Share this post on:

Kepercayaan


Penerjemah: DarkSouls

“Hehehe.” kekeh Regulus.

Seusai Emilia bicara, Regulus menyentuh dadanya.

Yang terdengar adalah tawa tak tertahankan. Meskipun awalnya yang keluar hanya napas, kemudian dia tak tahan lagi dan volume suaranya berangsur-angsur meninggi, sampai menjadi tawa terbahak-bahak.

“Hahahaha! Ahaha! Uhh, ahhahahahahahaha!”

Menegakkan punggung, Regulus tertawa keras-keras ibarat mendengar candaan bagus. Tangan menyisip ke rambut putihnya lalu diacak-acak, si pembunuh kini tenggelam tawa yang tidak dipahami siapa pun.

Subaru tahu dari tingkah puasnya bahwa spekulasi Emilia benar.

“Bangsat, apa yang lucu!?”

“Tentu saja, itu lucu, kan!? Atau lebih tepatnya, aku beneran haruus menyarankan kalau saat-saat situasi putus asa ini, mestinya kau menyerah berpikir dan kita semua dapat tertawa bersama. Karena itu, kau paham situasi sekarang? Kau sendiri, dengan tanganmu sendiri telah mendesak titik paling kritis ke malapetaka ini!”

“Uughh …”

Tiada kata yang cocok.

Pada waktu inilah, jawaban Regulus sangat masuk akal sampai tidak dapat ditanggapi.

Subaru menoleh untuk menatap Emilia, memastikan apakah benar spekulasinya terbukti atau tidak.

Akan tetapi, menghadapi tatapan membara Subaru, Emilia menggeleng.

“Tidak salah lagi. Roh-roh kecil sudah memastikannya, aku pun bisa merasakannya sendiri. Dalam diriku, ada sesuatu asing yang bukan milikku. Rasanya, sangaaaaat menjijikkan.”

Emilia menegaskannya, petunjuk putus asa yang mengumumkan kenyataan.

Efek Lion’s Heart telah berpindah ke Emilia. Dengan kata lain, satu-satunya cara menghentikan Regulus adalah dengan menghentikan detak jantung Emilia pula.

“Tapi, kenapa jantung Emilia … dan Raja Kecil, mungkinkah aku salah? Jantung orang itu, siapa pun dia, selama orang itu menginginkannya …”

Jika kemampuannya semacam itu, tidak ada celah dalam Wewenang Kekuasaan Regulus. Bila dia bisa memberikan jantungnya bahkan ke musuh atau orang asing, maka selama umat manusia ada, cara membunuh Regulus takkan ada.

Sebaliknya, seandainya jantung ini mampu menggantikan makhluk hidup manapun—

“Sungguh disayangkan.”

“Gonggongan anjing tak berguna tidak enak didengar. Hahaha, mau aku bilang bagaimanapun. Terus terbawa emosimu, mencari-cari dalih konyol atas kekeliruanmu merupakan hak seorang pecundang. Dan menikmati keunggulan selagi mendengarnya adalah hakku sebagai pemenang …. Aah, lumayan! Lumayan!”

“Aku tak memenuhi standarmu sebagai istri, kau sendiri yang sebelumnya bilang begitu.”

“Menyebalkan banget. Mengoceh-ngoceh terus seolah kau cukup kuat untuk membicarakan hak-hak pribadi. Lebih pentingnya lagi, bagaimana rencana tanggung jawabmu karena telah membunuh istri-istriku? Istri-istri idealku … pikirmu berapa lama buat mengumpulkan sekelompok itu? Menurutmu menghabiskan berapa tahun? Usianya pas, tapi kekurangan hal macam istri atau kekasih, kau pikir aku ingin menjadi duda sampah sana yang tidak diinginkan siapa pun? Sebelum aku mencari istri baru, kau harus wajib bergabung denganku!”

Menggunakan kata-kata galak untuk menampar Emilia, Regulus penuh kehendak saat menyuarakan retorikanya.

Alasan jahat yang diyakini sang pembunuh, sepenuhnya yakin bahwa jantungnya memang di dalam Emilia. Bila demikian, kemungkinan melepaskan jantung Regulus dari Emilia adalah—

“Mau coba? Cari tahu apakah ada cara untuk menggerakkan hatiku?”

“…”

“Metodenya sederhana, misal kau mau mencobanya. Sekarang ini, bunuh saja gadis di hadapanmu. Selama kau akhiri hidupnya, kau sendirinya akan tahu Wewenang Kekuasaanku akan berhenti atau tidak. Sangat-sangat sederhana, efektif, dan masuk akal … ahaha! Kau tidak bisa melakukannya, kan? Misal kau lakukan, dengan niat dan nilai yang kau tantang aku, bukannya kau akan kehilangan alasan untuk membenarkan diri sendiri!?”

Walaupun sulit diakui, Regulus benar.

Subaru tidak berani mengorbankan Emilia. Sebut dia egois, panggil dia sombong, cuma itu yang tidak mampu dilakukannya.

Demi mengalahkan Regulus, mereka sudah membuang hidup istri-istrinya.

Bahkan sudah diterangkan tidak ada alternatif lain selain membiarkan pengorbanannya, tidak mungkin dapat dibandingkan dengan hidup Emilia atau rekan-rekan lain.

Pilihan Natsuki Subaru selalu egois, egoisnya sampai menjijikkan.

“Kau tahu. Orang sepertinya takkan bisa. Karenanya, bagaimana kalau kau yang wakilkan? Sederhana, bukan. Sebagaimana perbuatanmu kepada orang lain. Atau apa? Tidak sanggup? Biarpun jelas-jelas kau sudah merenggut nyawa orang lain tanpa izin, namun dikarenakan kau kelewat menghargai milikmu sampai tidak sanggup melakukannya? Menakjubkan sekali, kurasa aku mau muntah nih?”

“—Subaru.”

“Bentar, jangan. Serius nih, hal itu saja sudah tidak bisa diterima.”

Menghadapi provokasi Regulus, Emilia pun kelihatannya memanggil Subaru seakan dia tahu. Mendengar nada suara tak tanggung-tanggung Emilia, Subaru dengan takut buru-buru menghentikan Emilia.

Sekalipun kau memyerah menanggapi provokasi, tentu Emilia sendiri takkan sekonyong-konyong memilih mengabaikan dirinya sendiri.

Akan tetapi, Emilia sudah melakukan hal benar dengan memilih opsi terburuk bila tak punya cara untuk menang.

Lalu Subaru hanya berpikir dirinya betul-betul takkan memilih jalan ini. Oleh sebabnya, mereka kehabisan cara.

Memanggil nama Emilia cuma untuk menghentikannya, tetapi Subaru tidak dapat berkata-kata.

“Kalau begitu, kita sudah siap mengakhiri ini, bukan. Kendati menjaga wanita kelas rendah sepertimu tidak menarik, untuk sementara waktu aku akan berkompromi. Sebelum menemukan istri berikutnya aku akan bergabung sebentar denganmu. Walau aku mesti membunuh pria itu. Kau sudah melanggar hakku sampai titik ini …. Ah, benar juga. Jadi, betulkah tadi kau tertawa?”

Sebelum Subaru mengepalkan giginya, Regulus dengan senang menaikkan sudut mulutnya.

Semburan sihir mengelilingi Emilia selagi merencanakan keputusannya sendiri. Di waktu yang sama, Regulus yang tak menghiraukan anginnya, tertawa.

“Kau ini tipe orang itu, bukan? Tipe orang teriak-teriak keras di kota yang girang heboh tepat sebelum pernikahanku? Membunuh satu Uskup Agung atau apalah … konyol, kan? Belasungkawaku misal kau sungguhan berpikir dapat mengalahkanku cuma karena membunuh aib itu. Pria itu, baik sebelum dan setelah menjadi Uskup Agung, tak pernah mencapai apa-apa, dia selalu saja bodoh.”

Regulus berdiri dan cekikikan. Perkataannya tak salah lagi ditujukan kepada Betelgeuse Romanee-Conti gila yang Subaru anggap menjijikkan.

Betelgeuse adalah jenis orang sinting terburuk tak termaafkan. Dia tidak merasakan sedikit pun niat baik untuk orang sinting itu, malah membencinya habis-habisan, takkan pernah mengampuninya bahkan jika dia kembali menjadi hantu.

Namun demikian, melihat Uskup Agung menghina Betelgeuse yang seharusnya adalah rekannya, tumbuh perasaan tak menyenangkan dalam hati Subaru.

Kemungkinan mengalahkan Regulus, selain itu keadaan yang menjerat hidup-matinya Emilia bahkan tak perlu disebutkan lagi.

Sekali lagi, Betelgeuse, dia—

“—ah.”

Semestinya dia melawan orang sinting yang dibenci, tawa gila berlumuran darah terbesit di benaknya. Sambil memikirkannya, dia mengangkat wajah. Lalu mulai merasakan sesuatu dalam dadanya mengaduk-aduk, Subaru mencengkamnya, menelan napas.

Mungkinkah, sesuatu semacam itu juga bisa?

“Bisakah …?”

Tidak dapat dimengerti.

Sebenarnya, tidak seorang pun bisa menjamin kemungkinan yang timbul dalam pikiran Subaru. Seperti tak menawarkan sesuatu pun ke negoisasi—lebih tepatnya, laksana produk delusi Subaru. Semata-mata perasaan Subaru belaka.

Namun justru karena itu. Karenanya, hanya Subaru yang sampai pada kemungkinan ini.

Gagasan saat ini, berdasarkan intuisi, bahkan dewa tak tahu bisa berhasil atau tidak—tapi.

“Emilia.”

Merasakan sihir yang serasa mencapai batas, Subaru memanggilnya.

Emilia tetap diam, hanya mengungkap realisasi sebuah tragedi. Namun demikian, jauh di matanya terlintas sedikit emosi. Subaru melihat harapan dan kepercayaan di dalamnya.

Seakan-akan ingin mendukung perasaan itu, Subaru bertanya:

“Mmm.”

“—bisa percaya aku sepenuhnya, dan serahkan segalanya padaku?”

“Bisa.”

Terhadap pertanyaan ini, respon Emilia sederhana tanpa keraguan.

Emilia menempelkan tangannya ke dada, pertama kali sejak kembali ke medan perang, dia tersenyum.

“Aku yakin kalau itu Subaru, kau bisa melakukan apa pun.”

Aah, sial, nista banget.

Gadis yang disukainya, memperlakukannya dengan kepercayaan tak tergoyahkan, takkan mungkin dia gagal!

Entah tangan mengepal atau gigi menggigit keras, Subaru tidak boleh gagal di sini!

Subaru pelan-pelan bernapas dalam-dalam, lalu perlahan membuang napasnya.

Selanjutnya melirik Regulus yang diam melihat mereka. Regulus tak menyela percakapan, hanya memangku kepala dengan pergelangan tangan sembari menunggu santai.

“Bukannya kau kelewat santai?”

“Bukannya aku biasanya santai?”

Jejak kekurangan dan semacamnya, tak ada sedikit pun.

Regulus telah mengungkap seluruh persiapannya, ingin menyingkirkan Subaru. Sejatinya, Wewenang Kekuasaan Regulus, Lion’s Heart itu sempurna. Setelah mengklarifikasi poin utamanya, kemenangan masih berada di suatu tempat tidak terjangkau.

Akan tetapi, justru gara-gara Regulus yakin pada kemenangan yang ‘kan datang, ketika menghadapi perjuangan dan usaha Subaru, oleh karenanya dia menonton dari samping tanpa intervensi.

Dia tidak tahu sama sekali apa yang terjadi. Poin itu pun sama bagi Subaru.

“…”

Seandainya Beatrice ada di sini, barangkali ada metode lain. Kalau saja gadis itu menyertainya, pasti bakal ada cara yang kurang berisiko untuk mencapai kemenangan.

Dalam hatinya, terletak koneksi bersama rekan gadisnya. Tentu setelah semua ini berakhir, dia akan dimarahi, tidak boleh tidak dimarahi.

Jadi sekarang dia sendirian, mengingat waktu-waktu dirinya sendirian, ingatan yang tersisa dalam dadanya—jelas bukan ingatan membahagiakan, hanya membangkitkan lanskap teror dan penderitaan awal.

“Subaru.”

“…”

“Ayo lakukan.”

Panggilan Emilia menjadi kekuatan pengambilan keputusan Subaru.

Subaru dengan kasar mencengkam dada sendiri, sesuatu dalam dirinya yang sulit mencari tahu kepemilikannya telah bangkit, mengkonsentrasikan kesadarannya ke pusat pancuran air tempat kekuatan kacau balau ini berputar-putar, membebaskannya—

Sekarang, sedikit mengubah cara memanggilnya.

Agar si pembunuh yang menghina orang-orang gila paham apa yang terjadi, hanya sekali ini saja.

Kekuatan ini, kekuatan ini diwarisi dari orang sinting menjijikkan tersebut!

“Bangkitlah … Unseen Haaaaand—!!”

Invisible Providence. Atau tepatnya, Unseen Hand.

Kekuatan yang melonjak dari tubuhnya, Subaru didefinisikan sebagai kekuatan penyihir yang diciptakan dari Gen Penyihir. Dia dengar dari Echidna di Benteng Mimpinya, bahwa dia mendapatkan Gen Penyihir karena telah membunuh Betelgeuse—efek samping negatifnya masih belum jelas. Akan tetapi, kekuatan yang memberikan Subaru Unseen Hand tak salah lagi dari itu.

Jadi sampai sekarang, Subaru tak pernah berusaha menggunakan Gen Penyihir sebagai sumber kekuatannya.

Subaru sangat meyakininya. Sifat kekuatan ini mirip yang dimiliki si orang gila, karena gen penyihir Kemalasan mempunyai sifat tersebut.

Kemungkinan Betelgeuse mengamuk dalam dirinya, Subaru bahkan tak ingin mempertimbangkannya.

—tetapi kalau masalahnya begini, lantas perasaan ini apa.

Bergema, hidup, diam-diam bersorak dalam diri Subaru.

Bersorak karena dipanggil. Bersorak sebab sekali lagi dapat menggunakan kekuatannya. Bersorak karena kembali diminta menyelesaikan tujuannya. Kemudian, hanya suatu suka cita tak terjelaskan dan tak dimengerti.

Melanjutkan pembebasan kekuatan itu, kebahagiaan serta apresiasinya, sekaligus perasaan syukur.

Fluktuasi emosi tak jelas, tidak mungkin persoalan yang bisa diselesaikan Subaru.

“Hah!?”

Menyertai teriakan keras Subaru, Regulus sendiri berteriak selagi melihat ke langit.

Dia mestinya tidak bisa lihat. Karena itu adalah, Unseen Hand.

Tangan beracun yang sempurna untuk pembunuhan karena wujudnya gaib—telah dihina Regulus sebagai kekuatan lamban, tak berarti, dan ampas, sesuatu yang bahkan lebih lemah dan lebih ampas dari itu.

Jumlah tangan cuma satu, jangkauannya terlampau pendek, terlalu banyak faktor tak diketahui pula.

Sebagai kunci tuk menembus situasi ini, pasti andalannya dibatasi.

“…”

Langkah pertama memanggil tangan magis telah dilalui. Setelahnya dimulai langkah kedua dan ketiga yang merupakan langkah terakhir.

Dengan kesadarannya sendiri, Subaru mengkomandoi ujung jarinya untuk beraksi, memasukkan harapannya ke tangan-tangan magis yang nampak ditenun bayangan.

“Emilia!”

Sekali lagi, mengkonfirmasi Emilia tahu atau tidak. Mencari bantuan untuk dirinya sendiri.

Diikuti suara Subaru, Emilia menutup mata, mengangguk seolah-olah paham yang terjadi seusainya.

“Tak apa—Kau di sini, Geuse.”

Mata Emilia dipenuhi kehangatan dan pengertian sambil merentangkan tangannya.

Berkali-kali bersiap-siap untuk maksud Subaru, ibarat sudah tahu apa yang terjadi, dia memperpendek jarak ke hatinya. Subaru tak ragu-ragu ketika membawa tangan magis itu ke dada Emilia.

“…”

Tangan tak terlihat bergerak ke pusat dada Emilia. Seketika ujung jarinya menembus kulit putih tanpa perlawanan, bahu Emilia melonjak laksana merasakan sesuatu.

Namun tangan itu tidak berhenti. Melalui sternum, melintasi paru-paru, akhirnya mencapai inti yang berdenyut-denyut.

—Tangan magis telah sampai di hati Emilia.

Langkah kedua tercapai sudah.

Sewaktu tabu disulut, tangan magis penyihir dengan mudahnya melewati tubuh Subaru dan hanya menyakiti jantungnya. Itulah penerapan dasar hukumnya. Unseen Hand dan tangan magis penyihir bersama-sama, adalah satu-satunya jalan tuk dipertaruhkan.

Namun, sejauh ini pertaruhannya sukses. Masalahnya adalah sesudah ini, tak ada jaminan.

Misalkan dia ingin merenggut jantung Emilia, dia bisa saja melakukannya sekejap. Tapi itu takkan masuk akal. Kekuatan ini digunakan bukan untuk hal itu.

Jadi, kekuatan ini buat apa—Saat ini, pada momen ini, kekuatan ini digunakan untuk menyelamatkan.

“…”

Apa benar-benar bisa, kepala Subaru yang dalam lautan kebingungan menarik napas dalam-dalam.

Unseen Hand, dapatkah digunakan sebagai tangan penyelamat? Dari balik nama sinting Betelgeuse Romanee-Conti, berapa banyak nyawa yang dicuri oleh kekuatan ini?

Meskipun tergantung penggunaannya, seringkali kekuatan dibatasi kemampuannya. Apakah Unseen Hand adalah tipe kekuatan yang semata-mata membawa kehancuran?

Kekuatan ini, tidak jadi soal jika eksis untuk menyelamatkan hidup seseorang, apa pun yang terjadi—

“Subaru.”

Enggan dan ragu-ragu seketika itu, suara Emilia yang harusnya tidak didengar sampai kepada Subaru.

“Tak apa—Karena, aku percaya, pada kalian berdua.

Siapa dan apa, yang dibicarakannya.

Emilia mengirim kepercayaannya kepada Subaru, dan orang lain tak Subaru kenal.

Namun dia menerima dan memercayainya tanpa masalah.

—tangan ini, benar-benar, betul-betul tak akan menyakiti Emilia.

“Ayo, tangan ketigaku …!”

Dalam hati Subaru, keraguan tak tergantikan perihal kekuatan ini menghilang.

Asal kekuatan ini tidak berarti lagi. Kekuatannya sekarang sudah dimiliki Subaru, Subaru pun tak berniat menyakiti emilia, dan bila mana ada sesuatu dalam kekuatannya.

Dalam dada Emilia, tangan magis yang dirangkai sihir mulai mengepal.

Ujung jarinya menyentuh hati Emilia yang diukir ritme, Emilia terkesiap singkat setelah jantungnya dicengkeram lembut. Alih-alih sakit, rasanya sedikit gatal.

Sesuatu dalam dada Emilia yang berwarna merah, tangan magis menutup jari-jarinya tuk merenggut jantung sejati.

Detak jantung itu berbeda dari milik Emilia, itu Little Lion’s Heart.

“Tertangkap—!!”

Dia tak sempat mengeluarkannya.

Dengan tangan magis, Subaru menghancurkan jantung yang tak tahu malu berdetak dalam diri Emilia.

Jantung Emilia tak disakiti sedikit pun, semata-mata mengalahkan organ parasit yang belum menyanyikan syair cinta.

Subaru sungguh-sungguh merasakan sensasi dari tangan ketiga yang tidak ada. Kemudian …

“Uwah!”

Di waktu yang sama membayar penggunaan konsentrasi setimpal pada kekuatan yang bukan miliknya.

Organ-organ merasa sakit seolah diukir, rasa sakit mendesak keluar seakan-akan dirinya dicemari, kedua lutut Subaru segera roboh ke darat. Diikuti batuk keras menyembur darah.

“Subaru!”

Emilia mengulurkan tangannya, ke Subaru yang berlutut di tanah terendam air dengan darah bocor dari sudut mulutnya. Tangannya terulur dan ditaruh di wajah.

“Ah …”

“Masih hidup, kan?”

“… mmmn, aku baik-baik aja. Jantungku oke banget, masih berdetak di dalam.”

Subaru menggunakan jarinya yang belum teralir darah tuk meyakinkan dirinya pada kenyataan, lalu tangan kosong Emilia digunakan untuk mengkonfirmasi detak jantungnya. Momen-momen ini tiada keraguan, menuliskan detak jantung yang tampaknya mengucapkan selamat atas kejadian saat ini.

Lalu hanya Regulus seorang yang menunjukkan ekspresi ibarat tak paham apa yang terjadi selagi melihat keduanya.

“Hah? Apa, apa yang terjadi? Mengesampingkan orang-orang di sekitarmu, hanya untuk sesuatu yang cuma bisa dipahami orang yang terlibat denganmu? Kejadian memuakkan macam apa ini? Sebenarnya apa yang terjadi, kau …”

“… kau, tidak sadar?”

“Hah? Kau ngomongin apa? Sadar atau semacamnya? Padahal tak satu pun perubahan telah …”

“Kakimu, mulai basah.”

“…?”

Subaru menunjuk untuk memberi tahu Regulus yang kelihatan termakan amarahnya. Regulus terkejut melihat kakinya basah dan terdiam sebentar, matanya melebar.

Menyadari kenyataan bahwa tuksedo putihnya—sepatu putih serta keliman pakaiannya, basah kuyup oleh air di kakinya.

“Kalian—sebenarnya ngapain!?”

Terlalu lambat menyadari perubahannya, Regulus memamerkan gigi dan melambaikan tangan. Namun, kaki putih ramping menyerang, menendang wajah Regulus dan menerbangkannya.

Sepenuhnya tak siap menghadapi serangan langsung itu, Regulus meratap ketika ditendang ke tanah yang terendam air. Separuh tubuhnya dibasahi air, jejak sepatu menetap di sisi wajahnya yang ditendang.

“Ahk, uuh … hal semacam, ini …!”

Seolah tidak sanggup memahami kenyataannya sama sekali, Regulus tanpa ekspresi mengangkat wajahnya. Melihat Regulus seperti itu, Emilia yang melancarkan tendangan indah memiringkan kepala.

“Berhasil. Akhirnya berhasil menyerang.”

“Kau, kau—!”

Mendengar kalimat pendek penuh pencapaian Emilia, wajah Regulus memerah dan meresah. Memanfaatkan gerakan berdiri untuk mengumpulkan air, Regulus menyebarkan tetesan airnya ke Emilia.

Akan tetapi rasa sakit karena tendangannya mengacaukan kemenangan Regulus, kemudian semua bom air terbang ke arah salah, malah membuat dirinya dipenuhi titik buta.

“Teknik Tipe Es!”

“Ahk.”

Menciptakan palu es di tangannya, Emilia banting langsung ke pusat tubuh Regulus.

Menerima ayunan yang mengancam hendak menghancurkan tulang-tulangnya, tubuh si pembunuh berguling-guling di air. Dengan batuk tak tertahan, membanting tinjunya ke tanah tanpa jeda, mata merah Regulus melotot.

“Kenapa! Kenapakenapakenapakenapa? Kenapa kalian, tepatnya kau, kenapa kau kenapa kau, kepada Keserakahan! Dan kepada hakku!”

“Bagimu yang sudah melihat seluruh prosesnya dan masih tak mengerti, tidak berguna menjelaskannya kepadamu. Yah, jadi begini. Sangat sederhana.”

Selagi mengasihani Regulus yang berteriak, Subaru menahan tangisan penderitaan internal dari organ-organnya, mencibir.

Mengekspos senyum ganas yang bahkan takkan ditampangkan Betelgeuse.

“Kau, dipermainkan lawanmu karena keseringan mengejek mereka.”

“…!”

Meskipun Regulus tidak terlalu mengerti arti kata-kata itu, niat mengejeknya jelas diutarakan.

Regulus melengking dengan suara yang tidak bisa disebut suara, tak mengindahkan kuda-kuda Emilia dan malah menyerbu Subaru. Akan tetapi, dia dicegat Emilia.

“Tadinya, serangannya kulangsungkan mewakili istri-istrimu—karena tampaknya tidak berhasil, biarkan aku mendaratkan satu serangan yang berhasil.”

“Berhenti, bercanda—!”

Muncul di atas kepala Regulus, es-es tak terhitung jumlahnya menggantung.

Ukuran masing-masingnya bervariasi, es-es itu akan membawa kematian langsung. Rasa jijik Emilia terhadap Regulus sudah sampai tingkat yang bahkan pribadi lembutnya tidak tahan.

Melompat bangkit berdiri, Regulus menabrakkan es-es jatuh dengan air. Meskipun es-esnya pecah, serpihan-serpihan minimnya masih berguna.

Tak henti-henti melempar peluru air seakan-akan dalam badai, Regulus menyumpah-nyumpah keras seketika dimandikan es dan hujan lewat.

Kristal es seputih salju berubah menjadi kabut, membekukan jalan-jalan yang sudah terendam air. Subaru pun ikutan terendam, air di sepanjang lututnya membentuk kepungan lapisan, membuatnya takut dan buru-buru menarik tangan keluar air.

Sekalipun tak mengacuhkan Subaru, hujan kehancuran semacam itu telah menimpa dirinya. Tentu saja Regulus yang merupakan target sebenarnya bukan tandingan.

Tapi …

“… tidak terluka sama sekali?”

Dalam adegan beku setelah rentetan es berakhir, Regulus tetap berdiri dan hidup.

Lutut menopang lengan, menghembuskan napas megap-megap, biarpun seluruh tubuhnya basah air, dia masih menghindari tusukan es terakhir.

“Benar-benar, benar-benar, ah, hah …”

Regulus yang mencengkeram dadanya, terlihat seolah sedang sekarat.

Melihat sikapnya, Subaru paham. Tak terkalahkan Lion’s Heart masih bisa digunakan, meskipun jantung tubuhnya sendiri. Hanya saja …

“Jika kau menghentikan waktu untuk menjadi tak terkalahkan, jantung di tubuhmu pun berhenti berdetak—apa ini masih tak terkalahkan sempurna, dengan batas waktu?”

“Uuggh …!”

Sepertinya Subaru benar, selagi Regulus menahan rasa sakit dalam dada tuk menunjukkan amarahnya. Apabila ada batas waktu, cepat atau lambat Emilia dapat melancarkan serangan efektif.

Kalau begitu, Regulus hanyalah prajurit acak yang mengerahkan segala kekuatannya ke serangan.

“Itu, itu … tidakkah kau merasa tercela sedikit pun!?”

Regulus menunjuk Subaru yang menganalisis kekuatan lawannya. Selain itu dia menunjuk Emilia pula, bolak-balik melihat keduanya.

“Dua orang menyerang satu orang, tindakan pemerasan, apa hati nurani kalian tak sakit? Bukannya ada yang salah sama bagian manusia kalian yang paling esensial? Kalian sungguh tak meragukan diri kalian yang mampu melakukan ini. Meragukan harusnya termasuk hak, kan!?”

“… kau beneran luar biasa.”

Faktanya tutur tanpa henti itu sama-sama dituturkan mulut yang diunggulkan Lion’s Heart, kini setelah kehilangan efeknya dan kalah unggul, berani memanfaatkan kelemahan tersebut untuk meminta justifikasi lawan-lawannya.

Subaru sudah teramat-amat melampaui kata kaget, sampai-sampai mau menghormatinya. Eksistensi sepertinya yang tanpa martabat manusia setitik pun, barangkali takkan pernah terlihat lagi dari zaman kuno hingga sekarang, mulai saat ini hingga akhirat.

“Maksudnya, inikah keyakinanmu? Karena pertarungan dua lawan satu sangat tercela, harapanmu bertarung satu lawan satu secara jujur. Bahwa sebetulnya itulah cara bertarung sepatutnya. Begitukah?”

“Tepat! Apakah itu melakukan hal benar dengan cara yang benar? Kau anggap aku siapa … kau pikir aku siapa! Akulah Uskup Agung Dosa Besar dari Kultus Penyihir, Regulus Corneas yang didakwa Keserakahan!? Eksistensi dunia paling puas, paling tegas …”

Regulus mengatakannya dengan suara gemetar, sembari melihat tangannya di bawah.

Subaru sekarang kehabisan kata bukan main. Lantas menggantikan Subaru, Emilia bicara.

“Langsung mengkhianati perkataanmu setelah mengatakannya, isi cara bicaramu seutuhnya tidak punya makna sejati. Kurasa kau, orang paling menyedihkan di dunia.”

“—ahk! Menjengkelkan sekali! Aku … Keserakahan, pasti akan membuatmu menyesali ini!”

Bahkan sedikit marah sewaktu menghina orang lain, Regulus repetitif tiada henti mengulangi dengung sumpah serapahnya.

Melihat perilaku tak berdaya itu Subaru akhirnya merasa sangat lega. Regulus sungguh-sungguh tidak mampu menang dalam situasi apa pun saat tak punya keunggulan tertinggi.

Sekiranya dia dapat menggunakan Lion’s Heart dalam waktu singkat, Regulus punya peluang menang.

Jelas perkaranya demikian, tetapi seusai melihat tingkat kesulitan sedikit saja, dia langsung menyerah tanpa repot-repot melirik pengaturan.

“Menghina kemajuan hidup, ‘kan menjatuhkanmu ke tempat tak terduga.”

“Hah …?”

“Bukan apa-apa, cuma ngomong sendiri. Lebih pentingnya lagi, kami bisa menerima tantangan pertarungan satu lawan satumu.”

 “—! Tepat sekali. Beginilah sepatutnya. Tentu saja, seorang kesatria tak membiarkan tuannya maju duluan?”

Selama masih sesuai dengan suasana hatinya, Regulus akan segera melampirkan kondisi yang menguntungkannya.

Antara Subaru dan Emilia, tingkat pertarungan mereka tidak perlu dibandingkan. Selama Regulus membunuh Subaru duluan dan menggoyahkan Emilia, Regulus melihat cahaya pada peluang kemenangan ini. Mengejutkan pikirannya yang sedari awal tidak punya, hasil penipuan itu nampakknya cocok dengan selera sempurna Regulus.

Akan tetapi, bila dia ingin mengalahkan Subaru soal ketekunan pantang menyerang, dia terlalu cepat ratusan ribu tahun.

Mencari kesempatan menang dalam situasi yang memustahilkan kemenangan, itulah cara bertarung sejati Subaru.

Melihatnya dari sisi menentukan kemenangan atau kekalahan, pertarungan antara Regulus dan Subaru telah dimulai.

“Memang, pertarungan cara kesatria itu paling benar.”

“Maka dari itu—”

“Jadi—sekarang karena sudah begini, aku serahkan sisanya padamu.”

Kakinya masih terendam air, Subaru mengutarakannya setelah menghembuskan napas dalam-dalam.

Mendengar imbuh itu, Regulus memiringkan seraya bilang, Hah? akan tetapi, kata-kata Subaru bukan untuk Regulus. Tetapi untuk dia.

“Ah, aku mengerti—Duel satu lawan satu yang kau usulkan, aku terima sebagai seorang kesatria.”

Api yang merespon.

Di jalan-jalan banjir ini, seorang pemuda yang tak membuat seriak pun berjalan melintasi air. Tak seperti misteri tanpa penjelasan Regulus, dia memiliki perlindungan yang dilimpahkan cinta surga.

“Kesatria Pelindung Kerajaan Lugnica, dari keturunan Pedang Suci—Reinhard van Astrea.”

Berdiri di depan Subaru dan Emilia, kesatria yang menyatakan namanya menghunus pedang bersarung. Sikap ternilai itu, adalah undangan duel satu lawan satu.

Sesuatu yang bahkan Elsa sang Pemburu Usus akan jawab, deklarasi duel mantap.

Sebaliknya, Regulus berdiri mengulurkan tangan di hadapan Reinhard.

“Bentar, bentar bentar! Ini, ini, ini tidak normal!?”

Mengotori duel suci, definisi petarung sejati, sang Pedang Suci takkan mentolerasi Regulus.

Serangan pembuka dimulai dari ketiak bawah Regulus, menebas tubuhnya secara vertikal—Regulus bahkan tidak sempat berteriak lalu dihempas jauh ke langit.

“—ahk.”

Di hadapan matanya terdapat kota air hancur—dia melayang begitu tinggi di langit sampai-sampai melihat pemandangan panorama seluruh kota.

Entah tangisan atau kutukan, suara tak dimengerti semua orang yang mendengarnya, bergema.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hikari

Thanks for translation

Mantap min

Thanks min

フル君

Mampus lu Regulus..
Akhirnya datang kematianmu..

Mantap min..
Lanjut..