Share this post on:

Memori yang Terkubur Debu

CH 100.png

Penerjemah : Red Woman

――Mencari secara acak seperti ini tak ada faedahnya.

Itulah kesimpulan Subaru setelah mencari Lewes di seluruh desa dan menegangkan kardiovaskular1 serta nafasnya hingga paru-parunya sakit.

“――Hha-ha-haaa.”

Sambil menopang lutut, dia mengangkat lalu menurunkan bahunya untuk menarik oksigen ke paru-paru. Batin lelahnya yang menumpuk selama beberapa hari terakhir tumpah-ruah semua, anggota tubuhnya dirasa berat seolah-olah disuntik timah. Bahkan bernafas pun sulit.

“Natsuki-san, kau tidak apa-apa? Serius nih, kau terlalu cepat kehabisan tenaga, tahu.”

“B-bacot … aku, aku tiba-tiba teringat … aku masih menjalani perawatan medis ketika semua masalah ini muncul, dan kelelahanku baru saja mencapai puncak-puncaknya ….”

“Oke-oke, aku tahu kau ini payah, jadi duduk di sini dan istrirahatlah sebentar. Beri tubuhmu rehat sebentar dan berpikirlah. Akan aku ambilkan air.

Melihat Subaru yang kelelahan, Otto mendesah pelan, menunjuk ke bawah naungan pohon, dan meninggalkannya di sana.

Melihat Otto pergi sambil memberengut terhadap kepayahannya sendiri, Subaru duduk di bawah pohon dan fokus memulihkan nafasnya saja.

“――――”

Hampir satu jam telah berlalu sejak dia berpisah dari Garfiel dan mulai mencari Lewes Theta.

Subaru dan Otto, sejauh ini taktik dua manusia tersebut tidak berbuah hasil. Namun, seperti halnya Emilia, mereka tidak bisa begitu saja meminta bantuan orang lain.

Sebagai perwakilan Sanctuary, Lewes meninggalkan tugasnya dan absain dari pos pangkalan, hal demikian tidak ingin didengar para penduduk dan pengungsi Sanctuary. Garfiel mestinya punya pertimbangan serupa ketika dia pergi mencarinya sendirian.

“Emilia ….”

Kalau Subaru mau jujur tentang perasaannya, dia lebih mengkhawatirkan keamanan Emilia ketimbang Lewes.

Subaru ragu Emilia akan melakukan sesuatu segegabah itu, tapi mengetahui betapa tersesat dan kesepian dirinya, Subaru hanya bisa bergegas ke sisinya dan menghiburnya.

Tapi kenyataan kejam itu persis seperti yang dia katakan pada Otto : mencari Lewes lebih penting. Dia tidak boleh menuruti perasaannya semata.

Tapi, Subaru masih berharap usaha Ram bisa menemukan Emilia.

“Kayaknya aku pengen menyerah saja pada Roswaal.”

Ram jelas-jelas milik faksi Roswaal. Ram mencari Emilia karena memikirkan reputasi Roswaal, bukan demi membantu Subaru atau Otto. Hnya sekadar upaya melayani Roswaal yang kebetulan satu jalan dengan Subaru.

Jalan optimalnya adalah Subaru serta Otto mencari Lewes lalu pergi mencari Emilia. Bilamana Subaru mampu menyelesaikan keduanya, maka itu kemungkinan terbaik.

Tapi perkiraan hanyalah perkiraan. Hanya retorika hampa. Menghitung perkembangan laba-rugi, dan lain-lain.

“Kalau begini, kita akan kehabisan waktu sebelum menemukan mereka. Itulah kemungkinan terburuk dan tentunya tidak boleh terjadi. Tapi … kita tetap harus melakukan sesuatu ….”

Panik tidak ada bagusnya.

Alih-alih berdiam diri, berpikir, alangkah lebih baiknya lagi untuk menyusuri setiap sudut Sanctuary?

Kemudian ….

“Bila melakukannya dapat menemukan mereka, berarti Garfiel sudah menemukannya terlebih dahulu. Sudah satu jam. Orang itu bergerak dua kali lipat lebih cepat dari aku dan Otto, dan apabila masih belum menemukan Lewes, berarti ….”

――Lewes berusaha menghindari mereka, bahkan Garfiel pun tak mampu menemukannya.

“――――”

Memikirkannya, Subaru merasa ada lampu yang menyala dalam otaknya saat dia menahan nafas.

Ada yang janggal. Lewes berusaha menghindari Garfiel. Hal itu saja sudah aneh. Tapi, itu sama sekali tidak benar. Kenapa juga Lewes lari dari Garfiel?

Bukankah Lewes Theta lari karena dia tidak ingin menghadapi Subaru? Subaru mengira dia tidak ingin menjawab pertanyaannya mengenai Ujian dan memutuskan untuk bersembunyi sampai rotasinya berakhir.

Namun itu tidak masuk akal sama sekali.

Sekiranya Theta benar-benar tidak ingin berbincang dengan Subaru, dia bisa saja ngomong pada Garfiel.

Garfiel takkan ragu untuk menghabisi Subaru jikalau diberikan alasan yang jelas. Dan seumpama Garfiel memutuskan untuk menyerangnya, laki-laki itu tidak bisa melawannya.

Andai Theta betul-betul ingin menutup rapat masa lalunya, dia bisa saja menyuruh Garfiel melakukan demikian. Jadi kenapa dia belum melakukan itu, kenapa juga dia tidak melakukannya――?

“Dia kabur … karena dia ingin dikejar ….?”

“Yah tentu saja inti semua teori yang kau susun itu agar tidak tertangkap. Kau ini mikir apa sih?” tanya Otto.

Subaru sedang memegang dagunya, bergumam, tiba-tiba orang lain ikut nimbrung. Mendongak, Otto yang lagi bingung memberinya kendi penuh air.

“Aku mengerti kau kesusahan karena semua masalah ini. Waktu-waktu aku kudu tetap terjaga selama empat hari berturut-turut, melakukan negoisasi bisnis pula, hari terakhir ini aku agak sempoyongan.”

“Kesampingkan saja kisah kesulitan masa lalumu itu, bukannya aku hendak gila. Tidak begitu …. Kurasa tidak.”

“Kau makin tidak meyakinkan.”

Menerima kendi itu, Subaru mengarahkan ceratnya ke mulut. Menikmati sensasi dingin yang meluncur ke tenggorokannya, dia meramu kata-kata terpisahnya.

“Dugaanmu soal Lewes-san yang menghilang?”

“… Yah, barangkali dia tidak ingin bercakap-cakap, kurasa? Andaikan dia berpapasan denganmu hari ini, dia mesti membicarakannya walau tidak ingin … tapi, mempertimbangkan dirinya yang tidak bisa meninggalkan tempat ini, tidak bisa kusangkal itu hanya solusi singkat.”

“Tepat sekali, solusi singkat. Seandainya dia ingin sekali menyelesaikan masalah fundamentalnya, kau tahu ‘kan dia bisa menyelesaikannya dengan mudah?”

“――Maksudmu Garfiel?” tanya Otto.

Otto langsung menyimpulkan kesimpulan Subaru cuma dari beberapa petunjuk. Mengerutkan alis, dia menyilangkan tangan seolah tengah beprikir.

“Betul, dengan alasan itu … maka mungkin Lewes-san tidak mau Garfiel mengetahui perbedaan pendapatnya denganmu?”

“Bah, Garfiel sudah curiga ada campur tangan kita. Ketika dia bilang bahwasanya tak ada yang salah di Sanctuary sampai kita datang dan pergi lagi, aku tidak tahu harus membalas apa.”

Garfiel tepat sasaran.

Apa lagi, Garfiel telah menemukan penyebab tidak langsung menghilangnya Lewes. Dan tidak mungkin Lewes gagal mempertimbangkan bagaimana reaksi Garfiel terhadap Lewes yang menghilang.

“Yang artinya, hanya ada dua kemungkinan.”

“Yang satu dia melarikan diri dari Natsuki-san dan Garfiel kemudian pergi bersembunyi, atau ….”

“Tahu kita akan mencarinya, dia menunggu ditemukan ….?”

Andai kata yang pertama, maka Subaru dan Otto mungkin menyerah. Sekiranya Lewes kecil itu benar-benar berniat sembunyi, dia dapat dengan mudah bertahan selama setengah hari. Satu-satunya orang yang berkesempatan untuk menemukannya adalah Garfiel, sebab hidungnya tajam dan gerakannya lincah.

Tapi, misalkan yang kedua benar, maka Subaru dan Otto melawan Garfiel adalah 50:50. Karenanya, Lewes pasti telah memutuskan semuanya baik-baik.

――Pasti ada cara lain untuk menemukannya selain pencarian acak ini.

“Kita seharusnya mencari tempat yang berhubungan dengan Lewes-san.”

“Tapi sudah kita geledah rumahnya … dan rumah sejatinya adalah tempat Emilia-sama menghilang, jadi itu ….”

“Iya, benar. Aku ragu dia akan menghampiri Roswaal, atau Tanah Percobaan … barangkali keduanya adalah tempat yang dijambangi Garfiel pertama kali. Yang artinya ….”

Semisal Theta harus memilih tempat yang Subaru dan Garfiel tidak selidiki, tempat yang tidak segera diinvestigasi――

――Misalkan tempat semacam itu ada, maka.

“… Otto, sepertinya aku mengerti sekarang.”

“B-benarkah? Kau mendapatkannya dari percakapan singkat tadi, kan? Kau yakin tidak keliru?”

“Aku tidak tahu mengapa kau sebegitunya berpikiran negatif padaku, peluangnya cukup besar. Malahan, misal tidak ada di sana, lantas tidak ada di mana-mana lagi.”

Mengangguk pada Otto yang kelihatan bingung, Subaru meminum air yang tesisa dalam satu tegukan. Dia menyeka bibirnya, berdiri dari tanah, lalu merenungkan tempat yang ada dalam pikirannya.

Jikalau Theta berada di sana, lantas dia tidak melarikan diri. Sederhananya menunggu di tempat tercocok untuk perbincangan ini.

Menunggu Subaru, atau mungkin Garfiel.

“Aku baru tahu sekarang, Garfiel. ――Biarkan aku mengakhiri pembicaraan ini bersama pelindungmu dahulu.”


“Kami baru saja ingin membicarakan hal penting, jadi tunggu sebentar di sini, oke?”

“Oke, ibu Fortuna.”

Emilia dengan patuh menjawab Fortuna, dia membawa gadis kecil itu ke Ruang Putri dan menyuruhnya untuk menunggu di sana.

Melihat senyum di wajah Emilia saat kepergiannya membuat sang ibu sedikit tersenyum. Dia menepuk rambut perak panjang Emilia, kemudian melepaskan nafas cemas.

Sebelumnya, Emilia akan selalu kelihatan agak murung karena ditinggal sendirian dalam Ruang Putri. Meski dia berusaha menyembunyikannya, perilakunya yang menggembungkan pipi sampai merah lalu memalingkan wajah, tidak salah lagi dia sedang cemberut.

Sudah lama dia tidak melihat wajah Emilia yang begitu, jadi, Fortuna khawatir.

“… Emilia.”

“Huuh?”

“――, Hmnn, tidak apa-apa.”

Dia membelai rambut putrinya seolah ingin menanyakan sesuatu padanya, tetapi melihat mata polos Emilia, Fortuna hanya bisa menggelengkan mata sembari tersenyum.

Walau dia masih risau, Fortuna mengira semestinya senang Emilia tidak nakal. Dan karena ada tamu yang menunggunya, Fortuna meninggalkannya.

Melambaikan tangan kecilnya, Emilia mengucapkan selamat tinggal kepada Fortuna ketika pintu ditutup dibelakangnya, diikuti suara derikan baut. Pintunya terkunci dengan aman, Emilia ditinggalkan di Ruang Putri sendirian.

――Meskipun akhir-akhir ini, tidak jadi masalah.

“Oke, kalian bisa keluar sekarang.”

Menunggu satu menit penuh untuk memastikan Fortuna benar-benar pergi, Emilia kembali ke tengah ruangan dan berbisik-bisik.

Tentu saja, hanya ada dia di ruangan itu, seharusnya tidak ada yang menjawab――namun sedikit bintik-bintik biru pucat melayang ke dalam ruangan yang terang benderang.

Melihat cahaya pudar dan samar mereka, mata kecubung Emilia gemetar penuh suka cita.

Seiring waktu yang dihabiskannya di Ruang Putri, ia mempunyai kemampuan ghaib yang mampu berkomunikasi dengan mereka. Emilia memanggil mereka Peri――kendati sebenarnya roh mikro, meski penamaan itu sedikit melenceng, nuansanya jadi agak sedikit berbeda. Bagaimanapun, roh-roh mikro itu tidak menyalahkan Emilia muda karena kenakalannya.

“Peri-san, Peri-san, terima kasih sudah mau datang hari ini.”

Ucap gadis itu, berterima kasih kepada mereka karena tidak membiarkannya sendirian. Mendengarnya, cahaya-cahaya itu menyala terang, menari-nari sebagai tanggapan balik.

“――――”

Melihat roh-roh kecil itu menari, Emilia langsung menyadari niat baik mereka.

Mereka di sini bukan hanya untuk menghilangkan kesepiannya, tetapi juga untuk membantunya sebisa mungkin. Dan setiap kali Emilia dekat-dekat dengan tamu ibunya, mereka akan memperingatkan gadis kecil itu sebelum ada yang melihat.

――Sejak saat itu dia sering sekali kabur dari Ruang Putri.

Sepertinya tak seorang pun memperhatikan celah akar pohon yang mengarah ke luar, dan Emilia terus memanfaatkannya sebagai situs pelarian. Awalnya, tubuhnya terluka dan pakaiannya robek-robek saat memaksa melewatinya, tetapi sekarang tidak jadi masalah lagi karena dirinya sudah berbakat melewatinya.

Sebelum jadi cukup piawai, dia terus-terusan meminta maaf karena pakaiannya kotor terus, Fortuna hampir curiga. Sungguh hampir saja.

“Dia sangattttt curiga. Tapi ujung-ujungnya berhasil juga, hehehehehe.”

Emilia membusungkan dada, membual tentang peningkatannya, sedangkan lampu biru pucat berputar-putar di kepalanya seolah-olah memuji dia. Segera setelahnya, Emilia merasa pusing dari pertunjukan cahaya itu.

Namun demikian, selagi dia menjadi tukang kabur biasa, petualangannya di dunia luar hanya diisi kenakalan-kenakalan kecil nan lucu. Menguping percakapan orang dewasa seperti kali pertama, makan buah matang dari pohon tanpa izin, atau mengatur ulang furniture di rumah seseorang biar mereka bingung, tidak lebih dari itu.

Namun, Kenakalan adalah sesuatu yang berkembang tergantung pribadi masing-masing, dan Emilia yang suci dan polos ini tidak terkecuali.

“Baiklah. Waktunya kabur.”

“――――”

Cahaya-cahaya itu bergoyang seakan setuju, dan didorong oleh bala tentaranya, Emilia berhasil lolos dari Ruang Putri.

Membuka akar yang telah dilonggarkan sebagai tempat pelariannya, dia berguling saat terbebas dan mendarat di hamparan daun yang melunakkan dampaknya.

Ini adalah sesuatu yang dia siapkan setelah pelajaran dari semua kesalahan usaha-usaha sebelumnya.

“Hari ini mesti apa?”

Mengangkat dedaunan yang menempel di rambutnya, Emilia bertanya pada cahaya di sekitarnya. Kendati dia tahu mereka tidak bisa menjawab, melihat mereka merespon dengan besar kecilnya pencahayaan meyakinkan gadis itu bahwa dirinya tidak sendirian.

Hebat sih dia bisa keluar, tapi jika melakukannya terus, dia akan kehabisan hal untuk dilakukan. Kalau dia terus mengulangi kenakalan ini, orang-orang akan tahu itu perbuatan Emilia dan bahwa dia bisa melarikan diri dari Ruang Putri. Mana kala mereka mengisi teka-teki tersebut, tamat sudah riwayatnya.

“Santai saja dulu sampai semuanya reda.”

Bergumam bak penjahat licik nan cerdik, Emilia berjalan tanpa tujuan ke desa. Kemungkinan besar, orang-orang dewasa berkumpul di pusat desa seperti biasa, berbicara bersama tokoh berjubah hitam dan menerima hadiah mereka.

Di sisi lain, ibu Fortuna akan mengobrol dengan pria jangkung, yang Emilia dengar namanya Romanée-Conti, atau, dipanggil ibunya sebagai Geuse. Emilia diam-diam mengekor pria tinggi itu.

Kendati percakapan orang dewasa awalnya menarik, setelah menelinga berkali-kali, percakapan itu kehilangan kesegarannya dan Emilia kian bosan.

Fortuna serta Geus akan membicarakan segala macam topik yang sudah tersimpan dalam kepala Emilia. Satu-satunya alasan dia masih sering mendengarkan adalah berharap bahwa mereka ‘kan mengungkit ibu dan ayah kandungnya seperti saat dia menguping pertama kali, sehingga si gadis lebih mengetahui mereka.

Sayangnya, sampai saat ini tidak terjadi.

“Mungkin ….”

Dia bisa menyelinap ke salah satu wagon Geuse?

Jikalau Emilia menyelipkan tubuh mungilnya di sela-sela peti salah satu wagon tertutup itu, mereka bisa membawanya ke luar hutan, tepat seperti itu.

Dia tidak pernah melihat teman-teman Geuse memeriksa wagon sebelum pergi. Tapi, sekalipun dibantu peri, mustahil menyelinap tanpa ketahuan.

“… Mmmmuuuu.”

Memikirkannya baik-baik dan sadar betul itu tidak berhasil, dia menyerah.

Lagi pula, meninggalkan hutan adalah cara terburuk Emilia melanggar janjinya pada Fortuna.

――Dia sangat-sangat tidak boleh meninggalkan hutan. Banyak hal di dunia luar yang menakutkan bagi Emilia, dan akan teramat berbahaya sebelum dirinya menjadi dewasa. Sekurang-kurangnya, Emilia sering diberitahu hal itu.

Biarpun saat ini dia sudah melanggar aturan, si gadis tidak berniat melanggar semuanya. Barangkali itu kebaikan Emilia muda.

 Lantas, rencananya untuk bersembunyi dalam wagon dan terbawa ke luar hutan sudah dipupuk dalam-dalam. Mantapnya, dia menemukan cara lain untuk mencari asal-usul keberadaan orang tuanya.

“――Hap, hap.”

Saat dia berpikir, Emilia sudah sampai alun-alun desa tempat orang dewasa dan rekan-rekan Geuse menunggu. Emilia dengan gesit melesat ke pohon di dekatnya, berbaring rata dengan perut berada di bawah, Emilia kecil menajamkan telinganya.

Seperti biasa, Fortuna dan Geuse tengah mengobrol gembira selagi yang lainnya menurunkan muatan. Kecuali hari ini, ekspresi Fortuna kelewat hangat.

“Akhir-akhir ini Emilia lagi ceria, dan sangattttttt energik. Kuharap seluruh tubuhnya tidak lagi berlumuran lumpur.”

“Aduh-aduh … senang mengetahui beliau baik-baik saja. Kami bisa membawakan beberapa pakaian lagi jika Anda ingin. Tak lama lagi di luar hutan akan musim dingin, dan kami punya banyak pakaian musim yang tidak terpakai.”

“Kami selalu merepotkan Anda, maaf saya selalu menjadi beban. Tapi, apakah termasuk pakaian untuk orang-orang dewasa?”

“Ya, tentu saja. Saya yakin Anda akan sangat cocok mengenakannya, Fortuna-sama.”

Kata Geuse dengan ekspresi lembut, sementara raut wajah Fortuna merumit. Dia menggaruk-garuk pipi, seolah malu.

“… Wah sejak kapan Anda belajar berbicara seperti itu? Kita berdua sudah lama saling mengenal, tapi tak pernah bercanda?”

“Hanya hal pertama yang terbesit dalam kepala saya. Apa barusan saya mengatakan hal aneh?”

“Saya tahu Anda bukan pembohong, tapi itu semakin membuat pernyataan barusan makin mustahil diypercaya ….”

Fortuna menekankan tangannya ke dahi, tampak bingung. Tetapi senyum di bibirnya membuktikan bahwa dia tidak kesal.

Sebetulnya, jauh dari kesal, dia kelihatan benar-benar menikmati perbincangan mereka.

“… Hmph.”

Entah kenapa, melihat ibunya seperti ini membuat Emilia merasa terlampau iri.

Ekspresi Fortuna biasanya tegas, dan jarang-jarang dia menunjukkan sisi lembutnya di depan orang lain selain Emilia.

Namun kini, seolah-olah sesuatu yang penting bagi ibunya telah dicuri, dan itu menyebalkan.

“Hmph, Geuse bego.”

Emilia mencerca sepihak Betelgeuse. Mengembungkan pipi, gadis itu bersumpah jika Geuse tidak mengatakan sesuatu yang menarik nanti, dia akan menakali wagonnya hari ini.

Barangkali menyumbat rodanya dengan kain atau menuangkan minyak ke seluruh tempat tidur kargo.

Begitulah sumpah Emilia mengenai balas dendam mini ini, tetapi retribusi dramastis itu tidak terjadi.

“――Omong-omong, apakah segelnya masih aman?”

Menurunkan volume suara, Geuse menanyakan Fortuna pertanyaan biasa. Fortuna menjawab dengan angguk, lalu berkata.

“Tiada yang terjadi. Setiap kali Anda bertanya begitu, jawabannya pasti sama.”

“Itu adalah kewajiban saya. Lagi pula, kali ini. Kendati masalah ini ada siklusnya, ada banyak malam tanpa bulan di tahun ini, sehingga sirkulasi mana menjadi berhamburan. Saya khawatir akan berdampak negatif pada segel yang berada jauh di dalam hutan ini … dan saya tidak bisa tidak cemas.”

“Bulan, ya … benar, saya mengerti. Jadi itulah alasan roh-roh mikro hutan bertingkah aneh belakangan ini. Saya mengerti. Nanti saya akan memeriksa segelnya secara langsung untuk memastikan tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan.”

“Kalau begitu, saya serahkan kepada Anda.”

Mengatakan demikian, Geuse membungkuk rendah, sedangkan Fortuna menatap seirus dirinya kemudian mengangguk.

Menguping perbincangan mereka, Emilia bergumam, “Jauh di dalam hutan ….” dalam suara lirih.

Emilia telah menjelajahi keseluruhan desa. Dan tentu saja, dia sudah menaklukkan setiap sudut hutan yang diperbolehkan Fortuna untuk kunjungi. Walaupun tidak pernah Emilia utarakan, gadis itu pernah melihat hutan di belakang halaman rumahnya sendiri.

Namun, Emilia tidak tahu-menahu tentang tempat Jauh di dalam hutan, yang mereka bahas. Emilia pikir pasti letaknya berada di kedalaman hutan yang pintu masuknya terlarang――hal lain lagi yang disembunyikan mereka darinya. Semakin bocah kecil itu memikirkannya, makin tidak puas pula dirinya.

Tanpa sadar, semua ketidakpuasan terpendamnya telah mendidih.

Seperti biasa, Emilia tidak mendapatkan informasi satu hal pun mengenai orang tuanya, dan petualangan besar nan asyik ke luar Ruang Putri menjadi aksi rutinan nan membosankan. Parahnya, orang dewasa yang menyuruh Emilia tidak boleh melakukan ini-itu diam-diam menyimpan rahasia darinya. Banyak sekali contoh perbuatan buruk dalam waktu singkat ini.

――Barangkali waktunya Emilia merasa kesal sedikit pada mereka.

Siapa yang bisa menyalahkan Emilia karena berpikir demikian? Dahulu, tak seorang pun pernah memarahi sisi jahat Emilia yang mulai berkembang dan membiarkannya tumbuh, hingga mempercepat kedatangan Waktu itu.

Dan itulah sebabnya, bertahun-tahun kemudian, satu-satunya orang yang menyalahkan Emilia adalah Emilia itu sendiri. Dia akan terus menyalahkan dirinya karena kebodohannya kala itu, walau tidak cukup untuk meringankan beban dosanya.

――Namun penyesalan terlambat tersebut tidak sampai pada Emilia muda.

Selagi dirinya mulai merencanakan hal buruk demi memenuhi niat jahatnya, perbincangan Geuse dan Fortuna telah berakhir. Sesudah menurunkan semua barang-barnag tanpa ada masalah, grup Geuse membungkuk sebagai salam perpisahan sementara orang-orang dewasa memberi hormat atas kepulangan mereka.

Melihatnya, Emilia langsung terbang turun dari cabang pohon dan bergegas kembali ke Ruang putri. Buru-buru menyelinap melewati celah di akar dan menuju lubang, Emilia cepat-cepat membuat dalih.

Dia lekas terampil menggambar, mengganti pakaian bonekanya, lalu memakan manisannya.

Saat semuanya telah selesai, dia mengusap keringat di dahi dan mendengar suara Fortuna di luar pintu.

“Emilia, maaf kau mesti menunggu. Apa hari ini kau jadi gadis baik?”

“I … iyakah? Yah. Hmm, yap, aku jadi gadis baik.”

“――――” Fortuna terdiam.

Yakin Emilia telah membodohi Fortuna dengan perbuatan mahirnya, muncul ekspresi puas pada wajah gadis kecil itu. Tetapi, melihat Emilia seperti ini, Fortuna dengan tenang menyipitkan mata, hanya melihat putrinya saja.

Mendapat firasat buruk karena ibunya menatap tajam dirinya, salah langkah di sini hanya menambah kecurigaan Fortuna.

“A-ada apa, ibu Fortuna? Walaupun ibu menatapku kayak gitu, aku enggak ngapa-ngapain, kan? Aku cuma makan manisan aja, menggambar, dan main boneka-bonekaan sebentar. Enggak keluar sama sekali. Benerannnnn.”

“――Begitukah … yasudah.”

Sepertinya Fortuna selalu saja ditipu acting Emilia. Meskipun si penipu merasa bersalah karena berbohon pada ibunya, Emilia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terlalu memikirkan kebohongan itu dan fokus saja melancarkan rencana balas dendam kejamnya.

Fortuna dan juga Geuse membicarakan Segel jauh di dalam hutan. Seingat Emilia, sebuah Segel semestinya berfungsi sebagai tempat untuk menyembunyikan sesuatu.

Menyembunyikan sesuatu yang akan merepotkan kalau segelnya terlepas.

――Alhasil, cara balas dendam Emilia pada Fortuna dan orang-orang dewasa telah ditentukan.

Dia akan mencari lokasi Segel jauh di dalam hutan ini, dan mana kala Fortuna atau siapa pun hendak memarahinya, dia bisa saja membantah sebagai tangkisannya.

Jika mereka kebetulan mengetahui dirinya keluar dari Ruang Putri, lokasi Segel akan menjadi kartu trufnya.

Emilia terlampau bersemangat perkara rencana cerdiknya sampai-sampai gagal menyadari ironi rasa bersalah karena kabur dari kamarnya, sekaligus mengotori tangannya dengan sesuatu yang bahkan lebih buruk.

Sambil memegang tangan ibu, mereka meninggalkan Ruang Putri. Kala ibu membawa Emilia pulang, Fortuna bilang dia punya beberapa hal yang harus dilakukan. Merenungkan pembicaraan sang ibu bersama Geuse, pastinya dia akan pergi memeriksa Segel.

Setelahnya ….

“――Aku mengandalkan kalian.”

Emilia mengedipkan mata ke cahaya biru redup itu, meminta mereka mengikuti ibunya.

Sekilas kecantikan Emilia yang mampu memikat seseorang hanya lewat senyumannya saja sudah mulai ada di pipi gadis kecil itu.


Ini adalah kedua kalinya Subaru mengunjungi tempat ini, tempat yang dia kunjungi kala perulangan pertama.

Bangunan sunyi itu berdiri di atas bukit kecil. Bangunannya tidak rusak-rusak amat, tapi masih lebih mirip seperti rumah biasa yang tidak ada keunikan apa pun.

Terdiri dari kamar tidur serta ruang tamu, ada dapur sederhana di ruang santai, kalau di dunia asli Subaru, bangunan itu seukuran unit apartemen kecil. Cukup ditinggali satu orang dengan nyaman, tetapi sempit untuk orang dewasa bersama dua orang anak.

Itulah anggapan yang dipegang Subaru saat merenungkan betapa signifikannya bangunan ini.

Berdiri di luar pintu, dia mengetuk beberapa kali. Kemudian, suasana hening sejenak, dia mendengar kata, “Masuk,” dari dalam, dan lega mengetahui dirinya benar.

Tapi buru-buru menyingkirkan rasa lega itu saat memegang kenop pintu yang kemudian dibukanya.

Aroma samar kayu tua menyerempt lubang hidungnya. Dan, merasakan udara hangat menyelimuti kulitnya, Subaru melangkah masuk ….

“Butuh waktu lama dari perkiraanku.”

Di bagian belakang ruangan, duduklah satu sosok di tempat tidur keras. Nampaknya, dia tengah mengisi ulang the, menuangkan air mendidih ke dalam cangkir.

Barangkali itulah alasan ruangan ini suam-suam lembab. Subaru menghitung terdapat tiga cangkir di atas meja――namun hanya satu yang diisi.

“Jadi aku tamu pertama yang datang?”

“Betul. Kau yang pertama, Su-bo. Kuharap kau lebih sedikit menyukai tehmu.”

“Tidak jadi masalah. Lembut atau keras, daun ya daun.”

“Komentar seperti itu membuatku bertanya-tanya mengapa juga mesti repot-repot menyeduhkan teh ini untukmu. Kini aku paham mengapa Ram selalu mengeluhkanmu.”

Menyeringai kepada bocah itu, Lewes――Theta mengambil gelas kosong itu dan mulai mengisinya dengan air mendidih. Setelah melempar daun teh ke dalamnya, Theta menyuguhkannya kepada Subaru.

“Nih, kau pasti haus. Ayo, minumlah.”

“Kurasa kalau menghabiskan seluruh cangkir ini, HP-ku yang masih tersisa akan turun drastis ke-0. Yah … makasihlah.”

Theta mengerutkan alis, agak bingung terhadap leluconnya, di sisi lain Subaru meniup tehnya biar dingin lalu diseruput bibirnya. Rasa tebal rumput menyusuri lidahnya dan turun mengaliri tenggorokan.

Entah daun ini disebut apa atau siapakah yang menyeduhnya, daun tetaplah daun.

“Aku bahkan tak pernah terbiasa dengan teh Rem … tubuhku betul-betul tidak ahli menerima ini, seriusan.”

“Semestinya sudah kutebak … yah tekadku sudah bulat. Aku tidak akan pernah lagi menyeduhkan teh untukmu.”

Menonton Subaru memberengut dan menjulurkan lidah, Theta meneguk secangkir tehnya dalam satu tarikan nafas. Kemudian, menepuk-nepuk rambutnya dengan lengan bajunya yang menjuntai, dia kembali ke tempat tidur dan sekali lagi menatap Subaru.

“Kuharap dapat meringankan suasananya sedikit sebelum percakapan kita, tapi nyatanya sudah banyak konflik di antara kita.”

“Tatkala kau menyelipkan hal-hal tidak penting ke teks utama, para pembaca yang kebetulan melewatkannya akan kebingungan, lebih baik kita tidak begitu yah. Basa-basi terus, langsung bercakap-cakap ria saja.”

“Kau mengatakannya seolah-olah tidak berarti sama sekali ….”

Sambil mendesah, Theta menepuk dahinya. Lalu, tatapannya tertuju ke Subaru, seakan menatap ke luar pintu.

“Kesampingkan sajalah itu … ternyata kau, Su-bo. Sudah kupikirkan sih. Alih-alih Gar-bo, kemungkinannya, kau datang ke sini sendirian atau tak satu pun dari kalian sampai sini hingga rotasiku berakhir.”

“… Peluangnya cukup kecil seandainya melawan Garfiel, ya. Jika orang itu mendengar ucapanmu barusan, dia mungkin akan sedih.”

“Sedih, menangis, itu sajatah? Aku membayangkan reaksi yang lebih serius. Jikalau Garfiel tahu aku di sini, mantaplah. Tapi aku tidak amat memikirkannya.”

Sembari memasang senyum kesepian, Theta melihat dinding ruang tamu. Subaru mengikuti tatapannya dan mendapati dua perisai logam tergantung di sana, berkilau keperakan――dua perisai itu saling bersilangan, menghiasi dinding seperti kali terakhir Subaru melihatnya.

Saat mereka masih kecil, Garfiel dan Frederica akan bermain bentur-benturan perisai, mengisi setiap celah dan penyok dengan memori itu――sederhananya, ini adalah rumah masa kecil saudara-saudari itu.

Subaru tidak mengerti kenapa Theta memilih tempat ini sebagai percakapan terakhir mereka.

Tapi dia ingat dari perulangan sebelumnya bahwa tempat ini punya artian khusus bagi Lewes dan Garfiel.

Mempertahankan ingatan itu, Subaru datang ke sini dan mendapati Theta tengah menunggunya, persis seperti yang laki-laki itu pikirkan.

“Bagus kau datang sendirian, Su-bo. Lagian, percakapan ini tidak ingin orang lain dengar.”

“Ya, aku meninggalkan Otto. Sudah sepatutnya tidak mengikutsertakan dirinya atas apa yang kita diskusikan di sini.”

Walau pernyataan itu terdengar seolah-olah dia meninggalkan seorang pejuang karena pertarungan ini bukanlah liganya, namun bukan itu niat Subaru. Hanya saja, masa lalu Lewes adalah topik yang pastinya melibatkan Penyihir. Hal itu saja sudah cukup untuk ditanggung Subaru sendiri. Lantas, dia menitahkan Otto mengisi peran lain.

“Theta-san, benar tidak hanya kau saja satu-satunya Lewes-san yang berada dalam Makam?”

“The … ta?”

“Ah, maaf. Aku memanggilmu begitu biar mudah saja. Kemarin Sigma-san, dan dua lainnya adalah Alpha dan Beta. Kalau tidak suka, aku akan berhenti memanggilmu begitu ….”

“… Tidak, tidak apa. Aku mengerti sih, jadi begitu maksudnya. Aku paham, aku paham … mengejutkannya, aku tidak tidak suka.”

Menggumamkan, “The-ta, the-ta,” terus-menerus, wajah Theta melembut mirip merona. Dia memejamkan mata, dan setelah beberapa saat hening, membuka lagi.

“Yang hendak aku sampaikan adalah semua hal mengenai ciptaan Sanctuary … dan bagian peristiwa yang mengarah ke Lewes Meyer yang disegel di dalam kristal.”

“――Baiklah.” kata Subaru.

“Kau pahami baik-baik dan susun pertanyaan setelah menyimaknya … sebagai salah satu dari empat perwakilan Lewes dari Sanctuary, kuserahkan semuanya pada takdir.”

Menyatakan tanggung jawab serius ini, Theta tersenyum tatkala Subaru menahan nafasnya ….

“Apakah hati engkau sanggup menghadapi tantangan ini?”

Catatan Kaki :

  1. Penyakit kardiovaskular atau cardiovascular disease (CVD) adalah penyakit yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
5 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Unknown H

Akhirnya gw sampe sini juga :v wkwkwk, now just waiting for april :”v semoga bukan april mop

Unknown H

Namanya juga takut takut cemas 🙁

Rzyw

Lanjut >w<)b