Share this post on:

Surat Cinta

Penerjemah : Emilia Romanee-Conti

Setelah kebencian Garfiel serta pengungkapan usianya yang mengejutkan, suasana di luar Makam kembali sunyi-senyap.

Semua orang mengepung Garfiel, masing-masing menunggu kesempatan untuk berbicara.

“Tapi … pertarungan jantan kita serasa berbeda karena cuma untuk mengalahkan seorang bocah SMP. Sepertinya Unfaedah.”

“Umurnya juga mengejutkanku, tapi keraguan itu tidak beralasan, kan? Musuh kita kalahnya dikeroyok, seorang anak berumur empat belas tahun sebetulnya tidak jago-jago amat dalam bertarung.

Betul. Garf memang kuat bagi seorang remaja kekanak-kanakan, tidak usah diributkan atau disembunyikan kita yang menghajarnya.”

“Woi jangan gibahin gualah! Pengen berantem lagi? Gua yang hebat ini siap 24/7.”

Subaru, Otto, dan Ram, mereka semua mengangguk-angguk. Garfiel meludahkan kata sumpah serapah.

Memikirkan ulang segala perkataan dan perbuatan Garfiel, melihatnya berteriak-teriak dan sok jagoan seperti sekarang, memang pas jika usianya baru empat belas tahun.

Karena Subaru memperlakukan Garfiel seperti orang seumurannya, barangkali hal demikian membuat Subaru tidak menyadari kebenarannya.

“Sebetulnya, berapa umurmu saat melawan Ujian pertama? Sejak saat itu kau jadi keras kepala.”

“Ingatan gua kaga bagus, tapi … kayaknya tiga atau empat tahun. Gak ingat-ingat amat kapan Ujian.”

“Jago bener. Tiga atau empat tahun … bisa gitu, seumurannya aku masih merasa dunia seperti neraka.” kata Otto.

“Kenapa kau mengungkit topik berat, hentikanlah. Aku tak mau dengar.” Otto memasang senyum muram saat Subaru ngomel-ngomel.

Otto pasti punya masalah pribadi, tetapi menggalinya lebih lanjut akan terlampau berat. Tangan Subaru sudah penuh barang bawaan, terpaksa ditaruh ke atas kepala serta barang-barang lainnya dia peluk.

“Boleh ceritakan lebih jelas?”

Candaan berakhir, Emilia memulai topik yang sebenarnya.

Matanya tertuju pada Garfiel, pertanyaannya kemungkinan besar mengenai Penjelasan Spesifik Ujian. Garfiel mendengus.

“Kagak ada yang ribet. Lu dan gua punya masa lalu berbeda dan cara ngelawannya juga berbeda. Jangan kira gua bisa ngasih tau banyak hal berguna.”

“Aku tahu. Ujianku adalah masalahku sendiri. Tidak akan banyak membantu walau dijelaskan juga.”

“—Terus buat apa nanya?”

“Karena kau melampaui Ujian … tidak, melampaui masa lalumu, rasanya ada yang berubah tidak? Apa kau bisa menerima perubahanmu?”

Garfiel menyipitkan mata dalam diam.

Suasana kian tegang. Subaru dan kawan-kawan menahan nafas sembari menunggu jawaban Garfiel.

Masa-masa hening. Garfiel menyentuh hidung, jemarinya menyusuri jejak-jejak luka. Setelahnya ….

“Enggak tau Ujian ngerubah gua atau gak, atau masih mempertahankan pendirian gua.”

“Mhmm.”

“Luka di dahi gua ini, gua sendiri yang buat. Karena mau ngelupain ingatan buruk.”

Garfiel mengetuk jidat, pandangannya tertuju pada orang yang berdiri di samping Emilia—Ram.

Mata merahnya berkedip-kedip.

“Garf.”

“Diam, jangan ngomong apa-apa, cuma buat gua keliatan menyedihkan aje. Nyalahin orang lain hanya untuk nyembunyiin ingatan buruk …. Baru sekarang hubungan kita oke-oke saja, ngebuat gua merasa kek ampas.”

Garfiel menggerutu. Ram melihatnya sambil memperlihatkan wajah pasrah.

Subaru tidak paham apa yang mereka bicarakan, tapi tahu bahwa informasi itu merujuk pada sesuatu yang hanya dimengerti Garfiel dan Ram.

Apa lagi tahu bahwa Garfiel serta Ram punya suatu ikatan erat nan hangat, semacam tali kekeluargaan.

“Omong-omong, berubah atau kagak, gua bukan gua yang sebelumnya. Kalian ngubah gua. Jadi giliran gua yang liat lu semua berubah … pastiin bukan omong kosong.”

“Hmm. Bagus … aku akan berusaha yang terbaik untuk memenuhi harapanmu.”

Pipi Garfiel menggembung sedangkan Emilia tersenyum penuh tekad.

Subaru seketika tersadar bila menghitung faktor mental saja, usia mereka berdua sama.

Empat belas tahun.

Seorang anak laki-laki dan perempuan yang lagi puber, momen-momen penentu masa depan.

Subaru berumur tujuh belas hampir delapan belas, jadi dia tidak tahu banyak, tetapi menurut manga dan anime, sesuatu semacam itu akan menjadi masalah.

“… Berlama-lama di sini semakin mengurangi semangatku.”

Emilia berdiri dan menyeka rumput di bokongnya.

Dia mengeluarkan nafas, matanya berkilau-kilau teguh dan menatap Makam—situs Ujian.

“Kau pergi?”

“Iya …. Mengikuti perbuatan Garfiel, aku akan benar-benar mengalahkannya.”

“Emang sabi?”

“Bisa kok. Aku memutuskan untuk tidak takut pada perubahan.”

Pertanyaan Subaru, pertanyaan Garfiel, Emilia mengangguk sebagai jawaban.

Subaru berdiri dan berbaris di sebelah Emilia selagi gadis itu berjalan mendekati Makam. Subaru mungkin tidak bisa turut masuk ke dalam dan menemaninya, memegang tangannya, tetapi tetap bertekad menyertainya sampai Emilia menjelajah ke dalam.

“Emilia-sama.”

Emilia berhenti dan balik badan, mendapati Ram memberi hormat. Sembari memegang rok, bagaikan seorang pelayan tulen tengah memberi hormat kepada orang berstatus lebih tinggi.

“Benar juga. Emilia-tan adalah Master Ram.”

“Diamlah, Barusu. Baca suasana dan bijaksanalah, tidak tepat membicarakan hal itu.”

Ram dengan tegas menegur gumaman Subaru. Mata Emilia membelalak, Ram kembali tenang dan sekali lagi menundukkan kepala.

“Saya minta maaf karena telah berperangai tidak sopan. Saya sungguh-sungguh sangat tulus meragukan kondisi Anda dalam Ujian ini.

“… Hmm. Maaf, karena selama ini aku tidak berguna.”

“Sekali tatap saja saya sudah tahu Anda sedang tidak dalam kondisi prima.”

“Oh ayolah.”

Perlu seberani apa Subaru hingga dia dapat menyampaikan perasaan itu kepada Emilia? Menggertakkan gigi terhadap Ram yang masa bodoh, Subaru diam mendengarkan.

“Namun kini Anda telah bangkit, memutuskan untuk menjadi penantang. Entah karena hasrat atau itikad baik semata, saat ini Anda tidak punya masalah apa pun.

“….”

“Saya pun bertekad. Apakah pendirian Anda yang mampu melawan Ujian, atau hal lain? Apakah masalah ini bisa Anda selesaikan. Apakah Anda memiliki sekelebat perasaan untuk melarikan diri dan menyerah saja, saya akan mengikuti Anda. Tapi bila mana Anda ingin bertarung —”

Ram melirik Subaru.

Bagaimana cara Subaru menghubungkan selingan pidato tersebut dengan dirinya sendiri? Barangkali jawaban penyebab wanita itu membantu Subaru dan Otto untuk melawan Garfiel.

“Semoga usaha Anda berjalan lancar, Emilia-sama. Saya akan menunggu kepulangan Anda.”

Ram berbisik lirih, penampilan seorang pelayan kelas puncak mengucapkan perpisahan kepada tuannya.

Tampak terperdaya oleh hantaran Ram, Emilia mengangguk tegas sambil memasang wajah ceria.

Melihatnya, Subaru membuka lengannya yang bersilangan dan ikut mengangguk.

“Dari percakapan ini, pengen bilang sesuatu, Otto?”

“Yah menakjubkan sekali kronologi kejadian ini, tapi memangnya sedang dalam situasi yang diriku bebas bilang apa pun!? Bukannya malah salah!?”

Subaru mengarahkan pembicaraan ke Otto, membayangkan si pedagang tengah mempersiapkan suatu kata, nyatanya yang dia pikirkan tidak bisa mengalahkan pidato Ram.

Sepertinya dia lagi membaca situasi, membiarkan semuanya berjalan sedemikian rupa—tapi.

“Oke. Katakan saja.”

“—!”

Tidak mempedulikan kesulitan Otto dan tahu pria itu akan menyemangatinya, Emilia 100% siap mendengarnya. Menunggu dengan tegang, tidak sadar dirinya panik. Otto menepuk dahi dan pasrah.

“Anu, yah, Emilia-sama.”

“Aku dengar kok.”

“Rupanya, saya sudah menderita banyak kerugian berkat seluruh kekacauan ini. Walau termasuk investasi bersama, dan kerusakan-kerusakan itu sudah saya hitung sebelumnya, nanti juga saya akan ganti sendiri ….”

“Umm?”

Topiknya berubah menjadi urusan bisnis. Emilia tidak begitu pintar matematika, dia tampak bingung.

Otto menggigit bibir dan mengangkat jarinya.

“Yah begitulah, jadi!”

“Saya memilih untuk menelan kerusakan ini agar suatu hari nanti Anda akan bisa dewasa menjadi sesuatu yang hebat nan perkasa. Kalau begitu Anda wajib menang dan pastikan saya dapat dana balik dari seluruh pengeluaran atas taruhan ini!”

“… Kurasa diriku sudah dewasa. Banyak makan cukup untuk membuatmu gemuk.”

“Jangan aneh-aneh pada malaikat kami. Emilia-tan, pikirku semua hal yang kau lakukan sekarang sudah mantap kalau diteruskan. Saat ini kaulah yang paling terindah.”

Dari kepala sampai jari kaki, kondisi tubuh Emilia sangat-sangat sempurna.

Hal demikian saja masih membuatnya terlihat menarik meski kurus atau gemuk.

Menampik jauh-jauh perasaan Subaru, Otto kelihatannya tidak bisa bilang apa-apa lagi karena perkataannya barusan tidak jelas, dan sedikit mendamba-damba ….

“… Kembalilah dengan selamat. Saya mendukung Anda.”

“Mhm, dimengerti. Otto-kun, terima kasih juga sudah membantuku.”

Emilia menanggapi ringkasan detail Otto dengan anggukan kuat.

Garfiel menepuk-nepuk bahu Otto yang menyantai. Melihatnya, Subaru dan Emilia sekali lagi pergi ke Makam.

Malam telah jatuh menghampar Sanctuary. Waktu-waktu dimulainya Ujian.

Emilia menarik nafas dalam terakhir, tarik dan dihembuskan untuk membulatkan tekadnya. Emilia berada di samping Subaru, lelaki itu tengah memikirkan kata-kata yang pas untuk salam penghantar—apa, ya? Apa, ya? Dan—

“Subaru.”

“Hmm?”

“Soal Makam ….”

Dia mencemaskan Ujian.

Mengetahuinya, Subaru menunggu lanjutan penjelasan Emilia. Tapi dia tidak kuasa mengatakan apa-apa kala menatapnya secara sporadis, sosoknya gelisah.

Entah kenapa, pipinya jadi merah.

“Emilia?”

“J-jadi, anu, hal-hal di dalam Makam.”

“Hal … oh maksudmu yang akan menjambangimu, maksudmu hal-hal sebelumnya?”

“Ya. Aduhh.”

Jelas sekali itu maksudnya, ucap ekspresi Emilia saat membulatkan pipi. Tetapi mengingat keseluruhan kejadian yang berlangsung sampai sekarang, Subaru tidak setuju dengan kritiknya.

Sebagaimana pendapat semua orang mengenai Emilia, dia siap menghadapi Ujian, yang dikhawatirkan bukan masa depan, melainkan masa lalu. Walau Ujian yang bersemayam dalam Makam juga berarti Masa lalu, topik ini mulai belibet-libet.

Meskipun momentum dan seluruh hal mengerikan yang terjadi selanjutnya membuat Subaru lupa, kalau dipikir-pikir, perbuatan Subaru ingin membuat wajahnya meledak termakan nyala api.

Berbicara bersama Emilia, meludahkan hinaan, memaksakan cinta, mencuri ciuman pertamanya—menyebutnya ledakan dari semua kebencian yang ia kumpulkan selama lima perulangan ini.

Seluruh masalah itu mungkin mengganggu Emilia.

Kendati mantap sih melihat wajahnya jadi merah tua, tetapi Subaru juga tidak boleh terbawa suasana.

“Di dalam, kita, umm … kau tahulah.”

“Y-ya … hmm, betul.”

“Dan, yaaaa, kurasa akan sulit. Tapi penting, lantas … saat Ujian dan semuanya selesai, ayo ngobro, oke?”

Kepalaku sulit memahaminya, pikir Subaru selagi iya-iya saja kepada usulan Emilia.

Pertama kalinya bagi Subaru, Emilia juga. Perasaan mereka saling bersilangan, biarpun punya segunung pekerjaan yang mesti diselesaikan. Terlebih lagi Subaru perlu merangkai alasan sambil membahas topik Rem.

“Oh kau memikirkan masa lalu, Emilia-tan tenang banget.”

“Apa aku tenang? Gak yakin sih. Mungkin cuma menggertak saja.”

“Tapi apabila kau bisa menggertak berarti kepalamu tidak hendak meledak. Aku bertaruh kau pasti sukses.

Subaru mengacungkan jempol, giginya berkilauan. Emilia bingung.

“Bertaruh apa?”

“Hak kita untuk berkencan.”

“Kalau begitu seumpama kau menang bagaimana, sekiranya aku yang menang bagaimana?”

“Misalkan aku menang, aku berkencan denganmu, misal kau menang, kau berkencan denganku.”

Emilia tertawa selama sesaat, mereka berdua cekikikan.

Sepertinya Emilia tidak merasa cemas atau resah sedikit pun.

“Aku bertaruh pada diriku yang mengalahkan Ujian.”

“Oke, aku bertaruh kau bisa mengalahkan Ujian.”

“Semisal kita berdua menang?”

“Dua kencan dong.”

“Uh-huh.”

Seperti biasa, Emilia mengabaikan godaan Subaru.

Dia kembali menghadap depan. Rambut peraknya menari-nari saat tertiup angin, berkilat-kilat saat disinari cahaya bintang. Subaru mengangkat tangan selagi melihat kepergiannya.

“Berhati-hatilah. Awas ada mobil dan om-om.”

“Berhenti bersikap konyol.”

Tersenyum masam, sosok Emilia menghilang ke dalam Makam.

Lorong gelap itu menelan siluet Emilia, merampas bayangannya dari pandangan Subaru.

Subaru tidak bisa membantu apa-apa lagi.

Tersisa masalah yang harus dia atasi sendirian. “Jangan risau-risau begitu dong, Kapten. Mengurangi kejantanan lu.”

“Saat kutahu kau ini hanya anak SMP entah bagaimana bisa kuterima saja kata-katamu. Dulu lagakku sepertimu.”

Garfiel mendatangi Subaru yang gelisah dan menegurnya. Subaru mengangkat bahu, Garfiel mengayunkan tinju ke telapak tangannya, seakan mengingat sesuatu.

“Oh ya, Kapten. Saat kita bertarung, lu mukul gua ampe terbang, itu apaan dah?”

“Maksudmu Wahyu Tak Terlihat?”

“Tak …. apa?”

“Wahyu Tak Terlihat. Kehendak Dewa. Keren gak?”

“Gila, keren ya.”

Garfiel telah menemukan teman satu gayanya.

Unseed Hand kedengaran jelek, berharap saja Wahyu Tak Terlihat jadi menarik. Tapi, yang Garfiel tanyakan bukanlah nama.

“Sihir … benarkah. Firasat doang, mungkin aja benar.”

“Kalau dikelaskan, aku juga tidak tahu. Pokoknya okultisme deh. Coba kek manapun, kau tidak bisa menyalin gerakannya.”

“Gaklah. Nyerang titik buta orang tuh noob.”

“N-nih bocah bilang noob ….!”

Subaru hanya ingin menyebarkan paham kehebatan Wahyu Tak Terlihat, tapi mengejutkannya telah dihancurkan begitu saja.

“Maap, maap,” kata Garfiel yang mukanya tidak benar-benar menyesal, namun tidak bertanya lebih lanjut. Barangkali dia sudah merasakannya. Hal gaib ini tidak baik untuk diselidiki bagi para manusia.

“… Tapi, karma macam apa ini?”

Wahyu Tak Terlihat—tak salah lagi merupakan Unseen Hand Betelgeuse. Ada perbedaan dalam kekuatannya, Subaru hanya bisa menghasilkan satu tangan, tetapi perasaannya sama persis.

Mengapa Subaru jadi punya kekuatan yang dimiliki orang gila itu? Apakah, ada hubungannya dengan Unsur Penyihir yang disebutkan Echidna.

Unsur Penyihir. Kata-kata itu sama sekali tidak terdengar enak, Betelgeuse juga pernah menyebutkannya. Dan kali pertama Subaru menggunakan Unseen Hand-bukan saat pertempuran baru-baru ini. Demi menghindari tuduhan-tuduhan Garfiel dalam perulangan sebelumnya, Subaru secara tidak sadar menggunakannya.

Berarti, unsur penyihir terus berakar dalam diri Subaru.

Subaru tahu dia tidak lagi bisa menggunakan Shamac.

Penyalahgunaan gerbang secara berulang kali telah memadamkan fungsi gerbang sihir. Hubungannya yang dulu pernah eksis dengan dunia magis sudah tidak ada lagi.

Subaru kehilangan kekuatan sihir yang dia damba-dambakan, digantikan kekuatan gaib.

“Lebih baik ketimbang tidak punya apa-apa. Menggunakan Unseen Hand rasanya punya teknik tapi tidak sebenar-benarnya teknik ….”

Sekalipun tidak ada yang berubah dalam strategi pertempurannya.

Subaru bisa saja memeras otak kecil cerdiknya, meminta bantuan orang lain sambil merajut jalan pelarian dari cengkeraman maut.

Ketinggian dinding yang harus dihadapi Subaru lebih tinggi.

“Oh, kepikiran sesuatu nih, Kapten.”

“Apa dah? Panggilan Kapten masih menggangguku.”

“Nanti lu juga terbiasa. Ngomong-ngomong, ada sesuatu yang pengen gua sampaikan minta maaf.”

Subaru belum menerima perubahan nama panggilannya, tetapi Garfiel kelihatannya terkagum-kagum. Emilia juga sama, tapi Subaru cuma tersenyum masam sepanjang perbincangan. Mengangkat bahu untuk membiarkan Garfiel. Jari-jari anak itu menelusuri bekas lukanya.

“Gua yang hebat ini masuk Makam. Lalu menuju ruang Ujian.”

“Uh-huh.”

“Terus, gua lihat—Yah, emmm. Sesuatu yang edan.”

Selama sesaat Subaru mengerutkan alis—langsung tahu maksud Garfiel, matanya membelalak. Terkejut, telinga Subaru membara.

Garfiel melihatnya. Garfiel melihatnya, dia melihatnya!

“T-tidak berniat buruk. Tapi pikir gua lebih baik ….”

“D-diam! Lupakan saja! Kau, sialan … aku lupa! Maksudku … maksudku, tidak kusangka kau bakal ke Makam! Kemudian … ugh, bangsat!”

Memeluk dan menggeleng-gelengkan kepala, wajah Subaru kian memanas.

Garfiel si penonton yang merasa kasihan dianggap jijik oleh Subaru. Barangkali lebih menjijikkan daripada saat mereka bertarung.

“Kau lupakan saja! Kau hanya perlu melakukan itu! Percakapan selesai! Mari kita tutup!”

“Oke, ga bakal gua bahas lagi …. Tapi, yang gua pikirin saat ngeliatnya. Lu betul-betul tolol, luar biasa goblok … tapi gua senang lu ga mati.”

“Aku sudah menyudahinya, bocah susah amat dibilangin!? Tunggu! Kau ini bocah nakal!”

Walau disebut bocah, Garfiel paham betul titik lemah Subaru dan tetap menjadi yang terunggul. Dia menertawakan teriakan sedih Subaru sebelum menuruni tangga Makam.

Yang mengikuti Garfiel saat dia kembali ke teman-temannya, adalah Subaru, ia mendoakan keberuntungan Emilia, juga dalam satu waktu memohon agar Emilia tidak tahu Subaru menyemangatinya.

Jika penyemangat itu tidak sampai pada si penerima, berakhir sudah.


Permohonan Subaru sia-sia.

“Sampai ….”

Keluar dari lorong batu, Emilia tiba di ruangan tempat Ujian berlangsung.

Di tengah-tengah udara dingin nan lembab, Emilia berjalan menyusuri dinding samar-samar cahaya dan menatap pintu di belakang ruangan. Pintu ruangan itu kemungkinan akan terbuka begitu Ujian telah terselesaikan. Garfiel kembali ke kelompok tanpa membuka pintu. Berarti, dia—

“Mesti berjuang untuk bisa masuk ke sana.”

Emilia tak tahu apa-apa yang mengintai di sana.

Namun Ujian tidak berakhir dalam satu ronde saja, karena sang Penyihir memberitahunya ada banyak.

Ketika Emilia memikirkan penyihir yang melakukan Ujian, dada Emilia mulai sesak. Lagi-lagi cap penyihir putih kepada Emilia adalah—

“Hah?”

Selama sesaat, Emilia memandang ruangan, tatkala itu dia mendapati sesuatu yang aneh. Saat dia memeluk lutut yang dibekuknya dan terus berdiam diri di sini, Emilia sudah menelusuri setengah jalan lorong, belum menjelajahi ruangan ini. Berarti ini kali pertama dia melihat ruangan dalam dua hari silam.

Cuma dua hari saja, tapi ada sesuatu yang berubah selama waktu itu.

Sambil merenungkan apakah sesuatu tersebut, Emilia menyadari hal janggal.

“Ini ….”

Jari-jarinya menyeka dinding, Emilia melirih.

Mata kecubungnya mulai menyesuaikan kegelapan sekitar. Menangkap perubahan di tengah-tengah cahaya redup dengan jelas.

“Subaru, dasar bego.”

Suaranya bersimbah tawa, Emilia mengucap demikian.

Karena ada itu. Lihatlah, berpikir seperti si gadis, dan kau tidak akan tidak berkata demikian. “Dasar bego.”

Bertentangan dengan kata-katanya, wajah Emilia penuh kasih sayang.

Perubahan pada bagian dinding yang disentuhnya, dinding di hadapannya, seluruh wajah ruangan ini, dari atas hingga bawah:

—Penuh goresan. Gambar-gambar, surat-surat, dipahat ke dinding lebar dan cekung ini.

Gambar kucing mini raksasa adalah sosok akrab Puck. Banyak gambar-gambar Puck yang terukir di dinding, semuanya disertai tulisan.

Tulisan acak-acakan, bertebaran di mana-mana, seolah-olah ditulis anak kecil, pikir Emilia dia mengerjakannya dengan terburu-buru.

Kau bisa, aku tahu kau bisa! Aku dan Puck mendukungmu, semuanya baik-baik saja. Gadis yang aku cintai luar biasa hebat! Percaya dirilah! Ayo berkencan saat semuanya sudah selesai! Ayo ayo ayo Emilia! Tidak ada yang menaruh harapan pada kita. Tidak ada yang lebih seru lagi selain membuktikan kalau mereka salah? Aku mencintaimu! Jadi aku percaya padamu!

“Bego … bego, bego, bego, bego, bego … Dasar Subaru ga punya otak.”

Emilia harus menantang Ujian sekarang, lagi bersiap-siap akan sesuatu yang menyakitkan nan tak menyenangkan, di sini Subaru berpura-pura mendukungnya sambil membuatnya menangis, dasar pria mengerikan.

Emilia paham.

Emilia kini paham.

Emilia terakhir datang ke sini dua hari yang lalu. Hanya ada satu hari kesempatan untuk menggambar dan menulis tulisan-tulisan ini.

Waktu-waktu itu adalah saat Subaru meninggalkan sisi Emilia yang tertidur di kamarnya, saat-saat Subaru begitu keras kepala untuk tidak mengungkapkan perbuatannya kala itu.

“—Mmm. Kau benar. Ayo, Subaru.”

Jari-jarinya yang mengusap-ngusap surat-surat itu, Emilia merespon ukiran kata.

Seketika, merasa dirinya mengantuk, dunia mulai meredup.

Ujian telah datang.

Masa lalu menakutkan itu akan datang.

—Namun bibir Emilia masih tersenyum.


“Mematahkan janji untuk menuliskan surat cinta, malah dilihat orang lain …. Tamat sudah hidupku ….”

“Jangan lebay ngapa ….”

Sekeliling Subaru yang terlalu lemas untuk berdiri, Garfiel dan kawan-kawan terheran-heran.

Setelah mengatakan itu, tidak ada yang bisa dilakukan kelompok itu kecuali menunggu kepulangan Emilia. Kendati kedengaran keren luntang-lantung di sini sambil menaruh kepercayaan pada Emilia, namun juga menguji semua orang untuk duduk manis menunggu.

“Garfiel saja satu jam … barangkali kita anggap Emilia akan selama itu juga.” ujar Subaru.

“Itu kalau beliau berhasil, kau akan—aw!? Juga, awhawhawh!?”

Hadiah Otto atas ketidakpekaannya adalah sikutan siku Ram. Melihat Otto ditusuk siku wanita itu, wajah Garfiel cemburu dan jarinya menyodok dahi Otto.

Otto terhuyung ke belakang dan jatuh, tak seorang pun mempedulikannya.

“Sebetulnya, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu dan Garfiel, Lewes-san.”

“Sesuatu yang ingin kau tanyakan padaku dan Gar kecil?”

Lewes berdiri tidak nyaman di sana sambil menatap Subaru.

Lewes sedari tadi bersembunyi, meskipun tidak sengaja, ujung-ujungnya membantu Subaru dan teman-teman dalam rencana mengalahkan Garfiel. Dia masih agak bingung bagaimana cara mendekati Garfiel, percakapan antara nenek dan cucu akan jadi canggung.

Selain itu, Lewes adalah satu-satunya orang yang mengkhawatirkannya, Garfiel tidak pula berpikiran buruk terhadapnya.

“Ya. Pertanyaan. Walaupun sulit apakah kau akan memahaminya sekarang atau tidak, Lewes-san.”

Sulit dipahami sekarang, berarti sulit juga dipahami oleh Theta.

Alpha, Beta, Theta, dan Sigma adalah empat Lewes perwakilan Sanctuary. Masalah Garfiel selesai, pandangan Lewes terhadap pembebasan Sanctuary semestinya juga selesai, tapi penting jua untuk diperiksa kembali.

Lebih pentingnya lagi, masih ada beberapa hal yang roman-romannya janggal.

“Garfiel, sekarang kau setuju pada pembebasan Sanctuary, kan?”

“Bukan gitu juga, Kapten. Gua yang hebat ini kalah. Jadi kagak bakal gua halangin lagi usaha lu buat ngebebasin Sanctuary. Gua hanya pengen para penduduk Sanctuary kagak menderita … itu pendirian gua.”

“Betul, sudut pandangmu begitu.”

“Eh?”

Jarinya terangkat, Subaru memotong ucapan Garfiel.

Manusia harimau itu linglung, sebagaimana para pendengar lain. Tak seorang pun merasa Garfiel mengatakan sesuatu yang absurd. Tetapi Subaru masih resah.

“Ketika kami pertama kali datang ke sini, pendirianmu bukan menghalangi atau menghadang juga, namun netral … hal yang kau katakan sekarang.”

“… Keknya lu dah ngawasin gua sejak tau keputusan gua kek gimana tentang itu.”

“Tapi secara instan dan terang-terang kau mewaspadai kami. Mungkin kami bodoh dan melakukan kesalahan, atau punya masalah besar, pokoknya kenapa kau bisa berubah begitu?”

Aneh saja.

Sekurang-kurangnya pada hari pertama Emilia mengikuti Ujian, atau sampai kiranya dia mengambil Ujian, presentasi Garfiel kepada kelompok adalah bersahabat.

Garfiel senantiasa kesal pada malam setelah Emilia gagal mengalahkan Ujian. Bau Penyihir yang keluar dari Subaru sebagai dalih, Garfiel telah menyatakan dirinya sebagai musuh.

Namun Garfiel tidak bisa benar-benar mencium bau penyihir dari Subaru. Ada orang lain yang mengetahuinya, dan Garfiel mendadak bermusuhan setelah mengetahui hal itu dari merkea.

Seseorang yang melaporkan Garfiel tentang bau itu, membuatnya jadi jahat—

“Lewes-san, yang tidak setuju Sanctuary dibebaskan, dia menghalangiku.”

Sembari menatap Lewes yang terdiam, Subaru menaruh jarinya yang terangkat ke dalam lengan tersilangnya.

Lewes di sini adalah Lewes Theta—satu-satunya duplikat yang tidak mendukung pembebasan Sanctuary.

Alpha dan Beta setuju, Sigma netral. Theta tahu masa lalu Lewes Meyer, mengira pembebasan Sanctuary itu berbahaya. Apabila dia ingin menambahkan dukungan lagi pada spekulasinya, maka tak terbayangkan bila Lewes-Lewes lain mampu merubah sifat Garfiel.

Si bocah mengangguk, wajahnya mengerut.

“Lu hebat, Kapten. Nenek yang bilang ….”

“Kau salah, Su kecil. Tidak pernah kuberitahu Gar kecil soal itu ….” mereka sama-sama yakin, namun pendapatnya berkontradiksi.

Subaru menyipitkan alisnya sewaktu Garfiel dan Lewes saling bertatapan. Mulut Garfiel mengga dan menutup lagi sambil menunjuk-nunjuk Lewes yang tertegun.

“N-nenek ngomong apa sih? Nenek ngasih tau gua pas malam pertama wanita itu melawan Ujian. Bau penyihir Kapten. Terus ada setengah penyihir juga, mungkin mereka asisten penyihir … jadi, gua ….”

“Memangnya aku bilang ….? Tidak, memang kusadari ada bau penyihir yang mengelubungi Su kecil, dan aku sama sekali tidak tahu garis keturunan Emilia-sama … sangat tidak relevan. Aku mencoba menyusun keputusan bersama Roz kecil sebisa mungkin, dan ….”

“Tunggu! Tunggu, bentar! Lewes-san, kau bilang tidak tahu sama sekali soal ini.” Lewes menolak pernyataan Garfiel.

Si bocah terlihat sangat tidak percaya, tapi karena kata-kata itu terimbuh langsung dari mulut Lewes, maka memang benar.

Orang-orang Sanctuary punya kontrak untuk Tidak berkata dusta selama di dalam Sanctuary.

“Kesampingkan situasi orang-orang menyangka tidak sedang berbohong, gagasan Lewes-san yang tidak melakukan apa-apa pastilah benar.’

“Tapi gua ….”

“Bukannya meragukan …. Aku tahu kau dibohongi. Lewes-san. Apakah Lewes-san setuju dengan perkataan cucumu barusan?”

Wajah Lewes pucat pasi selagi mengangguk-angguk.

Berarti tidak satu pun Lewes Alpha, Beta, Theta, atau Sigma adalah Lewes yang melatarbelakangi perubahan sifat Garfiel.

Subaru mengangkat kepalanya, melihat wajah Garfiel.

Menggemeletukkan gigi sembari menggelengkan kepala, tak terdapat secercah pun jejak-jejak kebohongan. Lagi pula kepribadiannya tidak cocok untuk berbohong.

Sekarang kepura-puraannya menjadi Penghalang Sanctuary telah hancur, kehadirannya makin-makin jelas.

“Ram.”

“… Aku kasih tahu ya, tidak ada sihir yang mampu mengubah watak seseorang. Bahkan Roswaal-sama pun tidak mampu melakukan hal itu.”

“Menurutmu apa yang terjadi?”

Ram tidak punya jawaban.

Dia juga tidak tahu penyelesaian ketidakjelasan ini. Tetapi umumnya Subaru yakin bahwa ini adalah Jebakan yang dipersiapkan Roswaal. Tidak ada yang lebih masuk akal lagi daripada itu.

“Pengennya menunggu Emilia kembali ke sini, tapi ….”

Baru sepuluh menit berlalu semenjak Emilia memasuki Makam. Begitu dia mengalahkan Ujian dan keluar, Subaru ingin jadi orang pertama yang menyambutnya sambil merentangkan tangan. Ingin menyambutnya. Tapi—

“Ayo interogasi Roswaal. Mesti mencari tahu hal buruk apa yang dia lakukan di waktu-waktu ini.”


—Emilia tidak tahu terbangun di dunia mimpi bisa disebut terbangun.

Barusan dia berada di ruang berbatu. Terlontar dari ruang Ujian, kini Emilia berada di hutan yang rasanya familiar.

Pohon-pohon menjulang tinggi mengelilingi lingkungan, angin sejuk menerpa kulitnya, bumi menghangatkan kakinya.

Kenangan-kenangan itu, suatu kilas balik.

Apa-apa yang ‘kan dilihatnya selama Ujian, sebuah bentang alam hutan putih bermandikan salju.

Tapi Ujian belum dimulai.

Tidak ada salju yang turun menghampar, serba-serbi hijau menyambut Emilia yang baru saja terbangun.

Dimana ….

“Halo. Akhir-akhir ini kedatangan banyak pengunjung.”

Selagi Emilia menahan nafas dan mengonfirmasi keberadaannya, dia mendengar suara.

Penglihatan Emilia telah membentuk dunia mimpi ini. Dalam kejadian ingatan yang sampai sekarang belum ada, berdiri di bawah naungan pohon sana, seakan-akan semuanya kelihatan alamiah, ternyata ada seseorang.

Dari kepala sampai kaki mengenakan jubah hitam, rambut dan kulit berwarna salju yang berserakan, wanita berkulit putih.

Dia hanya punya dua warna, tetapi merasakan semacam keagungan darinya, penyihir yang indah.

Penyihir yang menguasai Ujian, Administrator Makam yang menampakkan masa lalu—Sang Penyihir Keserakahan, Echidna.

Penyihir itu berdiri di atas batang pohon sambil memiringkan kepala ke arah Emilia.

Gadis itu balas menatap si penyihir secara langsung. Menelan nafasnya.

“Tentu saja, suatu kedatangan. Kedua tamu itu mendapat sambutan hangat—dan layak diundang.”

“….”

“Menakjubkan sekali kau bisa kembali tanpa bimbang setelah memamerkan semua keburukan itu. Bahkan aku pun terkejut terhadap keberanian dan kepantang menyerahmu itu.”

Sang penyihir yang menatap Emilia memukulnya dengan kata-kata, berisi dendam dan rasa muak.

Mata gelap tebal telinga itu sama sekali tidak mirip dengan mata hitam yang selalu melihat Emilia dengan baik. Karena sudah sering dihujani kebencian, Emilia telah terbiasa.

Setahunya kedengkian ini tidak jauh berbeda.

Semua dendam yang dihujamkan pada Emilia hingga kini karena menjadi Blasteran Elf Berambut Perak, sebuah bilah anomi.

Namun dendam penyihir ini tidak seperti itu.

Bukan karena Blasteran Elf Berambut Perak, melainkan sepenuhnya membenci Emilia.

“Baru ketemu masalah kecil saja kau sudah kabur, ada seorang pria yang memelukmu sebagai penghibur, kau tetap tidak peduli, dasar pelacur. Kaulah pencemar yang menodai duniaku. Tak punya urat malu dan konservatif pada diri sendiri sekalipun dia memaafkanmu berkali-kali, dasar terkutuk —Menurutmu bagaimana, wahai anak penyihir?”

Belakangan ini, kata-kata kasar itu merobek-robek hati Emilia.

Bukannya dia diam saja di depan kehasadan ini dan menyerah pada Ujian, tetapi kata-kata ini mulai mengelupas dan mengikis hatinya, merenggut kekuatannya untuk menerima masa lalu. Penyihir ini tidak ingin Emilia melawan Ujian ataupun melampauinya.

Penyihir ini tidak menaruh ekspektasi sedikit pun kalau-kalau Emilia mampu lulus dari Ujian.

Tidak ada yang menaruh harapan pada kita. Tidak ada yang lebih seru lagi selain membuktikan kalau mereka salah?

Maka dari itu Subaru memang benar.

Lantas Emilia mengangkat tangan, menunjuk ke langit.

Tingkah yang sama saat Natsuki Subaru menyatakan sesuatu, memberanikan dirinya.

“Namaku Emilia. Lahir di Hutan Elior, Penyihir Es.”

Emilia tahu penyihir itu merasa gentar.

Terpuaskan akan hal itu, si gadis menurunkan jarinya yang tertunjuk ke atas, kemudian menunjuknya.

“Sumpah-serapah sesama penyihir takkan membuatku bertekuk lutut. Lagi pula, diriku ini wanita yang menyusahkan.”

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Unknown H

Ok sip edan bener dah :v gw kirain awalnya si garfield ngeliat pas sibadrun lagi nyium pas dalem makam

Btw mulai back to complex nih ceritanya, awalnya gw sempet mikir end arc 4 sampe chapter 130, itu bakal butuh 13 chapter lagi dan gw rasa banyak yang belom kelar dah kayak ujian 1,2,3, Terus sama masa lalu emilia yang katanya nanti desa elf diserang pemuja penyihir terus si petelgeuse jadi gila, terus masalah beatrice juga belom kelar, belom lagi nanti pasti bakal sedikit kena ke kelinci raksasa

Dan kemudian semua itu akan dirangkum dalam 13 chapter, Syulit difercaya.
Tapi gw tetep berharap banyak kejutan dari author dan translator :v mangat m00n 13 chapter lagi

Xxrck

Greget bgt dah liat Garfiel yg tiap ngomong pasti diawali kalimat “gue yg hebat ini” :v