.”

“Hm?”

“Semisal kau ingin memanjakanku, maukah kau … memegang tanganku? Sampai aku tertidur saja, bolehkah?”

“Hooo, serahkan padaku.”

Subaru meraih tangan Emilia yang kecil nan lebut, tersenyum ketika menikmati kehalusan telapak tangannya yang berharga. Emilia balas tersenyum lalu mengikuti saran Subaru dan berangsur-angsur menutup mata.

Tidak butuh waktu lama sampai dia menghembuskan nafas tidur tenang.

“Kuharap kau mimpi indah, walau hanya sebentar.”

Mengamati Emilia yang terbaring tanpa suara di tempat tidur, Subaru dengan lembut menyisir beberapa helai rambut perak di dahinya dan menatap tangan yang masih saling memegang.

Bila mana merasakan keberadaan orang lain seperti ini dapat membebaskannya dari kesepian mimpi, maka Subaru senang. Karena ditinggalkan sendirian dalam ruangan ini, tanpa ujung disiksa oleh mimpi buruk, terlampau kejam bagi Emilia.

“Yah, omong-omong … aku mempelajari banyak hal hari ini.”

Duduk di sana, memegangi tangannya, Subaru menegakkan punggungnya selagi mengolah rincian-rincian pembicaraan mereka. Mengenai masa lalu Emilia, dan alasannya bersaing dalam Seleksi Raja.

Tawaran Roswaal ketika dirinya membawa Emilia keluar, dan mengapa Emilia tidak punya pilihan lain selain menerimanya.

Lebih pentingnya lagi, Ujian Emilia, dan alasan sejati Echidna menolak gadis Setengah-Elf ini meskipun dia sudah mencapai jawabannya ―― membiarkan teka-teki itu tak terisi, menidurkan Emilia, di sinilah letak permasalahan Subaru.

“――――”

Diam-diam, dia menatap Emilia saat dirinya tidur.

Mungkin membuat Subaru sedih melihatnya begitu lemah, alhasil untuk saat ini dia tunda dahulu ―― namun penundaan itu bukan karena hal demikian. Ada alasan Subaru menunda pencarian jawaban vital itu dan langsung jatuh tidur.

Sesuatu yang mustahil untuk dlakukan ―― Misal Emilia masih terjaga.

“Tetapi, dari semua hal yang kupertimbangakan … hanya ini yang bisa kupikirkan.”

Selama perulangan masa lalu, detail yang menariknya dan bukti tidak langsung lain-lain memaksa Subaru mempertimbangkan kemungkinan ini. Namun hanya ada satu cara untuk memastikannya, dan dapat dengan mudah dilakukan sekarang.

Dan, bila dirinya benar, maka akan menjadi cahaya penembus kegelapan ini ――

Subaru menarik nafas, kemudian menahannya.

Sambil mendengarkan detak jantung dan derasnya darah, Subaru mengulurkan tangan untuk memastikannya.

Di seberang tangan kanannya, yang memegang tangan Emilia, Subaru mengulurkan tangan kiri ke tengah leher ramping lagi pucat selagi gadis itu tertidur nyenyak, lalu ….

“Kau tidak benar-benar tidur, kan?” Tanya Subaru.

Subaru merasakan sentuhan dingin dan keras di ujung jarinya.

Mengeraskan suaranya tatkala mengatakan demikian, kata-kata itu keluar begitu saja.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan, dan tepat ketika hati Subaru berkecamuk karena rasa tidak sabar yang berapi-api ―― seketika ….

“Ah, kau sadar juga. ――Aku sungguh senang, Subaru.”

Dari dalam kristal hijau yang disentuh ujung jarinya, terdengar suara adrogini seorang roh yang menggema sampai tengkorak dalam Subaru.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
dikaici

semangat min

sankyu

RAMA

Wanjer si puck sadar toh

GoldenGolem

ada surat Al-Baqarah ayat 286

mymy

apaan tuh surah 2:286, ganggu ae_-