Share this post on:

Bonus Edisi Spesial

 

Penerjemah: Kaine

“Kurasa ini tidak aneh, namun konyol …”

Para 86 yang dianggap bukan manusia, tentu saja takkan punya makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang bagus. Seragam tempur yang dikeluarkan atasan dalam bentuk barang berdebu yang disimpan dalam gudang selama bertahun-tahun, hampir compang-camping.

Keterampilan wajib yang perlu dipelajari semua Prosesor. Tentu saja, seluruhnya tergantung Prosesornya, tapi …

“Kenapa kalian jago sekali menjahit?”

“Entah?”

Raiden lagi bersandar di meja kafetaria, tangannya menyangga kepalanya. Shin merajut benang di lengan sobek seragam kamuflase seraya membalas pertanyaan Raiden.

Di sebelahnya, Kurena tengah mengayun-ayunkan kakinya seperti gadis kecil, menunggu pakaiannya dijahit. Melihat dirinya, Raiden sedikit bingung.

Iya juga, Shin sedang tidak menjahit seragam kamuflasenya.

“Peran gendernya terbalik di sini. Kau harusnya menjahit pakaianmu sendiri, Kurena.”

“Aku cuma tidak ahli menjahit.”

Kurena seakan menggampangkan, tapi dia bukan uma tidak ahli. Dia sangat tidak ahli soal mejnahit.

Konyol sekali, tidak? Contohnya, ketika dia pertama kali melapor ke regu, keterampilannya buruk banget sampai-sampai Shin muak, akhirnya dia rebut dan jahitkan. Jelas, Shin tidak melakukannya karena niat baik seorang pria, melainkan resah kalau tekstur tebal seragam akan melukai tangan seorang wanita. Khawatir kalau kebanyakan benangnya akan berlumuran darah dan terbuang percuma.

Bahkan saat itu, kapan pun pakaian Kurena robek, dia mengandalkan Shin untuk memperbaikinya, meski bukan pakaian dalam. Barangkali beginilah caranya mencari perhatian, atau memanfaatkan seragam robeknya biar bisa bicara lebih dengan Shin.

Sebagai pengamat, Raiden berpendapat karena alasan itulah Shin menganggap Kurena sebagai adik perempuan yang perlu banyak perhatian, alih-alih seorang wanita.

“… mayor. Kau ‘kan perempuan, menurutmu bagaimana?”

Raiden mengarahkan topiknya ke Lena yang mungkin menyadari Shin sedang sibuk menjahit.

Akan tetapi entah kenapa, Raiden tidak dapat jawaban, lalu mengangkat alis.

“Ada apa?”

Raiden bertanya, dan Lena yang tetap diam sepanjang waktunya, akhirnya bicara skeptis …

“Anu … menjahit ini apa, ya?”

Kala itu, semua orang terdiam.

Alhasil, semua orang yang hadir mendesah.

“Aku sudah tahu kau ini putri yang dimanjakan terus, tapi tidak separah ini …”

“Waduh … ini lawak banget …”

“Mustahil. Kau cuma tidak jago menjahit kancing ‘kan, Mayor?”

Kemudian, hening lama mengikuti.

“… menjahit … kancing? Err, kancing dari awal sudah menempel di pakaian, benar …?”

Rupanya dia tidak tahu kalau kancing bisa copot.

Jelas menunjukkan betapa luar biasa para pelayannya.

“Jangan bilang kau tidak tahu merajut itu apa?”

“… mera … jut …?”

Sepertinya dia tidak tahu dasar-dasar menjahit.

Shin yang terperangah mendesau keras-keras, kemudian Lena sedikit kebingungan.

“Hehe—” giliran Kurena yang sedikit gembira.

“Bahkan aku pun bisa melakukan itu, Mayor.”

“Eh! Memangnya memalukan tidak bisa melakukan itu? Serius, Kapten Nouzen!?”

Shin tidak menjawab, namun Raiden merasa dia memikirkan hal serupa, sedikit jengkel oleh ini.

Benar-benar absurd.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Cidut

Baru baca ini, lawak banget sii lena ??