Share this post on:

Cokelat Panas

Penerjemah: Shionne

Hat-ci, di malam terlampau dingin sampai-sampai badan mereka membeku, bahkan bersinnya ternyata imut.

“… dingin.”

“…”

“Jangan komplain, dasar bego.”

Hampir setengah tahun mereka satu regu. Baginya, tidak perlu menanggapi orang yang senantiasa bicara kasar.

Hadeh, Raiden sudah muak dengannya. Dia membenci pemimpin regu yang umurnya pun tiga belas tahun dan tidak mengerti sikap dinginnya.

Entah kenapa, mereka bersembunyi di dalam gubuk yang terbuat dari beton keras. Setelah melalui banyak kesulitan, mereka berhasil mengintip ke balik jendela kaca berlapis ganda, dan ada pemandangan salju di luar. Cakrawala tiada batas itu diwarnai putih bersih, dan kepingan salju beterbangan sedangkan bintang-bintang mengotori beludru hitam malam.

Cahaya bulan baru serta bintang-bintang menyinari kepingan salju tak terhingga, menyelimuti malam musim dingin medan perang dengan warna biru indah.

“Dingin … kenapa kita harus bermalam di sini?”

“Keterlaluan dingin, terlebih tidak bisa buru-buru pulang ke pangkalan. Tidak ada pilihan lain.”

Sesuai dugaannya, Raiden mengeluh belaka, tidak ingin mendengar alasannya.

Masih dingin. Walaupun ada api yang menyala di lantai beton, dan mereka mengeluarkan selimut cadangan dari peralatan bertahan hidup dalam gudang, tetap saja membeku. Selain komplain, tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Namun Shin takkan mengerti. Karena jawaban langsungnya Raiden menuturkan omong kosong semacam itu.

Hmph, dengus Raiden. Kalau begini, dia harus mencari cara lain untuk menghangatkan diri.

Raiden menuangkan sedikit air, gula, dan sisa makanan di kaleng cokelat ke dalam panci, sejumlah susu kaleng, menaruh campuran tersebut ke api, kemudian mengaduknya sambil membiarkannya mendidih. Panci itu kepunyaan pribadi seseorang dalam peralatan bertahan hidup, dan segala hal selain air diambil dari gudang.

Sebab tempat ini adalah lini depan medan perang Republik sekaligus menjadi daratan yang sebagian besarnya ditinggalkan para pengungsi, makanan bernutrisi yang bisa disimpan untuk waktu lama jarang-jarang ditemukan.

Dia memotong potongan cokelat berharga yang ditemukan di tempat lain dengan pisau bayonet serba gunanya, lalu Shin yang terlihat tertarik, melihat.

“Ini?”

“Cokelat panas … tidak tahukah cara membuat ini?”

Faktanya mustahil menemukan hal semacam cokelat di area 86, tetapi bisa ditemukan dalam keluarga, sebelum mereka dideportasi ke sini.

Shin kelihatan menyesal.

“Beneran … aku tidak bisa masak.”

“Tidak bisa masak? Okelah.”

Benar memang, dia masih anak-anak. Begitulah yang dipikir Raiden.

Setidak dewasa dirinya, mereka berdua sama-sama tiga belas tahun, usianya sama.

Namun bagi Raiden, Shin tidak begitu antusias memasak, bukannya tidak bisa.

begitu. Aku perlu mengikuti metodenya, tambahkan bahan-bahan, lalu aduk hati-hati. Mungkin ini tidak pas untuk membuat cokelat panas.

“Terus, kau memegang apa?”

“Resepnya bukan begitu.”

Kala itulah, Raiden mulai mengingat kembali ingatannya.

“Bocah-bocah bandel di asrama … nostalgia banget.”

Sewaktu dia bersembunyi bersama mereka, teman-teman tanpa hubungan darah yang makan bareng dengannya.

Setiap malamnya, mereka tidur bersama di kamar sempit … meski menyebalkan, tapi tidurnya puas, dan perasaan itu takkan berubah.

Tapi sepertinya sudah tiada semua.

Raiden menggaruk kepala, mengambil panci, menuangkan isinya ke dalam mug alumunium, dan diberikan ke Shin.

Di tangannya ada mug berisi cokelat panas yang mengepulkan asap, kehangatan mencapai telapak tangannya. Dia tiup uap putih, dan Shin melakukan hal sama.

lucu amat. Wajahnya yang melirik seraya bergumam kelihatan begitu kekanakan.

Tapi orang ini cuma tidak suka yang manis-manis, ya? Pikirnya sambil menyesap cokelat panas. Ciaran panas meluncur ke tenggorokannya, ke perut, selanjutnya mendesah.

Hat-ci …. Bahkan bersinnya imut, meski ini kedua kalinya.

“… masih dinign.”

Raiden menggerutu lagi, tapi kali ini tidak ada tanggapan.

Kapan orang ini … demikianlah dalam benaknya selagi meneguk cokelat panas lagi, gerutu lirih bercampur napas putih dalam kegelapan.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments