Share this post on:

Hasil Kerusakan Oleh Kemarahan

Penerjemah: Flexile Sentry

Total sekitar seratus selter di seluruh Pristella dibagi 25 perdistriknya.

Mengikuti saran AI, mereka memulai pencarian di First Street, di sanalah mereka lebih mungkin dapat menemukan orang-orang yang memerlukan bantuan. Mereka pergi lewat jalan akurat dan bergerak sambil berhati-hati agar terhindar dari pertarungan sebisa mungkin.

“Kalau dipikir, aku rasa reaksi kita berlebihan saja. Lagipula, anak itu masih bersama kita. Kau bilang kita tak perlu sewaspada ini, saudara.”

“Bukannya berlebihan, pasukan kita sendiri masih terbatas, sedangkan musuh nyaris tidak tergores. Bahkan lengah sekali saja sudah buat keadaan kita gawat. Belum lagi, selain pengawasan musuh, kita berusaha menghindari keributan apa pun di sini.”

Saat di Balai Kota, Anastasia berkata kerusuhan penduduk bisa menyebabkan kerusuhan. Meskipun Subaru yakin itu takkan terjadi, dia tidak mampu menyangkal kemungkinan tersebut.

Mendatangi berbagai selter dan mencoba menilai situasi sambil merekrut kekuatan tempur—Subaru memaksudkan misinya menjadi kesempatan untuk melawan kegelisahan yang kian meningkat.

“Yap, itu juga terdengar benar …. Yah, kau takkan mendengar komplainku soal menempuh rute aman. Lagian seandainya pertarungan terjadi, aku hanya bisa mengandalkan anak itu, saudara.”

“Kau … biarpun kau menyangkal kekuatanmu, memangnya kau betul-betul tidak bisa bertarung? Kau berhasil sampai ke Balai Kota sehat wal’afiat.”

“Apabila aku mesti memilih kombatan dan non kombatan, aku pasti memilih yang terakhir. Akan tetapi, sebanter-banternya keahlianku paling setara orang biasa. Misalkan melawan manusia super, hasilnya nanti mayatku tergeletak di suatu sudut dua detik kemudian. Tidak, sia-sia saja mempertimbangkannya.”

Selagi melambaikan tangan kanannya mengisyaratkan penolakan, deklarasi ketidakmampuan AI bergema dari helmnya.

Sekalipun agak tidak puas terhadap sikapnya, opini Subaru mengenai masalah ini sama dengan AI. Ada tingkat keterampilan tertentu yang takkan mampu dia capai.

Barangkali kesulitan bertahan hidup di dunia ini karena masalah perbedaan komposisi biologis para penghuninya. Entah seterlatih apa Subaru, dia takkan mampu menandingi orang-orang seperti Julius atau Garfiel. Apalagi Reinhard; tak seorang pun sanggup sampai ke tingkatannya.

“Namun, dalih itu belum cukup membuatmu tidak bertarung.”

“Belumkah? Secara pribadi, tidak berpeluang menang lebih dari cukup untuk meyakinkanku agar tidak berusaha. Aahhh, topik penyesalan itu simpan untuk lain waktu. Yah, aku bukan orang semacam itu.”

“….”

“Ayolah, jangan marah, saudara. Aku rasa pemikiran positifmu bagus. Hanya saja tujuannya bukan untukku. Keadaannya semacam itu saja, tahu?”

Pendirian masing-masing kelompok telah mapan, dialok mereka sejalan-sejalan saja.

Subaru tetap diam, AI meminta maaf sambil mengaku bersalah, lalu menatap Garfiel yang diam-diam memeriksa jalan di depan.

Berjongkok, tanpa suara Garfiel berbalik.

“Keliatannya tiga jalan berikutnya aman. Atau lebih mirip jalan kosong gak bernyawa. Teknisnya aman, tapi mencurigakan banget, ya?”

Demikianlah laporan Garfiel yang hidungnya berkedut-kedut mengendus.

Menghindari pertarungan adalah tujuan mereka, tetapi tidak mengalami satu insiden pun membuat perasaan tidak tenang. Biarlah begitu, waktu tidak membolehkan mereka terus beragu-ragu seperti itu.

“Resah tanpa tujuan takkan bermanfaat apa-apa untuk kita. Destinasi sudah di depan. Ayo pergi secepat mungkin. Itu tidak apa-apa, kan?”

“Hidung yang hebat gua bilang gitu, paling enggak. Sial, keknya kaga ada pilihan laen.”

Sembari menggaruk rambut pirang pendeknya, Garfiel dengan gelisah menghentak tanah.

Subaru mengangguk, AI mengangkat bahu bisu, menunjukkan dia tak keberatan.

Kendati perjalanan mereka dari Balai Kota sudah makan waktu sekitar lima belas menit, berkat kehati-hatian dan waspada, sejauh ini aman tanpa kendala. Lagipula, kemungkinan terburuknya adalah Kultus Penyihir menempatkan para pasukannya di kota.

Menduga mereka akan terus menerus berpapasan dengan mereka di sepanjang jalan tidaklah berlebihan.

“Apa sepertinya Kultus Penyihir lupa tidak menaruh pengawas?”

Selagi berlari, AI berkomentar. Balas memandangnya, Subaru berkata, ‘Kenapa kau berpikir begitu?’

“Alasannya sangat sederhana, mereka tidak punya cukup kekuatan untuk memantau jalan-jalan. Kau tidak sadarkah, saudara? Dibanding menara uskup agung, bukannya ini agak kelewat longgar? Dan sama saja membiarkan lawan bergerak sangat bebas. Seumpama mereka ingin tuntutan mereka dipenuhi, mereka takkan bertindak seperti ini.”

“Memblokir semuanya dan memberikan tuntutan tersebut adalah hal lazim, kan? Tapi apakah menurutmu mereka punya tujuan lain?”

“Hah, aku tidak berani mengiyakan. Tapi aku bayangkan hampir-hampirlah.”

Biarpun AI merespon santai sorot mata tajam Subaru, dia sejenak terdiam dan menyeringai dari balik helm.

“—kita patuhi tuntutan mereka atau tidak bukan jadi soal.”

“Hah?”

“Jika mereka serius perkara tuntutannya, kau pikir mereka akan lebih akurat dan terperinci. Namun aku pun yakin kau setuju, saudara … bahwa mereka tidak serius ingin menuntut tuntutan mereka. Kalau diikuti, ya alhamdulillah. Kalau tidak, yasudah; seperti itulah.”

“Terus … mereka malah jadi bermain-main sama kita ….!”

“Bukannya mereka cuma bermain-main dengan kita? Bukankah itu tujuan para bajingan tersebut?”

Berbeda dari Subaru yang terdiam seribu bahasa, suara AI berbicara hampa dan lesu. Bahkan Subaru tidak bisa membenarkannya.

—mereka sepenuhnya dipermainkan.

Membayangkan imajinasi jahat Kultus Penyihir, kemungkinan itu bukan lelucon. Ketika mereka menyerang Balai Kota, walau aksinya yang unggul didasari keputusan strategi bagus, ada saat-saat di mana pergerakan para pemuja tak dimengerti. Selama pertempuran Balai Kota, Capella dan Alphard sedang menunggu menyergap, tetapi Sirius dan Regulus tengah absen, menandakan kurangnya serangan skala penuh. Selain itu, pihak Subaru tidak mengalami dampak apa-apa.

Kini perbedaan antara pengepungan sia-sia kota serta tindakan lemah Kultus Penyihir membuktikan Kultus tersebut tak ambil pusing mengamankan tuntutan mereka.

“Kapten! Jangan dengerin kata-kata orang kek bangsat itu. Dan elu, kalau terus ngasih pemikiran lucu kek gitu ke kepala Kapten gua, gua yang hebat ini bakal bunuh elu, ye?”

Seketika  Subaru jatuh diam merenung, Garfiel berbalik menghadap AI yang ikut berlari bersama Subaru, matanya ganas saat membentaknya.

“Terus ngomongin sesuatu yang kaga penting, keparat yang kaga punya semangat juang kek elu harusnya diem aja! Mau kek gimanapun bangsat-bangsat itu nyerang, kami bakal terus menyerang dan ngehajar kemudian ngalahin mereka! Selama kita inget itu, kita bisa terus bertarung!”

“Itu argument yang teramat ekstrem dan brutal, bukan? Meski benar bahwa aku tidak cocok soal konfrontasi langsung, itu tidak ada hubungannya dengan menebak pikiran mereka. Ngomong-ngomong, apa salahnya menebak niat mereka membawa kita ke sini, ya?”

“Tempik lu—”

Sewaktu giginya menderit tajam, langkah Garfiel masih terhenti. Di waktu yang sama, AI pun berhenti, suasananya tegang dan saling bermusuhan.

Subaru melerai mereka sekaligus, tangannya menempel masing-masing dada mereka.

“Tunggu! Kalian berdua kenapa? Apa ini waktu yang tepat untuk perang saudara?”

“Bangsat ini bukan sekutu, Kapten. Jelas dia ga guna. Barangkali lebih baik kita berpisah ama mereka sekarang dari sini.”

Makasih, tapi aku tidak cari masalah, namun aku pun bukan pengikut gerakan pasifis perkara memotivasi lawan.”

Garfiel meretak pergelangan tangannya, dan AI berbalik.

Merasakan tusukan seribu duri dari inti tubuhnya, memintanya memukul dan meninju lalu menendang dua pria yang bekerja sama—

“Ada yang salah ….”

Kepalanya kacau bila kepanasan dan responnya akan melakukan pembunuhan.

Entah bagaimana, amarahnya meningkat terlalu cepat. Mengapa mereka semua semangat sekali untuk berantem?

Konflik antara keduanya tampak menjengkelkan Subaru juga—

“Tidak, ini ….”

Tidak mampu mengarahkan aliran pikiran dan perasaannya—menyadari hal itu, Subaru merinding. Bagaimanapun, rasa jijik tepat ini sangatlah akrab baginya.

“Lonte Sirius itu, pengaruhnya sudah mendekat ….!?”

Menampar-nampar wajahnya, berupaya membangunkan kembali kesadarannya selagi melihat sekeliling.

Pemeriksaannya tidak mendapati sosok-sosok aneh, tidak pula mendengar sesuatu yang aneh. Akan tetapi, perasaan suram dan jijik amat menekan keberadaannya.

“Hei, Garfiel, AI, berhenti! Ambil napas dalam-dalam dan tenanglah. Bukannya aneh tensimu meningkat cepat? Itu boleh jadi karena pengaruh Kemarahan. Perasaanmu jadi tak terkendali.

“Hah? Maksud lu apaan, Kapten? Orang songong itu yang buat gua kesel … bentar.”

“….”

Mendengar klaim Subaru, Garfiel menggertak gigi, telapak tangan menekan kepala. Menggeleng kepala pelan dan berkedip cepat.

“… ga guna kalau ampe berantem. Hal kek gitu biasanya cuma menyebalkan aja.”

“Itu kemampuan Kemarahan. Ayo pastikan tidak ada musuh di sekeliling kita, oke?”

“Bau ini, racun ini … gada yang absurd. Tapi ….”

Justru karena indranya sangat dapat dipercaya, Garfiel mulai bergidik.

Dengan kata lain, ruang lingkup kekuatan Sirius melampaui apa yang mereka bayangkan. Jika teori mereka sekarang ini sedang menempati menara itu benar, maka jangkauan kekuatannya meluas hampir ke seluruh kota. Tentu saja, ada tingkat perbedaan dibanding intensitasnya di alun-alun, tetapi—

“Sekarang, sih. Rasanya lagi dipermainkan. Tak ingin kualami lebih dari sekali. Kini aku merasakan perasaan terburuk.”

AI bergumam, sedangkan luapan amarah Garfiel yang menyelimutinya telah hilang. Dia melirik Subaru dan dagunya menyentak.

“Tapi, saudara. Misalkan kita tidak bergerak, kita bakal kena masalah, kan?”

“Apa, apa yang kau bicarakan?”

“Kau menyadarinya, saudara, dan sesudah mendengar kata-katamu, kami pun menyadari ada yang ganjil. Seandainya perasaan ini menyebar ke seluruh kota … bagi orang biasa yang tidak tahu situasinya, mustahil mempertahankan kewarasannya, bukan?”

“—ah!”

Sewaktu mempertimbangkan fakta yang AI ucapkan, skenario terburuk terlintas di benak Subaru. Garfiel dan Subaru pun saling berpandangan, dia juga membayangkan skenario yang sama dan tersentak. Mendadak, mereka langsung beraksi, mulai berlari cepat gegabah. Tujuan mereka adalah selter terdekat.

“Ah, tunggu aku!”

Melihat mereka berdua pergi, AI yang lebih lambat buru-buru mengejar mereka dari belakang.

Selagi cemas, Subaru benar-benar tidak sembunyi-sembunyi saat berlari maju sembrono. Langkah Garfiel lebih kuat dan cepat dari Subaru, sekejap mata dia sudah meninggalkan Subaru. Bayangannya menghilang di pertigaan jalan berikutnya.

Menurut peta, pasti ada tempat berlindung di sudut tempat Garfiel menghilang.

“Apakah jalan ini aman!?”

“Garfiel bergegas masuk tanpa ragu-ragu. Semestinya tidak ada orang di sana!”

Menjawab teriakan dari belakang, Subaru tiba di sudut, tertinggal jauh di belakang Garfiel. Tak kehilangan banyak momentum, dia berbelok di penghujung dan melihat pondok batu.

Tergesa-gesa menuju pintu yang terbuka, mengonfirmasi memang ada tangga yang terhubung ke tanah, dengan panik lari menuruni tangga, penglihatan mengaburnya terbuka—

“Kau … bercanda ….”

—tersebar darah dan penyesalan, pemandangan neraka membentang di hadapannya.

 

 

“Mereka membunuh dan membunuh … hanya seperlima yang masih bernapas. Dan orang-orang itu mesti dirawat sepenuhnya. Situasi ini beneran terburuk.”

Mengenai pemandangan horor itu, AI menggigit perasaannya dan suara tercekiknya menggumam. Subaru yang tengah duduk di samping, tak punya energi untuk merespon.

Di selter yang buru-buru mereka serbu, para pengungsi saling membunuh, menyebabkan malapetaka perang saudara.

Argumen awal kemungkinan besar masalah sepele.

Terpaksa masuk ke ruang sempit, sesak. Takut akan siaran tuntutan Kultus Penyihir.

Selama itu juga, pikiran gelap menyelinap masuk ke hati mereka. Apabila mereka menuruti tuntutan Kultus, maka situasinya akan membaik, kan? Apa oke-oke saja kita mengambil tindakan?

Gagasan-gagasan muncul itu membangkitkan tindakan, dan tindakan membutuhkan kontak orang lain. Akan tetapi, kontak selanjutnya belum tentu bagus.

Konflik meledak-ledak antara Garfiel dan AI di jalan adalah hasil dari itu.

Namun Subaru tidak ada di selter untuk menenangkan semua orang. Pertengkarannya kian menjadi-jadi sewaktu perasaan semua orang bergabung dan menyebar, menjangkit daerah sekitar, menggandakan efeknya.

Kala emosi naik-turun, keresahan jadi tak tertahankan, tumbuh menjadi kekejian, dan menghasilkan tragedi.

“Kita ga boleh biarin para penyintas tidur, gua bisa rawat luka mereka. Tapi penguburan orang mati … kita tunda dulu. Kapten, apa sudah hubungin mereka?”

“Sudah. Taring Besi seharusnya dalam perjalanan. Aku pikir mempercayakan para penyintas kepada mereka tak apa. Masalahnya, setelah itu ….”

Subaru meremehkan tingkat bencana yang didasari tak wajarnya peningkatan emosi.

Intensitas gelombang emosi yang melintasi melalui orang-orang yang terperangkap dalam selter tertutup itu tidak terkira. Tentu saja tidak seorang pun sanggup mempertahankan sikap positif dan optimis tersebut; akan tetapi, di antara emosi-emosi negatif, suasanannya adalah perbedaan luar biasa.

Sekiranya perasaan awal hanyalah kesedihan, ratapan, atau keputusasaan, tanpa inisiatif untuk menerapkan tindakan, orang-orang akan baik-baik saja.

Seumpama emosi awalnya adalah kemarahan, atau sesuatu serupa, hasilnya adalah pemandangan yang mereka saksikan saat ini.

“Terpaksa menjebak mereka sendiri di selter ini … emosi itu bisa jadi salah satunya adalah kebencian.”

Andai kata kemampuan Kemarahan adalah sesuatu yang mirip-mirip berbagi emosi, maka semakin banyak orang di bawah lingkungan pengaruhnya, makin efektif pula kekuatannya.

Singkatnya, misal orang adalah cermin, sinar cahaya apa pun yang berasal dari mereka akan dipantulkan kembali tanpa batas sebab banyaknya pantulan. Dalam kasus Kemarahan, ganti cahaya dengan emosi.

Bahkan kontak tersederhana sama orang lain akan mengarah ke akhir mengerikan.

Di tempat tak nyaman dan penuh rasa takut, kekuatan ini mendesak setiap orang untuk berjalan sendirian.

“Sungguh menjijikkannya ….”

“Kapten, bagaimana kalo kita yang urus ini? Biar kita bilang bakal datengin setiap selter, kalau semuanya seperti ini ….”

Setelah selesai menyembuhkan, dahi Garfiel berkeringat dan mukanya tidak tenang. Memahami alasan kerisauannya, Subaru gelisah merangkai kata-kata jawabannya.

Apa pun yang terjadi, Subaru tidak dapat mengatur pikirannya. Mendatangi berbagai selter, mengumpulkan pasukan, menyuruh semua orang untuk tidak menyerah; tak ada tindakan yang salah.

Namun situasi mepet ini tidak memperkenankan Subaru pelan-pelan mengitari kota.

Segelintir orang yang bersedia bertarung sepertinya sumber tragedi itu; hati mereka menyebabkan perselisihan. Selter-selter larut dalam gumpalan emosi; barangkali membujuk para pengungsi yang tersisa untuk pergi bisa meningkatkan taraf kelangsungan hidup masing-masing.

“Tetapi kiranya kita melakukan itu dan gagal merebut kembali menara, mereka semua bakal mati.”

Bagaimanapun, selter-selter ini ada di kota Pristella.

Dirancang untuk melindungi warganya dari potensi banjir yang semisal dialami kota Bendungan; sekarang ini Subaru kewalahan dan bendungannya dibuka, orang-orang yang meninggalkan selter karena takut akan rekan-rekan mereka pasti mati.

Antara tinggal di dalam atau pergi keluar, pilihan mudah tidak ada.

“Kapten ….”

“….”

Seketika Subaru berkubang dalam keraguannya, Garfiel memanggil.

Itu ekspresi dan suara yang mencari-cari jawaban dan suaka Subaru. Sosok seseorang yang mencari satu-satunya cahaya yang bisa diandalkan dalam dunia kegelapan, mencari bimbingan dan kepastian.

Bagiamana Subaru menanggapi ungkapan tersebut?

Menyambar solusi? Dia pun sama. Melihat cahaya dalam kegelapan? Subaru juga tersesat.

Namun tidak ada gunanya mengeluhkan kelemahannya. Menyalah-nyalahkan, murka kepada surga, itu takkan menyelamatkan seorang pun. Kalau dia punya waktu untuk mengeluh, sebaiknya dia mengatakan sesuatu bermakna.

Apa pun yang bermakna, tidak apa-apalah, asalkan itu berarti bagi seseorang.

“Kapten ini, Kapten itu … serius, kek memegang jimat andal dan berguna, nak. Sungguh tingkah yang luar biasa, membuatku berkaca-kaca, tidak bohong.”

Akan tetapi, orang yang memecah kebisuan Subaru adalah pria bertangan satu. Punggung bersandar di dinding, tatapan AI beralih dari pandangan menakutkan Garfiel.

Sikap apatisnya membuat Garfiel terdiam.

“Hah? Maksud lu apa, bangsat ….”

“Kau tidak paham tanpa penjelasan? Maksudku ya kataku. Tidak ingin berpikir dan mewakilkan penilaianmu kepada orang lain itu mudah. Memangnya Kapten itu semacam mantra sihir bagimu? Bisa menemukan solusi apa pun, memangnya dia semacam Superman terkenal?”

Perilaku mengejek AI menginterupsi Garfiel.

“Dari itu saja aku tahu betapa kau sangat mengandalkannya, tapi apakah dia sungguh-sungguh bisa diandalkan? Soal kekuatan, kau lebih unggul, tidak usah ditanya lagi. Soal kecerdasan, pasti ada orang di luar sana yang lebih baik dairnya. Dan keberuntungan? Walaupun kau berani menyebut keberuntungan di situasi seperti ini, tidak akan ada orang yang mempercayaimu, ya?”

“Tutup mulut lu! Lu ga boleh ngejelekin Kapten kek gitu! Emangnya lu tau kekuatannya? Orang ini menakjubkan banget!”

“Dia kuat, dia luar biasa, apa kau ini anak bocah? Mana kekuatan itu? Kalau dia semenakjubkan ucapanmu, dia sekarang sudah melakukan sesuatu. Atau kau bilang dia sudah memikirkan sebuah solusi, dan berpura-pura tidak tahu saja?”

Sekalipun Garfiel mulai berteriak, nada ironis AI tidak goyah. Sewaktu mengintip wajah Subaru, Subaru merasa tidak bisa membiarkannya.

Melihat reaksi Subaru, badan AI menegak, dan lanjut bilang, ‘Lihat itu?’

“Bertanggung jawab atas segalanya, membuat semua solusi, itu cakap, kan. Hak istimewa protagonis. Namun kebanyakan orang awam tidak sanggup menjalani misi itu; mereka tidak cukup kuat. Tentu saja aku pun sama, bahkan bromu sama. Lalu kenapa kau menyuruhnya menanggung semua itu? Jangan taruh terlalu banyak harapan padanya, ya? Menyedihkan banget!”

“….”

Subaru tidak tahu apa yang ingin dikatakan AI.

Mungkinkah dia sekali lagi dipengaruhi Kemarahan? Andai benar, perasaan macam apa yang mendominasi hati AI?

Kemarahan? Kesedihan? Sesuatu lainkah?

Dia terlihat sangat marah, tetapi sedih pula, dan juga mengejek, bahkan mencari tahu apa yang dia rasakan ketika itu tidaklah mungkin.

“Hei, saudara. Apa yang mengganggumu selama ini?”

“Yang menggangguku? Semua ini ….”

Cara menyelamatkan kota ini. Menemukan kesimpulan tanpa menyakiti orang-orang yang kabur ke selter.

Bagaimana cara menyelamatkan Emilia. Menyembuhkan Rem. Mengusir Kultus Penyihir. Mencari jalan terbaik, tempat semua orang diselamatkan.

“Cara terbaik melayani putri terhormatmu—apa kau bahkan tidak mampu mengatakan itu?’

“….”

Mendengar kekecewaan suara AI, Subaru pelan-pelan mengangkat kepalanya.

Tanpa bergerak, AI mengamati Subaru. Karena wajahnya ditutupi helm, ekspresinya tidak kelihatan. Namun, entah bagaimana, Subaru merasa sangat cemas.

“Aku hanya memedulikan putri … tentang Priscilla. Jadi semua orang lain, terang-terangan saja, sama sekali tidak relevan bagiku. Contohnya, bertindak bersamamu, saudara, aku melakukan itu supaya bisa meningkatkan peluang hidupku dan bertemu sang putri.”

“AI ….”

“Jadi, aku tidak mengerti perasaanmu sepenuhnya, saudara. Ini penting, itu prioritas …. Karena itulah, mustahil kau melihat hal paling pentingnya. Berusaha menyelesaikan segala sesuatu atau apalah itu, bukankah malah membuatmu menjadi seorang pria klise yang tidak tahu cara bertarung demi sesuatu yang kau anggap paling berharga?”

Lidahnya mengklik, AI mencekik semacam emosi.

Bahkan Garfiel tidak menemukan jawaban tindak-tanduk dingin itu. Dan Subaru yang memikul beban terberatnya, terdiam.

“Nona berambut perak itu paling penting bagimu, bukan, saudara? Seumpama kau menyelamatkannya, jangan pikirkan keraguan dan bertindak saja. Bakalan mudah.”

“… jangan bilang begitu padaku. Aku pasti akan membunuh keparat yang menculik Emilia. Bagaimanapun, aku tidak punya rencana konkret. Ini tak semudah perkataanmu.”

“Tetapi tugas menyelamatkan semuanya jauh lebih sulit. Jika kau mengurangi beban, tubuhmu akan lebih ringan, ruang lingkup jangkakuanmu meluas. Benar begitu?”

Perlawanan lemah Subaru ditangkis lancar oleh AI.

“Apa kau mencoba menjadi santo atau pahlawan? Bila iya, kau harusnya punya batas.”

Mengangkat bahu, AI menganggap kebingungan Subaru konyol. Subaru sendiri merasa perilaku tersebut tidak dimengerti.

Tatkala dia bertengkar sama Anastasia di Balai Kota, orang yang menurutnya keras kepala dan anggap sekutu adalah AI.

Orang yang menyetujui perjuangan mati-matian demi kepuasan diri sendiri juga AI. Setelah sampai di sini, mengapa pendapatnya berubah?

“Yang kau utarakan sekarang berbeda penuh dari sebelumnya? Apa kau tidak tertarik menjadi sekutuku, dan itu benar?”

“Tidak, tidak, kau betul-betul salah. Aku tidak bilang memuaskan diri sendiri itu salah. Tetapi tingkatan kepuasan diri tersebut topik lain. Gagasanmu yang ingin menyelamatkan semua orang, saudara, telah tertolak saat melihat horor selter ini, kan? Kalau begitu, cukup sudah, kan? Blak-blakan, nih, seandainya kau hanya menjaga hal penting bagimu, menyelinap kabur dari sini bukan sesuatu yang salah, benar?”

“Kabur … maksudmu melarikan diri? Di waktu-waktu ini?”

“Apa salahnya? Di tempat dirimu merasa sangat tak berguna, apakah memilih kabur itu salah nian? Sesudah aku menemukan sang putri, aku berniat kabur dari kota. Dengan cara ini aku tak berkewajiban atas orang-orang di sini, atau moral mengenai kemanusiaan dan semacamnya.

Jemarinya masuk ke leher helmnya dan menggaruk pelan, AI menoleh dan melihat Subaru yang terdiam.

“Kau bisa melakukannya juga, saudara. Selamatkan saja nonamu … Emilia seorang, dan larilah, maka kau akan baik-baik saja. Lagipula, hama seperti Kultus Penyihir akan kembali kendati dikalahkan di sini. Sebagaimana para begal di pinggir jalan, ya? Kau akan kehilangan sesuatu hanya dari berhubungan dengan itu.”

Hanya ada satu jawaban dari saran AI.

Kultus Penyihir adalah hama; perasaan Subaru sama soal ini. Dan mereka dapat menodai bahkan orang-orang yang tak berhubungan adalah sesuatu tak tersangkal.

Tetapi mereka adalah orang-orang yang memicu bencana itu. Subaru mesti beraksi untuk menghadang kedatangan percikan tersebut.

Menurut AI, dia tidak punya alasan untuk ikut campur.

Tentu saja situasi berbahaya Emilia tengah berada sekarang adalah masalah lain. Bahkan berasumsi Emilia tiada hubungannya dengan situasi tersebut, Subaru dari awal tak punya pilihan untuk melarikan diri.

Dan pertanyaannya adalah mengapa. Yah, itu karena—

“Dan apabila memang perlu diatasi, bukan harus dirimu, saudara. Lantas mengapa kau sengotot ini?”

“Seketika seorang anak lari menuju persimpangan jalan macet tanpa memerhatikan lampu lalu lintas, sebelum berpikir mengapa, aku langsung saja menariknya ke trotoar … mungkin seperti itu.”

“….”

AI mendesau terhadap jawaban jelas Subaru.

Jawabannya barusan mentah, sedikit bagiannya masih membingungkan. Tapi begitu dia berpikir sebentar, Subaru bisa menyemburkan jawabannya, dan rasa sesak dadanya hilang.

“Aku tidak repot-repot memikirkan semua orang. Sebab kau di ini, aku akan mencoba melakukan hal itu, satu per satu berpikir, ah, karena aku di sini, aku bisa melakukan sesuatu. Ada banyak tempat yang takkan sanggup kujangkau, seperti yang dibuktikan orang-orang di sini. Namun ….”

Tidakkah berpikir segala sesuatu di luar jangkauan ujung jarimu adalah pengecut dan tercela? Subaru menganggap tujuannya sebuah kewajiban.

“Kap ….”

Ketika dia mulai mengatakan sesuatu kepada Subaru yang merespon setenang itu, Garfiel nampaknya menahan diri.

Sekarang Garfiel ragu bilang, Kapten; saat AI baru saja menunjukkan pengandalan Garfiel, dia barangkali mencoba menahan kebiasaannya.

Subaru merasa senang oleh kekhawatiran Garfiel. Di waktu yang sama, dia menyadari sesuatu. Pemikiran mendadak.

Kudeta ajaib yang dapat digunakan untuk memanfaatkan Wewenang Kekuasaan Kemarahan.

“Garfiel, jangan ragu, oke? Panggil saja aku seperti biasanya.”

“….”

“Biarpun awalnya kau sedikit membuatku malu, rasa malu itu telah lama hilang. Meski tidak menjamin aku mampu memenuhi ekspektasi, selama bisa dilakukan, akan kulakukan.”

Subaru tidak tahu bagaiman sosoknya tercermin pada pandangan penuh harap Garfiel.

Walau di tempat yang Garfiel anggap keputusasaan, dia melihat matahari terbit di tempat Subaru berdiri, tepatnya hasil dari usaha Subaru. Dan seorang gadis muda penyendiri, yang suatu kala menolak segalanya, merasa sama.

Maka dari itu, Subaru tak punya pilihan lain selain bertanggung jawab atas perbuatannya.

“… ya. Ya, bener banget, Kapten. Gua yang hebat ini juga bakal bantu, ga peduli sebesar apa kekuatan yang diperluin. Selama lu kaga bilang hal ga guna, nanti bakal baik-baik aja.”

“Okelah. Kalau begitu aku akan mengandalkanmu. Sesudah mempercayakan yang terluka di sini ke Taring Besi, kita harus balik ke Balai Kota secepatnya. Lagian Anastasia barangkali memikirkan hal yang bertentangan.”

Berdiri dan menepuk-nepuk badan, Subaru juga menghampiri Garfiel yang kepalanya masih menunduk, lalu menepuk pundaknya.

Seusai melihat Garfiel menguat bersama suasana menyegarkan, Subaru menoleh ke AI yang terdiam.

“Pikiranku telah membulat. Biar berbeda dari harapanmu.”

“… sesukamu, saudara. Paling tidak, kecuali aku memastikan tidak bisa menemukan sang putri, sebelum jadi sia-sia nempel bersamamu, akan kuikuti kau ke manapun, saudara.”

Sekalipun usulannya ditolak mentah-mentah, AI menjawab tanpa kecewa.

Bahkan jika bingung oleh sikap itu, langkah kaki Subaru ke luar dari selter, bersiap beraksi begitu bala bantuan datang.

Di belakangnya, bersama Garfiel, AI mengikuti dari jarak agak jauh.

Sewaktu memandangi punggung dua orang yang sedang melangkah maju, satu tangan AI bergerak ke belakang lehernya dan menopang, lalu menghembuskan napas yang sangat-sangat panjang.

“Seperti ini … begitu kau harus menanggapi harapan semua tipe orang, kau akan menjadi apa? Lagipula tanpa pengalaman menyakitkan itu, kau tentu takkan tahu.”

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
19 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
NhyNos

Thanks min
Gambatte!!!

Pecundang

First

Echidna

Mantap, jadi penasaran backstory si Al, lanjutkan min semangat,

Marcell

D tunggu lanjutannya babang admin yg tamvan

Jager

Thanks, min.
Semangat terus, lanjutkan min!

subaru naik haji

woi update mpik

anonym401

min update lgi dong gw gk sabar nih !!!

Jager

Sama .-.

Wkwkwland

Min, masih belum lanjut lagiii?
:((

mazari

minnn lanjutin donggg T_T)

Regulus

Ane udah terlanjut seneng sama translate-an di sini nih min, kapan lanjut nih min

DRAKSEID07

Udah seneng nih gw ama TL dari lu..
Udah juga gw marathon dari Interlude Arc.3 ampe nyusul translate’n lu min..
Jadi kapan lagi lu lanjut min ?
Udah seru”ny min..

フル君

Penasaran banget dah sama si AI, pengen banget ada 1 chapter bahas asal usul dia..
Apa mungkin dia juga di isekai sama si satella 0_0

Mantap min..
Lanjut..

Xxrckk

Kalimat terakhir Al bener² ngeremehin Subaru. Dia kagak tau neraka apa yg udh diliat Subaru sampe saat ini :v

Hikari D dragneel

Padahal subaru gampang bunuh kultus penyihir tinggal bilang kalo dia bisa bangkit dari mati abis itu pada modar

Dicky Dyan Nugraha

Subaru :Andai kau tau AL, sudah berapa kali aku merasakan kesakitan.