Share this post on:

Yang Menanti Jauh Melebihi Neraka

CH 70

Penerjemah : DarkSoul

――Apa yang dia lihat?

{――――}

Teriakan tangis yang memekakkan telinga, Emilia menangis memanggil-manggil nama Subaru.

Mayat Subaru bersandar lemas di tempat tidur, matanya yang terbuka lebar tidak tampak kehidupan di dalamnya.

Yah, tentu saja. Tenggorokannya ditusuk belati, dan kehilangan begitu banyak darah, tidak mungkin dia masih hidup.

Tidak setiap hari kau bisa melihat mayatmu sendiri.

Rasanya membingungkan, seakan jiwanya sudah keluar dari raganya, menjadi hantu dan dipaksa menonton kejadian di depannya.

Meskipun dugaan itu salah kaprah, hal yang mendasarinya tidak.

――Subaru dipaksa menonton kejadian setelah kematiannya.

{――――}

Perabotan ruangan, orang-orang yang hadir di sini, dan sosok malangnya yang telah mati.

Kalau disimpulkan, Subaru menyadari persis apa yang terjadi di sini.

Itu adalah hasil dari aksi cerobohnya setelah mengalahkan Uskup Agung Dosa Besar, Petelgeuse Romanée-Conti, dan menyelamatkan Emilia, ketika dia pertama kali mengetahui kabar hilangnya Rem.

Setelah mengalahkan Paus Putih, Uskup Agung Kemalasan, dan menyelamatkan Emilia serta Penduduk Desa Arlam, Subaru sangat gembira sekaligus merasa buruk bak dijatuhkan ke dalam jurang tak berujung setelah mengetahui bahwa Rem menghilang.

Subaru mengendarai kereta kuda sampai ke Ibukota ―― di sanalah dia menemukan Rem tertidur di Mansion Crusch Karsten, dan begitu Subaru memastikan kesadarannya menghilang, dan tidak ada yang bisa mengingatnya, Subaru langsung bunuh diri dengan menikamkan pisau ke tenggorokannya.

Subaru melakukannya dengan sengaja, tidak memikirkannya terlebih dahulu.

Subaru bunuh diri karena menolak pemandangan di depan matanya, untuk meminta Return by Death, kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan memperoleh apa-apa yang terenggut darinya.

――Tapi, tindakan terburu-buru ini tidak berhasil, dan waktu Subaru kembali setelah bunuh diri adalah tepat sebelum dia menikam lehernya, sesudah menemui Rem yang tertidur pulas.

TItik perulangan Return by Death telah diperbaharui.

Penentuan waktu tak berdasar menyabet satu-satunya cara Subaru menyelamatkan Rem, dan sekali lagi dirinya terjatuh ke kedalaman jurang hampa.

Setelahnya, Subaru membulatkan tekadnya dan bersumpah tuk mengembalikan Rem, tapi sampai sekarang belum terwujud, namun—

“Bukan … salahku … Ini … bukan salahku. Aku tidak tahu …… Aku tidak pernah melihat kejadian ini” ucap Subaru.

Dia tidak pernah melihat kejadian ini sebelumnya.

Yah tentu saja. Dalam dunia itu Subaru sudah mati.

Meskipun dapat kembali lagi dengan cara mati dulu, Subaru tak pernah tahu kelanjutan dunianya. Lebih tepatnya, tidak tahu cara mengetahuinya.

Sampai sekarang pun Subaru tidak pernah mencari tahu hal itu.

Mengalami kematiannya sendiri, mengulang kembali dunia, lalu menyusuri jalan yang berbeda sehingga mampu menghindari akhir buruk, dunia tempatnya mati tidak memberinya informasi lebih tentang Bagaimana dia mati, dan tidak lebih dari tempat transit belaka.

Menganggap dunia-dunia itu sebagai tempat persinggahan, semata-mata demi menuju masa depan yang diinginkannya, dan menggunakan Return by Death dengan sebaik-baiknya, Subaru bahkan menganggap dunia ini tidak lebih dari tempat singgah.

Tapi sekarang ―― dunianya bergoncang.

“Berhenti. Berhenti berhenti berhenti berhenti berhenti berhenti berhenti menghentikannya tolong hentikan!”

Menolak kejadian di depan matanya, Subaru menjerit keras.

Tapi, tanpa tenggorokan dia tidak bisa bicara, tidak ada mata untuk mengalihkan pandangannya, dan tidak ada telinga yang bisa dia tutupi, dunia terus menjejalkan kejadian itu ke kepala Subaru.

――Sebagai hukuman atas perbuatan serampangan yang dia lakukan.

“Emilia-sama, apa――!” panggil seseorang

Mendengarkan celotehan Emilia, seseorang melangkah masuk ke arena yang menghebohkan.

Seorang pria tua, mengenakan pakaian kepala pelayan baru yang menutupi tubuh berototnya, langkahnya tidak menunjukkan luka pasca pertempuran – pria tua itu adalah Wilhelm.

Menyelip ke dalam ruangan, orang tua itu terdiam saat melihat pemandangan di depan matanya.

――Bahkan sang Pedang Iblis Wilhelm bisa menampakkan wajah tercengang begitu.

Subaru dihujamkan dengan pemikiran tidak masuk akal ketika menatap Wilhelm secara langsung.

Semenyimpang itulah Wilhelm dari ekspresi biasanya, tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat melihat mayat Subaru.

“Ada apa …… tidak, tidak sekarang …… Subaru-dono!” panggil Wilhelm.

Akan tetapi kebingungan Wilhelm hanya berlangsung sesaat.

Menggelengkan kepala guna menepis keterkejutannya, dia menghampiri Subaru yang terbaring. Emilia nempel terus pada mayat tak bernyawa itu, tidak menyadari keberadaan Wilhelm.

“Subaru …… Subaru, kau …… pembohong …… kau bilang … kita akan bersama ……” Emilia menangis.

“Emilia-sama, tolong maafkan saya!”

Selagi Emilia mengutuk pengkhianatan Subaru, Wilhelm mendorongnya ke samping dengan lembut agar bisa melihat mayatnya secara langsung. Tubuhnya lemas dan terlunglai jatuh ke lantai, tetapi Wilhelm mengalihkan perhatiannya dari Emilia ke Subaru, mencoba menyadarkannya, mayat itu berendam simbahan darahnya sendiri.

“—————“

Wajahnya muram, Wilhelm melepas jaketnya dan menggunakannya tuk menutupi tenggorokan Subaru, lalu tanpa ragu menarik belatinya. Darah menyembur keluar, menodai wajah Wilhelm, tidak berkedip sedikit pun dia menyumbat pendarahan lehernya.

Pendarahannya berhenti, Wilhelm memompa dada Subaru yang tidak berdetak, mencoba menghidupkan kembali jantungnya.

“Ferris! Felix! Sini cepat! Keadaan darurat! Cepat!!” teriak Wilhelm.

Menujukan teriakannya pada seseorang di luar ruangan, Wilhelm menekan luka Subaru berusaha menyadarkannya. Akan tetapi, volume darah yang hilang terlalu besar. Tubuh dan wajahnya pucat pasi, semua orang yang melihatnya tahu dia sudah mati.

Meski demikian, Wilhelm tidak menyerah.

“Pak tua, kenapa kau teriak-teriak … apa ―― hk!!” kata Ferris yang terkejut.

“Felix, cepat! Pisau ini melubangi tenggorokannya! Tidak boleh terlambat sedetik pun!”

“————–!”

Menanggapi panggilannya, Ferris mengangguk pada perintah Wilhelm, tangannya diselimuti dengan aura bergelombang biru selagi mengalirkan sihir penyembuhan ke tubuh Subaru yang terbaring.

Menatap mayatnya sendiri, keseriusan wajah Ferris belum pernah Subaru lihat sebelumnya.

“Sudah … cukup … itu tidak berguna. Tidak akan berhasil. Kau tidak lagi bisa menyelamatkannya…….”

Apa pun yang mereka lakukan adalah hal yang sia-sia.

Dalam ingatan Subaru, tidak ada yang bisa diselamatkan setelah percobaan bunuh diri ini.

Natsuki Subaru sengaja menusukkan sebilah pisau ke tenggorokannya sendiri karena menolak kenyataan, meninggalkan luka yang tak dapat diperbaiki oleh hati orang-orang di sekitarnya, sementara dia sendiri menghilang tanpa merasakan sedikit pun rasa iba.

Itulah faktanya. Upaya kedua orang itu akan sia-sia.

“Kau tidak boleh mati! Aku benar-benar tidak akan membiarkanmu mati! Jika aku kehilangan orang yang berjasa bagiku, hidupku akan penuh rasa malu ……!” teriak kakek Wilhelm.

“Kenapa dia berbuat hal sebodoh ini…tch”

Wilhelm berteriak, menekan lukanya, sedangkan Ferris menggumamkan keluhannya sambil merapalkan sihir paling lembut di dunia ini.

kejadian ini, dan emosi mereka, terus menyerang jantung Subaru.

Kendati mereka sudah sangat berusaha—

“――――”

“Felix! Kenapa!? Kenapa kau berhenti menyembuhkannya!? Kalau kau terus melanjutkannya……”

“Sudah berakhir, kakek tua Wil. ――Jiwanya sudah tidak lagi di sini”

Wilhelm mendekat, tapi Ferris mendorongnya. Menarik Pedang Iblis, Wilhelm mengambil sapu tangan dari sakunya dan menghapus luka Subaru. Luka itu telah tertutup sempurna, dan mustahil jika lukanya terbilang fatal. Tubuh Subaru ke keadaannya beberapa menit yang lalu.

Kecuali, baik volume darah yang tumpah maupun jiwanya, tidak kembali.

Menatap wajah pucat Subaru dan tak bernyawa, dengan lukanya yang sudah diseka, Wilhelm menggelengkan kepalanya,

“Kenapa …… kenapa kau melakukan ini! Kenapa kau … dengan entengnya …… Subaru-dono, kau ……!”

Tinjunya menghantam lantai, terdengar suara retakan keras.

Darah bercampur dengan papan lantai yang retak saat kepalan Wilhelm menabraknya. Buku-buku jarinya meneteskan darah, Wilhelm menggigit bibirnya seolah menahan penyesalan.

Tepat di seberang Wilhelm yang wajahnya penuh emosi, Ferris menatap Subaru dengan ekspresi sedih. Telinga kucingnya mengendur saat melihat mayat tanpa ekspresi Subaru.

“…..Dasar lemah, pengecut. Kau baru saja meninggalkan semua orang yang penting bagimu ……. menimpakan semua rasa sakit dan penderitaan kepada orang lain …… apa kau puas sekarang?”

Cercaannya terlampau kasar, dan terlalu lembut jika dianggap kutukan.

Kerumitan emosi yang tersembunyi dalam suara Ferris terlalu puitis sampai-sampai kepala Subaru tidak bisa memahaminya .

Tapi itulah reaksi Wilhelm dan Ferris.

――Bahwa Subaru telah melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka perbaiki.

“――――” Emilia terdiam.

Pikirannya benar-benar berhenti.

Apa yang dia lihat sekarang?

Subaru tahu. Subaru tahu kenapa dia menyaksikan ini.

Subaru dipaksa menyaksikannya sebagai hukuman atas dosanya sendiri.

“――Emilia-sama?”

Wilhelm tiba-tiba memanggil namanya.

Suaranya terdengar tengah bertanya-tanya karena Emilia mendadak berhenti menangis, dan tubuhnya yang ambruk tidak lagi gemetar.

Menyadari perubahan ini, ekspresi Wilhelm terasa sakit. Rasa kehilangannya, seberapa besarkah rasa itu bagi Emilia? Wilhelm memasang ekspresi begitu karena dia menyadarinya.

Orang tua itu menutup matanya, dan berdiri.

Kemudian, dia menghampiri Emilia, dan mengulurkan tangannya berniat membantunya berdiri.

“Saya sangat minta maaf, Emilia-sama. Tapi tidak baik bagi kesehatan anda jika terus murung begini. Tolong, jaga diri anda—-“

“Dia bilang padauk…”

“Emilia-sama?”

“Walaupun sudah menyatakan cintanya padaku……..!”

Berbaring miring di lantai, memeluk lututnya, Emilia meringkuk seperti bola dan menjerit.

Kau seperti anak kecil saja“, tidak seorang pun di ruangan itu yang berani mengatakan itu. Wilhelm mengerutkan alisnya seolah menahan rasa sakitnya, bahkan Ferris pun berbalik, tidak tahan menyaksikan kesedihan Emilia.

“Eh?”

Bingung, mata dan mulut Ferris terbuka lebar sambil bergumam sendiri .

Seakan dipancing oleh gumamannya, Wilhelm mengikuti tatapan Ferris, dan tercengang.

“――――” Wilhelm tampak terkaget-kaget.

――Di hadapan mereka, mayat Subaru yang seharusnya sudah wafat itu, duduk.

“———!?”

Dihadapkan dengan pemandangan yang tidak dapat dimengerti ini, bahkan kesadaran Subaru pun tercengang.

Mayat yang bangkit itu melemaskan anggota tubuhnya, dengan gerakan bak boneka mekanis, mayat itu berdiri dan memiringkan kepalanya sembilan puluh derajat ke samping, matanya perlahan terbuka.

Tatapannya yang tidak fokus, matanya yang berkilau, melirik seluruh ruangan.

ψ

“Feli……”

“Mustahil! Tubuhnya sudah mati sepenuhnya! Penyembuhannya gagal!”

Wilhelm memanggil Feris seolah-olah bergantung pada untaian harapan terakhir, tetapi Ferris memotong panggilannya, meneriakkan isi pikirannya.

Mendengar ini, Wilhelm langsung memutuskan tindakan selanjutnya.

Dan tindakan itu adalah—

“Subaru-dono, maafkan aku――!”

Bahkan kurang memadainya pedang tidak melemahkan skill Pedang Iblis.

Wilhelm berjongkok untuk mengambil jaket yang dihamparkan di lantai, melipatnya meski bersimbah darah Subaru, dan menerjang ke depan sekuat tenaganya bagaikan lintasan tombak.

Dengan cepat dan penuh darah, ujungnya menembus udara sebagai tombak kain. Serangan itu merupakan teknik Tombak Kain, Wilhelm terlebih dahulu memukul Subaru yang sedang bangun.

Incarannya tidak bimbang, dan ujung jaket tampak hendak menembus wajah Subaru――

“———!”

—–Riam bayangan melebar dari kaki Subaru dan menelan kain runcing itu, menangkal serangan Wilhelm.

Melihat bayangan yang muncul tiba-tiba itu, Wilhelm langsung menarik lengannya ―― tetapi tidak bisa menghindari dampak serangannya. Tiga jari di tangan kanannya buntung, dimakan bersamaan dengan jaketnya.

Melesat mundur, meneteskan darah, Wilhelm mendecakkan lidahnya selagi menjaga jarak dari Subaru yang sekarang sudah berdiri.

“Felix! Bawa Emilia-sama pergi dari sini, sekarang! Aku akan menahannya!”

“Aku bahkan tidak punya pedang …… yang aku punya hanya sebuah belati!”

Berguling ke sudut ruangan, Ferris mengoper belati di pinggulnya kepada Wilhelm. Pak tua menangkap operannya dengan tangan kiri, Wilhelm menarik pedang dari sarungnya dengan tangan satunya dan bergumam “Tidak biasa menggunakan senjata pendek”

“Keluar dari Mansion, ikuti perintah Crusch-sama—-tidak, itu tidak berguna. Felix, gunakan wewenangmu. Bawa para ksatria ke sini”

“Bukankah lawanmu itu sedikit sulit, Wil tua?”

“Ia sama kuatnya dengan Paus Putih atau bahkan lebih kuat …… sesungguhnya apa yang merasuki Subaru-dono…….”

Mengukur kekuatan lawannya, Wilhelm menahan napas saat butiran keringat mengaliri kulitnya.

Di hadapan Pedang Iblis yang waspada, lengan Subaru tetap terjuntai di samping tubuhnya sambil melirik kesana-kemari, sedangkan bagian atas tubuhnya bergoyang-goyang.

Mayat itu tidak punya pikiran. Mungkin malah tidak sadar.

Pertanyaannya adalah, sekalipun keadaannya begitu, apakah mayat itu memiliki kesadaran yang cukup sampai dapat mempertahankan dirinya?

Dengan waswas, Wilhelm terus memelototi Subaru yang berubah.

Sementara itu, menyaksikan semua kejadian ini membuat kesadaran Subaru terperangkap dalam badai penuh pertanyaan.

Situasi sekarang benar-benar sudah berubah.

Dipaksa menyaksikan dosanya sedangkan hatinya hancur berkeping-keping, Subaru kini melihat dunia yang berjalan dengan aneh.

Apa-apaan ini?

Benarkah ini sungguh-sungguh terjadi? Jika tidak, lalu apa ini? Mengapa kesadarannya hidup di sini.

Subaru tidak bisa memahaminya. Semua hal ini sama sekali tidak masuk akal, tapi …

“Felix! Bawa Emilia-sama――!”

“Iya-iya, aku ngerti! Emilia-sama, mari kita ……!?”

Menanggapi desakan Wilhelm yang membuatnya panik, Ferris melintasi ruangan dan dengan kasar membangunkan Emilia yang tidur terkulai. Namun wajah Ferris seketika terguncang.

Alasannya, adalah,

“Berani-beraninya kau membuat Lia menangis—-“

Mengeluarkan kabut putih, sosok kecil turun ke tengah ruangan.

Dengan bulu abu-abu, dan ekor yang panjangnya sebadan, meskipun ukuran tubuhnya sebesar genggaman seseorang namun tekanan yang dipancarkannya bisa salah sebagai hewan ganas nan besar.

Kemunculannya sudah lama ditunggu-tunggu, Roh Agung mungil melayang di tengah ruangan, menatap Subaru. Pada ekspresinya adalah keseriusan tak terduga, dan kata-katanya penuh dengan penghinaan.

“Dirimu yang menjadi kaki tangan mayat penuh dosa itu, kau berhak merasakan sepuluh ribu kematian – Penyihir”

Ruangan yang sempit itu diselimuti dengan aura membunuh yang membekukan. Menghembuskan napas putih, wajah Wilhelm menegang saat melihat Puck mengubah auranya menjadi ujung tombak beku.

“Roh…….Tidak mungkin, kecuali Emilia-sama…”

“Lia sekarang sedang tidak sadar. Sesuai dengan kontrak, aku akan mengambil tindakanku sendiri. Sang Penyihir tidak akan diampuni. Aku ’kan melindungi Lia. ―― Untuk orang yang membuat Lia menangis, tak akan kumaafkan juga dia”

“Tunggu! Bertarung di sini sekarang hanya akan-“

“Sumpahnya telah dilanggar, dan hati Liaku membeku. ――Sekarang, sudah saatnya aku mengakhiri ini”

Mengabaikan sanggahan Wilhelm, aura dingin Puck terus meningkat.

Kabut putih memenuhi ruangan, segala sesuatu di dalamnya membeku, menandai awal kematian akan semua hal. Dunia di mana bahkan napasmu pun akan membeku, aura mengancam Puck diarahkan pada Subaru seorang.

Kepala Subaru itu mendongak ke atas, menatap Puck untuk pertama kalinya.

Kehampaannya, sepasang mata hampa itu menatap Puck yang mengambang di udara, lalu, kelopak matanya mendadak mulai berkeliaran.

Kemudian,

“――――”

Ia terkikik.

Mayat Subaru memutar wajahnya, dan mencibir saat melihat Puck.

Penuh maksud jahat, mayat itu tidak lagi dapat dikenali, memasang seringai mengejek.

“――――Berhenti”

Menonton adengan barusan, kesadaran Subaru menyeru untuk berhenti sebelum malapetaka terjadi.

Tapi seruannya tidak mencapai siapa pun.

Puck mengangkat kaki kecilnya, dan saat dia menurunkannya, menjulanglah gletser kecil dari bawah ruangan, gletser itu hendak menelan mayat Subaru. Bayangan merayap dari bawah untuk menyerang balik serangan layaknya mana yang merusak ruangan sempit itu, menyapu Wilhelm dan Ferris ke dalam kehancurannya sebelum meledak ―― menjerit dan meraung beku, merobek, selagi dunia terlukis warna putih, dan warna hitam keputusasaan terlihat di isi mata Subaru, mengubur segalanya.

“――――”

Tiba-tiba, bak kekuatan telah dipotong, dunia kehilangan warnanya.

※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※

“――――”

Rasa sakit di wajahnya saat menabrak tanah membuat Subaru terbangun.

Rahangnya menabrak lantai yang lembab, mata Subaru berkaca-kaca karena sengatan rasa sakit sambil menggelengkan kepalanya.

Subaru segera mengangkat wajahnya, dengan cepat mengamati sekelilingnya. ――Tidak ada yang janggal.

“A-aku … ada di dalam Makam ……” kata Subaru.

Udara dingin dan ruang gelap, kelembapan lantai dan aroma jamur busuk — dia pasti berada di dalam Makam.

Setelah memastikan hal ini, Subaru membuka dan menutup tangannya untuk memeriksa bahwa tidak ada yang hilang dari anggota tubuhnya. Nafasnya yang megap-megap mulai teratur, sembari menghembuskan nafas dari tenggorokan untuk tetap tenang.

Tapi getaran organ tubuhnya tidak berhenti-berhenti.

“Suatu nyanyian …… itu terlalu kebetulan. Tapi, jika … atau apa sesuatu itu ……”

Apa itu tadi?

Setelah dipaksa menyaksikan tontonan itu, Subaru mulai menilai situasi di mana dia ditempatkan.

Pertama-tama, tanpa ragu, dia berada di kejadian setelah kematian Subaru.

Emilia menjerit saat melihat mayat Subaru, Wilhelm dan Ferris berusaha mati-matian menyelamatkannya ―― dan kejadian terakhir merupakan mimpi buruk di paling akhir.

Bagian pertama mengukir bekas luka di jantungnya, sementara bagian kedua menenggelamkan jiwanya ke dalam kebingungan yang tak terkendali.

“Uu, ghu――”

Saat Subaru mengingat kejadian barusan, dia langsung membungkuk menahan rasa sakit di pinggangnya sedangkan isi perutnya serta-merta keluar dari mulutnya ke lantai.

Subaru muntah, tapi dia belum makan malam. Yang keluar hanya empedu kuning dan air teh yang diminum satu jam sebelumnya.

Subaru terus muntah-muntah, mengosongkan perutnya karena rasanya seperti sedang ditarik-tarik.

Kala muntahnya yang keluar lagi dan lagi, Subaru mulai menyadari keadaan situasinya.

Di dalam Makam, jika dia tidak dipanggil ke Benteng Mimpi oleh Echidna, maka hanya ada satu tempat lain yang didatangi Subaru.

“Apakah itu … adalah Ujian? …… Bukan masa lalu … tapi Ujian kedua ……!?”

Tidak lagi Ujian pertama, yang mana Subaru harus menghadapi masa lalunya, sekarang … Ujian kedua telah dimulai.

Menyadari kemungkinan ini, Subaru berdiri di sana, tertegun.

Memang, bagi Subaru, beberapa hari telah berlalu semenjak dia lulus Ujian pertama. Tapi itu hanya berlaku untuk jiwanya, sedangkan bagi tubuh ini dan bagi dunia, hanya terhitung beberapa jam. Dengan kata lain, Subaru seharusnya tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tahap Ujian berikutnya.

Jika Ujian dimulai dengan sendirinya, maka keadaan ini sangat tidak jelas. Dan yang paling penting menurut Echidna adalah…

“Dia bilang tidak sesulit ketika menghadapi Ujian masa laluku……”

――Jika apa yang dilihat Subaru benar-benar merupakan bagian dari Ujian, kurang lebih dia merasa seakan-akan menghadapi kemungkinan terburuk dari perulangan sebelumnya.

Kejadian itu, bagi Subaru, bahkan lebih buruk dari Neraka.

Subaru telah melihat Neraka berkali-kali sebelumnya. Dia mengetahuinya.

Jika Ujian itu berarti meraih masa depan sebaik mungkin, maka Subaru siap menyaksikan Neraka lagi.

――Tapi, untuk masuk lebih dalam dari Neraka, melihat dunia yang bahkan lebih buruk dari Neraka, itu…

[Saksikanlah, masa yang seharusnya tidak ada]

“――――Apa!?”

Dihadapkan dengan Ujian nan mengerikan itu, tidak tahu apakah harus tetap tinggal atau mundur, Subaru mendengar bisikan di telinganya.

Saat tubuhnya menegang dari goncangan barusan ―― sekali lagi, merasakan sensasi alam bawah sadarnya yang berpindah ke suatu tempat.

Menahan dampak jatuhnya dengan lengan, tetapi tidak bisa berdiri sendiri, Subaru pingsan dengan bahu yang jatuh duluan.

Lalu Subaru mencoba menggerak-gerakkan wajahnya, berupaya mempertahankan kesadarannya, namun baik kelopak matanya maupun lehernya tidak bisa menahan kekuatan tak terlihat itu karena langsung diseret ke kedalaman jurang.

――Ujian kedua, lubang neraka terdalam, sekali lagi menyambut Subaru.

{――――}

Ketika membuka matanya, Subaru mendapati dirinya berada di tengah-tengah padang rumput, saat di mana pedang Julius menusuk tenggorokannya ―― Subaru dipaksa menyaksikan dosa-dosanya sekali lagi.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Aiman

Knapa sih scene ini harus di potong di animenya? Padahal keren bgt loh ini, subaru dirasuk oleh sesuatu yang misterius, bahkan sekelas kakek Wilhelm aja kewalahan lawannya.