Share this post on:

SORTIR

 

Penerjemah: Daffa

“… aduh.”

Membuka matanya, dia mendapati dirinya berada dalam kegelapan total. Annette yang terkapar sembarangan di lantai, bangkit berdiri.

Aku … di mana …?

Dia melihat sekelilingnya, tetapi terlalu gelap bagi mata telanjang untuk melihat apa pun. Dia bisa merasakan kaki nyekernya menyentuh beton. Tempatnya tidak terasa menyesakkan yang artinya, mungkin berada di ruangan cukup terbuka.

Selagi menyelidiki instalasi Legion yang mereka temukan, skuadron Phalanx diserang Legion dan dibantai habis. Tipe Grauwolf yang menghabisi mereka mendekatinya, dan itu saja yang dia ingat. Ingatan tersebut membuat Annette menggigit bibirnya.

Kalau begitu aku ditangkap Legion. Tapi kenapa? Kalau ini perburuan kepala dan mereka mencari jaringan saraf untuk berasimilasi, Prosesor tempur berpengalaman skuadron Phalanx akan jauh lebih berguna bagi Legion. Kalau mereka membunuh 86, kenapa membawa non-kombatan sepertiku? Keanehannya tak berakhir di sana. Mabes taktis masih berfungsi ketika mereka diserang. Mengapa mengorbankan elemen kejutan dan tidak menyerang markas musuh?

Ini bukan perburuan kepala. Dan mereka juga tidak berencana mengurangi pasukan Divisi Penyerang. Apa yang membuatku lebih berharga dari tujuan- tersebut?

Akan masuk akal bila dia ahli dalam hal pengembangan Feldreß atau pengembang suatu sistem senjata mutakhir, tetapi dia adalah seorang peneliti Para-RAID. Legion sudah bisa berkomunikasi di bawah pengerahan Eintagsfliege; mereka tak memerlukannya.

Tidak. Entahlah. Tidak punya cukup informasi.

Dia menggeleng kepala dan berdiri. Sekarang, dia harus lari.

Dia berbalik lalu mengamati sekelilingnya. Perangkat RAID-nya barangkali sudah diambil. Dia menepuk lab mantelnya, mendapati pistol yang disimpannya untuk membela diri telah hilang juga.

Ruangannya benar-benar gelap, tapi setelah beberapa saat, matanya terbiasa pada kegelapan. Tempatnya sebesar …. Tidak, malah lebih besar dari yang dipikirnya, dan dia hampir tidak dapat melihat siluet-siluet sekelompok humanoid meringkuk di pojokan. Kemungkinan besar mereka orang.

Seandainya mereka ranjau swagerak dan tidak menyerangnya dalam jarak sejauh ini, mereka takkan bereaksi pada suaranya pula.

Annette memaksa tenggorokan paraunya untuk bicara.

“Hei.”

Tidak ada reaksi.

“Hei. Kau di sana. Apa kau para penyintas skuadorn Phalanx? Kau tahu ini di mana atau bagaimana kita bisa di sini …? Hei!”

Masih belum ada reaksi.

 

 

“Mari bereskan situasinya.”

Markas besar taktis penuh ketegangan setelah mendengar satu skuadron dimusnahkan di permukaan, yang seharusnya aman. Skuadron Nordlicht yang bertugas melindungi markas besar, membentuk garis pertahanan defensif bersama skuadron cadangan Lycaon dan infanteri lapis baja cadangan.

Informasi mengalir penuh ketakutan di layar utama Vanadis selagi Lena berusaha sekuat mungkin menahan kecemasannya. Frederica dengan berani melaporkan situasi yang dilihatnya sesudah skuadron Phalanx dihabisi.

Annette sudah …

“Pembasnian skuadron Phalanx, penculikan Profesor Henrietta Penrose, dan keberadaan manusia bercampur Legion dalam area operasi …. Semua ini akurat, betul?”

“Poin terakhir tidak mungkin salah, Kolonel.”

Skuadron Spearhead bersembunyi di salah satu pabrik dok kering, berlindung diam di balik bentuk besar Morpho setengah jadi. Mereka menonaktifkan penutup antiapi / antibanjir agar ranjau swagerak dan sensor lemah tipe Grauwolf takkan mampu menemukan mereka.

Shin berbicara dalam Undertaker yang telah beralih ke mode siaga.

“Aku ingin memastikan inti tentang berapa banyak orang yang berada dalam area operasi dan status infiltrasi mereka, tapi maaf aku tidak punya waktu untuk bicara, mempertimbangkan situasinya.”

Sulit membedakan manusia ketika mereka bercampur dengan banyaknya ranjau swagerak juga tipe Grauwolf alhasil skuadron menghentikan pertempuran dan kembali ke kedalaman tipe Reproduksi Otomatis.

Bertempur di Sektor 86—yang tidak ada warga sipilnya—sampai sekarang, 86 tak terbiasa pada medan perang yang melarang dibunuhnya unit tertentu yang bercampur dengan musuh. Di satu sisi, para Prosesor itu mirip Legion dalam hal menghancurkan segala sesuatu yang bukan sekutu mereka.

“Menilai betapa kotornya orang-orang dan pakaian mereka, kelihatannya mereka tinggal dalam kondisi tak higenis selama periode waktu yang diperpanjang …. Mereka bisa jadi orang-orang yang selamat dari penyerangan skala besar.”

“Aku tidak yakin memanggil mereka penyintas, Penakluk Wanita. Lebih tepatnya makanan sisa. Atau mungkin bahan mentah lebih mendekati?”

Menghentikan seluruh pertempuran, skuadron Brísingamen Shiden berlindung di aula lift dan menurunkan penutup jendela mereka. Melepas setelan penerbangnya dengan satu tangan, Shiden mengobrak-abrik kokpit kompartemen penyimpanan.

Tidak seperti tatkala 86 mesti bersyukur dengan seragam lapangan tak terpakai Republik, Federasi menyediakan para Prosesornya setelan terbang lapis baja berperforma tinggi untuk mengoperasikan Feldreß. Selain itu lebih mudah bergerak sambil mengenakannya, setelannya sangat tahan api, menyerap goncangan, melindungi sesuatu semacam peluru atau musuh, dan resistansi dari gravitasi. Memang, akan tetapi, ada satu masalah.

Bagian sekitar dadanya sesak.

Melonggarkan kancingnya untuk membebaskan payudaranya dari cekikan pakaiannya, Shiden mendesau. Rasanya panas. Dia menyesap air di pelples lalu menuangkan sisanya ke atas kepalanya dan menggeleng-geleng kepalanya bak hewan. Panasnya berasal dari jumlah besar adrenalin yang dikeluarkan dari momen-momen berlebihan termasuk mempilot Juggernaut. Kemudian Shin mengambil sepotong cokelat dari kompartemen penyimpanannya terus digigit.

“Bukan cuma kotor, aku takkan mau dekat-dekat mereka seperti sekarang ini. Ogah buang-buang waktu bicara sama mereka juga. Mereka tidak kelihatan waras bagiku.”

Cibirnya, melirik pintu gudang tertutup. Para manusia yang skuadron Brísingamen telah temui sedang berkeliaran di belakang sana, juga ranjau swagerak serta tipe Grauwolf.

“Usia mereka beda semua, tapi masing-masingnya sama kotor dan sinting …. Rekan kita beda cerita, tapi kami tidak peduli sama babi yang kaburnya lamban.”

“Kaburnya lamban …. Maksudmu dari serangan skala besar tahun kemarin …”

Legion tidak mengambil tawanan … selain satu hal. Perburuan kepala.

Mereka sesekali mengumpulkan kepala-kepala korban mereka untuk diasimilasikan ke jaringan saraf mereka.

“Baginda, kita harus bagaimana …? Coba lindungi mereka? Aku tak peduli babi putih hidup atau mati, tapi akan kuulang lagi: Mereka tidak responsif. Kita bisa menyuruh mereka menjauh sebanyak mungkin, tapi mereka takkan bergerak.”

Lena menggigit bibirnya terhadap pertanyan tak acuh Shiden. Menyuruh mereka melindungi Alba itu gampang. Tetapi meminta mereka bertarung sembari membedakan Alba dari ranjau swagerak dalam kegelapan labirin bawah tanah bukanlah permintaan realistis. Memaksakan perintah itu akan mengakibatkan korban di antara perwira lapangan 86.

Di sisi lain, menyuruh mereka menembak tanpa pandang bulu kepada manusia, meskipun mereka warga negara Republik …. Membayangkannya saja membuatnya muak.

Terutama mengingat bagaimana beberapa 86 telah melihat keluarga dan teman mereka dibunuh dengan cara serupa.

Dengan mudahnya menitahkan mereka berbuat kekejaman sama saja tidak kompeten. Keputusan asal semacam itu takkan, tak akan boleh dilakukan seorang komandan.

“… tidak. Skuadron lapis baja kita tidak usah melindungi mereka secara proaktif.”

Lena bisa merasakan para kapten merasa resah dari Resonansi lalu melanjutkan:

“Tapi, ada cara untuk membedakan mereka …. Jika kau menemui unit humanoid, arahkan bidikan laser1 tembakan kepada mereka dengan daya maksimal. Kalau mereka manusia, mereka harusnya kabur atau setidaknya berhenti bergerak. Misal tidak bereaksi, mereka ranjau swagerak.”

Lena bisa merasakan Shin meringis.

“Tergantung seberapa lama kita paparkan bidikan lasernya, sekurang-kurangnya bisa berakibat luka bakar parah.”

“… ya. Tapi sebaiknya menembak mati mereka.”

Sebuah Feldreß—sebuah Juggernaut—sistem kendali tembakan menembak sinar laser tak terlihat yang berfungsi sebagai pembidik dan pencari jangkauan serta sebuah laser adalah konvergensi energi dengan pengarahan. Mengeksposnya ke mata seseorang bisa berakibat kebutaan, sementara mengeksposnya ke kulit dapat melepuhkan dan menimbulkan luka bakar. Biarpun Alba tidak waras, rasa sakit mereka nampaknya masih utuh. Rasa sakit adalah bel alarm organisme, memacu seseorang untuk secara aktif menghindar dan melarikan diri. Legion punya alat untuk mendeteksi paparan laser, tapi tidak punya rasa sakit ataupun akal untuk memahami dan meniru apa yang terjadi kepada manusia sewaktu mereka terkena laser.

“Mungkin saja membeberkan posisimu, tetapi bagaimanapun juga ranjau swagerak hanya bisa bertarung dalam jarak terlampau dekat. Seharusnya tidak memengaruhi kekuatan tempur. Serahkan perlindungan manusia mana saja yang melarikan diri ke infanteri lapis baja …. Tapi tolong jangan sampai terlalu memencar mereka.”

“Diterima.”

“Akan tetapi …”

Dia memotong tanggapannya yang kelewat tidak berperasaan sebagaimana anggapannya.

“… itu tidak berlaku dalam situasi yang mungkin berakibat fatal. Terapkan penilaian cepat dan hapus ancaman apa pun di depanmu tanpa ragu-ragu.”

Memerintahkan 86 menanggung kerugian atas nama warga negara Republik adalah satu hal yang takkan pernah tega dia perintahkan.

“Begitu juga, untuk Profesor Henrietta Penrose …”

Dia bisa merasakan sensasi sesak di dadanya. Lena pening. Dia takut pada kata-kata yang hendak diucapkannya. Mereka lompat kelas bersama-sama, dan masing-masing adalah satu-satunya teman yang mereka miliki seumuran. Mereka bertengkar dua tahun lalu mengenai perlakuan skuadron Spearhead dan telah melukai satu sama lain, namun pada akhirnya, Annette masih membantu mengkonfigurasi ulang Perangkat RAID.

Selama serangan skala besar, Annette mengambil alih komando unit dan bertarung di sisinya. Dia teman baik Lena. Satu-satunya … sahabat Lena. Namun Lena tidak boleh mengkomandoi para bawahannya … para Prosesornya dan infanteri lapis baja yang dipinjamkan kepada dirinya, hanya demi Annette.

“Prioritaskan penyelesaian misi. Kini skuadron Phalanx telah dihancurkan serangan tak dikenal, memencar pasukan kita untuk mencari Profesor Henrietta dan menempatkan unit kita dalam bahaya dihancurkan satu per satu … adalah risiko yang tak boleh kita ambil.”

Lena berpikir ingin mengirim skuadron Lycaon yang tengah bersiap siaga; tetapi mempertimbangkan keempat skuadron yang telah dikerahkan barangkali menemui masalah tidak terduga, Lena tak boleh memindahkan kekuatan apa pun demi Annette.

“Kolonel …”

“Aku tidak meninggalkannya, Kapten Nouzen. Jika salah satu dari skuadron kita pergi cukup dalam, mereka pastinya bisa menyelamatkannya. Akan tetapi … seandainya kita tidak tepat waktu, kita tak dapat berbuat banyak.”

Biarpun artinya meninggalkan Annette dicincang-cincang dengan kejamnya. Setelah hening beberapa detik, Shin bicara lagi.

“… Kolonel. Aku dan skuadron Spearhead akan bergerak menyelamatkan Mayor Penrose.”

“Kapten Nouzen …?!”

“Kita mungkin tidak tahu metode menyerang musuh, tapi mereka masihlah Legion. Dalam hal ini, aku pastinya bisa menghindari pertemuan dalam lajuku. Kemungkinan menemui Legion di tengah jalan juga lebih rendah.”

“Tapi …”

“Kau sedang memikirkan bagaimana kau tidak boleh membiarkan kami, 86, mati demi warga Republik, bukan?”

Saat dia menunjuk kekhawatiran Lena dengan akurat, suara tenangnya risau.

“Aku tidak paham kenapa kau tidak dapat memisahkan dirimu dari Republik, Kolonel, tapi aku tentu mengerti itu terlepas dari apa pun alasannya, kau hanya tidak bisa saja. Kau kira dosa-dosa ini milikmu karena kau warga negara negeri itu. Tapi bukan berarti kau perlu pura-pura sedingin Republik, Kolonel.”

Tidak usah melakukan peran Ratu Bersimbah Darah yang bertarung tanpa seorang pun di sisinya.

“Jadi jangan paksakan dirimu untuk melakukan hal yang seharusnya tak kau lakukan … kuulangi lagi. Itu tidak cocok denganmu, Kolonel.”

“…”

  “Aku tinggalkan penundukan Admiral ke skuadron Brísingamen dan Thunderboldt. Kita harus memencar pasukan kita sesuai yang kau takutkan, tapi semestinya ini tidak mempersingkat waktu penelusuran kita.”

Shiden cekikikan.

“Kau yakin bersedia? Kau sama saja memenangkanku.”

“Ambil. Sekarang bukan waktunya kontes membuat orang marah.”

“Aku tahu—aku bercanda …. Tinggalkan padaku.”

Kemudian Frederica bicara:

“Shinei, aku melacak area umum Penrose diculik. Jika aku bandingkan dengan petanya, aku semestinya mampu menentukan lokasi persisnya. Aku tunjukkan jalannya, jadi fokus saja menghindari Legion sebaik mungkin.”

“… tutup matamu misal semuanya berbahaya.”

“Maaf sebelumnya, tapi aku mungkin akan mengikuti kata-katamu …. Setidakmenyenangkan bagaimanapun, aku mending tidak menyaksikan dirinya dibelah.”

“Rito, bisa kami serahkan Weisel kepadamu selagi kami mencarinya, kan?”

“Yap, tidak masalah, Kapten.”

Lena mengerutkan kening. Sebagai seorang komandan, dia haruslah menahan emosi melonjak darinya. “… terima kasih banyak …”

Shin hanya merespon bisu, sedangkan Frederica mendengus lalu menambahkan:

“Pertanyaan terakhir …. Selain pembantaian skuadron Phalanx, tidak ada orang lain yang diserang dengan cara serupa, betul?”

“Tidak.”

“Kami pun belum melihat apa-apa.”

“Jadi cuma aku yang melihatnya …”

“Shin bertanya, “Frederica, bisa jelaskan apa yang terjadi kala itu?”

Pertanyaannya menyiratkan maksud, tidak apa-apa bila tidak bisa dia jelaskan … atau lebih tepatnya, tidak ingin ingat. Frederica menjadi saksi skuadron berjumlah 24 orang, yang nama dan wajahnya dia kenal, diserbu bengis satu per satu. Itu pertimbangan wajar yang orang buat kepada anak kecil berusia sepuluh tahun.

Frederica menggeleng kepalanya.

“Maaf—aku tahu detailnya. Juggernaut kanan-kiri dihancurkan tepat sebelum aku bahkan tahu kejadiannya …. Sampai akhir, aku tak melihat jenis serangannya.”

“Bagaimana mereka dibunuh?”

“Kapten Nouzen, teganya kau menanyakan sesuatu seterang-terangan itu …?!”

“Aku tidak keberatan, Milizé. Karena aku dapat membantu mereka dengan kekuatankulah aku menemani Shinei. Ada hutang besar yang harus dibayar.”

Frederica menghela napas.

“Tapi semudah mengatakannya …. Iya.”

Mata merah Frederica tertutup ingatan selagi sungguh-sungguh mencoba mengungkapkan yang dia saksikan ke kata-kata.

“Aina, orang pertama yang dikalahkan, mendadak dibelah dua. Walaupun tidak ada musuh di sekitarnya, kokpit tengah Juggernaut-nya ditebas …. Aku asumsikan dia mati seketika.”

“Mungkin ditembak meriam kaliber besar …?”

Kemungkinan besarnya, mengingat dia dihancurkan tanpa ada musuh di sekitar. Tapi Frederica menggeleng kepala.

“Aina berdiri dalam bangunan yang dikelilingi Juggernaut. Akan sangat sulit menemukan garis tembakan untuk menembak posisi tersebut, tidak peduli mau membidiknya dari mana … mungkin seorang penembak runduk berketerampilan Kurena akan sanggup melakukannya.”

“Dari awal sulit membelah dua Juggernaut dengan senjata proyektil. Kurasa kemungkinan tembakan jitu ini kecil.”

Tanda penetrasi 30 cm PLBTSLS relatif kecil, seperti halnya hulu ledak antitank berdaya ledak tinggi dengan logam hitam. Bahkan masih meragukan mampu membelah dua peti mati Republik atau tidak. Tapi bukannya Shin tidak menemukan jawaban. Sepertinya dia getol berpikir dan hanya bicara ketika ingin mengatur segalanya.

Namun ujung-ujungnya, Shin tidak menemukan jawaban apa-apa dan terdiam.

Menyadari diskusi lebih lanjut hanya berakhir tebak-tebakan saja, Lena menarik kesimpulan berdasarkan yang mereka ketahui sejauh ini.

“… kita harus mengutamakan pengumpulan informasi mengenai serangan tersebut. Misalkan kau menemui serangan serupa, hindari pertempuran sebisa mungkin dan mundur langsung.”

“Diterima.”

“Diterima.”

Dari waktu ke waktu dia panggil, tetapi sosok manusia itu tidak merespon suaranya. Annette terdiam, merasakan ketakutan menyelimutinya.

Melihat bagaimana garis bahu mereka bergerak naik-turun saat bernapas, dia sadar mereka mungkin saja manusia dan belum mati. Sekelompok manusia ini hanya bernapas, tanpa daya, lemah.

Suara hak sepatunya membentur lantai itu masalah dalam situasi ini. Menendang sepatunya, dia berjalan melintasi lantai cuma mengenakan stoking di kakinya. Pintunya terlihat ada kunci elektronik, tipe lama, tipe yang bisa ditipu segala jenis benda tipis seperti kartu. Memutar kenopnya berkali-kali, dia mengeluarkan kartu acak dari mantelnya dan digesekkan ke pembaca. Mekanisme sederhana mengeluarkan bunyi bip elektronik semudah terbukanya.

Pelan-pelan membuka pintu metaliknya, dia mengintip melalui keretakan …. Tidak ada apa-apa di sana. Nampaknya Legion tak terlalu merasa perlu menjaga mangsa tidak berdayanya. Dan jujur saja, tidak perlu melakukannya. Mereka sama sekali tak wajib melakukannya, tapi kurungan ini lebih dari cukup untuk menampung orang-orang yang tidak mau bergerak sendiri.

Sewaktu dia menoleh ke belakang, orang-orang ditawan lain tidak bergerak banyak. Annette memanggil kelompok yang berdiri di depan mereka:

“Hei, ayo pergi dari sini …. Mestinya kita bisa kabur sekarang.”

Tapi sesuai dugaan, dia tidak dijawab.

Sambil menggeleng kepala, Annette menyelinap melalui celah pintu dengan ketangkasan kucing. Pintu beratnya menutup sendiri begitu dia lepaskan, lalu suara klik kunci bergema lirih. Menampik suara keras yang hampir seolah mengkritiknya sebab meninggalkan seseorang lagi, Annette lanjut berjalan. Pada awalnya, dia bergerak hati-hati, tapi akhirnya mencepat sampai lari-lari kecil santai.

Koridor nan panjang itu luas dan lebar, langit-langitnya rendah tipikal bawah tanah. Dia bisa melihat ubin berornamen putih dalam samar cahaya meski berada di kegelapan, ada pula beberapa daun jendela perak berdesain rumit diturunkan di sebelah kanan-kiri. Lebih jauh lagi ada etalase toko yang desainnya saling bersaing perihal keindahan di sepanjang ruang kosong tanpa penghuni ini.

Dia berada di pusat perbelanjaan.

Barangkali—atau lebih tepatnya, tidak salah lagi—fasilitas perdagangan dalam Labirin Bawah Tanah Charité. Dia maju menuruni jalan setapak lebar, bergulat dengan ketakutan kena sergap Legion. Jalan setapaknya penuh tikungan kecil dan didesain memungkinkan banyak pelanggan berjalan dengan mudah, yang mana menciptakan banyak titik buta. Menempel di bayang-bayang, Annette putus asa mencari tangga yang akan membawanya ke permukaan.

Seketika dia melihat itu dekat dinding jauh, dia berlari. Seiring pelariannya, dia memfokuskan pendengarannya, memastikan tetap waspada akan suara apa pun yang menghampirinya. Tidak satu pun Legion, bahkan Dinosauria yang bobotnya beratus-ratus ton, membuat suara dengan langkah kaki mereka. Namun dalam keheningan penuh dan total ini, takkan mungkin bergerak tanpa bersuara.

Berdiri memunggungi itu, yang kelihatan menyerupai pilar bundar semacam tempat suci kuno, dia berdiri di tempat dan melihat arah keberadaan orang itu seharusnya. Skuadron Phalanx telah diserang di permukaan meski medan perangnya diasumsikan hanya berada di bawah tanah. Kemungkinan markas besar taktis—tempat Lena dan yang lainnya berada—telah diserang dan disapu habis pula, namun Annette mesti mengira-ngira mereka tak dalam ancaman.

“Jangan alihkan matamu dariku …. Kumohon …”

Karena di dalam Vanadis ada Frederica—gadis yang mampu melihat masa lalu dan masa kini siapa pun yang dikenalnya.

“Bagus. Dia nampaknya tak terluka.”

Mata merah tua Frederica bersinar redup selagi menatap angkasa.

Duduk diam—tampangnya cantik dan selalu atraktif—dia terlihat mistis dan agung juga di waktu bersamaan, seutuhnya asing ketika dibandingkan kontrasnya kendaraan komando lapis baja serta teknologi mutakhirnya.

Seakan milik sang ilahi, ibarat dialah pendeta suci yang mengutarakan kehendak Tuhan. Khusyuk dan serius. Menatap ruang kosong ke suatu tempat tidak diketahui dengan matanya yang sepenuhnya hampa, Frederica meringis.

“Kau lumayan gigih, larilah sejauh mungkin …. Tapi, apa yang sedang kau lakukan di sana, Penrose? Berkeliaran.”

Frederica mengerutkan alis imutnya berpikir sebentar, lalu matanya membelalak seraya nyengir paham.

“Ah, dasar gadis pintar. Kau berhenti di depan papan informasi, tahu aku mungkin sedang menatapmu …. Shinei.”

Shin menjawab dengan mengangguk bisu lewat Resonansi.

“Aku sudah mengetahui keberadaan Penrose. Pergi ke sana secepat mungkin.”

“—dikonfirmasi. Blok komersial timur di lantai keempat, ya?”

Mengonfirmasi data peta yang diterimanya, Shin membelokkan arah Undertaker. Lokasi terkini Annette disajikan dengan warna merah, dan disorot rute terpendek menuju ke sana. Dia bisa mendengar Lena bicara menembus suara bising operasi Juggernaut.

“Kita telah menetapkan rute berdasarkan penyebaran musuh dan perkiraan pola laju mereka, tapi hanya spekulasi saja. Kau harus mengubah arah dan memutar jika perlu, Kapten.”

“Diterima …. Tapi sepertinya rute yang direkomendasikan harusnya tidak ada masalah.”

Jawabnya setelah memastikan status Legion saat ini. Rupanya Lena mengingat struktur tiga dimensi peta dan menggeser pergerakan unitnya dan musuh di kepalanya dalam waktu dunia nyata. Masih mungkin misal latar planar, tapi Shin susah percaya Lena mampu menangani semuanya pada medan perang tiga dimensi di mana setiap unit bergerak konstan.

Inilah keterampilan yang Lena peroleh persisnya karena terlalu lama menghabiskan waktu komando dari ruang kendali jauh, di mana dia harus bergantung kepada informasi fragmentaris medan perang yang ditutupi gangguan Eintagsfliege. Membuat Shin bertanya-tanya pertarungan macam apa yang Lena lihat di Republik semenjak Pengintaian Khusus dua tahun lalu. Tiba-tiba, di sadar tak mengetahuinya sama sekali.

Dan karena Shin tidak pernah bertanya. Tidak seorang pun, termasuk dirinya sendiri, kepikiran menanyakan Lena tentang itu. Di sisi lain, Lena, kelihatannya mau menanyakan segala macam pertanyaan. Dia pastinya … punya banyak pikiran dalam kepalanya.

“… mm.”

Memastikan jalan rekomendasi layar sekundernya dan rute aktual yang dilihat Shin melalui layar utama, Shin menghentikan laju Undertaker. Kemampuan Shin memungkinkannya memonitor secara akurat kondisi Legion, dan kemampuan Lena untuk memantau situasi perang juga mengesankan. Tetapi situasi semacam inilah yang acap kali terjadi di medan perang.

Ada kesalahan pada petanya.

Rute yang direkomendasikan mengarahkan mereka ke sebuah rute pelayanan yang dimaksudkan untuk pemeliharaan—koridor sempit dan tipis yang cukup besar untuk dilewati satu orang semata.

“Tidak ada jalan maju …? Mustahil.”

“Tepatnya, tak ada jalan yang bisa dilewati Juggernaut. Wajar saja, karena tempat ini tidak dibangun untuk mengakomodasi Feldreß.”

Suara Shin di Resonansi nampaknya tidak terlalu mempermasalahkan.

Informasi salah kemungkinan kejadian umum di medan perang yang diketahuinya—tapi bagi Lena, laporannya sulit diterima.

Seharusnya tidak mungkin. Pembaruan terakhir data peta ini persis setelah perbaikan dan pemeliharaan fasilitas paling terakhir.

Data peta keliru dapat menyebabkan hilangnya nyawa di terowongan kereta bawah tanah, tempat visibilitas terhalang dan rute bergeraknya terbatas, lantas Lena harus memastikannya sehati-hati mungkin, namun tetap saja …

Kecurigaan tajam terlintas di benaknya. Tidak mungkin petanya …?

Peta yang diberikan kepada mereka oleh pemerintahan sementara Republik …. Pemerintahan sementara yang kini disusupi para pemutih yang menginginkan pengembalian serta restorasi 86. Dan sewaktu dia lihat lebih seksama, Lena mendapati rute pelayanan tersebut seharusnya dimaksudkan untuk membawa perlengkapan, menurut petanya, tapi dibandingkan tata letak tempatnya, sangat jelas terlihat tidak pas dengan jalur lain dan rel kereta api dalam hal kedalaman.

Jangan-jangan.

“Diterima. Cari jalan memutar lewat rute tersebut …. Letnan Dua Marcel, bisakah Analisa peta area pertempuran dan coba cari ketidaksesuaian dengan strukturnya?”

Mematikan Para-RAID di tengah-tengahnya, Lena memanggil perwira kontrol yang duduk di kursi depannya. Pemuda ini yang seumuran Shin dan kelompoknya juga mengenyam pelatihan perwira khusus sebagaimana mereka, menatap Lena lalu mengangguk pelan.

“… akan memakan waktu lama, barangkali.”

“Tolong lakukan. Ini prioritas utama, jadi selesaikan secepatnya.”

“Diterima.”

Frederica mendadak mengangkat wajahnya.

“Mm, gawat! Shinei, kau harus cepat!”

Gadis itu berdiri dan berteriak, bahkan tanpa sadar dia melakukannya:

“Lari, Penrose! Kau tidak boleh diam di sana!”

Siapa pun yang merencanakan fasilitas bawah tanah ini pasti idiot asli. Dia akhirnya menemukan tangga yang terlihat mungkin akan membawanya ke atas, tetapi sesudah memanjat yang rasanya sejauh satu lantai tangga utuh, ternyata malah turunan satu arah dan mengantarnya ke jalan berbeda. Annette tahu dia cukup beruntung tidak berada di terowongan bawah tanah, tetapi permainan kejar-kejaran aneh ini mengesalkannya.

Annette melihat sekeliling dengan sebal. Jas labnya mengekor kakinya, jadi dia lepaskan dan dia bungkus di lengannya. Berputar 180 derajat dari tempatnya berada sebelumnya, sektor posisinya sekarang nampak semacam pabrik. Dia berada di ruangan bersih atau semacam ruangan operasi: sebuah ruangan putih dan samar yang dibatasi.

Tak terlihat semacam stasiun atau fasilitas terkait. Legion boleh jadi memperbaiki dan membangun ulang bagian ini seusai menduduki Charité, Tempatnya memanjang dan Annette tak bisa menemui ujung ruangannya, tetapi makin dalam ada sesuatu mirip alat pemindai, disertai beberapa tempat tidur mini diatur berbentuk persegi panjang, dengan lengan robot kurus menjuntai-juntai dari langit-langitnya.

Selain tangga, terdapat juga koridor sempit yang kelihatan semacam rute pelayanan sekaligus jalur lebih luas yang kemungkinannya digunakan oleh pembeli. Di sepanjang jalan lebar terdapat tanda-tanda sesuatu diseret, juga goresan dan jejak kaki tidak terhitung jumlahnya. Selagi dirinya berdiri di depan dinding transparan memisahkan dirinya dari mesin, sorot mata Annette tertuju pada sekelompok sesuatu yang diatur dalam barisan rapi.

“…?”

Wadah kaca berbentuk silinder, cukup besar untuk dipeluk Annette dalam posisi berdiri. Beberapa wadah kacanya dibariskan tertib, laksana etalase museum. Wadahnya diisi semacam cairan transparan. Alas di dalamnya diterangi cahaya putih buatan yang menampakkan isinya. Tidak ada yang terhubung pada wadah tersebut kecuali kabel listrik yang menyalakannya, dan sebab tidak ada gelembung-gelembung naik, wanita itu tahu tak ada oksigen yang dipompa masuk juga. Dengan kata lain, apa pun dalam silinder itu tidaklah hidup.

Dia mengenal siluet-siluet isinya tetapi tak bisa benar-benar mengidentifikasikannya …. Tidak, dia rasa tahu, tetapi tidak tahu sama sekali itu apa. Dia melangkah maju dan mengintip ke dalam …

…!

Ini …!

Momen dirinya menyadari isi silinder, wajahnya pucat pasi. Wajahnya memucat tetapi bagian ilmuwannya yang tenang dan perhitungan mengamatinya dengan sangat rinci.

Ada beberapa sesuatu yang sama …. Tidak, ada beberapa sampel sama yang dikumpulkan. Bertahap diatur oleh banyaknya pekerjaan yang mengurus per sampelnya, ada beberapa … beberapa orang di sana. Legion tak menggunakan jumlah. Tiada catatan manapun untuk menjelaskan ini. Tapi Annette tetap tahu.

Ini …

Lalu ada sesuatu menatapnya dari balik silinder. Ketika Annette membeku di tempat, bentuk humanoid di sisi lain silinder sempoyongan. Refleksinya bergerak tertunda seperti halnya gerakan patah-patahnya, mirip dalam film-film horor, membuat Annette terperanjat ngeri.

Ranjau swagerak merayap mengejarnya. Kepala globe tanpa wajahnya menggeliat bagaikan serangga, mendatanginya. Muka tanpa matanya menatap Annette, saat berikutnya dia tiba-tiba melompat gesit menghampirinya seolah menerkam.

“Tidak …!”

Hokinya, dia teringat mantel lab yang dia tutupi lengannya. Dia panik melemparnya, dan untung saja mengembang kemudian menutupi komponen sensor yang dipasang di kepala ranjau swagerak.

Ranjau swagerak terbutakan cuma bisa meraba-raba menyedihkan sementara Annette menjauh dengan langkah tergopoh-gopoh.

Kepala ranjau itu getar-getar menggelikan selagi mencoba melepaskan mantel yang menutupinya, tetapi tangan ranjau swagerak tidak kuasa bergerak setepat gerakan manusia. Dia kelihatan seolah tidak bisa melepaskan kain mengganggu tersebut. Inilah kesempatannya kabur …!

Dia sedang panik, takut akan nyawanya, tetapi ketakutan sama itu membekukan anggota tubuhnya. Selagi mencoba kabur habis-habisan, kakinya menegang tidak menurut dan tumitnya tersandung celah antar lantai, menjerumuskannya dengan cara spektakuler. Punggungnya tampaknya menabrak bagian transparan dinding yang terhubung pintu, sebab terbuka ke dalam tanpa banyak perlawanan, menyebabkan punggungnya dahulu yang jatuh ke dalam ruangan.

Segala macam hal melintasi bidang penglihatannya yang berputar-putar di tengah jatuhnya.

Ruangan putih terlampau steril ini. Deretan kotak kaca. Perangkat pemindai yang kelihatan medis. Sebuah meja yang tinggi-lebarnya kasarnya seukuran tempat tidur sempit … dibuat logam gampang dibersihkan. Serta segelintir lengan-lengan robotik di atasnya dilengkapi bilah berkilauan.

Ini …

… sebuah meja operasi.

Iya.

Ini ruang bedah.

Suara tajam dan berisik dari dinding, memantul dari pintu kaca dan membuatnya membeku. Ranjau swagerak yang sensor optiknya masih ditutupi, mengangkat kepala terhadap suara bising mendadak tersebut. Annette yang jatuh menghadap atas, masih tidak bisa bergerak. Ranjau swagerak itu bangkit, tubuhnya berputar seksama menujunya …

… seketika itu suara sesuatu bersiul di udara didengarnya.

Sesuatu mengayun ke bawah bagaikan palu dari belakang ranjau swagerak, menghantam kepala belakangnya.

Batang senapan serbu, melengkung perak di udara.

Batang bisa dilipat senapan yang diberikan kepada operator Feldreß diayun ke bagian terlemah kepala ranjau swagerak dengan akurasi sempurna, dibanting keras ke unit sensor yang dipasang di kepalanya.

Tak seperti senjata tajam, bahkan wanita dan anak-anak pun bisa menggunakan senjata api, tetapi berat senapan serbu membuatnya makin berat dari kebanyakan senjata jarak dekat. Terlebih senapan serbu 7.62 mm, seluruhnya terbuat dari logam yang beratnya nyaris lima kilogram ketika pelurunya penuh.

Ranjau gerak sendiri yang seidkit lebih berat dari manusia, diketok jauh. Butuh dua-tiga langkah maju tak stabil, unit sensor kepalanya goyah selagi berusaha menyesuaikan kembali posturnya. Kala itu, moncong senapan serbunya sudah diarahkan ke arah ranjau tersebut. Ringan dan mudah seakan pistol, senapannya membidik dan menembak tanpa ampun.

Tiga peluru menembus modul kontrol di dada ranjau swagerak. Gelombang kejut tembakan telah mengguncangnya—membuatnya menari-nari aneh kemudian jatuh ke lantai bak boneka yang talinya digunting. Menurunkan laras berasapnya, Shin melihat bangkai msuuhnya sedangkan Annette—masih di lantai—melihatnya dengan ekspresi tertegun.

… itu kapan? Dulu ketika dia masih kecil? Dia akan keluar menjelajah bersama teman masa kecilnya kemudian kehilangan dirinya dan tersesat. Annette meringkuk di balik tempat tertutup, tidak tahu dirinya di mana, lalu bocah itu akan mencarinya, menemukannya setelah hari sudah gelap.

Ketemu, Rita!

Tersenyum seperti biasa, dia akan mengendap-ngendap menghampirinya dengan langkah kaki tak bersuara, seperti kakak dan ayah Shin. Dia ingat ayahnya pernah bilang itu karena mereka awalnya berasal dari suatu klan di Kekaisaran yang bertugas mengawal kaisar. Ayahnya bilang di negeri ini, mereka berharap tidak perlu mengajarkan anak-anak mereka cara bertarung dan membunuh orang lain.

Harapan ayah Shin tak pernah terkabul. Dan alasannya paling buruk lagi.

Walau memakai sepatu bot militer yang solnya keras, langkah kaki Shin sama sekali tetap tidak terdengar. Tetapi kendatipun itu tidak berbeda dari sebelumnya, tangannya sekarang digunakan untuk memegang senjata api. Mata dingin. Sosok jantannya pas dengan setelan penerbangan biru baja yang dia kenakan sempurna.

Annette akhirnya sadar penuh semuanya sekarang berbeda—teman masa kecil yang dulu dia kenal telah lama hilang. Yang terjadi dulu dan perasaannya waktu itu adalah sesuatu yang saat ini, eksis dalam hatinya seorang. Apabila ada orang yang mencari isi hati Shin tentang kejadian waktu itu, orang itu takkan menemukan gadis yang dulu dikenalnya. Tetapi wanita itu masih menuturkan namanya, hampir otomatis.

Shin.

“… Kapten Nouzen.”

Dia kira merasakan mata merah darah menoleh melihatnya. Tetapi saat berikutnya, Shin berpaling, mungkin orang lain mendekatinya. Dia bisa mendengar suara sepatu bot militer mereka. Sosok yang muncul rambut serta matanya hitam kemerahan Eisen dan berpakaian setelan penerbangan Federasi. Itu Letnan Satu Shuga, jika ingatannya benar.

“Yaelah, bung. Tidak bisa tembak saja kek orang normal?”

“Memukulnya lebih cepat jika pertemuannya begini. Lagian, kalau aku tembak begitu saja, aku mungkin mengenai profesor.”

Peluru bundar senapan 7.62 mm sangatlah berbahaya sebagai senjata antipersonel. Meskipun tidak menembak kepala atau perut seseorang, bisa mudah membunuh tergantung di mana mengenainya. Rupanya Shin berhati-hati karena alasan itu.

“Anda tidak apa-apa, Mayor Penrose?”

Bertentangan pertanyaannya, nadanya terdengar sama sekali tidak ada perasaan. Annette refleks memberengut.

“… bukannya jelas?! Tadi aku hampir mati!”

“Yah, dari kelihatannya, Anda tidak mati. Anda harusnya baik-baik saja jika masih punya energi untuk balas bicara,” jawab Shin, wajahnya sedikit sebal.

Mereka belum bicara kasar seperti ini sejak masih anak-anak—namun semuanya sekarang berbeda.

“… Shin.”

Kali ini, dia sengaja memanggil namanya dan terselip keluar dari bibirnya tanpa penghalang. Setahu Shin, dia sekarang orang asing total. Tapi setidaknya Annette harus mengatakan ini.

“Maaf.”

Sudah meninggalkanmu. Tidak menyelamatkanmu. Tidak melakukan apa-apa dan membuat-buat dalih kalau aku tak bisa berbuat apa-apa. Membuatmu meresahkan sesuatu yang tak dapat kau ingat dan egoisnya melibatkanmu ke penebusan dosaku.

“…?”

Shin mengedip, kebingungan oleh permintaan maaf tiba-tiba ini. Dia menatap Annette sepintas bak anjing pemburu yang diberikan perintah tak jelas, lalu dia memalingkan muka.

“Saya tidak yakin Anda meminta maaf soal apa …”

Suaranya berat sekali sampai-sampai tidak menyamai suara dalam ingatannya, dan meski Shin pernah setinggi dirinya, di suatu waktu dia jadi jauh lebih tinggi darinya.

“… tapi setahu saya, tidak ada alasan bagi Anda untuk meminta maaf kepada saya …. Jadi jangan khawatirkan itu, Mayor Penrose.”

Annette tersenyum, matanya berlinang air.

Kau bahkan tidak ingat, dasar bego.

Kau tak seperti dirimu sebelumnya. Tapi bagian dirimu … caramu senantiasa baik kepadaku itu menyakitkan …. Bagian ini belum berubah. Dan itu membuatku merasa sedikit … kesepian.

“… kau benar.”

Ketika Shin melaporkan Annette telah diselamatkan, dia mendengar kelegaan dalam suara Lena dan merasa tak meninggalkan Annette adalah keputusan benar. Beberapa detik berikutnya, sepasang langkah kaki lain bergegas mendekati mereka. Berbalik menghadap si orang baru, Raiden tolak pinggang.

“Kau telat, Jaeger. Sudah kami bilang tidak usah berhati-hati sekarang.”

“Aku paham alasanmu, tapi … tetap saja, aku belajar dari pelatihan untuk selalu berhati-hati …”

Shin tidak dapat melacak musuh kalau dia mati, jadi berhati-hati adalah keputusan yang benar, tapi …

“Aku senang kalian datang menyelamatkanku, tapi kenapa kelompoknya begini? Atau …”

Annette memandang mereka dengan mata separuh terpejam sesudah dibantu berdiri dan tidak melakukan apa-apa.

“Jangan bilang kalian datang seperti ini.”

“Tidak ada jalan yang cukup besar untuk dimasuki Juggernaut,” jelas Shin, menunjuk rute pelayanan di belakang mereka.

Koridor sempit penuh tikungan dan belokan, cukup lebar untuk dilewati satu orang.

“Frederica melihat situasi Anda sedang berpacu dengan waktu, jadi kami menempuh jalur terpendek yang tersedia. Semisal Juggernaut tak bisa lewat, Legion pun sama, jadi jalannya hanya dapat dimasuki orang dan ranjau swagerak, dan kami bisa mengurus mereka sama senapan …. Kami tidak yakin bisa sampai tepat waktu atau tidak, sih.”

“… aku mengerti. Kurasa perlu pria untuk menangani pekerjaan beratnya, sekalipun hanya untuk membawa pulang jenazahku …”

Annette kemudian mendesah sedih entah kenapa lalu kembali memberi isyarat dengan tingkah sama.

“Yah, selagi kalian di sini, lihatlah ke belakang.”

Annette menunjuk beberapa silinder yang belum mereka sadari sampai dia menunjuknya. Silindernya bersinar putih dan punya banyak gelembung mengambang di dalamnya. Ketika diperiksa lebih dekat, Shin menyadari isinya.

“Manusia …?”

Isinya transparan, bak sejenis kristal mineral, tetapi mirip tengkorak manusia. Alasannya sukar dipastikan adalah karena kekurangan kejelasan jaringan organik tertentu.

Bola mata dan jaringan otot telah dilepaskan. Tulang yang membentuk tengkorak sepertinya terbuat dari bijih logam biru, sedangkan tulang rawan tampak dibuat dari rubi. Bagian otaknya nampak mirip peridot2.

Cahaya putih membuat otaknya transparan selagi mengapung di silinder layaknya karya seni rumit. Menilai ukurannya, otak pria, wanita, dan anak-anak, ada beberapa per tipenya. Rongga mata kosong menatap dari silinder terdekatnya.

Raiden yang berdiri di samping Shin, menyipitkan matanya melihat pemandangan ini. Barangkali Dustin membayangkan bagaimana kepala-kepala itu menjadi seperti ini, karena mereka bisa mendengarnya menelan ludah gugup.

“Spesimen transparan. Legion menggunakan obat-obatan untuk membuat jaringan biologis transparan kemudian diwarnai. Aku tak tahu mereka melakukan apa untuk mewarnai sistem sarafnya.”

“… itu awalnya mayat manusia?”

“Kau menganggapnya ibarat tidak terlalu penting …. Tapi iya, itu benar. Ini kepala manusia betulan. Mungkin warga negara Republik yang ditangkap selama serangan skala besar.”

Terdengar mual, Dustin menambahkan, “Aku kaget kau baik sekali memproses ini.”

“Aku sudah terbiasa melihat kepala terpenggal. Yang satu ini sebetulnya lebih enak dipandang dari kebanyakan, karena sudah dipenggal rapi.”

“Aku tahu ini bukan salahmu, tapi terbiasa sama mayat tuh sedikit berlebihan …. Dan aku membicarakan letnan satu di sana juga. Reaksi Letnan Dua Jaeger sebenarnya cukup normal, jadi kurasa kau mesti mencontohnya.”

Bahkan selagi berkata demikian, Annette mengembalikan pandangannya ke kepala terputus rekan senegaranya.

“Ini barangkali semacam panduan mengenai cara membongkar kepala dicuri dan mengeluarkan otak mereka. Memberi tahu semua Legion langkah yang terlibat, seperti di mana dan caranya memotong, agar bisa memproduksi Legion cerdas—yang kalian sebut Domba Hitam dan Gembala.”

Sesaat mereka menoleh kepadanya, wanita itu mengangkat bahu.

“Aku membaca laporan yang kalian kirimkan ke Federasi perkara Legion, dan Lena juga menyebut mereka begitu.”

Mantan perwira teknis divisi penelitian Republik selanjutnya menatap Shin lewat sudut matanya.

“Kau beruntung orang-orang dari Divisi Transportasi tidak kompeten sama pekerjaan mereka. Kalau tidak, kau mungkin sudah jadi dekorasi labku seperti orang-orang dalam silinder ini.”

“… Anda membicarakan apa?”

Undertaker, Prosesor dirasuki yang menghancurkan Handlernya. Cerita hantu yang orang-orang kisahkan di medan perang tidak jadi soal, tapi waktu orang-orang mulai bunuh diri, aku dapat permintaan untuk menyelidikimu …. Benar-benar kesempatan terlewatkan. Seandainya mereka membawamu, aku sudah membuka otakmu dan melihatnya baik-baik.”

Mata Dustin melebar, Raiden mengangkat alis, tapi Shin sepertinya tak terusik.

“Saya ragu seseorang yang tidak berbaru darah kuat melakukannya.”

“Itu—”

Annette mencoba protes dengan mengatakan sesuatu … tapi akhirnya menurunkan bahu dan tersenyum lemah, kelihatan letih.

“Itu benar … aku tidak bernyali melakukannya, apalagi punya alasan.”

Yang dimaksud Annette bukan cuma membedah orang hidup tetapi juga tindakan membualkan aibnya, mencoba memperburuk dirinya dari diri sejatinya.

“… omong-omong, pokoknya ini tuh begitu. Panduan untuk menghasilkan Gembala …. Terkecuali ….”

Si profesor mengetuk silinder paling jauh yang kelihatan seperti fase terakhir pemrosesan apa pun itu.

“… yang satu ini menggangguku. Hipokampusnya3 hancur total …. Gembala menggunakan otak-otak tidak rusak, kan? Terus kenapa mereka sengaja merusak bagian otaknya?”

“Kelihatannya mereka tidak menduga kita sampai sejauh ini. Tak ada satu pun unit patrol.”

Aula utama lantai kelima. Di tengah-tengah tempat yang diwarnai putih sekali sampai menggelisahkan, Shiden nyengir dari kokpit Cyclops. Keseluruhan tempat ini—langit-langitnya, dinding, dan lantainya—ditutupi ubin putih kecil. Warnanya putih bening kegelapan, sesamar salju segar. Tempat ini mestinya bagian stasiun juga, lantas bila bagian dalamnya tetap tidak berubah sepanjang waktu ini, maka … jelas Republik pasti kelewat mendambakan warna putih. Dan andai demikian, dari awal mereka sepatutnya tidak menerima imigran.

Bayangan besar yang bersembunyi di kedalaman ruangan tak menjawab mereka. Tabung perak menumpuk satu per satu, menggeliat laksana organ atau pembuluh darah makhluk tak dikenal. Tubuhnya mempunyai piringan logam tipis yang entah bagaimana terlihat bernapas. Ia punya sesuatu yang kelihatan semacam delapan kaki kurus sangat tidak proporsional dengan tubuhnya sampai-sampai Shiden bertanya-tanya apa gunanya kaki-kaki itu, dan akhirnya sensor komposit yang nampak semacam antena ngengat juga sensor optik yang nampak seperti halnya mata serangga.

Inilah Admiral … tepatnya, modul kontrolnya.

Sensor optik birunya berputar lamban. Perutnya barangkali terhubung ke reaktor lebih jauh di bawah tanah. Terkubur dalam ubin putih dan mungkin tidak sanggup bergerak. Dari kelihatannya, target gampangan.

“… yah, aku ragu ini akan berjalan lancar.”

Garis cahaya putih melintasi lantai dua. Secara acak dan horizontal. Matriks cahaya menyentuh sudut lantai dua puluh sentimeter jauhnya.

“Sudah kuduga …!”

Shiden menyiapkan diri—tapi ternyata, hanya sorotan cahaya saja.

Cuma kaki Juggernaut-nya yang menyentuh sorotannya, tetapi tidak menerima kerusakan. Jeruji cahaya mulai menutupi lantai, ibaratnya mengekspos korrdinat ke sesuatu—

Napas Shiden tercekat di tenggorokannya ketika melihat ke atas. Pada momen itu, sensor yang diperkuat Cyclops membunyikan alarm yang mengguncang gendang telinganya. Peringatan kedekatan musuh. Lokasinya adalah—tepat di atasnya!

Saat melihat ke atas, sensor optiknya mengikuti dan setelah jeda singkat, gambar langit-langit muncul di layar optiknya. Di sana ada titik bercahaya yang menghiasi ubin langit-langit transparan, lalu begitu dia melihatnya, naluri Shiden mendesaknya berteriak:

“Mika, Rena, lompat ke samping! Alto, jangan bergerak!”

Dan sesaat dia memberi peringatan, beberapa sorot cahaya biru tajam menembus aula dari atas sampai bawah. Sewaktu unit semua orang bermanuver mengelak merespon peringatannya, sinar cahaya menyerempet unit Alto yang berbaring menghadap bawah dengan kedua kakinya ditarik, kemudian sinar lain melewati unit Mika secara horizontal. Saat setelahnya, rangka unit Rena yang gagal menghindar tepat waktu, ditusuk langsung dari atas.

“Rena?!”

Juggernaut tersebut terkulai membisu tanpa jeritan dari dalamnya tatkala sinar cahaya menembus kokpit. Sinar tipis cahaya tebal ini menembus laras turet 88 mm yang dipasang di atas kokpit tanpa banyak suara. Tombak cahaya yang telah mengikis dan menembus Juggernaut-nya diserap ubin lantai setengah transparan, lalu sirna dan menghilang.

“Apa itu … laser …?!”

“Kelihatannya.”

Dia cepat menjawab teriakan—Shana—wakil kaptennya. Lagi pula, mereka memasuki kamp konsentrasi kurang lebih ketika mereka berusia tujuh tahun, dan baru-baru inilah mereka mulai menghadiri sesuatu semacam sekolah—akademi perwira khusus. Mereka tidak punya ilmu untuk menganalisis sesuatu secara akurat, meski menyebalkannya, Pencabut Nyawa dan wakil kapten manusia serigalanya dapat edukasi. Mereka barangkali bisa lebih baik menangani situasinya.

Bibirnya mengerut getir, matanya membuka. Dia tidak bisa melihatnya secara langsung, tetapi layar radar menunjukkannya posisi sebaran musuh. Titik bercahaya biru menyala di langit-langit. Shiden mengeluarkan peringatan kepada Juggernaut yang berdiri tepat di bawahnya, melompat mundur sesaat sebelum laser lain berkecepatan cahaya menembus tempat berdiri mereka sebelumnya.

Lasernya mengikis pemancang kaki kanannya, kemudian meledak menjadi semburan api dan asap hitam. Saat Cyclops mundur selagi meninggalkan jejak asap di belakangnya, Shiden menyipitkan mata.

Jadi itu yang terjadi.

“Garis-garis di lantai itu koordinatnya, dan begitu kau melangkah ke sana, lasernya akan menembak ke arah itu …. Seluruh ruangan ini adalah Legion. Matanya tidak bisa mengikuti gerakan untuk menyerang kita karena kita berada dalam perutnya.”

Mungkin lebih cepat lasernya menerima koordinatnya langsung melalui tautan data alih-alih mengandalkan sensor optik untuk menanganinya secara individual. Shiden merasa Shana mengerutkan alis.

“Matriksnya kesempitan, mustahil Juggernaut tidak menginjaknya.”

“Iya, tapi biarpun kita menginjaknya, keelihatannya tidak bisa ditembakkan ke kita semua sekaligus. Tidak dilengkapi senjata untuk menembak ke-24 unitnya serentak.”

Ia menembakkan beberapa laser per target, alih-alih satu laster untuk setiap Juggernaut, memastikan mengenainya, berarti bisa menyerang sejumlah target sekaligus. Dalam hal ini …

Cyclops-ku tahu berapa banyak unit tembak dan di mana letaknya … jika kita gunakan waktu interval untuk menembaknya, kita harus menembak antara tepat setelahnya atau sedetik sebelum kita mendengar peringatan.”

Cuma Juggernaut yang ditembaki yang harus bermanuver mengelak, sementara unit sisanya menembak. Sebagaimana semua senjata modern, unit lasernya bergerak setelah dia menembak, tetapi Admiral-nya mesti berhenti bergerak sekilas sebelum menembak. Itulah kesempatan Juggernaut untuk menembaknya.

Cyclops kepada semua unit …. Balas serangan setelah serangan unit selanjutnya. Atas perintahku—”

Peringatan kedekatan berbunyi lagi. Mata Shiden teruju pada layar radar, letak kerlip-kerlipnya muncul di sekitar posisi unitnya, bedanya tidak ada apa-apa di penglihatan koplanarnya. Jumlah unit laser di langit-langit atas mereka mendadak meningkat. Barangkali perlu waktu bagi sistem pertahanan untuk berfungsi seratus persen, atau mungkin kesadaran orang mati yang bergabung dalam Legion itu tidak ahli mengoperasikan unit laser.

Selagi mereka mendongak keheranan, cahaya biru menyala sekaligus ke ubin setengah transparan, ibaratnya mengejek usaha gadis-gadis ini.

“… Jaeger, biarkan Profesor Penrose mengendarai Juggernaut-mu. Pindah ke tengah-tengah barisan belakang dan hindari pertempuran sebisa mungkin. Rito, tunggu sedikit lagi. Kami akan segera berangkat menuju kalian tepat setelah memercayakan professor ke unit pengganti kami.”

“Diterima, Kapten, tapi cepat datanglah!”

Tampaknya Jaeger dan Rito tengah melawan beberapa unit defensif ratusan meter jauhnya dari Weisel. Memotong teriakan Rito tak lama kemudian, Shin membangkitkan Undertaker-nya. Meskipun ranjau swagerak itu rapuh, Undertaker tidak dilengkapi senapan mesin, lantas Shin tak mampu melawan mereka secara efisien. Peleton garda depan Theo dan peleton tembakan pelindung Raiden berada di depan, maju sembari melawan campuran ranjau swagerak dan manusia dengan menggota-ganti laser bidik dan senapan mesin mereka.

  Berteriak-teriak serak, siluet-siluet yang kelihatan seperti manusia berlari mundur, lari ke arah berlawanan dari skuadron Spearhead. Infanteri lapis baja yang mengikuti mereka belum menyusul, namun kemungkinan besar mereka akan melindungi manusia apa pun yang mereka temui. Dari awal berbuat demikian itulah menjadi alasan mereka teramat-amat tertinggal.

Tiba-tiba, suara Lena menyela Resonansi.

“Kapten Nouzen, maaf mengganggu di tengah-tengah pertempuran.”

“Kolonel …. Ada apa?”

Ketika Lena memberitahunya apa yang terjadi di sisi lain medan perang, Shin mengerutkan alis. Itu terdengar sulit, tentunya …. Tidak. Skuadron brísingamen berada di blok pusat lantai kelima, sementara skuadron Spearhead tengah maju ke ujung timur lantai keempat. Tidak ada jalan langsung menuju ke sana, tetapi dalam hal jarak langsung, mereka jauhnya beberapa kilometer lagi. Sebetulnya dekat, seperti jarak pertempuran.

“Sialan …!”

Selagi dia terus-menerus mengirim peringatan kepada sekutu-sekutunya yang berada dalam pandangan musuh, Shiden menggertak giginya. Dia memahami posisi seluruh unit laser—yang Lena juluki Biene (tipe Ekstensi Tembakan) sesudah menerima laporan mereka. Shiden juga tahu siapa yang akan diincar selanjutnya.

Tapi lasernya kebanyakan. Unit pendampingnya yang sempat menembak tak mampu menyesuaikan siklus gerakan dan tembakan kecepatan tinggi Biene, ditambah Shiden tidak bisa memprediksi tembakannya akan mendarat ke mana. Mereka hanya paling bisa sedikit menghancurkannya sejauh ini.

“… Shiden. Kau ingin skuadron Thunderbolt bergabung bersamamu?”

“Hentikan omong kosongmu, Yuuto! Begitu kau sampai sini, kau cuma bakalan masuk bidikannya. Lupakan. Amankan saja rute mundur kita.”

Shiden sendiri mau mundur dan bergabung ulang sementara waktu ini, tapi Biene dikonfigurasikan untuk memprioritaskan penembakan dekat jalan masuk terdahulu. Dua atau tiga rekan regunya mencoba ke sana, dan hasilnya mereka hanya dibunuh matriks laser …. Dasar muslihat kotor.  Tombak cahaya tidak memberi mereka waktu bernapas sebentar saja, menyerbu mereka dan kadang-kadang melumpuhkan mereka.

Rekan-rekan regunya menghindar semampu mereka, akibatnya napas mereka tersengal-sengal sebab kecapekan. Kejadian mereka salah bermanuver, berakibat pemancang dan senapan mesin mereka diledakkan, menjadi lebih sering terjadi. Hanya masalah waktu saja hingga orang lain lagi terkena serangan langsung. Apakah satu-satunya pilihan mereka adalah menembakkan langit-langitnya dan menghabisi musuh sambil mengubur mereka hidup-hidup …?”

Ketika itulah suara dingin menginterupsi pikiran kesulitannya.

“—semua unit, ganti amunisi ke peluru daya ledak tinggi.”

Mata Shiden membelalak. Suara itu.

“Nouzen …?!”

“Aku ambil alih penyampaian info target. Kau utamakan memerintahkan mereka menghindar … aku bisa menentukan posisi Legion, tapi tidak tahu Juggernaut mana yang diincar.”

Shiden tercengang sejenak kemudian menyeringai khas. Dia sendiri sedang bertempur, tapi masih sempat-sempatnya …

“… kau hebat, ya, Pencabut Nyawa kecil?”

Sembari menggeleng kepala, dia melihat langit-langit. Kerlap-kerlip Biene masih memenuhi layar radarnya. Shin tidak bisa melihat pergerakan Juggernaut …. Dia tidak tahu siapa yang akan menembak musuh. Dalam hal ini …

“Berikan saja kami koordinatnya. Tidak ada di sini yang akan membingungkan suara kita. Semua unit! Pencabut Nyawa kecil akan menjadi peramal kita hari ini dan memberi tahu kita ke mana harus menembak. Siapa pun yang posisinya paling bisa mengikuti perintahnya—siapa pun dia—tembak sesuai perintahnya!”

  Itu komando berlebih-lebihan, tapi tidak ada yang membantah.

Mendengar bunyi decakan lidah di sisi lain Resonansi yang campur aduk erangan hantu seperti biasa, memenuhi dirinya sensasi aneh.

 

 

“—jarak 22. Itu yang terakhir, Shiden.”

“Ya, aku atasi—Alto, tembak!”

Tembakan terakhir, pengeboman tembakan sebar, menembus langit-langit putih yang dilubangi. Legion kecil semacam laba-laba jatuh dari langit-langit di antara puing-puing, perangkat osilasi di perutnya memancarkan cahaya biru. Setelah menyaksikannya ditembak tembakan senapan mesin dan terdiam sesudah jatuh berguling-guling di lantai, Shiden memajukan stik kendali Cyclops-nya.

Berguncang maju seakan ditendang, Cyclops menyerbu mata majemuk4 besar bak kupu-kupu Admiral. Bahkan tanpa alat untuk mempertahankan diri, unit Legion non-kombatan masih mengangkat kepalanya sungguh-sungguh, ibarat menyambut musuh kecilnya. Resonansinya dengan Shin memungkinkan Shiden mendengar suara Legion.

“Jayalah Kekaisaran! Heil dem Reich!5

Suara tinggi yang kemungkinan seorang wanita, muncul dari bagian belakang-atas Legion. Menjadi unit komandan, sang Gembala terus mengulang ratapan orang-orang yang pernah mati.

Juggernaut tidak pandai menembak di sudut ketinggian ekstrim.

Legion ini tingginya dua belas meter, dan menembaknya ke atas langsung itu sulit, tapi …

“Shiden!”

Mengetahui masalahnya, Shana menjongkokkan Juggernaut-nya. Begitu Cyclops melompat ke bagian belakang turetnya, Juggernaut Shiden melepaskan pembatasnya dan memaksakan keempat kakinya melompat sekuat tenaga. Menambahkan kekuatan kaki Juggernaut yang diinjak, Cyclops mencapai ketinggian di luar kemampuan spesifikasinya.

Menembakkan jangkar ke langit-langit berbentuk kubah, lalu ditarik kembali sekuat tenaga sampai Juggernaut itu menempel ke permukaan langit-langit. Menendang langit-langit yang kini menjadi pijakan, Cyclops menukik diagonal—moncongnya diarahkan ke suara ratapan tersebut. Bidikannya tertuju pada target di belakangnya, celah antar sayapnya.

“Salam kepada Kekaisaran!”

“Bacot, mati aja kali ini.”

Shiden menarik pelatuknya.

PLBTSLS 88 mm bersiul dari turetnya dan menembus punggung Admiral secara langsung. Selayaknya tombak yang turun dari langit, seolah-olah mendatangkan penghakiman kepada aksi Admiral sebelumnnya, PLBTSLS tersebut menusuknya. Meski tanpa lapis baja, rangkanya raksasa. Selongsong uranium yang mengecil menjelajah ke dalam struktur dalam Admiral, akhirnya kehilangan energi kinetiknya dan memantul kembali dari usaha gagalnya untuk menembus rangka dalam dadanya.

Memantul-mantul di dalam dirinya, di tengah pantulannya merobek-robek struktur dalamnya, menghabisi cairan mesin mikro dengan api pengorbanan khasnya. Hantu yang sudah lama mati tersebut berteriak kesakitan, teriakannya bergema di telinga mereka. Kepala sang Admiral jatuh berat ke lantai, dan Shiden mendengus begitu mendarat di sebelahnya.

“Baginda, Admiral sudah mati. Benar ‘kan, Nouzen?”

“Iya …. Kelihatannya begitu.”

“… apaan tanggapan setengah hati itu?!”

“Kau bisa mencari tahunya sendiri, bukan? Jangan tanyakan pertanyaan sia-sia.”

Lena tersenyum mendengar suara pertengkaran mereka begitu situasinya mereda. Annette telah diselamatkan, dan Admiral telah dihancurkan. Penyelesaian salah satu tujuan mereka barangkali meluangkan waktu buat adu bacot.

“Kerja bagus Kapten Nouzen dan Letnan Dua Iida. Lanjutkan eliminasi Weisel. Kapten Nouzen, tinggalkan Mayor Penrose bersama infanteri lapis baja.”

“Diterima.”

“Dan begitu kita menyingkirkan Weisel, sisanya hanyalah membersihkan musuh-musuh tersisa … Penakluk Wanita, aku tahu mereka masih bersembunyi, tapi yang tersisa tinggal seberapa?”

“… kau beneran ingin tahu?”

“Ah, tidak, lupakan. Hanya itu saja yang perlu kudengar.”

Shin kedengaran muak. Lena cekikikan.

“Sedikit lagi saja sampai tujuan kita tercapai. Pertahankan kerja bagus ini.”

 

 

Banyaknya sedimen dan beton yang menutupi posisi mereka tak mencegah komunikasi melalui Eintagsfliege yang mengistrirahatkan sayap mereka di dalamnya.

<Kehancuran Matrix 277 telah dikonfirmasi. Komando dialihkan ke Hermes One.>

<Hermes One kepada jaringan area luas pertama.>

<Transfer seluruh data penelitian selesai. Pelepasan Fasilitas Produksi 277 telah diputuskan. Jalankan tindakan penanggulangan rahasia.>

<Diperlukan pengangkatan periode stasis Pasal Rahasia 27708 untuk pelaksanaan penanggulangan rahasia—meminta konfirmasi>

<Jaringan area luas kepada Hermes One. Permintaan disetujui.>

<Diterima.>

Komunikasi selesai, dan segera, perintah diturunkan kepada seluruh bawahan yang bersembunyi di bawah.

<Hermes One kepada semua unit. Unduh 27708. Memulai konversi.>

<Menjalankan.>

 

 

Kala itu, suara-suara menjelas dari kedalaman ibu kota runtuh, dari kedalaman yang tak bisa dicapai matahari—ibaratnya mengutuk, seakan memuji, jeritan sedih meledak selayaknya baru menangis.

“Ugh …!”

Teriakan Legion mendadak meningkatkan volumenya, memaksa Shin meringkuk dan menutup telinganya. Itu tindakan sia-sia, karena sejak awal kebisingannya bukan berbentuk fisik, namun tetap Shin lakukan.

Jeritan, ratapan, dan rintihan kesedihan serta penderitaan tak terhitung jumlahnya meninggi, bak bilah merobek masuk ke dalam pikirannya dan membakar benaknya terus-menerus.

Kepalanya serasa mau terbelah dua. Kewarasannya direnggut. Kepala satu orang tidak sanggup menahan serangan tak henti-henti ratapan tersiksa orang-orang terkutuk ini. Kelebihan sensorik menjadikan sensasi lain menyurut. Selagi penglihatannya dibatasi dan kesadarannya diputihkan warna darah, dia melempar satu pikiran terakhir ke dalam jurang—dan tidak lama setelahnya, dipotong seluruhnya.

Tidak mungkin.

“Uwah!”

Shiden menutup telinganya, tak mampu memproses pusaran jeritan mengerikan yang menenggelamkan pikirannya. Kendati tingkatan sinkronisasinya disetel minimum, badai suara-suara masih berkecamuk di telinganya. Instingnya memotong Resonansinya dengan Shin, giginya menggertak selagi mencoba menenangkan kegelisahan kesadarannya. Kapten para tim saling bicara gugup dan ketakutan lewat Resonansi.

Apa … itu …?

Setelah kebingungan sebentar, Shiden menggeleng kepala.

Kendalikan dirimu. Tidak ada waktu mempertanyakannya. Sesuatu pasti terjadi.

Dia mencoba menghubungi Shin kembali, tetapi dia tidak bisa Beresonansi. Antara dia mencabut Perangkat RAID atau pingsan karena tekanannya …. Atau—dan Shiden sungguh-sungguh tidak mau mempertimbangkannya—mungkin apa pun yang barusan terjadi sudah langsung membunuhnya.

Seandainya sesuatu terjadi kepada kapten unit, Shin, wakil kaptennya, Raiden, akan menggantikannya. Dia sepertinya tidak punya cara untuk menjelaskan situasinya. Kalau begitu—

“Woi, Theo! Apa yang terjadi?! Apa bongkahan besi tua itu menyerang kita lagi?!”

Shiden cepat-cepat mengubah target Resonansi Sensoriknya ke Theo. Setiap Prosesor skuadron Spearhead Beresonansi dengan para kapten dan wakil kapten regu lain …. Mungkin semacam tabiat yang orang lain harapkan dari elitnya para elit yang pernah bertugas di unit pertahanan pertama distrik pertama, Spearhead, dua tahun lalu. Pemikiran mereka cepat, alhasil para kapten dan wakil kapten regu lain berkonklusi kepada siapa mereka harus membagikan informasinya sekarang.

“Kepada semua kapten, ini pesan wakil! …. Pertama-tama, suara Legion barusan bukan serangan! Shin tidak responsif, jadi ambil posisi bertahan sampai kita nilai situasinya!”

Nyatanya Theo juga belum memahami situasinya.

Barangkali menyadari itu, dia bernapas sebentar dan lanjut bicara dengan suara tenang.

“Juga, ini hanya spekulasi, tapi … kurasa kenal suara macam apa itu.”

Theo meringis seraya mengatakannya. Dia mengingatnya dari waktunya di unit pertahanan pertama distrik pertama Sektor 86 dua tahun lalu, selama pertempuran terakhir. Di awal laju menuju kematian mereka dikenal sebagai misi Pengintaian Khusus.

Setelah bertarung di sisi Shin selama hampir tiga tahun, dia pikir sudah terbiasa, bahkan sekalipun tingkat sinkronisasinya paling rendah, dia gemetar ketakutan ketika mendengar jeritan itu dipenuhi hawa membunuh.

Masih belum ada respon dari Shin.

“Gembala—jika beberapa berteriak di saat yang sama, kedengaran begitu.”

Shiden menginterupsi, terdengar mencurigakan.

“Tunggu bentar. Kukira para Gembala jumlahnya terbatas. Cuma ada seratus kurang lebihnya di wilayah Republik …. Dan yang kita dengar bukan satu-dua saja. Jangan main-main—seolah kau bilang semua Legion di sini itu gembala.”

“Iya, mungkin artinya begitu.”

tapi kok bisa …?

“… mustahil.”

Dia merasa badannya merinding. Layar radarnya penuh kerlap-kerlip. Cyclops menangkap musuh mendekat satu per satu. Legion datang berkerumun dari bawah, teriakan mengerikan berasal dari kedalaman bumi di belakang mereka.

Jangan-jangan.

“Katamu ini semua Gembala …?!”

 

 

Prosesor sentral Legion dimodelkan mengikuti sistem saraf pusat mamalia dan dikodekan dengan rentang hidup tak terubah yang ditetapkan Kekaisaran, yang menciptakan mereka. Lima puluh ribu jam bagi setiap versi—kasarnya enam tahun. Begitu waktu tersebut berlalu, struktur prosesor sentral mereka akan runtuh, dan mereka akan berhenti berfungsi—pengamanan yang diperkenalkan Kekaisaran bila mana Legion mengamuk.

Sesudah Kekaisaran jatuh, Legion tak mampu lagi menerima versi pembaruan. Tapi didorong perintah asli mereka untuk bertarung, Legion perlu mencari pengganti prosesor sentral mereka. Dan untung saja, tersedia alternatifnya. Jaringan saraf yang dikembangkan hebat, luar biasa bahkan di antara mamalia besar.

Otak manusia.

Tetapi Legion hanya bisa bertemu umat manusia di medan perang, dan mayat tanpa kerusakan pada tengkorak mereka sangatlah sedikit di antaranya. Republik yang lalai mengumpulkan mayat dan bahkan mengirim skuadron kecil ke kematian mereka dengan sangat sering, adalah medan perang yang menghasilkan otak terbanyak tuk dijarah—faktanya, mayoritas Domba Hitam dan Gembala di seantero benua didapatkan dalam operasi militer anti-Republik. Tapi jumlahnya hanya sedikit.

Sebagian besar serangan dilancarkan selama operasi penundukan itu. Warga Republik tidak bertarung. Mereka juga tidak bunuh diri. Mereka tak repot-repot memulihkan atau membunuh orang-orang yang diseret Tausendfüßler. Tempat berburu paling gampang, tempat mangsa hanya berlari tanpa daya.  

Sektor administratif 85 Republik San Magnolia.

Mereka mungkin melempar minoritas, 86, ke Sektor 86, tetapi mereka masihlah negara maju dengan populasi dan wilayah yang menyetarai benua barat. Lantas penduduk sipilnya yang telah Legion rampas, tentunya … berjumlah sepuluh juta.

 

 

“… tapi kenapa jumlah Gembalanya mendadak meningkat?”

Lena mengerang, menopang badannya yang mau jatuh, sembari mendorong konsol. Laporan mengalir dari seluruh skuadron di bawah komandonya secara bergantian. Pola perilaku Legion yang telah ditemui tiba-tiba berubah. Mereka mulai memprediksi arah perginya unit lalu memancing mereka dengan formasi tidak biasa, menyudutkan tentara Federasi serta 86 berpengalaman dengan mudah.

Gembala. Unit komandan Legion yang masih punya akal semasa hidupnya. Mereka pasti musuh menantang, tapi tidak pernah muncul dalam kelompok besar seperti ini, ibaratnya mereka pasukan biasa.

Tidak, kenapa atau bagaimana jumlah mereka meningkat bukan masalahnya.

Pertanyaannya: Mengapa baru sekarang mengerahkan mereka? Kenapa menggunakan mereka sebagai pasukan defensif dan menurunkan mereka ke pertempuran baru setelah Admiral dihancurkan dan sebagian fasilitas dikuasai?

“…!”

Ketakutan baru menguasai Lena selagi matanya melebar penuh pengertian.

Dia mengangkat kepala.

“Mabes Vanadis kepada semua unit!”

“—n, Shin! Hei!”

Shin akhirnya sadar saat namanya dipanggil dan bahunya diguncang keras-keras.

Mata merah tuanya yang masih melamun sampai tadi, kembali fokusnya.

“Raiden …”

“Selamat datang kembali.”

Raiden mendesah lega. Mereka dua-duanya berada dalam kokpit Undertaker, kanopinya dibuka paksa. Undertaker dan Wehrwolf didorong ke dinding beton tebal, bersama sisa unit regu mereka membentuk perimeter pertahanan di sekeliling dengan memposisikan para Juggernaut mereka dalam bentuk separuh lingkaran.

Theo, Anju, dan Kurena berada di lingkaran terluar, terkunci pertempuran sengit. Formasi lakukan atau mati yang takkan meloloskan satu pun Legion atau satu ranjau swagerak. Shin berada di belakang, tengah lumpuh bersama Raiden yang turun dari Wehrwolf untuk memeriksanya.

Lini depan Legion seluruhnya terdiri dari Gembala. Lolongan mereka menggelegar di telinga Shin dalam jarak sedekat ini, dan jumlah mereka makin-makin meningkat. Juggernaut yang berdiri di lini belakang pertempuran tiba-tiba menegak, dan begitu Shin pikir suara-suara orang mati tampaknya berhenti muncul dari mereka, lolongan suara orang berbeda dari salah satu yang merasuki lini depan menggemuruh di benaknya sebelum mereka menekan maju, laksana menginginkan kesempatan bertempur.

Kejadian sama rupanya terjadi di banyak lokasi fasilitas bawah tanah. Suara-suara Domba Hitam jauh yang sebelumnya kelompok tak bisa ditunjukkan posisinya, telah digantikan suara-suara Gembala. Shin mesti membuang pertanyaan latar belakangnya dari pikirannya.

“… berapa lama aku pingsan?”

“Kurang dari sepuluh menit. Kami menyeret Undertaker ke sini dan membentuk formasi pertahanan, aku tadi membuka kanopimu … maunya menyeretmu ke Wehrwolf kalau kau tidak sadar-sadar.”

Shin mengernyit saat mendengar ide sesuatu tak menyenangkan.

“Kau … kelihatan tidak baik. Bisa bergerak?”

Shin mendesah panjang. Dia sudah terbiasa dengan ini. Jeritan-jeritan tanpa akhir masih mengancam hendak membelah dua pikirannya, dan suara Raiden yang berada tepat di depannya terdengar lebih jauh dari normalnya …. Tapi Shin bisa bergerak.

“… ya.”

“Kalau begitu coba ikuti kami sampai bisa kabur dari sini …. Kita diperintahkan mundur.”

Pernyataan tak terduga semacam itu membuat Shin balas menatapnya ragu.

Mundur? Saat operasi sudah sejauh ini? Padahal Weisel-nya belum dihancurkan?

“Mundur …?”

“Biarkan aku menjelaskan singkat situasinya, Kapten Nouzen.”

Lena akhirnya berhasil Beresonansi dengannya lagi, tetap ratapan hantu menusuk-nusuknya bak pisau tajam kendati sudah Beresonansi di tingkat sinkronisasi serendah mungkin—dan paling menusuknya napas sesak kesakitan Shin sendiri—mencemaskannya.

“Detailnya masih belum jelas, tetapi banyak Gembala muncul di antara pasukan musuh …. Karena itulah mendesak kita menangguhkan laju dan fokus bertahan atau mundur.”

“… kurasa penjelasan paling sederhananya adalah semua Legion di sini telah mengunduh jaringan saraf Gembala atau semacamnyalah. Jumlah total suara-suara yang bisa kau dengar tidak berubah, namun jumlah Gembalanya menambah, kan?”

Lena menggeleng kepala ketika Annette menyela perbincangan mereka.

“Tinggalkan analisisnya buat nanti—pengenalan bala bantuan ini terjadi setelah Admiral yang seharusnya target pertahanan penting bagi Legion, dihancurkan. Massa Gembala ini dikerahkan ketika mereka lebih rahasia lagi daripada Admiral-nya sendiri. Berarti …”

“Mempertahankan kerahasiaan—kan?”

“Ya. Mereka bermaksud menyapu bersih pasukan invasi atas alasan itu.”

Bagi Legion, menyembunyikan eksistensi massa Gembala ini lebih penting ketimbang Admiral—jauh lebih penting daripada basis produksi. Stimulasi mereka disalurkan oleh Eintagsfliege, yang artinya kemungkinan semacam data. Teorinya adalah yang mereka peroleh merupakan jaringan saraf para Gembala, tetapi ada kemungkinan lain pula. Lebih bagus memastikan mana yang benarnya, tapi sekarang sudah kelewat terlambat.

“Kita menghancurkan tujuan pertama, Admiral. Weisel tidak dapat bergerak sekarang. Kita simpulkan kalian telah menyelesaikan misi dan diharuskan mundur dari zona tempur segera …. Keluar dari sana secepat-cepatnya.”

Memotong Resonansinya dengan Shin, Lena berbisik kepada Annette.

“Tapi, Annette, bagaimana mungkin?”

Berani beraksi mengunduh di tengah-tengah pertempuran tidaklah penting; itulah situasi musuh. Tapi kok bisa Gembalanya membanyak? Hanya satu Gembala bisa diproduksi dari setiap manusia mati. Mereka barangkali menangkap banyak warga sipil selama serangan skala besar, tapi akankah Legion menggunakan mereka selayaknya bidak sekali pakai dalam pertempuran ini?

“Kurasa yang kutemukan sebelumnya, panduan Legion untuk menghilangkan otak, adalah jawabannya.”

Suara Annette terdengar pahit. Dia sekarang ini tengah berkendara dalam Juggernaut Dustin dan bicara lirih sekali agar Shin seorang yang mendengarnya.

“Itu sebetulnya sesuatu yang selalu menggangguku semenjak membaca laporan Kapten Nouzen. Seandainya prosesor sentral Gembala—jikalau jaringan saraf tak rusak sangatlah berharga bagi Legion, mengapa mereka tidak ubah saja semua Legion menjadi Gembala?”

Lena pernah mendengar itu sebelumnya. Jumlah total Gembala di seluruh front Republik masa lalu hanyalah seratus kurang lebihnya. Itu batasan otak tidak rusak yang Legion sukses kumpulkan. Tapi bagaimana kalau mereka tidak menggunakan otak aktual dan malah menggunakan tiruan jaringan otak-otaknya, itu tidak masuk akal. Mereka bisa memberi beberapa unit salinan jaringan saraf yang sama, tetapi tidak mereka lakukan. Mereka bisa saja mereplikasi Domba Hitam menggunakan jaringan saraf, tetapi tidak jaringan saraf otak tak rusak.

“Semua sampel otak yang kulihat sebelumnya hipokampusnya dihancurkan. Kuduga di situlah letak jawabannya …. Kau bisa waraskah jika replika persismu sedang berdiri di depanmu, Lena? Mereka barangkali tak dapat mereplikanya dikarenakan otak-otak itu masih menyimpan ingatan semasa hidup mereka.”

Identitas. Salah satu ciri yang dimiliki semua manusia membuat mereka terlampau berbeda dari mesin pembunuh tanpa jiwa yang Weisel keluarkan sebagaimana asap hitam yang meletus dari cerobong asapnya.

“Jadi artinya …”

“Iya, semuanya akan berbeda mulai dari sini. Para Gembala akan mulai berlipat ganda lebih dari sebelum-sebelumnya—termasuk Domba Hitam—akan punya akal.”

Ini mungkin dimulai setelah kejatuhan Republik, saat Legion mendapatkan lebih banyak manusia dari sebelumnya. Otak manusia tidak rusak tak lagi menjadi komoditas langka bagi mereka, memungkinkan mereka bebas menguji cara meretas otak manusia agar dapat melepaskan elemen asing bernama individualitas tanpa menghilangkan nilai mereka sebagai prosesor sentral.

Kendatipun Legion sanggup berperang secara otonom yang tidak dapat ditiru negara manapun, sumber kapabilitas kognitif mereka jauh lebih rendah daripada manusia. Namun dari sekarang, kelemahan tunggal itu takkan ada lagi. Legion kuat tidak tergoyahkan yang tak kenal lelah, tidak lama lagi akan memperoleh kecerdasan setara manusia, sampai ke tentara biasa mereka …. Mereka ‘kan mampu mengeksekusi operasi kompleks, sebagaimana umat manusia.

Implikasinya membuat Lena merinding, dan itulah sebabnya Annette tidak bilang apa-apa lagi. Ini bukan sesuatu yang Prosesor perlu dengar di tengah-tengah pertempuran. 86 berbangga diri akan tetap bertarung meski mengetahuinya.

Tapi kemungkinan besarnya umat manusia … apa pun yang terjadi akan kalah dari Legion.

“… itulah intinya. Ikuti kami sampai keluar dari sini. Dan jangan bertempur. Tetap berada di barisan belakang bersama Jaeger dan baik-baiklah.”

Shin meringis begitu Raiden yang menaiki Wehrwolf mengatakan demikian.

“Aku tidak yakin itu pilihan.”

Shin sadar diperlakukan selayaknya beban tidak bisa dipungkiri … tapi memperhitungkan situasinya …

“Bedanya kemampuan bertarung Domba Hitam dan Gembala itu antara bumi dan langit. Aku tidak bisa mundur dari pertempuran ketika kekuatan musuh meningkat secara efektif.”

“… kau serius?”

“Aku takkan berbuat sembarangan …. Aku tidak berniat mati di sini.”

Enam bulan lalu, dan boleh jadi bahkan sebelum itu, dia mengembara di medan perang mencari-cari tempat untuk mati, tanpa sadar.

Tapi segalanya kini berbeda.

“…”

Sesudah menyisir kasar rambutnya dengan jemari, Raiden mendesau dalam-dalam.

“… seketika semuanya jadi bahaya, kami bakalan membuatmu pingsan dan menyeretmu pergi. Paham? Itu hak dan tanggung jawabku sebagai wakil kapten. Ada komplain?”

“Tidak. Tapi mungkin kau harusnya simpan saja kata-kata itu sampai bisa betulan membuatku pingsan.”

Raiden tidak menertawakan percobaan pukulan paksa Shin, tapi dia tentu mencibirnya. Walaupun Shin menahan rasa vertigo yang hendak memakannya kapan pun, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Sesuatu yang pernah dikatakan Frederica …. Enam bulan lalu, faktanya.

Kau mestinya mengandalkan dukungan orang-orang yang berjalan bersamamu.

“… makasih. Aku serahkan komandonya kepadamu.”

Ada jeda, dan kali ini, Shin merasa Raiden menyeringai padanya.

“Iya. Maksudku, aku takkan mendengarkan perintahmu dalam kondisi sekarang. Dari mukamu, aku tahu kau mau mengacaukan sesuatu.”

“Theo! Kita mundur! Bukakan jalan mundur!”

“Diterima. Uh …”

Selagi dirinya menjelajahi barisan penuh sesak Legion untuk mencari celah yang bisa dia manfaatkan, matanya berhenti di titik tertentu. Sekelompok ranjau swagerak tengah bergerak ke arah berlawanan, tidak memerhatikan Juggernaut.

“Apa-apaan …?”

Ranjau swagerak menempel ke pilar yang menopang langit-langit satu per satu kemudian meledakkan diri. Aksi pemusnahan yang sepenuhnya tiada arti ketika ingin menghadapi skuadron Spearhead.

Bukan …

Bulu kuduk Theo naik begitu sadar niat mereka.

Mereka berencana meruntuhkan seluruh tempat biar menimpa kita.

“Cih. Anju, Dustin! Tembakkan seluruh selongsong eksplosifmu di koridor kanan! Bukakan jalan kelaur—sekarang!”

Snow Witch Anju langsung merespon, begitu pula Sagittarius Dustin sejenak kemudian, melepaskan proyektil-proyektil peledak yang mereka miliki ke arah yang Dustin tujukan. Unit Legion di arah tersebut diledakkan, menyemperotkan pecahan-pecahan, membuka jalan di lini ofensif musuh.

“Semua unit, ikutin aku! Shin, jangan ketinggalan!”

Sudut matanya memastikan Undertaker berdiri bersama Wehrwolf mengambil posisi di belakang formasi, Laughing Fox menempuh jalan terbukanya. Dia singkirkan ranjau swagerak yang menerjang moncongnya dan meledakkan mereka menggunakan senapan mesin jarak pendek. Ameise mencoba menyerbu mereka dari samping, lalu dihancurkan begitu saja oleh pemancang Gunslinger. Memberi tembakan perlindungan kepada Snow Witch yang tak sempat mengisi ulang peluru, Wehrwolf menembakkan senapan mesinnya ke kiri-kanan.

Di belakang mereka, ranjau swagerak masih menempel ke pilar dan meledakkan diri. Karena mereka kebanyakan senjata antipersonel, intensitas ledakan per individunya tidak besar-besar amat. Satu ranjau antipersonel bahkan tak mampu menembus lapis baja Juggernaut. Tetapi dengan ledakan berulang-ulang, pilar beton diperkuat itu berangsur-angsur dikupas.

Mendepak tipe Grauwolf yang mengejar mereka, pasukan menyelam ke terowongan. Di dalam sana tidak ada musuh. Persis setelah Wehrwolf masuk ke terowongan, pilarnya berguncang dan akhirnya runtuh. Pilar-pilar lain membengkok oleh tekanan tambahan, lalu langit-langit jatuh tanpa pendukung.

Medan perang beberapa waktu lalu terkubur hujan sedimen nian besar, bahkan membuat para 86 terdiam seribu bahasa.

“Jadi. Bahkan ranjau swagerak sekarang ini cerdas.”

Lena mengangguk getir. Dia menerima laporan sama dari skuadron-skuadron lain. Banyak bagian fasilitas bawah tanah runtuh sebab hasil pengebomannya, ranjau swagerak yang mengabaikan Juggernaut di depan mereka dan mengincar pilar pendukung.

Legion yang tidak secerdas manusia, tak memahami akibat tindakan ini …. Lebih tepatnya, baru sekarang mereka tahu. Tampaknya ranjau swagerak menyadari dengan menjatuhkan sejumlah kecil pilar, mereka bisa mengubur medan perang ini bersama-sama, menjadi bukti mengerikan kecerdasan mereka.

Ranjau swagerak sendiri yang sekali pakai bagi Legion, sudah jadi secerdas itu.

“Tapi di lain hal, berarti kita bisa membaca langkah mereka … semisal tujuan ranjau swagerak adalah menghancurkan fasilitas, mereka harus mengerahkan jumlah mencukupi menuju posisi-posisi penting untuk mensukseskannya. Semisal kita hancurkan jalan maju mereka, mereka takkan bisa lagi menyabotase kita. Artinya ranjau swagerak akan menghancurkan fasilitas paling jauh dari mereka.”

Legion menyerang dalam gelombang tiada ujung, tapi mereka punya titik asal. Seumpama koridor mereka terkubur sedimen, mereka takkan mampu menyeberang ke ruang di sisi lain.

“Kalau saja kita tahu urutan pengeboman mereka, kau harusnya bisa kabur. Dan menebak urutannya tidak susah-susah amat.”

Melihat layar holo yang memberikannya pandangan jelas masing-masing posisi skuadron. Skuadron Brísingamen berada di lantai kelima dan terendah. Spearhead, yang dikerahkan untuk mencari Annette, berada di ujung timur lantai keempat. Lena kudu memastikan biarpun mereka jauh dari jalan keluar, dapat kembali dengan selamat.

“Kapten Nouzen, aku tahu ini permintaan sulit, tapi lacak pergerakan musuh lagi. Andai kita tahu di mana Legion—ranjau swagerak berada—sedang berkumpul, kita harusnya bisa mengkalkulasi bagaimana mengerahkan pasukan kita dari sekarang.”

“Diterima.”

Tak lama setelah respon agak menyakitkan ini disampaikan, beberapa tik menyala di petanya. Shin boleh jadi memutuskan dengan menggunakan tautan data nyaris tidak terhubung akan lebih cepat menyalurkan informasinya secara lisan. Sesudah mengoreksi beberapa titik yang nampaknya melenceng dari sumbu vertikal, Lena melihat keseluruhan gambar dan mengangguk.

“Saat ini, kita simpulkan tujuan kita menghancurkan fasilitas produksi Legion telah selesai sepenuhnya. Seluruh skuadron yang tengah bertempur diperintahkan mundur dari zona perang segera.”

Kemudian Lena menarik napas dalam-dalam.

“Letnan Dua Michichi, berangkat dan kerahkan skuadron Lycaon di sekitar pertengahan lantai pertama dan kedua. Skuadron Nordlicht meminjamkan ketiga peletonnya kepada skuadron Lycaon.”

“Ya, bu!”

“Jadi hanya setengah yang mempertahankan Mabes …. Tidak, pokoknya harus cukup segini.”

Lena mengirimkan pasukan cadangannya dan beberapa unit defensif agar dapat mempertahankan rute pelarian skuadron di dalamnya. Mereka harus mencari jalan keluar sementara waktu.

“Semua unit yang dikerahkan dalam fasilitas—sekarang kita akan mulai menavigasi jalur mundur dan prosedurnya. Patuhi perintahku … tanpa kesalahan dan penundaan.”

Melintasi kegelapan gelap gulita, kerangka tanpa kepala berkaki empat, kesatria-kesatria mekanis tersebut berlapis baja metalik, setia mengikuti perintah dari suara yang kedengaran bak lonceng perak.

“Skuadron Thunderbolt, tetaplah di jalan pintas antara lantai keempat dan kelima. Skuadron Brísingamen tolong melapor setelah lewat …. Skuadron Claymore akan ditempatkan di posisinya sekarang ini. Pertahankan posisi tersebut hingga skuadron Spearhead lewat.”

“Diterima. Namun sisa amunisi untuk kedua persenjataan utama kami serta senapan mesin sudah turun hingga dua puluh persen. Kami tidak mampu bertarung lama.”

“Diterima …. Kami kehabisan amunisi juga, jadi cepat kembalilah, Kapten!”

Selagi mereka memprioritaskan kehancuran Admiral dan Weisel, Legion telah maju dari seluruh direksi. Menurut laporan Shin, bagian sisa pasukan Legion tengah mundur ke wilayah mereka dari blok utara per lantainya. Mereka meninggalkan ranjau swagerak yang secara strategis lebih tidak berharga, Domba Hitam yang prosesor sentralnya belum dirubah serta unit-unit rusak yang perlu diperbaiki sebagai penjaga mereka selagi menggerakkan seluruh pasukan lain mereka menuju blok pusat terlebih dahulu.

“Skuadron Brísingamen telah mengamankan blok pusat lantai keempat.”

Strategi terdasar ketika maju menuju wilayah musuh adalah maju bergantian. Beberapa unit bergerak dalam mode bergilir, mereka yang berhenti untuk bertahan dikehendaki melindungi yang berada di depan mereka. Selama mundur pun sama.

Satu unit akan bertahan hingga pasukan di depan mereka berhenti bergerak selanjutnya balas melindungi mereka, menahan musuh dengan tembakan berat.

“Skuadron Thunderbolt telah terhubung dengan skuadron Brísingamen. Skuadron Spearhead, tahan posisimu sampai skuadron Claymore mencapai lantai tiga.”

Laporan kerusakan berdatangan. Amunisi senapan mesin berkurang sampai nol. Kerusakan kecil di lapis baja. Sedikit kerusakan di satu Juggernaut. Kerusakan menengah di Juggernaut lain. Pasukan terluka—pasukan sekarat. Selagi skuadron dan infanteri lapis baja tengah dikikis, mereka menuju permukaan. Transisi dari maju ke mundur sangatlah sulit.

“Skuadron Lycaon, kami mendapati tipe Grauwolf melepaskan lapis baja mereka untuk mengurangi keseluruhan lebar rangka. Ini meningkatkan jumlah jalan yang dapat mereka tempuh, jadi berhati-hatilah.”

“Diterima …! Aku tidak yakin bisa mengurus mereka lebih banyak lagi …”

“Berhenti merengek, putri! Sedikit lagi saja! Buktikan kami kau bisa bertahan hidup!”

Sebagaimana permainan catur dalam kegelapan total, setiap sisinya menghabisi bidak-bidak lain.

Para Gembala kecerdasannya sebanding manusia, jadi sekarang ini, mereka sanggup memprediksi keputusan orang dan merancang pencegahan.

“Raiden, diam di sana! Ada musuh di depan!”

Begitu Raiden hendak berbelok ke persimpangan, peringatan Shin memaksa Wehrwolf mengerem darurat.

Melihat belokan persimpangna, dia melihat terowongan kecil dengan sosok besar Löwe bersembunyi di dalam. Dia lagi menunggu, turetnya diarahkan langsung ke mereka, dan dengan terowongannya yang sesempit itu, takkan mungkin melintas tanpa masuk garis tembakannya.

Mengalahkannya akan menjadi tantangan tersendiri.

“Lena! Kita ganti rute—”

“Tak apa. Lanjutkan saja.”

Tepat begitu seseorang menginterupsi Raiden, satu Juggernaut menyelinap lewat Wehrwolf, satu Juggernaut yang ngotot tidak menukar meriam runduknya kendatipun dalam kondisi sempit ini. Dengan Tanda Pribadi senapan berteleskop.

“Kurena?”!

“Kita harus cepat kembali, kan? Aku juga meresahkan Shin …. Kalau dia tidak bisa bergerak, bakalan gampang …”

Gunslinger santainya melompat ke persimpangan. Löwe bereaksi, turetnya gemetaran, namun sebelum sempat menembak, Gunslinger menembak dari posisi tengkurap. Terbang di arah yang bersilangan dengan meriam Tank tipe 120 mm, PLBTSLS 88 mm melesat ke depan, akurat terhubung ke celah sebesar jarum di lapis baja depannya yang berfungsi mengaktifkan pergerakan turetnya.

Itulah satu-satunya kelemahan struktural pertahanan depan tebal Löwe. Jelas saja, bukan kelemahan yang bisa mudah orang bidik pada medan perang yang para penyerangnya bergerak cepat dan saling mengarahkan turetnya ke satu sama lain.

“… untuk menembaknya …”

Gunslinger santainya berbalik sedangkan Löwe meledak spektakuler di belakangnya dan rusak.

  “Terus maju dengan kecepatan ini selama lima belas detik, berikutnya belok kiri di tikungan selanjutnya.”

Instruksi membawa mereka ke semacam gudang luas. Tidak ada secercah pun sumber cahaya dalam kegelapan pekat itu. Di salah satu sudut gudang memanjang yang kelihatannya tanpa ujung, sekelompok sesuatu berpakaian ditumpuk bersama-sama.

Begitu Raiden sadar apa sesuatu itu, instingnya berteriak:

“Frederica! Tutup matamu!”

“Aaah …?!”

Peringatannya terlambat. Suara pekikan gadis kecil mengisi Resonansi, diikuti batuk-batuk dan muntah keras.

Mengisi ruang besar, menumpuk sampai langit, adalah kerangka manusia cacat yang dikotori dan diwarnai cairan nekrotik. Jumlah mereka bukan hanya ratusan atau ribuan, tapi kira-kira puluhan ribu … jumlah yang bahkan melebihi korban jiwa selama operasi pengeliminasian Morpho selama serangan skala besar bergelimpangan di depan mereka, menumpuk seperti sampah sehabis diproses. Kemungkinan besarnya, Legion menganggapnya sebagai satu kesatuan.

Kerangka di tumpukan paling bawah telah dihancurkan bobot di atas mereka, menjadi tumpukan mayat berantakan yang disatukan. Tak ada tanda-tanda martabat sedikit pun pada mereka. Raiden memalingkan pandangannya dari mayat-mayat di pojokan yang kelihatannya relatif lebih baru, sebab mayatnya sebagian dihitamkan dan yang paling mempertahankan bentuk aslinya.

Raiden akhirnya sadar kenapa Legion membangun pangkalan di sini selain ampas-ampas Republik melemah menjadi target utama eliminasi. Mereka ingin memproses mayat-mayat baru ini secepat-cepatnya. Jumlahnya kebanyakan saja—banyak sekali sampai-sampai mereka tidak bisa buang-buang waktu untuk membawa kembali seluruhnya ke garis belakang.

Pelipur satu-satunya semua mayat ini adalah mereka mungkin tidak sadar sewaktu dibedah. Raiden menggeleng kepala, mencoba mengusir pikiran yang melekat pada benaknya. Kekuatan fisik manusia bahkan tak kuat melawan ranjau swagerak, tipe Legion paling ringan. Legion tidak punya alasan untuk menekan bahan-bahan mereka dengan membuat mereka tidak sadarkan diri ketika berjuang. Tidak pula mereka perlu berbelas kasih.

Menangkap musuh hidup-hidup di medan perang tempat masing-masing pihak membunuh satu sama lain tidaklah sederhana. Artinya kebanyakan mayat di sini adalah Alba yang ditangkap yang tidak mau bertarung. Tapi terlepas dari itu, memikirkan kekejaman yang terjadi di sini, jauh di bawah bumi selama enam bulan … menyisakan ingatan buruk pada Raiden.

Tanah yang diinjak Juggernaut anehnya lengket karena alasan yang tidak ingin mereka pikirkan. Di puncak gunungan tubuh, yang dasarnya adalah puncak, adalah mayat kerangka berpakaian seragam kamuflase gurun familier. Mayat membusuk yang mereka tak kenali, berpakaian. Mayat baru, tergeletak. Mayat. Mayat. Banyak sekali mayat—

Selagi Raiden berlari di antaranya, Raiden merasa depresi. Kematian—dan Legion yang menghantarkannya—tidak membeda-bedakan. Para penindas dari Republik dan 86 yang ditindas sama saja bagi Legion. Merekalah musuh—sumber daya untuk dipanen. Tak ada tempat untuk membedakan. Tidak ada tempat untuk diskriminasi.

Konsep yang umat manusia tak mampu capai biarpun sudah mengejarnya selama ribuan tahun—kesetaraan—telah dicapai mesin pembunuh tanpa akal yang dikenal sebagai Legion … dengan cara yang terlalu ironis bagi umat manusia.

Wanita tua yang membesarkan Raiden pernah memberitahunya bahwa umat manusia meyakini diri mereka sebagai keberadaan unik yang diciptakan menyerupai Tuhan. Dan kalau itu benar, maka umat manusia, terlepas dari semua usaha untuk menciptakannya, menjadi produk tidak berguna dan gagal.

“… semuanya sia-sia …”

Apa yang sia-sia? Dan kenapa begitu? Bahkan Raiden tidak tahu selagi berbisik sendiri lirih sekali sampai-sampai tidak kedengaran lewat Para-RAID.

“… jadi kita harus melakukan ini sebelum terlambat, ya?”

Pintu besi menuju gudang terbuka, barangkali karena getaran pertempuran. Duduk dalam kokpit Cyclops, Shiden mendesah saat melihat-ihat gudang yang kini terekspos.

Jadi ini alasannya manusia mendadak bercampur dalam medan perang.

Terbaring di lantai gudang adalah sosok-sosok mirip manusia dihitamkan lumur dan kotoran. Mata keperakan bak manik-naik kaca samar-samar memantulkan cahaya redup. Bukan ranjau swagerak, melainkan manusia. Sekelompok penyintas Alba yang ditangkap selama serangan skala besar, sepertinya.

Mereka masih hidup, dan bila mana diberikan perawatan medis, mereka mungkin akan bertahan.

Tetapi sebatas itu saja.

Mata mereka melamun, wajar saja, sepenuhnya tidak sadar atau tak bernalar. Mata orang-orang yang sudah gila.

Kewarasan manusia amatlah rapuh. Jika seseorang merampas sinar matahari, makanan layak, kebebasan, serta martabat mereka, menggantinya dengan dingin, lapar, dan ketakutan, orang bertekad kuat manapun ujung-ujungnya bakalan hancur.

… Shiden tak mengasihani mereka.

Mereka orang-orang yang membiarkan banyak 86 mati, dan mereka menemui nasib sama. Melihat sekeliling, dia tidak melihat orang lain sepertinya di sini—tak satu pun tidak berambut dan bermata perak. Tidak seperti para babi putih, tawanan 86 bisa saja ditangkap dalam medan perang tetapi masih sempat bunuh diri alih-alih diciduk hidup-hidup. Atau mungkin mereka cuma ketiban jumlah para babi dan sudah dibedah lebih dulu.

“… hmph.”

Memunculkan layar pemilihan senjatanya, dia memuat senjata yang proyektilnya berdaya tembak antipersonel tinggi. Tatapannya menelusuri, senapan laras halus 88 mm yang dipasang di lengan berputar aneh dan bidikannya mengunci. Tanda target telah dikunci,

Shiden menekan pelatuknya.

“… gak deh.”

Bergumam sendiri, dia menjauhkan jarinya. Rekaman kamera senjata Reginelif telah dikompreskan dan disimpam perekam misi, dan ini bukan Sektor 86 yang tidak diperiksa, jadi para Prosesor harus mengirimkannya di akhir setiap misi.

Dan meskipun dia tak merasa wajib melakukannya, dia sekarang ini salah satu anjingnya militer Federasi. Dia tak boleh melakukan sesuatu yang bisa jadi mengganggu rasa kasihan dan keadilan berlebihan pemiliknya. Federasi akan sama seperti halnya Republik saat mereka kebosanan dengan mereka, punya dalih melakukannya, Federasi akan membuang 86 kapan saja.

“… harus bagaimana, Shiden?”

“Tidak ada. Mereka tidak bisa lagi diselamatkan.”

Shiden menjawab peprtanyaan apatis Shiden dengan mendengus. Alasan Legion tak menggunakan manusia-manusia ini gara-gara mereka tak sempat melepaskan otak mereka. Mungkin terlalu rusak untuk digunakan sebagai Gembala. Susah-susah mengembalikan dan merehabilitasi mereka adalah usaha keras tanpa hasil yang tidak bermanfaat untuk siapa pun.

Dia berbalik, matanya menatap sisa-sisa kerangka manusia yang separuh dimakan, tersebar di pintu masuk. Tengkorak kerangka hilang dari mata sampai ke atasnya. Legion punya tempat pembuangan lain tuk membuang sisa-sisa sesuatu yang sudah mereka ambil bagian yang mereka inginkan, jadi siapa pun dilempar di sini mungkin untuk tujuan lain. Membayangkannya membuat Shiden mual.

Tidak kelihatan setengah dimakan belaka.

“… ayo,” Shiden meludah ke sampingnya sambil berbalik dari takdir para babi putih.

Begitu skuadron Spearhead sampai aula utama lantai ketiga, mereka kelelahan ibarat menghabiskan sepanjang hari berlarian. Napas pedih mengalir di antara ratapan hantu lewat Resonansi Sensorik membuat Shin meringis.

Tekanan pada Shin teramat-amat maha besar. Theo mengambil alih sebagai garda depan, dan mereka entah bagaimana berhasil bertahan dari pertempuran, tetapi napas Shin menjadi lebih tidak wajar.

Kami harus cepat-cepat naik ke lantai kedua …

Tatkala mereka bergabung dengan skuadron Lycaon—kala punya lebih banyak Juggernaut di pihak mereka—skuadron Spearhead akan merasa cukup percaya diri untuk meninggalkan areanya kendatipun seorang idiot total memerintahkan mereka melakukannya. Makin jauh jarak mereka dan Gembala-Gembala yang mundur, kian bagus.

Akan tetapi bertentangan harapan Raiden, indra pinjamannya merasakan suara ratapan mendekat. Bahkan sensor kedekatan teramat pendek Juggernaut mendeteksi benda bergerak menghampiri mereka. Siluet-siluet membentuk formasi bersiku ranjau swagerak, tipe Ameise, dan Grauwolf—kelompok campuran Gembala dan Domba Hitam yang tinggal di belakang.

Sosok logam berformasi siku dengan satu Grauwolf berdiri paling depan tiba-tiba menjerit dengan suara seorang gadis yang terdengar akrab

“Aku tidak mau mati.”

“Kaie …!”

 

 

<Hermes One kepada jaringan area luas.>

<Target prioritas tinggi—tanda panggil7 Báleygr—terdeteksi.>

<Mengonfirmasi tindakan penanganan yang direkomendasikan.>

<Konfirmasi selesai. Memulai tindakan penanganan.>

 

 

Domba Hitam, yang diciptakan dari otak membusuk seiring berlalu waktu semenjak kematian mereka, tak mempertahankan kepribadian aslinya. Biar begitu, Raiden dan rekan-rekannya merasa emosional bukan main ketika menghadapi Domba Hitam yang merasuki suara rekan gugur mereka di detik-detik terakhirnya. Rekan-rekan yang masih hidup akan menembak hancur mereka dengan harapan membebaskannya, walaupun mereka hanyalah salinan. Kaie adalah teman penting bagi mereka.

Dan Kaie persis sama itu berada di depan mata mereka.

“Aku tidak mau mati.”

“Aku tidak mau mati.”

Sekalipun para Kaie bertarung, mereka akan lenyap, satu per satu.

Mereka ditimpa jaringan saraf oleh sejumlah jiwa orang-orang mati yang mereka tidak kenal, lalu mereka menghilang tanpa sisa. Itu pun semacam pembebasan, tetapi dinginnya menyuruh dia bertarung kemudian menghapusnya ketika tidak lagi dibutuhkan …. Meskipun Kaie bertarung di sini, dia akan dihancurkan dan dimusnahkan tanpa sisa.

Bahkan setelah mati pun, dia takkan bebas dari takdir yang menunggu seluruh 86, untuk mati sebagaimana mereka hidup …. Dan itu kelewat menggeramkan.

“Sial …!”

Mengumpat, Raiden menginjak Grauwolf yang menghadangnya. Benda itu bukan Kaie lagi. Benda itu, walaupun setersiksa bagaimanapun teriakan mekanisnya, kemungkinan besarnya tak punya kehendak atau kata-kata yang bukan dirinya.

Pada waktu itu, suara benturan keras bergemuruh di seluruh area.

Suara destruktif unit sepuluh ton bertabrakan satu sama lain dalam kecepatan tinggi. Satu Juggernaut terhempas mundur, langsung menompo serudukan Grauwolf. Di sisi lapis bajanya ada Tanda Pribadi kerangka tanpa kepala membawa sekop.

“Shin?!”

Sesaat Shin menyadari apa yang terjadi, sudah terlambat. Bilah frekuensi tinggi yang dia ayunkan gagal menghentikan Kaie di depan matanya yang menyerbunya, dan Shin mencoba melangkah ke kanan sedikit untuk menghindarinya. Bilahnya menebas sisi kiri Kaie tapi tidak memperlabat tekelnya. Mendorong seluruh bobot dan momentumnya ke blok kokpit Undertaker.

“Nngh …!”

Bahkan refleks Shin yang hampir setara manusia super, tidak sanggup menghindari tekelnya. Menerima pukulan penuhnya, Undertaker terhempas ke belakang. Misalkan dia mengendarai peti mati berjalan Republik yang kokpitnya longgar, pasti rangkanya akan tertekan dan memotong seluruhnya—termasuk Prosesor—jadi dua. Reginleif lebih kuat dari itu, dan hanya terhempas saja.

Seketika melayang di udara, dia melihat struktur melingkar dikelilingi dekorasi kaca keperakan arab di belakangnya: penghubung ruangan utama, berarti menyalurkan sinar matahari ke lantai lebih rendah.

“Oh tidak …!”

Posisi Juggernaut di udara terlalu jelek untuk menembakkan jangkar kawat. Suara memekakkan telinga ketika dirinya menabrak kaca diperkuat kedengaran ibarat makhluk sedang sekarat. Bayangan putih Feldreß jatuh menghilang ke dalam kegelapan.

Mereka berdua terjatuh, bersama-sama, menuju penghubung ruangan utama yang terhubung ke lantai ketiga dan keempat. Entah karena apa, panjangnya beberapa lantai. Ada enam tangga spiral di sepanjang lingkar luar dan, jalan logam tak terhitung yang di sepanjangnya ditambah kaca dekoratif, yang jika dilihat keseluruhannya mirip struktur spiral DNA.

Sewaktu Undertaker jatuh, menghadap ke atas, Shin merasa seakan-akan sedang jatuh ke jurang maut.

“Cih …!”

Dia mengayun maju kaki depan Undertaker-nya, menendang jauh Grauwolf-nya, kemudian memanfaatkan momentum tersebut untuk berbalik. Lalu dia mendarat di salah satu jalan, menghancurkan kacanya. Tentu saja tidak dibangun untuk menopang berat sepuluh ton Juggernaut yang jatuh menerjang di atasnya. Suara geret kabel melesat telah menembus suara kaca pecah selagi jalannya runtuh.

Dengan sebagian besar kecepatan jatuhnya ditahan, Undertaker melompat ke jalan terdekat. Mengulang aksi ini beberapa kali lagi, Shin menghindari lantai pertengahan antara dua lantai dan mendarat di dasar penghubung ruangan.

Cahaya biru yang memenuhi ruangan telah berkedip-kedip seolah-olah cahayanya berada dalam air. Aula luas, dilengkapi ubin berpermukaan biru Prusia. Beberapa jalan setapak rusak memanjang diagonal, dan pecahan kaca hancur oleh kawat lurus dan kencang, berkilauan. Sebuah menara berpotongan, roda gila6 mengklik-klik berdiri tegak di tengah-tengahnya, mengingatkan bagian dalam mekanisme menara jam—sebuah alat yang bisa jadi diperuntukkan untuk menyimpan listrik.

Di dasar menara terdapat kerangka manusia dan sisa-sisa kupu-kupu mekanik yang kelihatan bak bayangan-bayangan berpotongan. Cahaya biru kristal saraf kuasi bersinar dari tengah-tengah segelintir mayat; beberapa mayat itu adalah Handler atau Prosesor.

Merasakan sedikit ketidaknyamanan di lehernya, letak perangkat RAID berada, Shin mengarahkan pandangannya ke bayangan metalik sedang berdiri di kejauhan. Hanya itulah yang bisa dia lakukan.

“Kau mencoba melakukan apa … Kaie?”

Kaie tidak bergerak.

Shin dapat melihat Kaie berlari menuruni dinding sesudah Shin tendang jauh. Salah satu bilahnya patah, boleh jadi ditancapkan ke dinding untuk memperlambat kejatuhannya. Legion itu tak mengalami banyak kerusakan sampai-sampai tidak bisa bergerak, tetapi ia terdiam, sensor optiknya terfokus pada Undertaker. Walaupun ia jelas merasakan kehadiran Juggernaut, elemen musuh itu tetap tidak bergerak.

“Aku tidak mau mati.”

“Kau ingin menunjukkanku apa dengan membawaku ke sini?”

“Aku tidak mau mati.”

Kaie tidak menjawab. Domba Hitam kurang kecerdasan manusia. Mreka tak punya ingatan atau kepribadian yang mereka punyai saat masih hidup. Kemampuan Shin tidak memungkinkannya berkomunikasi dengan Legion, bahkan Gembala juga tidak, yang tetap memiliki ingatan dan kepribadian ketika hidup. Tidak akan ada komunikasi antara mereka.

“Aku tidak mau mati.”

Kaie berjongkok, bersiap menerkamnya seperti pemangsa …

… tidak sampai sedetik kemudian, terbelah dua rapih oleh sesuatu yang datang langsung dari atas.

Ungkapan paling buruk yang didapat Kaie.

“Kapten Nouzen—?!”

“Yea. Para-RAID masih terhubung, dan aku bisa mendengar suara-suara seperti pertarungan, jadi dia tidak mati atau tak berdaya, tapi kedengarannya dia sedang berjuang keras, dia takkan kembali.”

“…”

Lena menggigit bibir kelopak bunganya. Penghancuran fasilitas menggunakan ranjau swagerak sedang berlangsung, dan pertarungan melawan Legion masih berkecamuk pula. Di tengah-tengahnya, Undertaker terisolasi. Dan berdasarkan jumlah musuh tempatnya mungkin terjatuh, situasinya kelihatannya tanpa jalan keluar baginya.

“Kita … tidak bisa melakukan penyelamatan dalam kondisi ini.”

“Menyedihkan, bukan?”

Skuadron Spearhead sudah sibuk menghentikan Legion yang tengah menuju penghubung ruangan. Jikalau Lena memerintahkan pasukan untuk mencari Shin, tidak salah lagi akan memakan korban jiwa pasukan yang tinggal untuk bertahan melawan Legion. Dan paling parahnya, meski lebih menguntungkan bagi model tapak rantai, senjata permukaan seperti Reginleif itu jelek untuk menyerang apa pun di bawahnya.

“Maka pilihan kita satu-satunya adalah menunggu kapten kembali sendiri …”

Kendati dia berkata demikian, pikiran tenang terlintas di benak Lena. Skuadron Spearhead saat ini berada di blok pusat lantai ketiga.

Claymore sedang dalam perjalanan, menaiki tangga menuju lantai ketiga. Skuadron Brísingamen dan Thunderbolt berada di blok pusat lantai keempat, dan setiap skuadron memiliki infanteri lapis baja.

Jikalau mereka menunggu kembalinya Shin, setiap skuadron mesti mengencangkan pertahananya di posisi masing-masing di sekitar penghubung ruangan. Legion tak ragu-ragu mengorbankan rekan-rekan mereka bila mana perlu, dan mereka akan merobohkan jalur cahaya sekalipun unit kawan mereka berada di dalam. Jadi para skuadorn diharuskan mempertahankan jalur masuk cahaya hingga pertarungan di dalamnya mencapai suatu konklusi. Dan bilang mereka akan mempertahankan seorang rekan apa pun yang terjadi kedengaran bagus di telinga belaka, artinya menunda keempat skuadron keluar dari zona tempur yang sedang dalam risiko runtuh. Sebaliknya, mengabaikan Shin akan memperkenankan seluruh pasukan Lena kembali ke permukaan dengan selamat.

Fakta itu membungkan Lena.

Situasinya tak cukup mendesak sampai-sampai harus memaksanya membuat keputusan semacam itu. Tapi kalau jumlah Legion melebihi prediksi bagaimana? Apa jadinya angka korban jiwa di skuadronnya melampaui jumlah yang diizinkan? Benar memang perkara kekuatan tempur, Shin-lah yang nilainya paling tinggi dari semua Prosesor.

Satu unit saja, dia punya kekuatan bertempur paling tinggi, tujuh tahun pengalaman melawan Legion dipunyainya, dan paling krusial, dia punya kemampuan tunggal langka untuk melacak asal suara Legion dari jauh.

Tetapi cukupkah kelayakannya untuk membenarkan pengorbanan tak terhitung jumlahnya itu? Memangnya benar mengukur nilai seseorang dengan kekuatan tempur mereka? Itu pertanyaan yang Lena hadapi berkali-kali sebelumnya kala menjadi Handler yang mengkomandoi 86 dari jauh dalam dinding aman dan akhirnya terkenal sebagai Ratu Bersimbah Darah.

Dia dipaksa membuat pilihan ini berulang-ulang. Namun begitu Shin dibandingkan, tekadnya lebih goyah dari sebelum-sebelumnya.

Bila diharuskan, kuatkah aku membuat keputusan sama lagi? Sanggupkah dengan tenangnya menyatakan aku mengabaikannya, seperti halnya mengabaikan entah berapa Prosesor sebelumnya?

Merasakan keraguan Lena, suara Raiden mendingin.

“… Lena. Sekadar ingin memberi tahu, kami takkan mundur sampai mengembalikannya.”

Itu untuk memperkuat tekad Lena.

“Tentu saja. Aku takkan, takkan pernah begitu saja memerintahkan pasukanku untuk meninggalkan seorang bawahan ke kematiannya …. Tapi jika itu perlu, ikuti perintahku. Absolut.”

Kalau situasi mengharuskanku meninggalkan Shin … seandainya aku anggap perlu, akan kuputuskan. Aku ‘kan memerintahkan kematian Shin. Dan takkan kubiarkan siapa pun melakukannya. Hanya aku.

“Aku komandanmu …. Aku tidak boleh menyelamatkan satu orang tentara dengen mengorbankan banyak nyawa lainnya.”

Itu wajar bagi Prosesor yang berdiri berdampingan dan menghadapi kematian di medan perang bersama-sama, untuk takkan pernah meninggalkan rekan. Karena mereka berbagi kepercayaan itulah mereka sanggup berdiri bersama di ngarai hidup-mati.

Namun Lena adalah seorang komandan. Dia tinggal di belakang, di tempat aman, memberi komando dari atas untuk menjamin hasil terbaik dan takkan bertarung secara langsung. Itu karena dia mampu membuat keputusan yang memastikan keselamatan unit—dengan menetapkan keputusan tak berperasaan yang takkan pernah bisa dilakukan seorang rekan—lantas berhak mengkomandoi para bawahannya.

Tidak pernah berdiri di medan perang, tak pernah melawan siapa-siapa. Inilah caranya bertarung yang diputuskannya pada dirinya sendiri. Dan itulah cara bertarung yang diakui Shin.

Lena dapat merasakan alis Raiden mengkerut.

“Kau betulan melakukan ini la—?”

Namun Shiden memotong.

“Jangan khawatir, Raiden. Ratu kami tidak pernah gagal dan membuat seseorang terbunuh tanpa alasan.”

Tak ada senyuman sedikit pun, suaranya tidak ada riang-riangnya. Dia menyampaikan pernyataan itu segamblang mungkin.

“Beberapa dari kami memang mati, ada kalanya aku mempertanyakan diriku apa wanita gila ini beneran mencoba membunuh kami, tetapi tak seorang pun pernah mati sia-sia …. Yang ada, aku tahu dia mati-matian mencoba meminimalkan korban jiwa sebisa mungkin. Bukankah karena itu kau dan Pencabut Nyawa kecil mengikuti perintah orang acak dalam dinding dua tahun lalu? Seseorang yang belum pernah kau temui sebelumnya?”

Raiden terdiam sesaat.

“Iya … kurasa.”

“Kupikir begitu. Jadi tegarlah.”

Lena menutup mulutnya sambil memejamkan mata.

“Terima kasih banyak, Letnan Dua Iida, Letnan Satu Shuga.”

Sudah sangat memercayaiku padahal aku hanya bisa memerintahmu dari tempat aman.

“Semua unit penyusup. Bertahan di posisi kalian sekarang dan lindungi penghubung ruangan utama apa pun caranya …. Pertahankan Pencabut Nyawa kalian dengan nyawa kalian.”

Begitu sisa-sisa Kaie terbelah jatuh mendentum ke lantai, kemampuan Shin mendengar suara ratapan tengah menyerbunya.

Suara belaka.

“…?!”

Tidak ada apa-apa di depannya, menurut rekaman layar utama. Tidak ada apa pun di layar radarnya juga, kendatipun disetel pasif. Tetapi indra lain selain kelima indranya menangkap hawa membunuh palsu dan mendesaknya menarik tuas kendali ke samping. Undertaker menghindar dengan berguling ke samping, dan begitu Shin berguling, suara angin mengancam menyapu tempatnya berdiri tadi. Seserpih pecahan kaca di lantai loncat, ibarat sesuatu menginjaknya.

Suara ratapannya terus berlanjut, bertabrakan dengan dinding persis di belakang Undertaker. Saat Shin sadar, asal suara itu memutar sisi sampingnya dan melompat lagi ke menara roda gila. Perputaran roda giginya diganggu dua kali selagi dia melompat lalu sampai puncak.

Ia cepat …!

Shin mengaktifkan radarnya, tapi tidak mendeteksi apa-apa. Tak terlihat baik secara visual ataupun radar, ia bergerak dengan kecepatan memusingkan, bahkan melampaui Juggernaut mobilitas tinggi, melompat kemudian jungkir balik hendak membentur Shin.

Musuhnya masih gaib. Tidak—hampir tak dirasakan kecuali seseorang fokus mencarinya, tetapi ada sedikit desir di udara, seakan-akan kabut panas …. Semacam kepakan sayap kupu-kupu berayun di cahaya samar. Menelusuri ratapan tak jelas, Shin fokus pada satu titik bergerak-gerak itu—lalu menyabet bilah frekuensi tingginya ke sana. Bilah itu menebas panasnya kabut yang terlihat tipis bahkan dalam jarak sedekat ini.

Bilahnya mampu memotong lapis baja komposit Dinosauria layaknya memotong kertas, namun saat setelahnya, getaran bilahnya terganggu getaran berlawanan, dan vektor dari arah berlawanan memaksa kedua bilah dan badan musuh menangkis satu sama lain. Pekikan logam bernada tinggi terdengar, memotong udara biru.

Menerima tebasan dari atas, Undertaker dipukul mundur.

Di sisi lain, Legion tak dikenal ditebas diagonal dan melambung tinggi ke udara, menggambar parabola. Shin masih tidak bisa melihatnya. Ia ada di sana tetapi di layarnya tidak ada. Bukan semacam proyeksi atau unit kamuflase yang bisa dilihat jika cukup memfokuskan diri. Melihat lintasan jatuh tak terlihatnya, Shin menarik pelatu meriam 88 mm-nya.

Dimuat hulu ledak antitank berdaya ledak tinggi. Dia mengatur sekringnya yang sebelumnya ledakan saat mengontak menjadi ledakan berjangka waktu. Tidak ada gunanya menggunakan bidikan otomatis melawan musuh tidak kelihatan. Mematuhi bidikan manualnya, hulu ledaknya melayang di udara dan sekring berjangka waktu meledak sedetik kemudian di jarak dekat. Bukan serangan langsung.

Shin tak bermaksud menyerangnya secara langsung juga. Akan tetapi …

… misalkan asumsi Shin benar—hasilnya akan menghapus kamuflasenya.

Gelombang kejut delapan ribu meter per detik menyebar secara melingkar, diikuti desis api. Sesuai rencanya, kabut panas samar-samar itu telah terbuka dan terekspos. Gelombang kejutnya yang bisa mudahnya membengkokkan pelat besi adalah semata-mata produk sampingan pancaran logam, tetapi gelombangnya merobek area di sekitar musuh. Dijilat lidah hitam-jingga, fragmen-fragmen perak terkelupas dan terbakar habis.

Dia jatuh, diselubungi fragmen perak terbakar. Fragmen-fragmen sekelilingnya kembali ke warna perak sesuai sayapnya lalu ia naik ke udara selagi terbakar. Sekawanan kupu-kupu perak, cukup kecil untuk hinggap di tangan manusia. Tipe Legion yang mampu mengganggu dan membiaskan segala macam gelombang serta cahaya elektronik, Eintagsfliege.

Tidak pernah Shin bayangkan bisa digunakan seperti ini.

Masuk akal skuadron Phalanx dihancurkan demikian. Tidak bisa dilihat mata, radar gagal mendeteksinya, dan karena Legion bergerak tanpa suara, sensor audio tidak bisa mendeteksi pula. Satu-satunya sesuatu yang menangkap keberadaannya adalah sensor getaran, yang mendeteksi pergerakannya di tanah, tetapi itu belum cukup untuk diandalkan dalam pertempuran. Tidak satu orang pun kecuali Shin yang mampu mendengar suara tangisan Legion, bisa mengetahui kamuflase optiknya.

Shin pertama kali melihat musuhnya yang melangkah melalui api balas menatapnya. Pikiran Legion itu menyerupai semacam binatang terlintas dalam kesadaran tertekan Shin. Tingginya dua meter dan sosoknya berkaki empat gesit. Sepasang sensor optik memancarkan cahaya biru dari sensor di kepala mirip hewannya. Tidak ada tanda-tanda senjata proyektil seperti senapan mesin, peluncur, atau turet, hanya sepasang lengan logam hitam layaknya surai hewan yang memanjang ke depan dari badan belakangnya.

Selama tujuh tahun melawan Legion, Shin belum pernah melihat sesuatu mirip unit ini. Sepertinya tipe baru. Menilai bentuk dan gerakan sebelumnya, itu tipe Mobilitas Tinggi, bahkan melebihi kelincahan Juggernaut. Tangisan di telinganya keluar dalam bentuk celotehan robotik tidak jelas. Bukan Domba Hitam atau Gembala. Dia Legion berkecedasan mekanis murni, jenis yang harusnya sudah punah karena melampaui masa pakai yang telah ditentukan.

Tatapannya yang masih terkunci kepada lawan, Shin kembali terhubung ke Resonansi.

“—Kolonel.”

“… Shin! Kau tidak apa-apa? Bagaimana situasinya?!”

“Aku sedang menghadapi musuh …. Aku menemui Legion yang menyapu bersih skuadron Phalanx.”

Shin merasakan napas Lena tertahan di tenggorokannya. Tidak menyempatkannya mengatakan sesuatu, Shin bicara cepat:

“Kebenaran di balik serangannya adalah kamuflase optik menggunakan Eintagsfliege. Menipu baik sensor optik dan radar. Eintagsfliege-nya menyembunyikan tipe baru Legion yang menggunakan senjata mirip bilah frekuensi tinggi untuk menyerang. Melihat bentuk dan gerakannya, mampu bermanuver lebih cepat dari Juggernaut … aku akan sampaikan informasi lebih lanjut ketika memperolehnya.”

Tidak tahu kapan pertarungan akan berlanjut, alhasil Shin ingin memberikan informasinya sebanyak mungkin. Lagi pula …

“Akan aku sampaikan informasi tempur sebisanya …. Tapi kalau aku tidak kembali …”

Misalkan Shin kalah—mati di sini dan tak kembali …

Barangkali saat jatuh merusak Perangkat RAID-nya, sebab Resonansinya entah kenapa tebal kebisingan.

“Tapi kalau aku tidak kembali …”

Napas Shin masih kasar dan sesak, laksana terus-terusan tersakiti. Mungkin wajarlah dia mempertimbangkan peluang kembalinya, tapi meskipun mengetahuinya, Lena menjawab:

“Diterima, Shin. Tapi aku takkan membiarkanmu menyelesaikan kalimat itu.”

Suara Lena tak tergoyahkan.

“Kau akan menyampaikan data yang kau kumpulkan pada unit Legion baru ini secara langsung. Takkan kuterima cara lain …. Ini perintah, Undertaker. Ikuti, apa pun yang terjadi.”

Mata Shin membelalak sejenak, kemudian tersenyum tipis terlepas dari situasinya.

“—diterima, Handler One.”

Dalam mobil komando di permukaan, tanpa musuh di sekitar, Lena menatap seirus pertarungan yang sedang terjadi di bawah tanah melalui layar utama sesaat dua senjata mekanis terkunci dalam pertempuran, bertujuan membunuh satu sama lain.

“Mabes Vanadis kepada semua unit.”

Suara seperti lonceng perak memberi perintah di waktu sama tatkala kedua unit memulai pertempuran fana mereka.

 

 

Biarpun Shin berjanji untuk kembali apa pun caranya, Shin sadar betapa mengerikan situasi sesungguhnya. Bidikan otomatis sistem kendali lengannya tidak bisa mengimbangi. Sistem tenaga penggerak Juggernaut-nya memekik, berjuang menanggung manuver yang Legion paksa melakukannya. Terparahnya, memaksa berakselerasi dan mengerem mendadak serta mendesak sistem sarafnya ke dalam konsentrasi tinggi langgeng memberatkan tubuh Shin.

Tipe Mobilitas Tinggi berzig-zag dari satu sisi ke sisi lain penghubung ruangan dengan bebas. Kewalahan oleh kelincahannya, surai itu menari-nari serampangan di sepanjang layar utamanya, dan Shin menghindari bilah Legion kemudian mengeksekusi serangan bukan dari pikiran sadar, namun sesuatu semacam refleks. Itu gerakan otomatis, prediksi yang lahir dari insting watak prajuritnya, bagaikan program yang diukir ke tubuhnya.

Kendati sudah begitu, tipe Mobilitas Tinggi lebih cepat. Garis logam panjang di punggungnya diangkat. Memanjang setelah diayunkan horizontal, selanjutnya barisan tidak terhitung roda-roda gigi bersuara melengking nyaring selagi mulai berotasi cepat.

Bilah rantai frekuensi tingginya meluncur mendatangi Shin, menerbangkan pemancang di kaki kiri depannya ke udara, terbelah dua. Shin membuang pemancangnya tanpa berpikir, mengambil kesempatan itu untuk menembakkan penembus energi kinetik ke arah musuh. Tipe Mobilitas Tinggi dengan gampang loncat menghindar. Melompat-lompat ke udara, ke puing-puing kemudian jalan, setelahnya melangkah ke kawat yang dikencangkan, dia naik dengan keluwesan yang takkan bisa ditiru Juggernaut. Kegesitan dan keentengan tubuhnya sungguh tidak tertandingi.

Kecepatan gerakan mengungguli Juggernaut yang dibuat untuk pertempuran mobilitas tinggi, belum lagi Shin yang ahli bertempuran jarak dekat serangan serta pertahanan …

Unit Legion ini adalah mesin pembunuh pertama dan satu-satunya yang sepenuhnya tidak dipengaruhi manusia.

Manusia itu lemah perihal benturan dan akselerasi tiba-tiba, juga kecepatan reaksi mereka ada batasnya. Mesti menampung tubuh rapuh manusia supaya bisa menggerakkan batasan absolut kemampuan manuver senjata bergerak.

Senjata tanpa awak tidak punya batasan. Selagi teknologinya menyanggupi, kecepatan dan mobilitasnya bisa meroket.

Sejauh ini kelihatannya demikian, prosesor sentral Legion dapat menangani pertarungan sampai kecepatan tertentu, tetapi nyatanya belenggu itu telah dirusak. Dengan meneliti otak manusia, mereka sepertinya menggapai kecerdasan buatan yang mengerdilkan kecerdasan umat manusia.

Kala Shin menghadapinya, segala hal yang tidak penting bagi pertarungan bertahap menghilang dari pikirannya. Mata merahnya cuma melihat musuh. Dia tidak bisa mendengar apa pun selain suara tangisan tipe Mobilitas Tinggi. Bahkan jeritan tubuh tertekannya sendiri dikebelakangi. Itulah tugas yang dilimpahkan kepadanya, untuk membawa pulang informasi, untuk bertahan hidup dan melanjutkan hidup.

Pikirannya menghilang satu demi satu. Perasaan akan tugas tak penting; keinginannya, hasratnya, dan pikirannya; juga semua hal yang tak berkontribusi apa-apa ke dalam pertempurannya telah dihapus. Dan pikiran pertemuan ini mungkin menakutkan adalah yang pertama hilang.

Dia mengganti bidikannya ke manual, dan segera setelahnya pelatuk ditekan. Hulu ledak antitank berdaya ledak tinggi yang dia tembakkan meledak. Tipe Mobilitas Tinggi melompat horizontal, mengelak fragmen-fragmen yang menyebar ke udara. Dia membengkokkan tubuhnya ketika mendarat di depan terus menerkam Undertaker.

Melihat gerakannya, Shin menarik pelatuk lagi.

Hulu ledak antitank berdaya ledak tinggi yang jarak pemicu minimalnya dihilangkan meledak di udara antara kedua unit. Jarak berbahaya yang membahayakan Undertaker terkena gelombang kejut serta puing-puing, namun atas alasan inilah tipe Mobilitas Tinggi gagal memprediksi Shin akan melakukannya. Diledakkan dari jarak paling dekat dari yang sudah-sudah, pecahannya menyerbu tipe Mobilitas Tinggi. Tetapi dia meresponnya dengan semata-mata memutar tubuh, sehingga mengurangi permukaan yang dikenai pecahan dan hanya mengenai lapis baja depannya.

… dia bahkan bisa menghindari itu? gumam Shin pada dirinya sendiri.

Mata merah tuanya memantulkan layar utama, menatap perlahan sebagaimana kecerdasan buatan menatap dirinya lewat sensor optik.

Lena terhubung ke duelnya hanya lewat audio, alhasil dia cuma sebagian tahu kejadiannya. Shin tampaknya berkonsentrasi penuh kepada musuh di hadapannya, karena Shin tidak menganggap kehadiran Lena lagi.

Sama seperti saat melawan Rei, seketika melawan almarhum kakak laki-lakinya yang diasimilasi Legion. Suara Lena waktu itu tidak menjangkaunya …. Tidak suara seorang pun. Dan belahan pikirannya menganggap wajar. Legion lebih kuat dari manusia, dan untuk melawan mereka, seseorang harus melonggarkan pegangan kemanusiaan mereka.

Tapi apa itu benar-benar tak apa? Tidak seperti Legion, pembunuh tanpa kenal lelah, orang-orang kelelahan oleh perang. Perang menyakiti mereka, meletihkan mereka. Pikiran dan tubuh mereka menjerit protes, menolak pertempuran. Manusia tidak dibuat untuk berperang.

Umat manusia pada dasarnya tak cocok untuk perang.

Dan walau demikian, Shin—juga keseluruhan 86—kadang-kadang lupa rasa sakit dan ketakutan yang mestinya ada, menerjemahkan mereka sebagai makhluk yang hanya mengenal perang.

Lalu membuat Lena merasa kesepian dan sangat takut. Membuatnya takut mereka menjadi hantu mekanis sama yang mereka lawan. Ibarat mereka kehilangan kemanusiaan dan suatu hari kelak takkan bisa kembali ke diri mereka sebelumnya.

Itu … membuatnya takut.

“… kumohon, tolong kembalilah.”

Doa itu tanpa sadar terurai dari bibirnya. Kondisi Shin sekarang, dia tidak tahu gadis itu bahkan ada di sana. Namun tetap.

“Tolong … kembalilah padaku. Apa pun yang terjadi.”

Pukulan tak terhindari itu diayunkan kepadanya, lalu pedang frekuensi tingginya patah di pangkalnya, tak kuat menahan beban serangan musuh.

“Cih …!”

Kini kedua bilahnya hilang, sekaligus lapis baja kaki depannya, jangkar kawat yang tidak responsif. Bilah lain tengah mengayun menujunya, Shin tidak punya sesuatu untuk menahannya. Biar begitu, dia mengabaikan peringatan-peringatan tidak terhitung yang menggelegar dari sistem tenaga penggeraknya dan memaksa Juggernaut melompat. Kaki kanan depan Undertaker tertebas, dan usaha Shin menghindar berakhir sia-sia sebab kakinya terpotong, hujan percikan api keluar dari sana bagaikan semburan darah.

Separuh kaki tersegmentasinya mengudara, dan Undertaker hilang keseimbangan, jatuh menyedihkan ke tanah. Bidang penglihatannya memerah karena darah dan berbayang, Shin menyaksikan bayangan metalik tipe Mobilitas Tinggi mengejarnya.

Seketika itulah dia mendengar suara seseorang, seakan dentang lonceng perak di telinganya.

“Kumohon, kembalilah.”

 “Tolong … kembalilah padaku.”

Lena.

“…?!”

Perlu sedikit waktu hingga dia sadar, tapi begitu sadar, napasnya tersangkut di tenggorokan.

Apa Shin barusan …? Lena …. Dan perintah yang dia percayakan kepadanya …

Apa dia sepenuhnya melupakan dirinya …?

Meski syok yang baru saja dia alami, tubuhnya nyaris otomatis memindahkan turet 88 mm-nya ke arah tipe Mobilitas Tinggi mendekat. Tepat pada momen Shin menekan pelatuknya, tipe Mobilitas Tinggi membatalkan kejarannya terus lompat keluar garis tembakan, mengudara untuk menghindari ledakannya.

Saat melompat, Shin menyeret kaki Undertaker-nya yang dimutilasi. Sebab musuhnya tidak bisa menyerang dirinya dari udara, Shin berlindung di balik puing-puing di bawah lantai pertengahan. Layaknya serangga tidak berdaya, dia sembunyi di tempat antara lantai pertengahan dan tangga spiral yang bersinggungan. Sambil membuang keraguan dan gelisahnya, sekali lagi mengarahkan perhatian ke musuh.

Sekarang bukan waktunya dia jatuh ke kebiasaan lama.

Lagian dia disuruh kembali bagaimanapun caranya.

Tetapi situasinya jauh tidak menguntungkan sekarang. Dia kehilangan semua persenjataannya kecuali persenjataan utama. Mobilitasnya dalam kondisi buruk.

Undertaker seluruhnya rusak, dan turetnya tersisa tiga amunisi lagi.

… kalau aku ingin mencoba keluar dari sini, aku harus mengambil risiko.

Pertarungan Lena masih berlanjut.

“Kolonel! Hasil pemeriksaan peta sudah masuk! Mengonfirmasi sekarang juga!”

Lena hampir menyuruhnya meninggalkannya untuk nanti, tapi dia menghentikan dirinya. Skuadron Phalanx boleh jadi telah disergap dan kalah karena perbedaan peta. Mereka tidak boleh terjebak dalam perangkat sama lagi.

“Kirimkan ke layar sekunder ketigaku—Apa?!”

Perbedaan besar yang bisa langsung dideteksi seseorang disorot di peta dengan warna merah. Dari semua tempat, area persis di bawah penghubung ruangan utama yang terhubung ke lantai ketiga dan keempat—tempat sama di mana Shin sekarang tengah melawan tipe Mobilitas Tinggi—punya ruang terbuka yang tidak digambarkan pada peta.

Ketujuh penghubung ruangan yang melewati ruang bawah tanah stasiun pusat Charité dibangun untuk menyalurkan sinar matahari ke lantai terbawah.

Penghubung ruangan berinterseksi membentuk spiral sempit, puncaknya, dasarnya, dan bagian-bagian memiring dari interiornya dipasang panel kaca. Sinar matahari akan membias pada kaca-kacanya, ditempatkan berlawanan dari kaca-kaca di ruang penghubung berdekatan, lalu dengan mengulangnya, cahaya akan disalurkan ke bawah melewati setiap penghubung ruangan.

Di sana adalah ruangan yang ditujukan untuk memasang panel kaca. Bukan panel besar, tetapi panel jamak, cukup hingga memenuhi penghubung ruangan utama, diameternya dua puluh sama seperti ruangan terbawahnya.

Ruangan ini diperuntukkan memasang kesemua itu—dan secara diagonal. Kemungkinannya sangatlah besar dalam hal diameter serta tentu saja tingginya. Bahkan satu Dinosauria bisa melewatinya, walau ada beberapa hambatan. Dan tentu, karena dibangun agar staf pemeliharaan bisa lewat, begitu pula ranjau swagerak.

“…!”

Haruskah Lena mengirim pasukan ke sana? Tidak. Seperti yang sudah dia katakan kepada Raiden. Tidak satu pun unit bisa membagi pasukan mereka lagi. Dan area yang mengarah ke ruang panel masih dalam kuasa Legion. Walaupun mereka menyerbunya, perlu waktu untuk mendudukinya …

Barulah ketika itu pikiran tak menentunya mendadak menenang.

Tapi jika masalahnya begitu, mengapa Legion membiarkan lorong penghubungnya utuh, dan misalkan Legion jatuhkan sekarang, reruntuhannya bukan hanya menimpa Shin yang sedang bertarung di dalam; semua pasukan yang diposisikan di sekitar barangkali terkubur sedimennya.

Terus mengapa mereka tidak runtuhkan? Bahkan kenapa pertarungannya sampai sealot ini? Admiral dan Weisel di lantai keempat juga kelima sudah terkubur tanah dan pasir, lalu sisa-sisa Legion yang masih menyerbu pasukan Lena adalah ranjau swagerak yang dapat diperbanyak juga model-model ringan, model berat yang telah menyelesaikan perbaikan apalagi Gembala diproduksi massal sebagian besarnya telah melarikan diri dari fasilitas.

Legion tidak pernah dipaksa membalas dendam, tidak peduli sebanyak apa unit pendamping mereka dihancurkan. Begitu kerugian mereka melebihi batasan tertentu, mereka menghentikan pertempuran dan mundur. Garda belakang telah menyelesaikan tugasnya dengan menyembunyikan informasi rahasia, serta tingkat korbannya makin meningkat, namun semakin banyak Legion terus menyerbu penghubung ruangan.

Kenapa …?!

Tidak lama setelahnya, Lena mencapai sebuah jawaban.

Karena Shin.

Legion yang berburu kepala demi terus beroperasi melampaui tanggal kadaluwarsa tertanda prosesor sentral mereka sekaligus meningkatkan kapabilitas senjata. Mereka gigih mencari kepala orang-orang yang baru mati dan yang masih hidup. Dan kini mereka telah menumpuk lebih dari cukup otak buat memperkuat pasukan biasa mereka, apabila mereka ingin mencari lebih lagi, maka kepala seorang elit yang sanggup mengubah gelombang pertempuran sendirian.

Lena tidak tahu Legion mengetahui kemampuannya mendengar suara mereka atau tidak, tetapi keterampilan bertarung fenomenalnya pasti cukup membuat mereka mencari-carinya. Dan meski ini hanya kebetulan saja, tipe baru Legion yang mereka produksi adalah tipe Mobilitas Tinggi. Shin, yang ahli dalam pertempuran jarak dekat, akan menjadi komponen sempurna tuk menyelesaikannya.

Seandainya dugaan Lena benar …

“Letnan Dua Oriya, Letnan Dua Iida. Sementara waktu abaikan titik 47 di rute ketujuh dan titik 23 di lantai keempat.”

“Hah?!”

“Abaikan—Tapi bukannya kita mempertahankan tempat ini agar mereka tak meledakkan diri dan menjatuhkan seluruh tempat ini menimpa kita, Baginda?!”

“Tidak. Ranjau swagerak mungkin takkan meledakkan diri di posisi itu, jadi cepatlah.”

Jika spekulasinya salah, titik-titik itu saja takkan membuat keruntuhan. Beberapa detik berlalu setelah respon enggan mereka, kemudian, lebih banyak laporan mengejutkan berdatangan. Ranjau swagerak di posisi-posisi tersebut tidak meledakkan diri secara berkelompok. Mereka bahkan tidak memprioritaskan posisi itu, malah mengejar Juggernaut.

“Tujuan pasukan Legion tersisa bukanlah meledakkan penghubung ruangan utama melainkan masuk ke dalam dan menghancurkan seluruh pasukan musuh. Kalau begitu, kita harus manfaatkan ini melawan mereka. Perkuat pertahanan kalian di sekitar pintu masuk penghubung ruangan utama, dan seluruh pasukan tersisa diharuskan balas menyerang.”

Melirik ke samping, dia melihat Frederica mengangguk pelan kepadanya. Kini Shin fokus bertarung melawan tipe Mobilitas Tinggi, mereka harus mengandalkan kemampaun Frederica untuk melacak musuh, terlepas dari batasannya.

Legion memburu kepala, tetapi hanya jika situasinya memungkinkan.

Begitu situasinya tidak menguntungkan bagi mereka, para Legion akan menuruti naluri teguh yang tertanam dalam diri mereka—lalu beralih menyerang untuk menghancurkan musuh dengan cara apa pun. Sebelum itu terjadi …

 “Kita harus mengubah cara bertarung kita sebelum mereka sempat bereaksi—musnahkan semua pasukan Legion tersisa!”

Saat tipe baru itu turun ke lantai penghubung ruangan utama mengejar musuh yang bersembunyi dalam bayang-bayang tangga, semburan tembakan dideteksi sensor optik tipe Mobilitas Tinggi. Musuh menunggu saat-saat dirinya akan mendarat kemudian benar-benar menembakkan tembakan sempurna.

Tiga tembakan hulu ledak antitank membidik tiga titik berbeda, masing-masingnya ditembakkan untuk mutlak menghancurkan target mereka. Selanjutnya meledak berurutan dengan jeda beberapa detik. Menjadi tiga garis tembakan dan logam hitam menjelajahi kegelapan, bergerak dengan kecepatan sangat tinggi bahkan sampai-sampai tak mampu ditandingi tipe Mobilitas Tinggi.

Akan tetapi …

Polanya telah diulang berkali-kali dalam pertarungan ini. Cukup sering hingga tipe Mobilitas Tinggi—tipe baru Legion dengan kemampuan belajar tingkat lanjut—bisa memprediksinya. Tipe Mobilitas Tinggi buru-buru melangkah ke satu sisi ketika mendarat, menghindari tembakan musuh yang mengikuti sesudahnya dengan gerakan sekecil tersebut. Jejak cepat logam hitam putus asa menembak tipe Mobilitas Tinggi, dengan pecahan hulu ledaknya hanya sedikit merobek lapis baja tipe Mobiltias Tinggi.

Api serta asap hitam yang dihasilkan orinisnya mengaburkan sosoknya dari musuh. Itulah alasannya dia menghindar dengan gerakan minimal. Bila dia melompat kejauhan, musuh akan langsung tahu dia tak terpengaruh, tetapi karena dia menghindar sedikit maka apinya akan menyembunyikannya, musuh takkan tahu dia tidak terdampak.

Asap mengepul cepat hingga mengisi medan perang bawah tanah.

Diterpa angin yang dialirkan fasilitas AC yang masih aktif dalam bangunan, asapnya menyebar dalam pusaran-pusaran kecil. Sebelum asapnya sempat menghilang, tipe Mobilitas Tinggi menerjang menembus tirai asap hitam tipis, terus melompat maju.

Kecepatannya tak bisa diimbangi waktu reaksi manusia.

Sensor optik merah target berganti ke tipe Mobiltias Tinggi.

Tetapi dia hanya dapat melakukan itu. Bilah hitam tajam diayunkan ke lapis baja bak tulangnya.

 

 

Seusai diperintahkan menyerang balik, para Juggernaut bagaikan anjing pemburu yang dibebaskan dari rantainya, akurat dan kejam merobek-robek Legion berkerumun.

“—Letnan Dua Crow, perintahkan peleton kedua dan ketiga skuadron Thunderbolt untuk maju dan eliminasi semua musuh pada posisi itu.”

“Diterima, Kolonel Milizé.”

“Ini Raiden. Posisi ini sudah dikuasai! Ke mana selanjutnya, Lena?”

“Kita kurang lebih punya sepuluh detik lagi. Kita bisa melihat unit musuh selanjutnya, jadi tidak perlu petunjuk arah.”

“Diterima. Letnan Satu Shuga, putar balik ke titik 12 dan serang unit musuh berikutnya dari belakang.”

Kala itu, target Resonansi Sensorik terputus. Bukan salah satu skuadron di bawah komandonya yang terputus. Resonansi satu orang saja yang hilang.

“Shin …?”

 

 

Tipe Mobilitas Tinggi menghancurkan bagian bawah badan unit.

Dilihat dari sensornya, itu sumber panas mesin—paket dayanya. Menghentikan getaran bilah rantai, dia mengeluarkan sesuatu sedangkan mesin musuh jatuh ke tanah.

Tipe Mobilitas Tinggi mendekati Reginleif yang terdiam tak bergerak, fokus sensornya tertegun, dengan langkah hati-hati. Tidak ada lagi tubuh bergerak. Tak ada reaksi listrik. Temperatur sumber tenaganya menurun. Temperatur yang memastikan musuhnya takkan bisa bangkit seketika telah dicapai, tetapi temperaturnya terus merosot.

<Mengonfirmasi pelucutan senjata tanda panggil: Báleygr.>

Tipe Mobilitas Tinggi tidak punya kepribadian, lantas tidak mengungkap kegembiraan sehabis mengalahkan musuhnya. Semata-mata melaporkan kesuksesannya menjatuhkan musuh bernilai tinggi kepada jaringan area luas.

<Diterima. Apakah memungkinkan merampas Báleygr?>

<Diasumsikan mungkin.>

Dia menghindari blok kokpit musuh dan malah merusak sistem tenaga penggeraknya. Tubuh manusia di dalam barangkali rapuh, tetapi tanda vitalnya mestinya tetap berfungsi. Tipe Mobilitas Tinggi mampu mempertimbangkan kekhasan semacam itu.

<Memulai pengambilan.>

Mengalihkan sensor optiknya ke sebuah benjolan yang mungkin adalah tuas pembuka kokpit, lalu menurunkan ujung bilah rantainya untuk menarik tuas tersebut …. Tetapi kokpitnya tidak mau terbuka. Mekanisme kuncinya berfungsi.

Mengaktifkan getaran bilah rantai, memotong kuncinya, membuka paksa kanopinya.

 

 

Melihat ke bawah, Shin melihat kanopi Undertaker terbuka setelah dipotong.

Kena kau.

Berbaring sembunyi di bawah reruntuhan, Shin mengarahkan bidikan senapan serbunya ke lapis baja belakang tipe Mobilitas Tinggi yang tengah mengintip ke dalam kokpit. Kecuali Ameise, punya kemampuan sensorik khusus, sensorik Legion itu lemah.

Mempertaruhkan fakta tersebut, Shin keluar kokpit titutupi ledakan dan asap proyektil berdaya letak tinggi, berlindung dalam puing-puing lantai pertengahan. Tipe Mobilitas Tinggi tak punya sesuatu yang terlihat seperti unit sensor komposit. Pertaruhannya dipihak Shin.

Pilot Feldreß disediakan senapan 7.62 mm untuk pertahanan diri andaikata unit mereka hancur. Tidak punya bidikan laser, cuma dua bidikan primitif: satu di moncong dan satunya di tubuh senjata. Justru karena alasan inilah sistem kendali tembakan8 Legion yang biasnaya mendeteksi dan memperingatkan keberadaan bidikan laser, tidak bisa mendeteksi senapan serbu ini. Pilihan tembakannya disetel ke otomatis penuh, dan peluru pertama sudah berada dalam kamar pelurunya.

Shin menarik pelatuk.

Senapan serbu melepaskan rentetan peluru tembus lapis baja 7.62 mm berkecepatan tujuh ratus tembakan per menitnya kepada tipe Mobilitas Tinggi. Peluru senapan sekaliber ini cukup kuat membolongi anggota tubuh seseorang tetapi tak terlalu efektif melawan unit lapis baja. Bahakn lapis baja relatif ringan Ameise dapat menangkal pelurunya semisal lapis baja depannya ditembaki.

Namun lapis baja di seluruh sisinya tak sama tebal. Sebuah senjata lapis baja yang dibuat dengan asumsi akan melawan musuh ecara langsung dilapisi secara ringan kecuali untuk abgian depannya. Seperti, misalkan, bagian bawah. Atau … bagian atas dari belakang.

Apalagi kalau senjata yang dikhususkan untuk pertempuran mobilitas tinggi, cukup ringan sampai satu kabel sanggup menopang bobotnya dan nampak terlalu menghindari pecahan-pecahan terbentuk seendiri yang sebelumnya memotong lapis baja belakangnya, menciptakan sebuah retakan di lapis bajanya.

Peluru senapan yang bergerak dua kali lipat kecepatan suara, menghujani punggung tipe Mobilitas Tinggi, menusuk retakan di lapis bajanya sesuai rencana. Lapis baja rusak terlepas bagai sisik kulit kadal, dan tungsten paduan9 menggali semakin dalam ke bolongan di lapis bajanya yang kini lebih besar, menembus rangkanya dan memantul-mantul dalam tenaga penggerak serta sistem kendalinya.

Shin pikir dia bisa mendengar jeritan tanpa suara menggetarkan udara.

Magasin berisiti tiga puluh butir peluru dikosongkan dalam tiga detik. Begitu peluru terakhir memasuki kamar, Shin mengeluarkan magasin dan membuat magasin baru, melanjutkan rentetan tembakannya. Memuat ulang peluru taktis. Teknik tembakan beruntun yang tidak memberi celah kepada musuh ketika kau memuat peluru berikutnya.

Tolak balik keras senapan berukuran penuh yang menembak otomatis penuh menggebuk bahunya. Shin menekan laras yang menyentak-nyentak sekuat tenaga selagi terus menembak. Dan setelah enam detik yang rasanya berlangsung selamanya …

Tipe Mobilitas Tinggi terhuyung-huyung menghadpanya, lapis baja dan anggota tubuh rusaknya berderak-derak.

 

 

<Tembakan terdeteksi.>

<Amandemen data yang dikirimkan sebelumnya. Tanda panggil: Báleygr, kelangsungan hidup dikonfirmasi.>

 

 

Wehrwolf menginjak Ameise terakhir dengan pemancangnya dan tembakan sebar meriam Cyclops meledakkan sekawanan ranjau swagerak.

“Bersih!”

Semua musuh di sekitar penghubung ruangan telah dilenyapkan. Sisanya adalah kembali ke penghubung ruangan utama—dan membantu pertempuran terakhir yang sedang terjadi.

Tetapi suara samar menggema—antara gelombang kejut injakan pemancang dan tembakan sebar meriam—tanpa seorang pun menyadarinya.

Tipe Mobilitas Tinggi berbalik menghadap Shin, menekuk tubuhnya laksana macan kumbang bersiap menerkam mangsanya. Mengeluarkan magasin habisnya, Shin memasukkan magasin cadangan kedua ke inlet magasin. Manuver ekstra yang perlu waktu kurang dari sedetik untuk melakukannya, tetapi dalam lamanya waktu itu, Shin menyadari sesuatu.

Musuhnya lebih cepat. Harapan terbaik Shin adalah menembaknya sampai hancur selagi dia membunuh dirinya. Walaupun dia tahu ini, jarinya masih bergerak untuk menekan pelatuknya, seketika …

… suara metalik tunggal, lirih sekali sampai-sampai tidak terdengar, sampai ke telinganya. Peluncur roket jamak tersembunyi dalam bangkai Kaie, yang berserakan di sudut aula, tiba-tiba berkedip dan meledak. Gemeruh pertempuran berulang terjadi di penghubung ruangan bisa jadi menjatuhkan pint embakannya, dan pertempuran berlanjut telah mengaktifkan sekeringnya, pria dan mesin yang bertempur sama-sama tidak sadar.

Selongsong roket meletus lalu meledak dalam sisa-sisa hancur larasnya. Fragmen mendesis direspon ledakan selongsong di sekitarnya dan badan hancurnya. Cahaya berkilat di kedalaman penghubung ruangan, kemudian diikuti gelombang kejut hebat. Cahaya terang yang bahkan melebihi rudal antitank berdaya ledak tinggi, dipantulkan dan disebarkan dari permukaan kaca pasang di sepanjang penghubung ruangan.

Kilat cahaya pucat menyilaukan memenuhi dasar penghubung ruangan. Bagi mereka yang menggunakan informasi optik sebagai basis untuk melihat dunia luar, cahaya berlebihan tidak ada bedanya dengan kegelapan total. Terangnya cahaya yang memnuhi sensor optiknya membuat tipe Mobilitas Tinggi tidak bisa melihat Shin. Di sisi lain, Shin, mematuhi naluri hewannya dan refleks menutup mata. Dia pun tidak dapat melihat tipe Mobilitas Tinggi, tetapi ada perbedaan besar antara keduanya. Tipe Mobilitas Tinggi bertarung selama satu hari ini saja. Akan tetapi, Shin bertarung selama tujuh tahun.

Iya.

Perbedaan kurisal dalam waktu yang mereka habiskan di medan perang, soal pengalaman tempur yang mereka akumulasikan.

Tipe Mobilitas Tinggi membeku, tak sanggup menentukan apa yang harus diperbuat di situasi tak terduga ini. Namun Shin menarik pelatuknya. Dengan mata terpejam. Bahkan tanpa penglihatan, kemampuannya mendengar suara hantu secara akurat memberi tahu posisi musuh. Dan dari pengalaman tujuh tahunnya menangani senapan serbu, bidikannya tak keluar dari jalurnya sedikit pun, meskipun Shin sendiri tidak bisa melihat.

Sepintas, dia pikir bisa melihat seorang gadis Orienta berambut hitam dikuncir kuda tersenyum kepadanya.

Senapan serbu ditembakkan secara otomatis penuh, tolak balik dan raungannya bergema di dinding penghubung ruangan. Dari kegelapan di balik kelopak matanya, Shin mendengar suara sesuatu meringkuk—terlalu ringan bagi Legion namun keberatan bagi makhluk hidup manapun.

 

 

<Akumulasi kerusakan melampaui parameter yang diperkenankan.>

<Meninggalkan unit eksterior. Memulai perubahan bentuk: mengganti paksa. Pelepasan paksa. Menjalankan pasal spesial Omega.>

 

 

Shin refleks menutup mata, tapi retinanya masih belum pulih dari kilat cahayanya. Bidang penglihatannya masih agak linglung.

Menyipitkan mata, masih nyeri karena rasa sakit menusuk, Shin mengeluarkan pistol dari sarungnya. Tipe Mobilitas Tinggi tergeletak kusut, bagian dalamnya membara warna api. Tetapi suara tangisan mekanis tidak terjelaskannya belum usai. Dia tidak bisa bergerak, tapi belum sepenuhnya rusak.

Legion-nya kelewat mengerikan untuk dilihat, walaupun rusak. Senapan Shin yang kepanasan karena tembakan beruntun—juga kehabisan peluru—di pegang salah satu tangannya, Shin berhenti dari jarak beberapa langkah jauhnya, di luar jangkauan bilahnya. Bidikan akurat pistolnya diarahkan langsung ke tipe Mobilitas Tinggi.

Seketika itulah sinar cahaya perak mulai mengumpul dari punggungnya yang dilubangi peluru. Cahaya itu adalah mesin mikro cair. Sistem saraf dan nyawanya Legion, mengumpul dalam bentuk cairan, keluar dari kerusakan itu seperti darah. Kemudian menyembur keluar paksa dari mesinnya, mirip geyser.

Ketika Shin melangkah menjauh hati-hati, sesosok melayang keluar dari bangkai mesinnya dan membentang di udara, kelihatan melanggar hukum gravitasi. Laksana kuncup yang sekejap mata tumbuh atau kupu-kupu menetas dari kepompongnya, sosok itu mengangkat kepala, menekuk mundur ibarat menghadap langit.

Iya, itu kepala.

Rambut panjangnya bergerai di kegelapan layaknya sungai jernih. Dahi menonjol, mata lembut, hidung kurus, bibir tipis, dan rahang runcing. Kontur tenggorokan terbuka sampai dadanya membuat sosok itu kelihatan terlampau feminism. Namun setiap bagian tubuhnya punya kilau logam sewaktu membentuk dari mesin mikro cair.

Kelopak matanya terbuka lebar. Mata peraknya menatap angkasa, dia menggerak-gerakkan sosok rampingnya. Tatpaan anehnya tidak terlihat fokus pada apa pun membuat Shin bergidik ngeri terhadap kekuatan tak dimengertinya.

Legion tidak punya bola mata, alhasil sepertinya tidak punya kesadaran untuk memfokuskan tatapan mereka.

Dia terlihat manusia, tapi bukan manusia.

Dan seolah-olah mengutarakan pesan bahwa makhluk ini bukan semacam monster mekanis kikuk, tetapi jauh lebih berbahaya dan tidak dipahami, bibirnya bergerak.

C A R I L A H  A K U.

Carilah aku.

Pita suaranya tidak ada apa-apa, jadi tak punya suara untuk berkata-kata, namun gerakan bibirnya membisunya merangkai kata per kata. Matanya tak fokus dan tidak manusiawi, kedua iris matnaya berwarna perak-putih. Namun diai berbentuk manusia.

Tertegunnya terasa sangat lama bagi Shin, tapi hanya perlu beberapa detik. Wajah feminism itu tiba-tiba menghilang dan seluruh mesin mikro cair menyebar tanpa suara, berubah menjadi secercah cahaya yang terbang bagaikan biji bunga balsam10 yang bersebaran tertiup angin. Partikel-partikelnya cahayanya berhenti sebentar ketika mengudara lalu mengubah bentuknya lagi, menjadi sekawanan kupu-kupu perak, cukup kecil sampai bisa hinggap di satu tangan.

Mengepakkan sayap tipis nan rapuhnya yang kepanjangan untuk dimiliki kupu-kupu. Sayap perak mengendarai angin dan membumbung, berputar-putar dalam pola heliks ke atas, selayaknya lengan spiral galaksi, melintasi penghubung ruangan utama kemudian terbang dan menghilang.

“Apa …?”

Dia kabur.

Shin menyadarinya saat kemampuannya sekali lagi mendengar ratapan tipe Mobilitas Tinggi dari jauh, bercampur dalam pasukan Legion yang mundur.

Dia meninggalkan unit rusaknya dan membongkar prosesor sentralnya biar bisa kabur …?

Pemikiran itu anehnya membuat semuanya masuk akal. Semisal dipikir lebih panjang lagi, tidak belebihan mengatakan bentuk aktual Legion adalah mesin mikro cair yang menyusun prosesor sentralnya. Karena cairan, mereka dapat berubah bentuk menjadi apa pun—seperti halnya jaringan saraf manusia yang sama sekali berbeda dari prosesor sentral mereka. Kakaknya yang dirubah menjadi Dinosauria, mengubah mesin mikro cair menjadi tangan-tangan mengulur manusia tak terhingga.

Sebuah sistem—sebuah program—pada dasarnya adalah kumpulan modul tak terbatas, jadi memisahkan dan memasang kembali semestinya tidak mustahil. Akan tetapi, mengambil otak manusia, memisahkannya, lanjut dipasang kembali, dan mengembalikannya ke kondisi sebelumnya bukanlah sebuah gagasan yang mampu dibayangkan otak manusia.

Bukan pikiran manusia, hmm …?

Sebuah kecerdasan buatan untuk bertempur mungkin tak menganggapnya sinting. Shin pikir dia akhirnya bisa paham kecemasan Lena sedikit. Legion terus belajar dan meningkatkan kemampuan tempur dan efisiensi mereka. Gembala punya kecerdasan manusia, tetapi sewaktu-watku mereka menampakkan perilaku tak logis sebab kenangan yang mereka miliki sebaagai manusia, seperti Rei dan Kiriya.

Namun Gembala yang diproduksi massal yang ingatan mereka dihapuskan, tak punya kecenderungan tersebut. Dan tipe Mobilitas Tinggi yang punya kecerdasan yang didasarkan pada otak manusia—tapi bukan otak spesifik—dari awal tak punya ingatan. Bila akhir penghapusan ingatan-ingatan itu … adalah menciptakan tipe Mobilitas Tinggi khusus tempur yang efisien dan sepenuhnya tidak manusiawi …

Dan jika Shin terus melupakan keinginan yang dipercayakan kepadanya dan menjadi mesin perang sama layaknya Legion …

 Sebagaimana perkataan Frederica dulu, ada tiga hal yang membentuk seorang pria: tanah air tempatnya dilahirkan, darah yang mengalir di nadinya, dan ikatan yang dibentuknya. Dan Shin tidak pernah berpikir menginternalisasi yang Frederica ucapkan. Shin tak pernah ingin merebut kembali hal-hal hilang darinya yang direbut api perang. Tapi mungkin yang menemukan jalan kembali kepadanya … yang mengulurkan tangan kepadanya …. Barangkali peduli sama hubungan-hubungan itu adalah hal benar untuk dilakukan.

Itu yang dipikir Shin.

Barulah saat hendak memberi tahu Lena pertempurannya telah berakhir dia sadar Perangkat RAID-nya jatuh dan menyelip ke suatu tempat entah kapan. Kembali ke Undertaker, dia menggrasak kokpitnya, mencari-cari di dalam sampai menemukannya dan menghubungkan kembali ke Resonansi.

“—Shin! Kau tidak apa-apa?!”

“Entah bagaimana.”

“Syukurlah …!”

Lena mendesah lega. Frederica menuturkan sesuatu di balik Resonansi, tetapi suara cemprengnya saat itu sedikit menggaruk kupingnya. Shin bicara, mengubah wajahnya akibat hiruk-pikuk konstan di telinganya.

“Lena, aku ingin meminta sesuatu.”

“Apa?”

Rupanya, Lena bisa tahu seburuk apa perasaan Shin dari suaranya saja.

Mendengar suara seperti lonceng perak merasa tegang membuat Shin makin menyedihkan.

“Bisa kirim orang untuk menjemputku …? Aku tidak terluka, tapi aku tak bisa bergerak.”

Legion mungkin sudah mundur, memastikannya dari ratapan Gembala yang bergerak semakin jauh. Yang semestinya membuat Shin merasa sedikit lebih baik, tetapi setelah ketegangan terkuras dari tubuhnya malah membuatnya merasa semakin buruk. Kebisingan gaib menyerang indranya, dan kian kuat sensasinya, kian sulit tetap berdiri.

Selagi bersandar pada lapis baja Undertaker, dia merasa Lena tersenyum lega.

“Bisa. Kalau itu saja, aku akan minta seseorang datang ke—”

Sebelum sempat menuntaskan perkataannya, Shin mendengar ocehan familier dan suara langkah kaki keras menghampiri. Datangnya dari dua titik berbeda. Dari ruangan persegi panjang yang menjadi jalan keluar lantai serta celah lebih tinggi di penghubung ruangan muncul dua Juggernaut, terselimuti debu. Kedua kanopinya mengayun terbuka hampir di saat bersamaan, dan kedua wajah tak asing mengintip dari sana.

“Woi. Lama tidak melihatmu sekacau ini,” tukas Raiden, berdiri di puncak ruang penghubung. Kondisi unitnya juga buruk bukan kepalang, kedua senapan mesinnya hilang.

“Dengar-dengar kau butuh seseorang buat tumpangan, Pencabut Nyawa kecil? Mau digendong siapa—werewolf itu atau cyclops-nya putri?”

Shiden menyeringai, mengekspos gigi taringnya, sementara Iida menopang dagunya dengan tangan di pinggir lapis bajanya.

Suatu tempat dalam lubuk pikiran berbayang Shin, dipikirnya kedua pilihan itu kedengaran buruk banget.

 

Catatan Kaki:

  1. Lagi-lagi judul yang antimainstream dan dari istilah asing, Sortir yang dimaksud judul paling atas adalah dari bahasa Prancis (Trier) dan diturunkan lagi ke Inggris jadi (Triage), artinya? Proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi Sortir, karena Republik ini inovasinya dari negara Prancis, maka banyak istilah Prancis yang disisipkan, termasuk Trier.
  2. Bidikan laser adalah bidikan yang menggunakan sinar laser sebagai pemandu tembakan ke sasaran, biasanya dipasang sejajar dengan laras senjata api. Sinar laser yang digunakan biasanya berwarna merah, tetapi saat ini ada juga bidikan laser yang menggunakan warna hijau sebagai warna sinar lasernya. Bidikan model lain yang populer digunakan diantaranya bidikan besi, reflex sight dan bidikan teleskopik. Masih ga ngerti? Sono main PB, CS:GO atau EpEp.
  3. Peridot adalah jenis batu permata dengan warna hijau. Batu permata ini hadir dalam warna hijau kekuningan sampai hijau zaitun. … Ada juga yang menggunakan perhiasan berhias peridot untuk terapi penyembuhan. Peridot terbentuk dari komposisi kimia dari mineral kristal olivine.
  4. Hipokampus adalah b agian otak tempat memproses informasi dari luar dan mengirimnya ke bagian otak yang lain untuk disimpan, termasuk memori dan emosi.
  5. Mata majemuk merupakan mata yang memiliki ribuan reseptor warna individual. Gambar yang didapat merupakan kombinasi masukan dari ribuan omatidia yang terletak di permukaan konveks, yang tertuju ke arah yang berbeda beda. Oleh sebab itu, serangga sangat cepat lari bila kita ingin menangkapnya. Dibandingkan dengan mata biasa, mata majemuk dapat menangkap gambar dalam sudut yang sangat lebar, dan dapat mendeteksi gerakan cepat, dan dalam beberapa kasus dapat melihat polarisasi cahaya.
  6. Heil dem Reich artinya Salam kepada Kekaisaran.
  7. Roda gila adalah sebuah roda yang dipergunakan untuk meredam perubahan kecepatan putaran dengan cara memanfaatkan kelembaman putaran (moment inersia). Karena sifat kelembamannya ini roda gila dapat menyimpan energi mekanik untuk waktu singkat. Roda gila dipergunakan untuk membuat torsi yang dihasilkan oleh motor bakar lebih stabil.
  8. Dalam dunia penyiaran dan komunikasi radio, tanda panggil (juga dikenal dengan callsign, call sign, atau call letters) adalah tanda pengenal untuk stasiun pemancar Di beberapa negara, tanda panggil digunakan sebagai nama stasiun penyiar, tetapi di banyak negara lainnya tidak. Sebuah tanda panggil bisa ditentukan secara resmi oleh sebuah agen pemerintahan, diambil secara ilegal oleh perorangan atau organisasi, atau bahkan dienkripsi untuk menyembunyikan identitas suatu stasiun.
  9. Sistem pengendali tembakan adalah sejumlah komponen yang bekerja bersama-sama, biasanya dengan data komputer, pengarah tembakan, pendeteksi tembakan, dan radar. Alat ini dirancang untuk membantu senjata dalam menembak target. Ia melakukan tugas yang sama seperti orang penembak senjata, tetapi agar tembakannya lebih cepat dan lebih akurat.
  10. Gua ga nemu tungsten paduan, tapi kalau tungsten doang nemu: Wolfram / tungsten, biasanya dibuat paduan dengan nikel dan besi atau kobalt untuk membuat paduan berat, digunakan dalam penetrator energi kinetik sebagai alternatif pada depleted uranium, dalam aplikasi yang mempermasalahkan radioaktivitas uranium meski dalam bentuk depleted sekalipun, atau yang tidak memerlukan sifat piroforik tambahan (misalnya, dalam proyektil kecil yang dirancang untuk menembus lapis baja). Demikian pula, paduan wolfram telah pula digunakan pada selongsong kanon, granat dan peluru kendali, untuk membuat pecahan peluru supersonik. Jerman menggunakan wolfram selama Perang Dunia II untuk membuat peluru senjata antitank yang dirancang untuk menggunakan prinsip remasan Gerlich untuk meningkatkan kecepatan dan daya tembus dari artileri yang relatif ringan dan berkaliber kecil. Senjatanya sangat efektif, tetapi kekurangan wolfram yang digunakan dalam peluru membatasi efektivitasnya.
  11. Bunga balsam atau Impatiens balsamina mungkin terasa asing bagi anda, namun bunga ini lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan bunga pacar air. Bunga ini berasal dari dataran asia terutama India dan Burma. … Tidak hanya itu, bunga dari tanaman ini juga dapat dugunakan sebagai obat luka bakar.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Lekmaa

Hmmn..

shin protector

Makasih terjemahannya!