Share this post on:

Wajah-Wajah di Salju

Penerjemah: DarkSoul dan Fan-Fan

Editor: DarkSoul

Proofreader: DarkSoul

Angin dingin bertiup. Temperatur dingin mengiris kulitnya.

Segerombolan makhluk putih kelaparan membanjiri segala yang terlihat. Tangan yang dipegangnya hangat.

Natsuki Subaru tidak merasakan setitik keraguan atau kecemasan di sana.

“Memang hebat kedatangan kita sudah keren, tapi bukankah ini sedikit aneh!?”

Teriak Subaru tentang kedatangan tak terduga saat salju mengenai pipinya.

Deru angin mengamuk di Sanctuary, yang saat ini diliputi salju tebal. Subaru telah siap siaga sewaktu-waktu semuanya terjadi, namun tanggal kejadiannya tidak benar.

Sanctuary akan terkubur oleh salju dan memancing kawanan Monster Iblis putih di pagi hari—seharusnya tersisa setengah hari lagi.

Di belakang Subaru, berdiri seorang gadis berambut perak, nafasnya putih dan pundaknya naik-turun. Emilia tidak dapat sepenuhnya mengendalikan mana yang meluap dari tubuhnya, dan setengah membungkus dirinya dalam es. Sebelah kiri tubuhnya putih semua, walaupun terasa menyakitkan, tidak kelihatan sekelebat kesedihan pun pada wajahnya.

Subaru dalam hati memuji Emilia yang pemberani sekaligus mencurigainya sebagai penyulut jatuhnya salju.

Tidak bisakah dia mengendalikan kegilaan sihir ini, menjatuhkan salju, dan memancing-mancing Kelinci Besar?

“Tapi ramalannya …”

Urutan antara sihir tak terkendali dan kedatangan Kelinci Besar jadi terbalik.

Emilia menggunakan sihirnya untuk melawan Kelinci-Kelinci, membuat tubuhnya menanggung efek samping sihir. Jika Subaru mengikuti kronologi kejadian, maka penyebab sebenarnya adalah—

“-“

Di belakang Emilia, Makam Echidna nampak kabur.

Subaru mengetahui banyak mata yang menatapnya dari pintu masuk, lantas ia mengangguk. Orang-orang di dalam sana bukan masyarakat Sanctuary, ditambah lagi tidak merasakan efek mekanisme Sanctuary. Berarti fungsi Sanctuary sudah mati, dengan kata lain Emilia telah menyelesaikan Ujian.

Emilia telah mengatasi Ujian. Salju turun lebih cepat dari perkiraan.  Keadaan penduduk Sanctuary, juga tekad dan wajah teguh Emilia. Serta ….

“Roswaal.”

“—”

Roswaal, dengan linglung menatap Subaru sambil duduk di samping pintu masuk Makam. Subaru tidak punya waktu untuk memeriksa apakah Ram yang terlelap dalam pelukannya baik-baik saja atau tidak. Subaru hanya bisa yakin temannya tidak apa-apa.

“Subaru.”

Seketika tangan kecil mencengkeram tangannya, menarik-narik dirinya.

Dipukul panggilan asing dari suara familiar, Subaru tersedak.

“Oughbbhnuh”

“… Jelaskan jawaban aneh itu, ya.”

“Rasanya sangat baru tatkala kau menyebut namaku, jadi. Bisa tidak kau panggil lagi tapi sambil malu-malu?”

“Apa!? Kau benar-benar gila, ya! Bukan waktunya bercanda, kayaknya!” Beatrice membentak permintaan konyol Subaru, raut wajahnya menakutkan.

Subaru dengan enggan mengabaikannya, berharap Beatrice mengesampingkannya entah berapa kali Subaru menggodanya, saat itu pula ….

“S-Subaru … tuh, aku benar-benar melakukannya, kayaknya.”

“Beako, kau imut banget.”

“Aku takkan memanggilmu lagi! Aku akan mengingatnya setelah semua ini selesai, kayaknya!”

Teriak Beatrice, wajahnya memerah sembari mengayunkan tangannya yang geram. Subaru menatapnya, merasa tertarik selagi fokus kepada Kelinci Besar yang mendekat.

Subaru menjilat bibirnya yang kering.

“Jadi, Beatrice. Kita akan melawan Kelinci Besar, sudah siap belum?”

“Aku sudah siap pasca membuat kontrak. Lawan kita tuh salah satu Monster Iblis agung. Tidak ada persiapan dan keadaan lagi buruk-buruknya. Kontraktorku amatiran. Selama empat ratus tahun ini aku belum melemaskan otot.”

“Dan?”

“Tampaknya tidak bisa meminta waktu yang lebih baik lagi, kayaknya.”

Beatrice tersenyum tanpa ketakutan ketika Monster Iblis itu, mengertakkan gigi dan menghampiri mereka. Subaru melangkah maju menghadapi serangan dan menoleh kepada orang di belakangnya.

“Aku dan Beatrice ingin menghantam Kelinci Besar. Emilia-tan, maaf soal ini, mungkin ada beberapa yang melewati kami karena itu aku ingin kau melindungi semua orang!”

“Aku ….”

Emilia memotong kalimatnya, sejenak merasa ragu.

Namun setelah menutup mata dan menarik nafas panjang.

“Baiklah. Serahkan padaku—Dan aku menyerahkannya kepadamu.”

“Betul, serahkan semuanya kepadaku.”

Orang yang tepat berada di tempat yang tepat, bagi peran kepada masing-masing mereka, lakukan sesuatu yang dapat kau lakukan secara terbaik.

Emilia mendesah dalam-dalam sembari berkonsentrasi mengendalikan sihirnya dan membangun garis pertahanan.

Hujan salju terus berkecamuk seketika Emilia membuat blockade es.

Subaru melangkah ke luar dari garis pertahanan Emilia dan menatap topan putih.

Mata merah serta taring tajam membentang sejauh mata memandang. Diselimuti pulu putih murni, ialah Monster Iblis yang disertai rasa lapar tak terpuaskan di dunia, sang Kelinci Besar.

Gemeletuk-gemeletuk taring membuat sekujur tubuh Subaru merinding.

Dia pernah mati secara mengerikan, daging dimakan dan isi tubuhnya tercerai-berai, oleh taring itu. Merasakan sensasi pedih lubang luas menganga di perutnya, menyemburkan darah sedangkan gigi-gigi merauk tenggorokannya. Subaru tahu betul perasaan kehilangan karena kematian, tubuhnya dikunyah dan kehilangan anggota badan, dalam tangan Emilia.

Untuk menyelesaikan seri perulangan ini, Natsuki Subaru harus mengalahkan mahluk-mahluk tersebut.

“—Kau takut, kayaknya?”

Tanya Beatrice kepada Subaru, pemuda itu menahan nafas ambil menatap Kelinci-Kelinci.

Wajauh Beatrie tanpa ekspresi saat menyorotnya. Namun kedua pupilnya, parasnya, lebih bisa memberitahu suatu hal ketimbang kata-katanya.

—Memberitahunya siapa yang berdiri persis di sampingnya.

“Tidak. Sama sekali tidak.”

“Oh?”

“Emilia di belakang dan kau di sampingku. Seolah-olah aku ini orang terkuat di dunia.”

“Itu sih sudah jelas, kayaknya.”

Pipi Beatrice menyantai dan tersenyum.

Jadi kau mengerti, kata ekspresinya. Subaru ikut tersenyum jahat.

Kelinci besar mulai menggila, mendekati si duo pemberani.

Beatrice mengulurkan tangan kanan kosongnya, tangan yang tak memegang Subaru, menunjuk para Kelinci.

“Kita pemanasan dulu, ya—El Minya.”

Ruang kosong yang disentuh rapalan membentuk kristal ungu di sekeliling Subaru dan Beatrice, melingkari kedua orang tersebut.

Benda-benda itu, terlihat cemerlang layaknya jarum-jarum es, merupakan benda sihir yang Beatrice buat dalam perulangan sebelumnya ketika melawan Elsa. Dalam sekejap, empat puluh jarum telah terbentuk.

Tak perlu waktu lama untuk membidik dan menembaknya secara instan—tak satu pun menyimpang dari sasaran, menombak lurus menerobos mulut para mahluk. Tusuk-tusuk sate mulai menembus udara dan menusuk garis depan kawanan Kelinci, kemudian meledak. Pecahan-pecahan kristal merobek-robek Kelinci Besar yang sialnya berada dalam jangkauan dampak serangan. Itu cuma satu tembakan, dan Beatrice menembak keempat puluhnya.

Pembinasaan di segala tempat membuat bunga-bunga berdarah bermekaran di penjuru dunia. Serangan pembuka tanpa ampun memusnahkan ratusan Kelinci. Setelahnya adalah kedapnya suara-suara gemeletuk dan semata-mata kedengaran rengkuhan kesakitan. Mahluk itu bisa berkembang biak secara tak terbatas dan masih ada unit yang tersisa, walau begitu, Subaru semakin bersemangat.

Demikianlah, kekuatan destruktif nan magnifisen Beatrice.

“W-WAWWWWWWWWWWWW!”

“Sehebat itukah, ya? Sebenarnya tidak semengagumkan itu. Barusan adalah teknik terendah Betty, ya. Sangat mudah, kayaknya.”

“Buset, apa-apaan dah … ini mah, sihirnya brutal! Afinitas macam apa ini!?”

“Tentu saja bayangan, ya. Aku tidak terlalu piawai memainkan tipe sihir lain, ya.”

Kata Beatrice, tidak kelihatan puas betul terhadap pujian Subaru.

Para Monster Iblis yang porak-poranda mulai memakan mayat sesama dan menggandakan diri lagi, tetapi Beatrice tak terlalu mengindahkannya.

“Lihat baik-baik, Subaru. Nih pelajaran kuliah pengguna bayangan lain, kayaknya.”

“Apa, itu saja?”

“Hah?”

“Hubungan kita berdua sama-sama bayangan ….”

“I-itu bukan yang kumaksud. Kau juga pengguna bayangan, kontraktorku, dan juga … Betty tuh roh Subaru, ya. Oke. Jadi ini pelajaranku, kayaknya.”

Beatrice bingung, barangkali tidak tahu dirinya bilang apa. Kemudian batuk-batuk sebelum mengangkat jari dan menurunkan suara.

“Mengenai puncak bayangan—puncak Sihir Bayangan.”

“Aku harus apa?”

“Pegang tanganku, jangan biarkan aku sendirian, kayaknya.”

“Aku tahu itu penting, tapi ….”

“… tampaknya kau tidak paham serba-serbi roh, membuatku mengkhawatirkan masa depan saja, kayaknya.”

Beatrice bisa jadi terlampau jahat, ketidaktahuan Subaru tetap saja tak berubah.

Beatrice menggeleng kepala kepada Subaru yang mengerutkan kening, lalu menarik tangannya ke depan.

“Pada dasarnya, seorang Spiritualis juga rohnya bertarung sebagai satu kesatuan namun berbeda pikiran, kayaknya.”

“Satu kesatuan namun berbeda pikiran ….”

Subaru memikirkan gaya bertarung Emilia.

Pertempuran paling mencolok yang melibatkan Emilia dan Puck adalah pertarungan di toko jarahan. Emilia menyuruh Puck bermain ofensif sedangkan dirinya sendiri defensif. Gadis itu juga menggunakan teknik sederhana sebagai pengulur waktu agar Puck dapat melepaskan serangan besar-besaran.

Pak tua botak bilang bahwa itu adalah teknik dasar bertarung Spiritualis.

“Jadi aku hanya kudu melakukan itu. Oke, waktunya Shamac!”

“Shamac cacatmu bakal menjadi senjata makan tuan kepada kita, lebih baik jangan digunakan, ya. Dan Subaru, gerbangmu ‘kan ….”

Beatrice berhenti, enggan berbicara. Subaru menyesal sebab mendesak rohnya memikirkan hal itu. Gerbang Subaru mungkin seperti sampah.

Subaru menghancurkannya. Dia merasa gerbangnya telah rusak. Lagi-lagi, laki-laki itu membicarakan fantasi.

“—Mereka datang, kayaknya.”

Gumam Beatrice di tengah-tengah penjelasan barusan. Seketika Subaru merasa kebingungan, dia sadar kakinya tidak lagi menyentuh tanah.

Beatrice menghentak daratan, dan lompatannya membawa mereka berdua ke udara langsung bagaikan pegas.

Tepat sedetik itu, kawanan Monster Iblis sampai di tempat berpijak mereka berdua.

Taring-taring Kelinci Besar saling berdenting sesaat para Kelinci melompat dari tanah untuk mengejar kedua orang tersebut.

“Kita terbang!?”

“Kita cuma melompat saja, kayaknya. Aku menghapus efek gravitasi dengan sihir cahaya: Murac. Malahan, kita bisa saja terbang mengendarai angin, kayaknya.”

“Kalau begitu kenapa kita jatuh!?”

“Kita bisa terus mengendarai angin bila terus terbang saja … namun kita sedang memusnahkannya, kayaknya.”

Seperti dedaunan terbawa angin, Subaru dan Beatrice diterpa badai salju. Bagaimanapun mereka gagal mengendalikan udara, kemungkinan besar karena perbuatan Beatrice.

Mereka berdua sedang turun perlahan-lahan dari puncak bukit setinggi sepuluh meter. Para Kelinci menunggu di bawah mereka sambil membuka mulut, Subaru hanya dapat mengharapkan tombak-tombak sihir lain.

“Subaru, semua ini akan terus berlanjut, ya. Spiritualis tidak merapalkan sihir dari mana internal mereka, melainkan dari mana sekitar, ya. Kontrak dengan roh-roh kecil sangat penting untuk mengendalikan mana sekitar, jadi kau tidak benar-benar memenuhi persyaratan, ya.”

“Ah, uhmmm, Beatrice-san? Ada banyak Kelinci tepat di bawah kita!?”

“Dengarkan saja aku, ya. Gerbangmu sudah rusak, kau juga tidak bisa menggunakan roh-roh kecil. Jadi peran tak bermanfaat tanpa faedahmu adalah jangan jauh-jauh dari sisi Betty dan puji saja kemegahanku, ya. Lagian juga kenapa kau ada di sini, ya?”

“Aku juga ingin tahu itu!”

“Kalau begitu kuajarkan.”

Para Monster Iblis yang melompat-lompat dari bawah tak lama lagi akan mencapai kaki mereka. Jika satu taring saja menancap, Kelinci itu takkan melepaskan mangsanya. Bahkan Subaru pun merasa tidak benar seandainya dia terpojok dan mulai menangis setelah aksi keren nan santainya. Subaru sedikit berteriak histeris kepada Beatrice.

“Aku mesti apa!?”

“Bayangkan, ya. Bayangkan kristal serupa yang kubuat sebelumnya, ya. Kristal-kristal itu adalah mana yang mewujud, tombak-tombak yang ditenun dari sihir dalam raga. Kristal itu mulai meruncing, dilengkapi serpihan-serpihan siap meledak di dalamnya, mampu menembus pertahanan dan menusuk ke dalam daging—Bayangkan serangan itu.”

“Bayangkan!”

“Sekarang kau hanya harus merapal, kayaknya!”

Kawanan-kawanan mahluk menunggu di bawah mereka, mulut terbuka.

Mata merah, rahang berlumuran darah, taring-taring menajam, insting yang memandang Subaru sebagai segumpal daging semata.

Benar-benar menjijikkan, betul-betul memuakkan, ialah musuh terbesar di Sanctuary.

“—El Minya!”

Subaru dan Beatrice merapal bersama-sama, tombak-tombak buatan menukik turun dari ketinggian.

Ledakan dan kehancuran mengguncang bumi Sanctuary, mengeluarkan isi perut Monster Iblis buruk itu.

 


 

“Luar biasa ….”

Emilia mendesah kagum saat membekukan seekor kelinci yang menyelinap melalui mereka berdua.

Mata ungunya tetap tertuju pada Subaru dan Beatrice, dua orang itu tengah melawan hewan buas terselubung salju.

Lebih tepatnya, mata Emilia tetap terpaku pada Beatrice yang terus memegang tangan Subaru. Emilia sendiri adalah seorang spiritualis, ia menggunakan sihir roh kecil dengan begitu cepat. Gadis itu mengerti betapa menyakitkannya konfrontasi sihir tersebut.

Pertama-tama, Beatrice tak menerima pasokan cadangan sihir dari Subaru.

Mereka semata-mata terhubung dari kontrak belaka, sederhananya Beatrice tak dapat merapalkan sihir sendirian. Subaru segera terlempar ke dalam pertempuran tatkala membentuk kontrak roh. Bila mana Beatrice menyedot mana dari Subaru, pria itu takkan bertahan. Beatrice tahu itu, dan berusaha untuk tak membebani masternya.

Kedua, bukan berarti Beatrice merenggut sihir dari Subaru—malah dia memberikannya.

Bukan ungkapan akurat pula, namun demikianlah kenyataannya. Subaru yang memegang tangan Beatrice, ia didukung oleh rohnya, memungkinkan pria itu menciptakan sihir yang semestinya mustahil. Subaru tak menggunakan gerbang, melainkan menggunakan kehadiran Beatrice sendiri yang eksistensinya seperti gerbang. Tak mungkin Subaru memahami pentingnya semua ini.

Beatrice si roh tengah memasok sihir untuk dirinya sendiri serta Subaru, asal sihirnya bukan dari luar, namun persediaan sihirnya sendiri.

Dan ketiga, Emilia secara langsung menyaksikan sihir bayangan tingkat lanjut.

Kelas afinitas penyihir sangat-sangat mempengaruhi masa depan mereka.

Spesialisasi dari keempat tipe sihir utama akan membatasi peran-peran berbeda, bayangan dan cahaya juga sama: berarti esensi kedua tipe sihir tersebut berbeda dari empat tipe sihir utama, bahkan sebelum mencapai tingkat lanjut.

Terlebih lagi mereka sepertinya kurang pasokan sihir. Kesatuan mereka punya banyak sekali masalah, seperti waktu mengumpulkan atau memerlukan sejumlah kuantitas kekuatan sihir, dua-duanya menjadi kontra.

Jadi afinitas bayangan dan cahaya sangat langka, dan praktisi tingkat lanjutnya betul sedikit.

Banyak mantra telah hilang termakan waktu, tak seperti empat afinitas utama, semakin sulit membuat penyihir hebat baru.

Terdapat banyak masalah dalam afinitas bayangan, dan Beatrice telah menguasai kesemuanya. Dia menggunakan sihir kuno yang lama termakan waktu serta sejarah, seakan-akan sihirnya bukan apa-apa.

“Wih, tadi mereka sangat-sangat tinggi. Hah? Mereka menghilang … oh, ternyata pindah.”

Cara bertarung mereka bagai mimpi dan fantasi sampai-sampai Emilia pun kehilangan kesadaran. Walau sebagian kejadian dapat terjadi karena Subaru dan Beatrice saling berpegangan tangan.

Emilia tahu Subaru sedang bertarung habis-habisan, tetapi Beatrice senyum-senyum saja.

Dia pasti bersenang-senang. Bukannya suka bertarung, ataupun memamerkan kekuatannya. Hanya saja, melakukannya bisa menghibur Beatrice.

“—”

Emilia berkedip, dan dua orang itu telah pindah ke tempat yang seratus persen berbeda. Sihir teleportasi mirip Door Crossing terbatas. Tombak-tombak ungu meledak di barisan-barisan Kelinci sampai ujung, mahluk itu meraung murka sewaktu mereka mencoba menerjang pasangan tersebut, mahluk-mahluk itu hanya menangkap udara dan tercabik-cabik es.

Emilia menegangkan mata. Dia mendapatinya.

Fragmen-fragmen tombak yang diledakkan tak lenyap-lenyap jua, malah duduk melayang di angkasa, seolah membeku dalam waktu. Para Kelinci yang melompat telah menghancurkan badan sendiri pada serpihan-serpihan tersebut. Jebakan kristal tersebar ke seluruh area selagi Monster Iblis bergerak, melompat-lompat berusaha menggapai mangsa sekaligus memicu jebakan jadi terlihat lucu.

Kelinci Besar adalah Monster Iblis mengerikan, namun kekuatan setiap individunya tak terlalu mengancam. Mereka tidak kuat-kuat amat, dan apabila seorang petarung berpengalaman fokus melawan mereka, seharusnya kemenangan sudah dapat dipastikan.

Gaya bertarung sembrono seperti ikuti insting laparmu sama sekali tidak berguna. Mereka ingin sesamanya terjerat dalam jebakan, sebab rasa lapar adalah segalanya. Lantas mereka mengabaikan kawan-kawan lain yang mati dalam perangkap, menyongsong maut sendiri-sendiri, dan menjadi mayat setelahnya.

“Ah!”

Emilia menyerang Kelinci lain yang lolos dengan sihirnya.

Berlari menghampiri Kelinci yang membeku dan menendangnya sampai buyar berkeping-keping tanpa ragu. Menghancurkannya menjadi serpihan es, sejuta persen mati sampai tak dapat berbentuk kembali.

Subaru dan Beatrice bagus sekali bertarungnya hingga Kelinci yang menyusup ke Emilia cuma sedikit saja. Si gadis bahkan tak bisa berkonsentrasi menekan kekuatan sihir sendiri.

Meskipun dia melihat kekuatan berlimpah Beatrice, Emilia tetap tak bisa menyingkirkan kecemasan dalam dirinya.

Jebakan Beatrice sangat kuat nan licik. Kelinci Besar terus terjebak dalam perangkapnya, membangun gunung-gunung mayat. Namun Emilia tidak melihat akhir semuanya.

Yang Emilia lihat adalah salah satu Kelinci gemetaran, dan Kelinci lain muncul seolah-olah keluar dari punggungnya. Mereka mengulang terus, mahluk buas yang berlipat ganda bak tikus.

100 Kelinci menjadi 200 dalam sekejap, berikutnya menjadi 400.

Kelincinya unggul jumlah, kendati tidak tahu arti berhenti. Maka dari itu mahluk tersebut dianggap salah satu tiga Monster Iblis agung, dan telah melakukan hal apa pun sesuka mereka sebagai Bencana—

“Subaru, Beatrice.”

Emilia memanggil nama mereka. Biarpun kelihatan unggul besar, mereka tak boleh lengah.

Emilia takkan lupa semerinding apa dia setelah kembali dari Makam bersama Roswaal dan Ram, lalu mendapati kehadiran Kelinci Besar.

Mata-mata itu menganggap seluruh hal hidup sebagai makanan saja.

Entitas yang betul-betul tak bisa hidup berdampingan ‘kan menjadikan para penantang jatuh dalam jurang keputusasaan.

Para penantang hal-hal absurd, Emilia perlu menunjukkan kekuatan yang sebanding.

Dan memang itu niat Emilia.

Pusaran sihir bergolak dalam dirinya, golakan itu tak sepenuhnya dia kendalikan. Tidak dia miliki kesemuanya, tatkala Emilia melepaskannya, ia dapat memusnahkan banyak Kelinci Besar.

Bayarannya adalah hidupnya. Emilia siap melakukannya andaikan keadaan memaksa.

“Subaru ….”

Emilia menggumamkan nama orang yang tengah bertempur.

Dia sudah tahu Kelinci Besar akan menyerang, tampaknya Subaru tidak bertarung tanpa rencana. Mengeluarkan Beatrice dari Perpustakaan Terlarang, dan hidupnya telah terpenuhi.

Subaru takkan menghadirkan kesuraman dalam senyum itu.

Lantas Emilia mempercayai Natsuki Subaru. Sihir putih yang mampu mengakhiri segalanya, menegaskan kehadiran dalam hati. Emilia menahan sihir tersebut, yakin bahwa waktunya belum juga tiba.

—Emilia mempercayai kata-katanya.

 


Bagi Subaru, menggunakan sihir serasa menguras jiwanya.

Seperti perkataan Puck dan Roswaal, Subaru tak punya bakat sedikit pun untuk menjadi seorang penyihir. Terlampau buruk sampai-sampai saat dia menggunakan Shamac, Subaru menghabiskan semua mana dan tubuhnya melumpuh.

Selanjutnya dihajar Brocco Fruit. Menggunakan sihir dalam duel meski dilarang menggunakannya, ujung-ujungnya gerbangnya disalahgunakan sangat parah sampai hancur. Subaru tak punya harapan untuk menjadi penyihir.

Sihir seringkali menyelamatkan Subaru, namun sensasinya seakan menguras inti yang memang sudah tipis, makin mengikisnya, seperti itulah. Subaru pikir sudah rusak.

Alhasil dia hanya bisa memimpikan kejadian sekarang, menembak-nembak sihir keren secara beruntun, berpikir kenyataan ini mustahil terjadi.

“Hei, Beatrice! Perlukah kita meledakkan mereka semua seperti ini!?”

Kelinci Besar melahirkan lebih banyak Kelinci yang dibunuh Subaru dan Beatrice. Para Kelinci memakan saudara-saudara mereka yang gugur, jumlahnya terus bertambah. Tampaknya penggandaan itu dijadikan energi, karena masing-masing Kelinci tumbuh lebih kuat seiring bertambahnya jumlah mereka.

Memang akan memperbesar harapan redup mereka, bahwasanya jika terus mengulur waktu, para Kelinci akan kehabisan energi untuk memperbanyak jumlah. Namun ….

“Penggandaan mereka tidak ada batasnya, ya. Memang begitu penciptaan mereka, ya. Walau mendekati kehancuran pun mereka takkan hancur. Kecuali kau membantai mereka semua sekaligus.”

“Jadi apa yang harus dilakukan? Kau ada ide?”

“Subaru, kau mau terus-terusan mengandalkan Betty yang imut atas segalanya, kayaknya?”

Ledakan kristal membuka lubang di kawanan Kelinci, menghempaskan mereka ke pecahan-pecahan kristal. Subaru menyaksikannya sambil menarik lengan Subaru dan melompat ke udara. Meski tarikan maupun lompatannya tak kuat-kuat amat, Beatrice sukses melakukan keduanya.

Ia berjalan di udara, menari-nari di angkasa biar terhindari taring-taring Kelinci selagi berzig-zag di antara jebakan-jebakan kristalnya. Tiada setetes darah yang mengotori pakaiannya membuktikan dirinya tak merasa setitik gelisah atau resah pun dalam pertarungan ini.

“Kita bergerak, kayaknya.”

“Oke.”

Sesudahnya, ruang melebar, mereka berdua berteleportasi jarak pendek.

Melintasi berbagai ruang secara teratur tak seperti Door Crossing, kembali muncul di belakang kawanan Kelinci. Mahluk itu mengendus, namun kehilangan bau Subaru dan Beatrice, ia tertegun lengah.

“Kau habisi yang kiri, kayaknya.”

“Kanan untukmu semua.”

Membayangkan sihir Beatrice telah menggelitik fantasi Subaru, memanipulasi dunia, dan meghadirkan hasil transformasinya.

Subaru merasa untung meskipun Beatrice merugi, oleh karena itu dia tak bermain-main sedikit pun.

Kristal ungu dari mantra El Minya terbentuk lewat imajinasi Subaru.

Dia menyelimuti proyektil-proyektil tersebut dengan angin hingga memperkuat kekuatan menusuknya sebelum ditembakkan. Tangannya tak menyentuh proyektil tersebut, namun ditembakkan sesuai kehendaknya. Seakan-akan menggambar tali busur, kemudian menembakkan panah inkorporel.

Proyektil-proyektilnya menembus udara, mendarat tepat sasaran ke Kelinci-Kelinci tanpa pertahanan, membuyarkan kawanan yang memekik-mekik.

Penghancuran Beatrice juga sama ke ujung kanan kawanan, mengacaukan mereka ke segala arah.

Celah-celah di sekitar area menelan banyak Kelinci, menyegel beberapa ratus ke dalam ruang tertutup seolah terkunci dalam bingkai foto. Para Kelinci hendak melompat ke balik kaca. Beatrice menembak tombak kristal ke sekawanan Kelinci tak berotak—meleraikan dunia planar hingga berkeping-keping, menenggelamkan Kelinci sampai ujung.

Subaru menelan nafas, terkagum-kagum pada sihir bervariasi Beatrice.

Sementara Subaru terus mengulang-ngulang Al Minya kek orang tolol, Beatrice terus menukas kombinasi sihir bayangan berbeda untuk membantai Kelinci Besar.

Seolah memamerkan setiap kartu yang dia simpan kepada Subaru. Atau perbuatannya sebagai pengingat keterampilannya.

“Sekarang bagaimana.”

“Hm?”

Kelinci Besar sudah dikurangi jumlahnya, dan secara instan meregenerasi jumlah yang hilang.

Subaru melihatnya, dan lagi-lagi merasakan keanehan yang dia rasakan sampai sekarang.

Apalagi mendengar ocehan Beatrice, Subaru ingin sekali mengobrol.

“Beatrice. Jumlah mereka sudah kembali seperti semula … tidakkah kau merasa jumlahnya tak pernah melebihi jumlah orisinilnya?”

Andaikata ada seribu Kelinci, maka Subaru telah mengalahkan seratus, mereka berlipat ganda untuk memproduksi seratus lebih. Kalau mengalahkan dua ratus kelinci, Subaru dapat dua ratus lagi. Skalanya tetap tak berubah entah sebanyak apa Subaru membunuh mereka.

Namun pria itu tak pernah melihat mereka berkembang biak melebihi jumlah terbesarnya.

Beatrice mengangguk setuju.

“Penggandaaan mereka barangkali tak terbatas, tetapi jumlah terbesarnya dibatasi. Agar tak bisa berlipat ganda lebih dari jumlah maksimal tersebut, kayaknya.”

“Kalau begitu, seumpama bisa mengalahkan semuanya sekaligus.”

“Secara teori, akan menghancurkan mereka semua …. Namun sulit, ya.”

Subaru melihat harapan, tapi Beatrice memasang raut wajah rumit.

Yah, memang sih. Kelincinya terlalu banyak sampai tidak kelihatan apa pun. Sekiranya mereka punya sihir yang mampu membakar segala sesuatu sejauh mata memandang maka Kelinci semestinya bisa ditumpas, tapi sebesar apakah kekuatan untuk melakukan semuanya dalam satu detik, membunuh mereka semua?

Rencana jahat seperti menjatuhkan bom atom ke seluruh wilayah. Satu ekor bertahan, mereka akan kembali lagi. Resikonya kelewat besar.

“Baiklah … oke. Begitu.”

“Kau memikirkan sesuatu, kayaknya?”

“Aku akan benar-benar bergantung lagi padamu.”

Subaru melihat Monster Iblis menggandakan diri seraya berbisik-bisik di telinga Beatrice.

Gadis kecil itu merenung, dan mengangguk.

“Pemikiranku sama, ya. Namun melakukannya akan membutuhkan ….”

“Aku tahu harapannya kecil. Akan tetapi! Lebih baik kau tidak salah sangka, Beatrice!”

“—?”

“Bukan berarti kita mesti menyelesaikan masalah ini sendirian, kayaknya?”

Mata Beatrice membelalak. Dia mendesah lirih, menempelkan dahinya ke dada Subaru.

“Beneran deh, Subaru … kau memberikan solusi anti-mainstream, kayaknya.”

“Aku ‘kan berjanji untuk menjadi kontraktur baru yang seru sampai kau tidak bosan.”

Subaru mengacungkan jempol, gigi-giginya berkilauan. Beatrice tersenyum kecut sebelum mendongak, wajahnya menempel di dada.

“Baiklah, ya, ayo lakukan, ya. Bahkan Betty pun perlu waktu untuk melakukan ini, ya. Aku penasaran kau bisa bertahan atau tidak selama waktu itu, ya.”

“Anggap saja kau sedang bersantai di atas kapal kokoh. Aku sedang melakukan itu.”

“Siapa yang mengayuhnya.”

Beatrice menjauh dari dada Subaru.

Dia menarik nafas, menutup mata, dan mulai mengumpulkan kekuatan sihirnya.

Melihatnya, Subaru menguatkan diri dan menendang salju.

Taring para mahluk mengklik dan berbunyi saat mengejar Subaru yang berlari. Siluet-siluet datang mengejar kakinya. Namun mereka teramat lambat. Dua hari jadi tukang jagal, Kelinci Besar terlihat lemah.

“Menjauhlah! Jangan dekat-dekat! Aku tidak punya waktu untuk mengurusmu!” Subaru menghindari taringnya, menendang si Kelinci.

Subaru merapal, menggunakan tombak kristal sebagai pembuka jalan sembari merengsek maju dengan Beatrice di lengannya, melarikan diri ke Makam.

“Hah, apa, Subaru!?”

Emilia kelihatan syok saat melihat kembalinya Subaru.

Subaru berhenti di sampingnya lalu menurunkan Beatrice, matanya masih terpejam, diturunkan ke tanah bersalju dan kepalanya dielus.

“Maaf, Emilia-tan! Kami kesulitan melawan semuanya sendirian!”

“M-maksudku oke sih, tapi … kita harus apa sekarang? Oh ya, aku mesti—”

“Tidak, kami punya rencana untuk menghabisi mereka semua. Kau tak perlu menggunakan jurus bom bunuh diri. Malah jangan pernah digunakan. Bisa membuat semua upaya kita sia-sia.”

Emilia menelan nafas dan menatap wajah Subaru baik-baik.

Emilia betul-betul berpikir Subaru takkan mengetahuinya? Benarkah Emilia berpikir begitu, iyakah.

Tentu saja Emilia berpikir demikian, kalau betul-betul terdesak sampai situasi seperti ini, Emilia bersedia menggunakan sihir pramungkas dan mengorbankan dirinya sendiri.

Gadis tiada duanya.

Tidak apa-apa menyakiti diriku asalkan semua orang terselamatkan? Jangan seperti itu.

“Lebih baik semua orang aman dan sehat wal’afiat, hadehh.”

“… Subaru.”

“Jadi, Emilia-tan, aku punya rencana sinting. Bila tidak layak akan aku pikirkan rencana lain, tapi kalau iya, maka aku ingin kau berusaha yang terbaik—Ayo menangkan semua ini bersama-sama.”

“—”

Emilia mengistrirahatkan tangan di dada, sepertinya merasakan sesuatu tentang pernyataan Subaru, ia berkedip beberapa kali.

Subaru memunculkan tombak kristal dan menembakkannya ke sekawanan Monster Iblis untuk menahan mereka, mengulur waktu untuk renungan Emilia. Walau tidak perlu waktu lama untuk menunggu keputusannya.

“Baiklah. Ayo kita lakukan, Subaru. Aku siap melakukan apa pun.”

Kata Emilia, dia menguatkan tekad, pendiriannya telah ditentukan.

Subaru membulatkan tinju saat meliriknya.

“Gitu dong semangat. Ayo kita mulai!”

 


Subaru merasakan gelombang sihir besar di sampingnya, asalnya dari dua arah.

Emilia berdiri di sebelah kiri, Beatrice di kanan.

Masing-masing memegang tangan Subaru, menghubungkan mereka bertiga.

Tidak ada efek nyata dari tindakan tersebut. Hanya untuk memotivasi Subaru.

Dalam konteks bertempur, itu namanya peningkatan moral. Moral besar amat penting suntuk menentukan alur pertempuran.

“Bayangkan, bayangkan, bayangkan!”

Subaru membayangkan serangan sihir keji nan kuat.

Dia menciptakan tombak ungu tajam dan membombardir kawanan Kelinci yang mendekat. Subaru bertarung sekeras mungkin, mengulangi tembakan demi tembakan untuk mengusir para Kelinci yang mendekati Makam.

Subaru tak menggunakan mana pribadi untuk merapalkan sihir tersebut. Jadi dia menembaknya tanpa merasa sakit apa pun—definisinya berkontradiksi.

Dia mendapatkan mana dari Beatrice, tapi Subaru-lah yang membentuk sihirnya. Membayangkan kekuatan tombak, sasaran, serta kuantitas, mewujudnya lalu dilancarkan, kemudian mendesain serangan berikutnya.

Subaru tentu merasa sakit dan lelah setelah semua ini, bila dia penyihir beneran. Anak muda itu tidak bisa membayangkan beban besarnya. Alhasil setuju-setuju saja kalau bakatnya kurang.

Tombak meluncur ke tanah, gelombang kejut dan ledakan menerbangkan para Kelinci seketika mereka memekik protes. Taring-taring berbunyi diiringi lolongan badai salju, efek suaranya kedengaran seperti pusaran roda neraka, atau semacam itulah.

Rodak penggerak kesuraman perlahan-lahan mendekatkan tim Subaru kepada para mahluk rakus. “Al Minya! Minya! Ah, bangke! Lidahku kegigit!” sambil menggerutui mantra yang dirapalkannya, Subaru membidik mereka, dan kepala Kelinci di barisan depan—tak tersentuh tatkala tombak-tombak menyerang tanah di depannya, gelombang kejut kembali mendorong mereka ke barisan belakang.

Rencana tahap satu:

Subaru mengendalikan kawanan dengan tombak sihirnya, namun tak membunuh mereka. Karena tak ingin memperbanyak jumlahnya, malah membuat para Kelinci melahirkan kloningan lain. Subaru menjaga jumlah Kelinci sambil menahan gerakannya. Kendati ….

“Kiranya kau tertarik bau mana, lantas tidak mungkin deh kau beralih dari kami.”

Lagipula, ada dua orang yang tengah mempertahankan ukuran massa mana tak terlihat. Ditambah lagi mereka gadis-gadis cakep. Subaru saat ini punya dua kembang desa. Semua orang bakalan iri padanya.

“Bayangkan, bayangkan, bayangkan … ayolah, kau harusnya iri! Semakin mendekatiku!” omel Subaru seraya mengejek-ngejek mahluk itu.

Sebagian tujuannya untuk mengobarkan amarah musuh, selebihnya untuk memberanikan diri. Misalkan beranggapan situasi terkini masih terhitung normal, hal demikian membantunya bertahan.

Kalau tidak dilakukan, dia tak bisa mempertahankan tekadnya. Dua belah tangannya terasa hangat. Sentuhan di telapak tangan, Subaru betul-betul tak menunjukkan rupa menyedihkannya.

“Bayangkan, bayangkan, bayangkan ….!”

Tutur Subaru lagi dan lagi sambil menguatkan matanya.

Kawanan-kawanan mulai mendesak maju: menahan mereka ada batasnya. Namun persiapan belum selesai juga.

Tidak Emilia, Beatrice, maupun Subaru.”

“… Subaru.”

Rasanya seseorang meremas tangan, mendapati Emilia lagi menatapnya, mata si gadis terbuka sedikit.

Persiapannya sudah beres, ya? Dia sedang tersenyum, menunggu sinyal Subaru.

“—Ah.”

Tersemangati mata Emilia, Subaru makin meneguhkan mata penuh ambisinya.

Trai badai salju tebal, tanpa henti menyembunyikan kemudian mengungkapkan tempat yang Subaru ingin lihat. Tapi melihat bentuk putih menggeliat mereka, Subaru jadi tahu perbedaan mahuk sihir dan tumpukan salju biasa.

—Sedikit lagi, sedikit, di sebelah sana, nah, nah, nah!

Subaru menggertak gigi. Menunggu sejenak.

Mengkonfirmasi barisan depan, semuanya, seluruhnya benar, mata Subaru membelalak.

“Sekarang, Emilia! Ikuti garisnya!”

Berteriak, Subaru meremas tangan Emilia.

Sorot mata ametis fokus kepada garis-garis yang Digambar Subaru.

Sembari menjaga para Kelinci dengan tombak runcing, Subaru juga menggambar garis di sepanjang bumi dengan mana. Menggunakan mana tanpa wujud untuk mencungkil bagian bumi adalah hal sulit.

Tetapi Subaru sendiri, orang-orang memanggilnya tanpa bakat, telah melampaui cobaan itu dengan kombinasi fokus dan tekad yang jauh melebihi orang biasa. Sesuatu yang membuatnya kelihatan keren di depan publik, tekad itu.

Subaru menggambar empat garis.

Empat garis panjang, membentuk kotak di antara kawanan Kelinci.

Garis yang merupakan sasaran bidik Emilia.

“Sempurna, Subaru! Kau sangaaaaaat spektakuler!”

Emilia memuji persiapan cantik Subaru, mengatakan sesuatu yang biasanya tidak dia katakan.

Emilia mengangkat tangan kanannya, tangan Subaru masih dalam genggaman, selanjutnya menaruh tangan kiri setengah beku di atasnya. Lalu merapal.

“—Al Huma!”

Sihir besar melonjak seketika dunia berubah menuruti rapalan Emilia.

Mana mengalir cepat ke tangan Emilia dan Subaru yang terhubung kemudian diarahkan ke cakrawala, menembus atmosifr bumi dan bertemu garis mana Subaru—Bumi meledak diikuti sesuatu luar biasa.

“Woahhh ….”

Ucap Subaru, terheran-heran sembari melihat kejadian terkini.

Tentu saja. Semua orang yang menonton akan sama reaksinya.

Sihir Emilia menelusuri garis-garis yang Digambar Subaru—seluruh salju dalam kotak mulai melayang.

Semua kelinci dalam kotak tetap berada di salju, tapi mereka tak sadar getaran karena tanah di bawah kaki mereka mengambang.

Mungkin kotaknya terbatas, namun platform yang mengambang ukurannya dua puluh kali dua puluh. Pemandangan banyak-banyak Kelinci tengah berkerumun bersama menggetarkan platformnya, suatu demonstrasi sifat alamiah indahnya sihir.

“Emilia!”

“Dipahami! Takkan kubiarkan mereka kabur!”

Tapi jika berhenti di sini, maka Kelinci itu bisa saja melompat jatuh dari platform.

Ada satu hal lagi yang mesti diselesaikan biar mereka semua tak terjatuh.

Emilia mengangkat tangannya tinggi-tinggi—dan diayunkan ke bawah.

Lapangan salju yang mengambang bergemuruh besar. Tentu saja Kelinci itu tak menyangka semua ini akan terjadi.

Terdengar raungan terbalut angin dingin menusuk.

Menghujani Subaru dan kawan-kawan yang memfokuskan mata kepada platform itu, penasaran akan hasil akhirnya.

—Tatkala angin berhenti, bentang alam salju tertutup rapat.

Ujung kiri dan kanan platform telah dilipat sampai tengah.

Tanah telah ditutup sebagaimana buku, menyegel para monster di dalam salju tanpa celah.

Subaru buru-buru melihat keliling platform yang tertutup itu. Tidak melewatkan satu pun. Gerakan—tidak ditemukan.

Semua Kelinci berada di satu tempat, terperangkap dalam satu area kecil.

“Sisanya kepadamu, Beatrice!”

Subaru memanggil Beatrice, memberitahunya bahwa persiapan kedua telah selesai.

Beatrice mendengar, sepanjang waktu melirihkan banyak rapalan, mata Beatrice terbuka.

Melihat pemandangan di hadapannya, gadis itu tertawa pelan.

Tidak mengejutkan sih. Senyum penuh kepercayaan tumbuh di wajahnya.

“Makan nih sihir bayangan terkuat—Al Shamac.”

Ketika mantaranya dirapalkan, bayangan menenggelamkan dunia.

 


—Sesaat, semuanya terasa berputar.

Tapi hanya sejenak saja. Putarannya mendadak berhenti, kakinya terkena dampak getaran. Lalu belenggu yang memikat tubuhnya menghilang. Mulai bergoyang-goyan agar salju turun dari bulutnya.

Ia menghirup udara, melihat ke area sekitar.

Matanya, hidungnya, telinganya, semuanya menjadi lebih baik selagi fokus memburu mangsa. Mata merahnya jelalatan seolah mencari sesuatu berbau harum.

Tidak ada. Tadi ada mangsa yang sangat-sangat lezat sampai perutnya sakit, mangsa itu tepat di hadapannya, beberapa detik lalu. Daging lembut dan darah manis, mangsa yang bisa jadi memuaskan rasa lapar ini barusan berada di sana.

Hidungnya tak mengendus apa-apa. Matanya tak melihat apa-apa. Telinganya tak mendengar apa-apa.

Mangsanya hilang. Ia melihat-lihat.

Tiada apa pun dalam pandangannya.

Rasa lapar menggantikan kekecewaan. Mengalihkan perhatian dari kelaparan dan desakan hati untuk mengunyah-ngunyah, ia malah menggigit benda-benda putih di sebelah.

Menggorogotinya, mencabik-cabik dagingnya, menyeruput darahnya sembari mengeluarkan isi perutnya. Ia kunyah sepenuh hati dan mendapati banyak makanan serupa di sekitarnya.

Mangsanya mulai sedikit.

Ia tidak merasa terancam, namun menurut insting bertahan hidupnya, ia menelan kepala putih besar lain dan menghabisi seluruhnya. Menggigit lalu menelannya.

Berulang-ulang. Berulang. Didorong kelaparan tak berkesudahan, ia pindah ke mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah, mangsa sebelah—

Banter-banternya, setelah melahap segala hal di sekitar, ialah satu-satunya mahluk yang bertahan.

Menjilati darah yang membasahi tanah, tak menyisakan sedikit pun tetes darah, rumput berlumur darah, atau anggota tubuh berdarah. Setelah ia membabat habis makanan, ia betul-betul sendirian.

Sekalipun perutnya tersimpan daging, tubuhnya merasa terlampau lapar.

Ia berteriak, gigi bergemeletuk, hampir gila. Rasa lapar tiada habis, tiada henti. Senantiasa tidak puas seberapa pun dia makan.

Ibu pasti merasa begini juga.

Sekejap, sebuah pemikiran terlintas di kepala penuh rasa lapar.

Sesuatu tak jelas itu merupakan emosi sederhana, tapi bukan sebuah bahasa.

Naasnya, sesuatu itu lenyap selamanya di hadapan rasa lapar menggila.

Makhluk itu gemetar, gemetar hebat. Menjerit-jerit tatkala merasakan jeroan lain, dan secara tak sadar menciptakan entitas lain.

Massa putih baru ini tiba-tiba terjatuh ke tanah, seolah lupa cara berjalan. Seluruh organnya menganggap massa baru ini mangsa, dan dia gigit tanpa ragu-ragu.

Ditelan tanpa membiarkannya menjerit dahulu. Setelah makan, rasa lapar masih menyiksanya. Sesudahnya mengikuti seluruh perjuangan nan menyakitkan, mahluk lain selain dia terlahir ke dunia.

Berulang-berulang kembali, hal serupa terus-terus-terus terjadi.

Kini ia sendirian. Tidak ada sesuatu lain di dunia ini. Memang ada bangunan, hutan, dan tanah, air, serta air, tapi tidak ada mangsa yang sendirian.

Ia terus makan.

Akhirnya, ia pun ditelan perut lain, dan menghilang.

Mahluk putih baru lagi-lagi kesepian dan hanya bertahan satu. Dunia berubah.

—Rasa lapar tak terpuaskan yang takkan pernah puas.

 


Sepintas kehadiran bayangan akbar membuat nafas Subaru tercekat. “—”

Bola hitam yang dibuat rapalan Beatrice menelan lapangan salju buatan Emilia yang menjebak Para Kelinci, selanjutnya disusut dan disusut hingga bentuknya lebih kecil daripada pualam dan menghilang tak menyisakan apa-apa.

Bahkan Subaru pun, yang tak tahu teori di balik kekuatan ini, memahami maknanya.

Al Shamac, sihir terkuat Shamac, adalah sihir yang mempengaruhi ruang.

Sihir tersebut menelan para Kelinci dan lapangan salju, lalu diledakkan ke dimensi lain.

Regenerasi maupun multiplikasi tak lagi berarti.

Karena masalah mereka adalah dengan dunia lain.

“Aku memang … memintamu untuk mengirim mereka ke ruang isolasi seperti Perpustakaan Terlarang, tapi ….”

“Apa kau tidak puas?”

Suara Subaru bergetar di hadapan prestasi luar biasa ini, sementara Beatrice di sampingnya cemberut.

Dia bertolak pinggang, jelas tak senang terhadap tanggapan Subaru.

“Serius nih, waw ….”

Semuanya membuat mata Emilia membelalak.

Emilia lebih berpengetahuan tentang sihir ketimbang Subaru, jadi keterkejutannya ada pada hal lain. Kekuatan terbesar Emilia boleh jadi akan aktif setelah membekukan setengah tubuhnya dan memanfaatkan sihir besar seperti itu. Saat Emilia tahu cara mengendalikannya, barangkali dia tidak apa-apa.

Subaru melihat sekeliling, memastikan ketiadaan para Kelinci.

Berikutnya menoleh ke belakang, dan memastikan pula keamanan Makam. Mengintip dari dalam sana adalah gerombolan Lewes tanpa ekspresi. Tampaknya para kloning baik-baik saja.

Roswaal tengah bersandar di dinding samping pintu masuk Makam, Ram dalam dekapannya.

Tangan Ram menyentuh pipi Roswaal, Subaru tahu pria itu sedang menangis.

“—”

Melihat mereka, beban yang seakan menopang dada Subaru telah hilang.

Masih banyak hal yang harus diperbincangkan. Otto, Garfiel, dan teman-teman lain masih ada di Mansion. Subaru yakin mereka oke-oke saja, tetapi mereka semua perlu bertemu dan berbicara. Di sisi sini juga. Subaru ingin menanyakan banyak hal kepada Emilia.

Entah bagaimana, semuanya terasa benar.

Ada banyak hal yang belum dipastikan. Tapi melihat Roswaal menangis, dan Ram tersenyum lembut sembari mengawasi, membuat Subaru merasa: hei, semuanya tidak apa-apa.

“Subaru, ayolah!”

Subaru menarik nafas, sampai Emilia mendadak menusuk pipinya.

Dia tersenyum pada laki-laki yang balik menatapnya, lalu menunjuk arah belakang. Beatrice berdiri sambil melipat tangan, masih kelihatan cemberut.

“Aku yakin kartu as ini layak diberikan beberapa kata, ya.”

Pipi Beatrice menggendut. Subaru menjawabnya dengan anggukan.

Dan ….

“Ah, eehh!”

Subaru menyelipkan tangan ke bawah lengan si gadis kemudian mengangkatnya ke atas.

Mengabaikan teriakan imut, memeluknya sambil berputar-putar di tempat.

“Kau berhasil! Aku tahu kau bisa, aku jatuh cinta padamu, Beako!”

“T-tunggu dulu! Hentikan—l-lepaskan aku, ya! Betty tidak ….”

“Ya ya ya! Kau memang imut! Beako luar biasa! Beako memang terhebat! Puja Beako, ulululululu!”

Memberikan pujiannya, Subaru berputar-putar dengan Beatrice di tangannya.

Wajah si gadis merah padam tatkala Emilia memperhatikan mereka bermain-main, matanya terlampau lembut. Roh dan kontraktor, keduanya saling berputar-putar energi—keduanya: “Ah!”

—Akhirnya tersandung dan dengan gembira terjun ke salju bersama-sama.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
7 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
shopu

semngat bosss. selalu nunggu updetannya. klo bisa lebih cepat hhihihi

Unknown H

Otw interlude gan :v
Mangat tros ngelemburnye yak staff dn

Sampah

Puja beako ajaib ululululululullulu

wipwip

ulululululululu ??

Beatrice

dikarantina gegara corona, akhirnya bisa nyelesain arc 4,, wow terhura :” Makasih min, semangat terus

Versa

Akhirnya selese juga ni arc :v, de best dah re zero

Botolgas_Romane_Kontol

Al minya,bangke lidah gw kegigit kek orang tolol…ngakak njnk ..