Share this post on:

Jika Mengemban Kebanggaan

Penerjemah: DarkSoul

—yang melingkupi pikirannya adalah panas dahsyat di perutnya.

“Uuughh! Panas!”

Wajah menempel sakit di permukaan lantai keras, Subaru tahu dia terjatuh. Namun anggota badannya tidak membiarkannya bangkit berdiri, terbaring lumpuh.

Seakan-akan dia bukanlah dirinya, seolah-olah tubuhnya telah direnggut darinya.

Neraka masih membakar Subaru tanpa henti. Jadi situasi ini tidak salah.

Subaru membuka mulut, alih-alih teriakan malah sungai darah mengalir keluar.

Dalam sakit dan deritanya, hampir tenggelam di darahnya sendiri saat sampai puncak kesakitan.

—dia melakukan apa, sih?

Permohonan larinya adalah untuk melarikan diri dari penderitaan, berulang-ulang mengeluh cengeng di benaknya.

Dia sedang apa?

Dia tahu hidupnya tak pantas dipuji begitu saja. Namun pernyataan itu tidak berlaku untuk Subaru seorang. Tidak ada orang yang mampu menjalani kehidupan teramat murni sampai-sampai dapat membualkannya ke seluruh umat manusia.

Orang-orang merasa bersalah, menyesal, apatis, dan menyalahkan diri sendiri.

Lantas mengapa dia sendiri yang mesti menderita karena ini?

“Ahh, sial …”

Meludahkan gumam dari alirah darah.

Mengemban penyesalan, kebencian akan ketidakberdayaannya, kebencian pada takdir—

—serta amarah pada dirinya sendiri.

“…”

Bahkan setelah semua luka, sakit, penderitaan mematikan ini.

Walaupun api menghanguskannya, sekalipun rasa sakit ini menghancurkannya, biarpun itu mengancam hidupnya.

Gadis yang sudah terukir dalam pikirannya, tersenyum menghadapi pengulangan kematian menyedihkan tak terhindari. Jadi …

“Aku.”

Sekali lagi, Subaru menyuarakan tekadnya. Menyuarakan resolusinya. Menyuarakan keluhan, penyesalannya.

Sambil mencari masa depan yang walau dengan usaha, perjuangan, harapan tak terhitung jumlahnya, takkan dia gapai.

Sakit dan panas seluruhnya menjauh, bagaikan anjing meringis, dia menggonggong.

“Apa pun yang terjadi.”

Ayunan bilah samar tanpa perasaan diayun menuju hidup sekarat terakhirnya.

Meski bilah yang kini dilihatnya. Subaru sudah memutuskan.

—akan menyelamatkanmu.

Begitu memperbarui keinginannya, Natsuki Subaru kehilangan nyawa.


—menyaksikan pemandangan familier membuat Subaru merasa lega dan lelah.

“Kau berhasil kembali, kurasa, tidak usah takut lagi.”

Sembari menatap lalu lintas Ibu kota Kerajaan, Subaru menggambar sejumlah perhitungan IIII di tanah dengan stik. Terus dia gambar sampai puas, kemudian menghapusnya dengan kaki dan mendesah.

Natsuki Subaru berasal dari Planet Ketiga dari Matahari yang dinamakan Bumi, statusnya tukang bolos normal SMA kelas tiga.

Bila sesesorang mengamati pakaian olahraga kasual serta sepatu skets, juga tas plastik toko serba ada di tangannya, pasti mereka takkan meragukan fakta itu.

Akan tetapi, istilah itu hanya berlaku pada penduduk wilayah yang kenal pakaian olahraga, sepatu skets, dan toko serba ada.

 Jadi, soal apa yang sebetulnya dia katakan—

“—perihal dipanggil ke dunia lain ini rupanya lebih berat dari yang kukira.”

Kereta kuda yang ditarik kadal seukuran kuda menghentak debu yang menderu ke Subaru.

Pemandangan itu tentu mustahil ada di dunia yang Subaru kenal. Pokoknya kau boleh anggap kadalnya adalah kuda yang dikenakan komestik khusus, seperti karakter taman hiburan. Namun Subaru tidak setuju.

Karena kadalnya ada lebih dari satu—jalan-jalan kota penuh dengan kadal—dan orang-orang yang menunggangi kadalnya juga mengenakan komestik khusus dan demografinya besar.

Hewan antropomorfis1—orang-orang memakai ornamen yang disebut manusia hewan atau manusia blasteran. Barangkali dua puluh sampai tiga puluh manusia hewan eksis di penglihatan Subaru.

Tentu banyak pula yang sosoknya seperti Subaru, tetapi gegernya wujud individu pada individu itu sendiri telah menghanyutkan dan menghalangi mereka dari perhatian Subaru.

Tapi dia tidak bisa tinggal di tempat berusaha kabur dari kenyataan selamanya.

Baik manusia hewan maupun kadal sama-sama bukan bagian syuting atau produksi film. Pemandangan ini normal di tempat ini, alien di sini bukanlah mereka, melainkan Subaru.

—setelah kurang lebih sepuluh hari Subaru habiskan untuk mengalami ini, dia memahami fakta itu sampai serasa menyakitkan.

“… waktunya pergi.”

Renungan tak bergunanya selesai sudah, Subaru menepuk punggung dan berdiri.

Menyimpan stiknya di tangan kanannya sembari menyusuri jalan-jalan—bukan jalan utama tempatnya menghilang ke kerumunan, tetapi ke jalan-jalan belakang.

Berbeda dengan jalan utama nan ramai, jalan belakang tak berpenghuni karena diapit bangunan tinggi. Tempat itu tepatnya disebut gang belakang, benar-benar satu jalur sunyi yang terisolasi dari dunia luar.

Singkatnya, bisa saja sesuatu terjadi di sini, teriakan takkan sampai ke jalan utama.

Jadi jika orang tanpa pikir panjang seperti Subaru berkeliaran di sini, penjahat yang menargetkannya akan muncul dengan sendirinya.

“Hei sobat. Sini ikut main sama kami sebentar.”

Subaru berbalik menghadap asal suaranya, mendapati tiga orang menghalangi gang.

Mereka terlihat satu set teratur serba ada, besar, menengah, dan kecil, Subaru pun dapat merasakan mereka memeriksa kemampuannya. Entah apa yang diperiksa.

“…”

Kepala Subaru memiring untuk melihat jalan di seberangnya. Gang di belakang Subaru buntu, alhasil satu-satunya jalan keluar dari gang belakang ini adalah melewati trio tersebut.

Kalau soal trio itu berniat melepaskan Subaru kembali ke jalan utama atau tidak—

“Kau bengongin apa?”

“Dia tidak paham apa yang terjadi. Anggap dia kaget.”

Sikap lengah Subaru membuat si trio tersenyum cabul, ide untuk menyakitinya terklik di kepala mereka. Menurut mereka, Subaru jelas seorang pemula.

Kau tidak boleh menyalahkan seseorang menantikan sesuatu di masa depan ketika dihadapkan tangkapan mudah.

Namun mereka benar-benar dan betul-betul salah.

Memang, Subaru kurang pengalaman bertarung nyata, dia tidak punya sejarah rahasia tentang belajar seni bela diri. Pemula, adalah kesalahan perhitungan mereka.

Tetapi seandainya membicarakan bertarung melawan ketiga orang ini, maka Subaru sudah seorang veteran.

“—hah?”

Berinisiatif mengincar si raksasa—Tom dari trio Tom, Dick dan Larry—Subaru mengulurkan lengannya.

Lengannya menggenggam stik yang dia ambil sebelumnya, sekalipun tak ada titik tajamnya, stik itu mendesak bagian tipis tenggorokan Tom dan dengan sedikit perlawanan telah menancap ke lehernya.

“Apa?”

Mata Tom membelalak terbuka terhadap kejadian instan itu, sementara Dick serta Larry membeku kaku.

Tom tidak bisa bertarung lagi. Sedangkan dua lainnya membatu, tangan bebas Subaru menghantam yang tingginya menengah—Dick. Telinga dicengkeram rambut dijenggut kemudian dibanting. Subaru tak membiarkan adanya perlawanan. Mengendarai momentum, Subaru menabrakkan kepala Dick ke dinding.

Sesuatu keras berderak, retak-retak, Dick melukis jejak darah di dinding ketika roboh.

Bersamaan dengan itu, lutut Subaru menusuk Tom yang tertusuk stik, matanya melebar terbuka saat jatuh. Arah jatuhnya buruk. Dia jatuh ke depan, jadi stiknya menusuk semakin dalam.

Kini dua orang tidak bisa bertarung. Sisa satu lagi—

“Eeeh.”

Si kecil, Larry, memucat ketika menyaksikan kekalahan instan dua sekutunya.

Andai dia mengabaikan dua orang lain dan kabur ke jalan, maka akan berubah menjadi kontes kekuatan kaki melawan Subaru dan dia bisa jadi punya peluang selamat.

Sayangnya dia melihat duo yang jatuh itu dan ragu-ragu hendak pergi atau tidak. Tak sadar bahwa mereka sudah terlambat untuk diselamatkan, Larry menyia-nyiakan sedetik yang dia miliki.

Idiot. Dungu. Dia dapat hadiah dari keputusan bodohnya.

“Augh, gghhg …”

Tangannya di leher kurus Larry menguat, meremasnya sembari menekan punggung Larry ke dinding. Larry berjuang seketika diangkat ke dinding, kekuatan di lehernya bertambah selagi Subaru mencekiknya.

Larry diangkat sampai sejajar dengan Subaru. Mata Larry menonjol sewaktu tersedak, mulutnya terbuka-tutup mencari-cari oksigen. Tetapi tenggorokannya telah diblokir paksa, Larry takkan selamat.

“Sekarang kalian semua tahu totalnya berapa kali aku bertemu kalian?”

“Khhg, hgh …”

“88. Baguslah selalu bertambah. Kalian ditakdirkan ditertawakan.”

Ucap Subaru sewaktu menatap wajah Larry—yang semakin memerah, ludah dan air mata mengalir.

Larry tak sempat mengatakan apa-apa, tentu saja. Lupakan sempat—dia hilang kekuatan untuk melawan, tubuhnya melemas dan Subaru menjatuhkannya.

Setelah menatap trio yang dikalahkan di bawah, Subaru mulai menginjak leher mereka untuk jaga-jaga saja. Seketika merasakan guncangan sesuatu patah di bawah tumit sepatu sketsnya, Subaru lega.

Leher Tom kebesaran sampai-sampai perlu diinjak lima kali untuk menghancurkannya. Subaru tidak bisa lengah sama orang ini. Kendati sering kali keberuntungannya baik dan dia menghabisi semuanya sekali serang.

“Mencekiknya tidak bagus …. Rasanya menjijikkan juga, takkan kulakukan lagi.”

Seusai merenung sebentar, Subaru menjarah dua pisau dari Dick. Selanjutnya menyeret mayat mereka ke ujung gang, meninggalkannya di sana, kemudian keluar dari jalan seakan-akan tak terjadi apa-apa.

Baik masuk gang dan menemui Tom, Dick serta Larry terjadi begitu cepat. Mengurus tiga orang itu butuh waktu sedikit, namun ujung-ujungnya tidak sampai satu menit.

Subaru buru-buru berjalan menyusuri jalan utama mengejar tujuannya.

“…”

Sesudah mengamati jalan, tangannya ditaruh ke dada merasa lega. Berhasil tepat waktu.

Jalan utama ini disebut Shopper Lane, kacau dan ramai penuh orang-orang sebagaimana jalan-jalan lain, bertugas menunjukkan Kesehatan dan kesejahteraan Ibu kota.

Kau boleh saja berdiri di sana tidak melakukan apa pun, lalu telingamu akan banjir keributan bising.

Tetapi keributan ini berganti.

“—bentar! Ah! Tunggu!”

Suara lonceng perak mempesona yang menembus hiruk-pikuk pasar.

Sekalipun putus asa, suara itu tidak bisa menyembunyikan kebaikan asal suara, dia memanggil sosok kecil yang berlari keluar dari kerumunan.

“Hehehehe.”

Tertawalah si gadis pirang tatkala menembus kerumunan orang, nyengir seperti kucing. Tangannya menggenggam sesuatu berkilau, perilakunya jelas membuktikan dia telah menyelesaikan pekerjaannya.

Mengincar si gadis, cahaya biru berkilau—tombak es—membumbung di jalan.

“…!!”

Terkejut oleh serangan tak terduga tersebut, si gadis melompat-lompat menghindari esnya.

Serangan es yang dirapalkan di jalan penuh orang-orang. Kejadian mendadak tersebut menimbulkan kekacauan selagi masyarakat Ibu kota membuka jalan, mengangkat tangan tuk menunjukkan mereka tidak ingin terlibat dalam pertarungan.

Responnya dominan. Terjebak dalam perselisihan adalah hal umrah di Ibu kota—merupakan pernyataan besar, tapi barangkali kebenarannya tidak jauh-jauh amat. Bagaimanapun demikian kenyataannya. Berlari cepat menempuh jalan yang dibuka kerumunan adalah orang yang Subaru cari-cari.

“…”

Sesaat Subaru melihatnya, Subaru merasa seluruh dunia membeku.

Angin, suara orang-orang, bahkan persepsinya tak menyadari waktu dan segenap fokusnya mutlak diarahkan padanya.

Rambut perak panjang berkibar di belakang dan mata kecubung berkilau dengan kehendak kuat. Lengan dan kaki ramping pucatnya mengenakan pakaian putih mistis yang ibarat dibuat untuk peri—

Dunia tak bergerak ini, dia seorang yang dibiarkan bergerak, ketika betul-betul melewati Subaru.

Tujuannya adalah gadis rambut pirang yang barusan berlari, Felt.

Felt telah mencuri sesuatu darinya, saat ini gadis keperakan itu berlari kencang di Ibu kota berusaha mengambilnya kembali. Yang kemudian akan membawanya ke jejak malapetaka yang hampir tak terhindari.

Namun Subaru takkan membiarkannya terjadi.

Dia takkan pernah membiarkan takdir kematian menjeratnya.

“Aku, apa pun yang terjadi, akan menyelamatkanmu.”

Selagi menyaksikan sosoknya kian menjauh, Subaru bersumpah 88 kali.

Dia yang melanggar janji berkali-kali, tak jelas sepersuasif apa dirinya.

Tidak jelas. Namun andaikan dia terus berjuang tanpa menyerah, terus bertarung, terus berharap menyelamatkannya—

“Tunggu aku—Satella.”


Return by Death. Kekuatan membalikkan waktu setelah mati.

Sekarang Subaru menggunakan kekuatan ini 88 kali untuk mengulang dunia.

Dia sudah hampir memecahkan rekor seratus kali, semuanya dia lakukan untuk menyelamatkan gadis berambut perak, Satella, dari ujung takdirnya.

“Maksudku, aku sudah beberapa kali mencoba dan gagal seperti yang satu ini … tapi tidak akan sukses kek ketika menghadapi Tom, Dick, dan Larry.”

Begitu kesimpulan Subaru mengenai musuh terbesarnya dalam takdir ini adalah: Elsa Granhiert.

Orang yang mempekerjakan Felt untuk mencuri lambang Satella adalah wanita misterius bernama Elsa.

Dia adalah bahaya yang membawa Satella ke kematiannya berkali-kali.

Subaru banyak sekali melakukan percobaan selama 87 kali untuk menyingkirkan Elsa dan menyelamatkan Satella, tetapi dia selalu kalah saat menghadapi gaya pertarungan Elsa yang susah dipahami, lebih dari lima puluh kali mati dengan perutnya terbelah.

Sadistik yang suka menguak isi perut orang tidak dapat dikalahkan Subaru.

Kala lawannya adalah seseorang semacam Tom, Dick, dan Larry, Subaru bisa membaca beberapa gerakan dan menyusun rencana untuk kemenangan mutlak. Tetapi ketika musuhnya sekuat Elsa, wajar seumpama kepala Subaru terpotong seketika berusaha melakukan sesuatu.

Kendatipun bukan kepalanya, isi perut Subaru benar-benar telah dikeluarkan berkali-kali.

Subaru tidak mampu melawannya dan menang. Baik Felt, Rom, atau Satella.

Setelah mencapai kesimpulan itu, strategi yang dipilih Subaru adalah—

“Hebat! Indah! Meski aku akan lebih senang sekiranya kau mengizinkanku lebih menikmatinya!”

“Ghaaaaaaaaaaah!”

Setiap kali bilah mengiris udara, darah tersembur.

Banyak tubuh berjatuhan telah berserakan di jalan sampai tak terhitung lagi selagi Elsa berlumuran darah merasa jauh lebih dari kata bergairah, tampaknya menikmati dosis girang stabil.

Walau berada dalam situasi mengerikan semacam itu, sensualitas Elsa makin meningkat seiring dia bermandikan lebih banyak darah.

Ada anekdot tentang wanita bermandikan darah perawan tuk mempertahankan kemudaannya sendiri, wanita itu dipanggil vampir, dan Elsa kini memang tampil persis layaknya vampir.

“… gagal lagi, ya.”

Mendesah, Subaru menyipitkan mata sembari mengamati pemandangan mengerikan dari atap.

Dia berada di bangsal yang sangat rusak dan ditinggalkan. Panggung konfliknya bisa kau sebut berbentuk kotak, pembantaian secara sepihak meningkat.

Mereka yang beradu bilah dengan Elsa yang secara konsisten telah dihabisi oleh pisau-pisaunya, adalah penjaga Ibu kota.

Informasi dari warga kota baik telah menemukan Elsa Granhiert, berusaha menangkapnya hidup-hidup menjadikan nyawa mereka terbaring berserakan dan dibantai—warga kota baiknya adalah Subaru sendiri, pemandangan itu membuat hati Subaru sakit.

“Tak dikira kesenjangan kekuatannya bakal besar antara penjaga normal dan Elsa …”

Perbuatannya mempersembahkan domba-domba untuk yang Elsa sembelih dengan bahagia.

Subaru kira, para penjaga yang melindungi Ibu kota akan memperkuat dirinya dengan semacam sihir dahulu kemudian bertarung menandingi Elsa. Tetapi sepertinya harapannya ketinggian. Jadi, ya. Elsa sangatlah kuat bahkan bagi standar dunia ini.

Kebencian Subaru kepada Elsa kian dalam. Tetapi semarah apa dia, Subaru takkan kuat untuk menghentikan wanita jahat ini.

Dia tidak seketika berpikir serangan para penjaga akan beruntung dan mengenainya kemudian dia kalah.

“Tidak ada gunanya menonton terus.”

Dia merasa tak enak untuk para penjaga yang dikorbankan, tetapi Subaru akan mengakhiri eksperimennya di sini.

Dia tidak berniat menahan diri, tapi jika Subaru akhirnya gagal dan mati, mereka yang mati di sini akan dibangkitkan kembali di dunia reset.

Saat ini Subaru akan menelan air matanya dan membiarkan pengorbanannya tetap mati. Lain kali dia takkan mengharapkan hal sekecil apa pun dari mereka, agar mereka dapat kembali menjaga keharmonisan Ibu kota tanpa khawatir.

Setelah mencapai kesimpulan itu, Subaru bergerak meninggalkan tempat kejadian—setelahnya.

“—aduh.”

Berdiri membeku sembari mengangkat tinggi kukrinya, Elsa menjilat bibir berdarahnya.

Kegembiraan sinting dan haus darah meluap-luap darinya adalah bukti Elsa yang kebosanan membantai para penjaga telah menemukan mangsa baru. Identitas korban malang ini adalah—

“—berhenti.”

Pilar api berdiri di sana, menghalusinasi Subaru.

“…”

Menelan napas, mata menajam untuk melihat lebih dekat, Subaru akhirnya tersadar kalau bukan nyala api yang berdiri di sana melainkan seorang pria.

Pria muda berambut merah api dan mata biru semurni langit.

Pria itu mungkin kelihatan ramping, tapi sosoknya berotot dan lentur dari balik pakaian putihnya. Pedang yang mungkin terlalu besar dari ukuran pedang normal terpasang di pinggangnya.

Seratus dari seratus orang bakal berbalik dan meliriknya jika Reinhard lewat, penampilannya sangatlah menarik sampai karya Tuhan ini mampu memikat siapa pun yang melihatnya. Dia tak membuat kekacauan dari hasil keindahan transenden gendernya, barangkali karena sikap tenangnya.

Sekali pandang saja sudah cukup hingga jiwa Subaru berkata: pria ini berbeda dari orang biasa.

“Sir2 Reinhard!”

“Semuanya, mohon mundur. Wanita itu pemburu usus. Jumlah pengorbanannya kelewat banyak. Aku tidak ingin jumlahnya bertambah.”

Ujar Reinhard, matanya menunduk, menanggapi suara gemetar penjaga yang selamat.

Sepertinya dia mengasihani nyawa yang dibantai bagaikan tikus, kelihatannya marah pada si pembunuh, Elsa yang melakukannya.

Bahkan Subaru yang melihat dari jauh tahu sifat pemuda ini, Reinhard.

Berkabung pada kematian, membenci pembunuhan, menyesali kesalahan, menimpa penyesalannya dengan keyakinan.

Itulah cara hidup Reinhard—jalan hidup—kesatria ini.

“Reinhard Van Astrea. Dari garis keturunan Pedang Suci. Mengagumkan, luar biasa!”

“Aku sering kali dihancurkan ekspektasi. Dan kaulah sang pemburu usus?”

“Ya, itu aku. Aduh. Aku mesti apa? Aku harus bekerja, namun sekarang bertatap muka denganmu.”

Napas hangat bersemangat, Elsa menatap Reinhard.

Tetapi raut wajah Reinhard adalah definisi kata serius, matanya penuh kewajiban, tidak secercah kecerobohan terlihat.

Keduanya saling berhadapan dengan pendirian berlawanan, tetapi hati mereka mengarah ke satu jawaban.

Mereka harus saling membunuh dan mencapai tujuan.

“Sebagai awalan, saat-saat ini aku akan menyarankanmu untuk menyerah, tapi …”

“Kau dihadapkan pembantaian ini dan malah memberitahuku hal itu? Baik banget. Baiknya sungguh terlampau sampai jahat untukku dan untuk mereka.”

“—tidak, opiniku sama dengan opinimu. Amat jahat kepada kematian mereka misalkan aku lunak padamu. Aku tidak bisa memintamu menyerah.”

Elsa dengan riangnya menendang salah satu mayat di tanah sementara Reinhard menggeleng kepala pelan.

Tangan terulur ke penjaga di sisinya dan menyatakan, “Tolong, pedang.”

“Silahkan terima.”

Penjaga itu menyuguhkan pedang yang kemudian diambil Reinhard. Dia pastikan dengan merasakannya di tangan sedangkan Elsa mengerutkan alis, tampaknya terlihat muak.

“Kau tidak menggunakan pedang di pinggulmu? Tapi aku ingin merasakan potongan pedang naga yang tersohor.”

“Sayangnya, pedang ini memastikan mana lawan yang bisa dihunusnya. Ciri yang agak merepotkan, nyatanya kau tak dirahmati. Karenanya, aku akan melawanmu dengan ini.”

“Hmph.”

Elsa mendesah pada Reinhard yang menyiapkan pedang yang diterimanya, bukan yang ada di pinggangnya.

Tetapi ketidaksenangan Elsa berlangsung sekejap. Dia segera mengubah posisinya, merasakan pertanda pertarungan dan pertumbahan darah, Elsa menjilat bibir.

“Elsa Granhiert, pemburu perut.”

“Reinhard van Astrea keturunan Pedang Suci.”

Mereka memperkenalkan diri, keduanya menjadi angin seketika saling menyerbu.

Pertarungannya berakhir dengan satu pertandingan semata.

Tebasan yang tipis sepenuhnya melahirkan pusaran cahaya, gelombang kejut menghancurkan bagian daerah kumuh ini.

Tebasan pria yang dipanggil Pedang Suci adalah persis definisi kekuatan.

Mata Natsuki Subaru terbelalak, mengamati adegan itu.

Air mata di pipinya, lutut gemetaran, sama sekali tidak tahu alasannya.


Semuanya berjalan berbeda dari yang direncanakan dan diharapkan Subaru, tapi aman bilang tujuan utama mengalahkan Elsa telah tercapai.

Dia tidak memprediksi partisipasi Reinhard, namun karena harapan Subaru dikabulkan dia menerimanya saja.

Kini masalah tentang lambang Satella akan diselesaikan tanpa masalah. Selama Felt dan Rom gagal berkumpul kembali bersama penyewa mereka, Elsa, semestinya mereka tidak mustahil menyimpan lambang milik Satella. Subaru ragu Satella akan mengamuk dan membunuh mereka.

Cerita ini berputar di sekitar Toko Jarah yang akan selesai dengan karakter seminimal mungkin.

Subaru pun menginginkan hasil ini.

Lantas—

“—kenapa kau membantuku?”

“Maksudku tidak apa-apa jika tidak percaya padaku. Kalau kau bersedia dikepung para penjaga dan kehilangan kemungkinan kesempatan balas dendam, bunuh saja aku dan kaburlah.”

“…”

Ludah Subaru selagi bersandar di dinding, berbicara dengan Elsa yang meringkuk.

Dia bersimbah darah, pakaian hitamnya robek-robek, kulit putih terekspos. Selain itu, dagingnya terlapisi luka mengerikan sampai-sampai Subaru tidak merona sedikit pun.

Lagipula Subaru tidak punya niat seksual pada Elsa.

Dia pikir Elsa cuma bisa jadi berguna, dan ingin memanfaatkan kesempatan itu.

“Mata para penjaga haus darah mencarimu. Aku salah mengarahkannya ke tempat lain, jadi pasti bakal perlu waktu lama sebelum menyadari kita. Luka-lukamu?”

“Sangat sakit. Sangat, sangat, sampai bisa mati. Huhu, luar biasa.”

“Ada emosi yang tidak kupahami. Bakal jadi masalah kalau kau mati di tanganku, ingin mencari tahu mesti melakukan apa di sini.”

Subaru telah melangkah terlalu jauh, mengambil risiko berbahaya untuk menyesatkan para penjaga agar Elsa tetap hidup.

Andaikata dia mati di sini, atau tertangkap para penjaga yang mencari Elsa, rute spontan di mana Satella selamat akan sirna.

Meski, bila itu terjadi, artinya akan ada lebih banyak kejadian baik-buruk agar rute ini terjadi lagi.

“Bisa buat jalan ke bagian tenggara daerah kumuh? Aku bakal dapat bertemu kembali adikku kalau kau bisa. Dia akan mengobati lukaku dan menyiapkan jalan keluar.”

“Adik! Hah, kau punya adik, betul-betul sempurna dan tragedi total.”

Boleh jadi karena Elsa percaya padanya, walau dia percaya papda Subaru pun rasanya menjijikkan, intinya informasi Elsa memperkenankan Subaru menghitung kembali cara mengatasi kesulitan ini.

Pelariannya telah membawa mereka ke selatan agak jauh. Seharusnya tidak lama-lama amat untuk sampai ke tempat pindah yang dibicarakan Elsa.

Menggunakan koin emas suci milik Elsa, Subaru menyuap warga daerah kumuh untuk tidak ikut campur dengan pencarian para penjaga dan menuntun mereka ke jalan salah. Tidak jadi soal.

“Yang tak aku mengerti adalah tujuanmu melakukan ini.”

“Hanya ingin membuatmu berhutang budi padaku. Bisa jadi kau membantu suatu hari kelak.”

“Hutang budi. Aneh sekali—padahal kau ingin sekali membunuhku.”

Demikian yang didengar Subaru ketika bahunya menyangga Elsa dan membantunya melarkan diri. Mata gelap Elsa menatap Subaru, mencoba mengintip emosinya.

Tapi dia sudah paham dan tak perlu mengintip. Jawaban Elsa dari mata gelap Subaru adalah persis seperti yang dia utarakan.

Subaru ingin membunuh Elsa sekarang kalau bisa. Tapi dia bahkan takkan sanggup mengalahkan Elsa sekarat sekiranya gagal mempertimbangkan gerak-geriknya, apalagi ide itu terburu-buru.

Subaru rasa dia ditempatkan di sisi papan mengerikan.

Pertarungan yang mengandaikan setiap metode memungkinkan, penerapan uji coba, juga pembuatan gerakan optimal.

Anggap seperti shogi3, di mana jumlah benda yang bergerak secara acak di sekitarmu bisa menentukan kemenangan.

Kalau bisa, tukar musuh dan sekutu. Sekiranya terdapat peluang, jangan ragu mengubah keadaan.

Karena itulah dia harus memanfaatkan orang-orang yang dibenci dan ingin dibunuhnya.

“Aku memang ingin membunuhmu. Akan kubunuh nanti suatu hari. Tapi tidak sekarang.”

“Begitu.”

Bahkan tak layak disembunyikan. Suabru mengungkap perasaan sejatinya kepada Elsa.

Jikalau Elsa lebih bijaksana, dia akan membunuh Subaru di tempat dan memadamkan kecemasan di masa depan kelak.

Tapi Subaru yakin dia takkan melakukannya.

Keyakinannya berlumuran darah, yang Subaru peroleh lebih dari delapan puluh kematian oleh Elsa.

“Luar biasa. Kau dan aku diikat kebencian. Suatu hari nanti, iya. Kau akan membuktikan dirimu. Dan itu sangat, sangat indah.”

“…”

Bibir berlumuran darah Elsa merileks, tersenyum bak gadis yang naksir.

Disertai senyumnya di samping, relung hati Subaru berpikir; menjijikkan.


“Mari bertemu lagi, oke?”

“Sampai jumpa, mister. Makasih sudah membantu Elsa.”

Gadis berambut biru yang mereka temui mengurus Elsa, dan Subaru menghela napas lega. Gadis yang menunggu di gubuk yang disebutkan Elsa masih sangat muda, masih remaja. Biarpun awalnya usia dia mengejutkan Subaru, dia dengan mahir merawat luka-luka Elsa, segera menyelesaikan persiapan mereka untuk pergi dari Ibu kota, kemudian cepat buru-buru mengosongkan gubuknya.

Dia baru berhasil mendapatkan cara menghubungi Elsa sebagai bayarannya.

Sekalipun tidak jelas bayarannya betul-betul mengimbangi bahaya risiko yang diambilnya atau tidak.

“Keknya mulai dari sekarang tergantung keputusanku.”

Subaru melepas kaus olahraga terrnoda darah, mengikatnya di pinggang lalu mulai berjalan.

Langkahnya menuntun jauh dari daerah kumuh dan menuju Toko Jarah. Elsa selamanya gagal mencapai tempat itu, tetapi Satella sukses memperoleh kembali lambangnyakah? Pertanyaan itu mengganggu Subaru.

“…”

Sesaat setelahnya, Subaru sampai di Toko Jarah. Matanya membelalak pada apa yang dilihatnya.

“Aku tak mengira itu.”

Yang terungkap di hadapannya adalah Toko Jarah membeku.

Lebih tepatnya, tersegel dalam es adalah deskripsi lebih akurat alih-alih membeku. Apa yang sebetulnya terjadi di sini? Subaru cepat-cepat menginterogasi seorang warga di dekatnya, lalu:

“Bos tua dan cucuk perempuannya ditangkap para penjaga. Kalau tidak salah mereka cari musuh sama penyihir menakutkan … tak ingin terlibat ke dalamnya.”

“Apa pak tua dan cucunya baik-baik saja? Penyihirnya?”

“Kata mereka tidak ada yang terluka, namun aku tak melihat dengan baik mereka. Hei, cukup, oke?”

Mungkin kaget dengan intensitas menakutkan Subaru, pria itu menampik jauh lengan Subaru dan dengan cepat pergi ke kegelapan gang.

Subaru memikirkan kata-kata pria itu selagi melihatnya pergi, lanjut menekan dada lega.

Dia tak tahu seakurat apa pernyataan si pria, tetapi setidaknya laporannya tidak mungkin dibingungkan hipotesis suatu situasi yang terdapat korban.

Para penjaga yang menangkap Felt dan Rom tidak bisa dihindari mengingat perbuatan mereka untuk mencari nafkah. Mereka sementara waktu bakal menikmati penjara, selanjutnya merenungkan pekerjaan mereka.

Kini Subaru tahu Satella aman, sesuai harapannya—

“—baiklah. Aku mesti apa sekarang?”

Subaru menggaruk kepala, sadar dirinya telah benar-benar kehabisan tujuan.

Dia dipanggil ke dunia lain, dilimpahkan Return by Death, menggunakannya, dan menyelamatkan blasteran elf rambut perak yang baik hati.

Kendatipun perlu 87 kematian untuk mencapainya.

“Ah, sial. Mungkin sebaiknya aku mati, mengulang kembali, dan buat Elsa memberitahuku mengapa dia mencoba mencuri lambang Satella …?”

Dia sungguhan wajib menanyakannya selagi memopoh Elsa terluka, dia melipat tangan.

Akan tetapi, jika Subaru menanyakan sesuatu yang sangat menyangkut urusan Elsa, dan membuatnya sadar bahwa Subaru diam-diam di pihak Satella, Subaru takkan tahu bagaimana reaksi Elsa.

Ujung-ujungnya, baik Subaru dan Satella sekarang masih hidup. Kita anggap itu solusi tepatnya.

“Meski, sebenarnya kalau bisa ingin tahu lebih banyak tentang Satella …”

Asal Satella di mana? Dia pergi kemana? Akankah dia menemuinya lagi? Dia tak tahu. Walau, dia selalu bisa mengulang kembali sesuatu sampai dia tahu.

Tetapi asumsikan ada beberapa metode lain—

“—jadi, kalian bisa bantu aku?”

Berdiri di depan toko jarah yang membeku, tangan Subaru merogoh sakunya dan balik badan.

Tidak seorang pun hadir. Tapi mata Subaru melihat beberapa sosok sedang berdiri di sana.

Orang-orang bermuka duniawi, campuran usia dan jenis kelamin berbeda-beda, kelompok tak berhubungan.

Andaikata ada yang berhubungan, maka mata mereka yang berhubungan.

Semua mata mereka kelihatan mati. Mati tenggelam dalam kegilaan, mengejar kenikmatan sinting.

Subaru curiga, apabila dia melihat cermin, matanya bakal sama.

“…”

Pipinya menyantai menuruti perasaannya. Kemudian melihat langit.

Kilau menyeramkan bulan turun menuju toko jarah membeku, dan orang gila.


Hampir dua bulan setelahnya Subaru lebih mengenal tentang Satella.

“Dalam Pemilihan Raja! Blasteran elf berambut perak! Didukung oleh Margrave Roswaal L. Mathers! Bukan Satella, Emilia—!”

Badan mencondong saat mendengar informasi detail mendadak setelah siaran radio berhenti, Subaru menepuk tangan, nampak kelewat gembira.

 Perolehan informasi tak terduga ini asalnya dari pengumuman resmi Istana Kerajaan, kabar kompetisi perebutan takhta telah tersebar ke seluruh negeri bukan hanya ke Ibu kota semata.

Kala Subaru pertama kali melihat buletin mengenainya dipasang di sekitar kota, Subaru menghinanya karena cuma sekadar pemilihan bodoh dari negara—salah satu kandidatnya adalah gadis yang dia cari.

“Pemilihan Raja, Pemilihan Raja … kalau dia seorang kandidat penguasa maka dia punya silsilah. Tentu saja punya, pikirkan betapa anggunnya sewaktu dia berjalan-jalan. Emilia, dia Emilia …”

Tahu nama aslinya membuat hati Subaru ringan, ibarat sayap telah tumbuh.

Dia mengetahuinya dari dulu kalau Satella hanya nama samaran. Juga tahu mengapa dia—Emilia—memperkenalkan dirinya ke Subaru dengan nama palsu.

Lagian, jika blasteran elf berambut perak memperkenalkan dirinya sebagai Satella—

“Orang-orang mengira dia terlibat dengan kami dan menjauh darinya. Berusah payah menjauhkanku dari bahaya. Wajahnya imut banget, pikirannya imut banget.”

Seraya dengan sedihnya bicara tentang menjadi setengah elf, kelihatan takut ditolak, dia menunjukkan pertimbangan untuk orang lain dan memanfaatkan garis keturunannya tuk menjauhkan mereka dari bahaya.

Sungguh seorang gadis mulia menyedihkan. Begitu emosional sampai-sampai dadanya teremas.

Seketika …

“—Natsuki Subaru! PEMUJA terkasih! Kau ADA!?”

“…”

Suara melengking seperti unggas dicekik menggema di seluruh ruangan, memanggil nama Subaru. Subaru meringis, meletakkan bulletin yang dia jepit dari Ibu kota ke tempat tidur, dengan enggan membuka pintu lalu keluar kamar.

Dia bersandar ke pintu tertutup, menunggu, sekejap seorang pria pucat tak sehat kelihatan dari bawah.

“Aku MENCARIMU! Kenapa, kenapa, kenapa kau di sini, MENIKMATI KEMALASAN!? Padahal! Kita! Harus! Mengikuti ajaran Penyihir, kemudian dengan tekuuuun menjawab cintanya!!”

“Hentikan tuduhan palsu itu, Bete-san. Aku hanya mematuhi instruksi kitab. Kitab menyuruhku untuk menghabiskan waktu di sini.”

“Apa! Kitab menginstruksikanmu!? Pada waktu ini, kesempatan ini, situasi ini, menginstruksikan seorang pemuja sesaleh dirimu diam, bahkan perkiraan sekecil itu sudah di luar! KEMAMPUAN! AKU!”

Bukan hanya teriakannya berisik, kelakuannya pun menjengkelkan.

Memang orang sinting, Betelgeuse Romanée-Conti. Sungguh butuh usaha untuk tidak mendesau.

Dia orang gila tak disukai, tapi jelas merupakan karakter konduktif untuk Subaru.

Bagaimanapun, semua orang di kelompok afiliasi Subaru adalah potret egoisme, masih dipertanyakan apakah para pemuja normal punya kesadaran diri atau tidak.

Spekulasi sewenang-wenang Subaru adalah emosi tumpul para pemuja normal barangkali disebabkan sesuatu tengah beroperasi di kesadaran mereka, sehingga afiliasi mereka tak terkuak selagi bekerja setiap harinya.

Tapi siapa yang memedulikan anggapan. Hal pentingnya adalah tujuan kunjungan Betelgeuse dengan posisi wewenangnya yang sangatlah berbeda dari pemuja biasa.

Subaru sudah menjadi bagian kelompok ini selama dua bulan, hidup umumnya oke-oke saja.

Biarpun hidup tiada masalah, badan dan kesehatan mental seperti mimpi buruk.

Kerap kali berinteraksi dengan orang-orang gila yang mabok agama membuat kemanusiaan Subaru tidak dapat meninggalkan ranah lazimnya, kesakitan sepenuhnya.

Tempat tinggal dalam gua tersembunyi di pegunungan.

Mengejutkannya bisa ditinggali dan cukup bermurah hati sampai Subaru dapat menjadikan suatu bagian sebagai kamarnya, tetapi barang-barangnya jauh dari peradaban, kamar berlantai keras serta dinding dingin adalah sesuatu dari generasi Z yang harus ditahan Subaru.

Terlepas dari itu, dia bukan aktor yang cukup baik untuk menyembunyikan hubungannya dengan kelompok ini. Hasil komprominya adalah dia tinggal di sini, berproduktif dengan mempelajari dan menimbun informasi mengenai dunia ini.

“Jadi, ada urusan apa sama diri pertapaku ini?”

“Apa kau TIDAK SADAR? Terhadap peristiwa bodoh yang terjadi di negeri ini!”

“Hal-hal yang terjadi di negeri ini … maksudnya Pemilihan Raja?”

“BENAR! Pemilihan! AKAN TETAPI masalahnya BUKAN DI SANA! Pemilihan itu sendiri tidaklah penting, namun yang berpartisipasi! Makhluk itu, penyihir rambut perak!”

Sehingga Betelgeuse dapat mengajarkan Subaru yang tak tahu apa-apa, Betelgeuse memberikan penyampaian resmi tentang Pemilihan—hal persis sama yang Subaru hias di kamarnya—kemudian jarinya menjentik.

Langsung tampak wajah seorang gadis yang sangat imut pada selebaran itu sampai-sampai tatapan Subaru seolah melubangi selebarannya.

Jari kurus Betelgeuse, agak sesuai perkiraan, menunjuknya.

“SAKSI! Wajah ini! Stok ini! Penghujatan kembar terhadap sang Penyihir! Makhluk ini tidak boleh kita abaikan! Waktu Ujian sudah DATANG!”

“Ujian.”

“TEPAT!”

Memekik, Betelgeuse menampar selebaran di dinding gua sebelum membanting tinjunya, darah beterbangan ke mana-mana.

Orang gila yang suka melukai diri sendiri yang mabuk rasa sakit dan darah ini telah menodai gambar Emilia di selebaran.

“Kalau bisa, tangkap dia! Kalau tidak, tinggalkan dia! Bila mana dia dipastikan cocok sebagai wadah untuk sang Penyihir, kita terima dia ke kepercayaan kita! Ujian harus dimulai!”

“Dan kau meminta bantuanku?”

“Ya, BENAR! Aku sudah mengontak yang lainnya, tapi ragu para non-pemuja itu akan merespon! KEMARAHAN sendiri boleh jadi ikut, akan tetapi sementara ini dia sedang berada jauh dari negeri … dengan demikian! Kita sendiri yang hendak berangkat!”

Hati tercurah untuk tugas dan semburan air mata mengalir di wajahnya, Betelgeuse menjejalkan tinjunya ke mulut, menghisap lukanya. Sudut mulutnya sobek ketika giginya menggigit tangan, melukai kulit juga dagingnya menampilkan adegan mengerikan nan menjijikkan.

Tapi Subaru menitah dirinya untuk menahan pemandangan itu lalu menguatkan tekad dan menunjukkan raut wajah keren.

“Kalau begitu boleh aku ikut? Aku tidak tahu detailnya, sih, Uskup Agung.”

“Jadi kau dengan baik hatinya menemani! Aaah! AaAaAa! Betapa sangat teramat sangat teramat sangat teramat sangat teramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramatteramat … MENGGEMBIRAKAN!”

“Kelewat antusias padahal aku cuma bilang mau ikut.”

Seringai Subaru tulus.

Setelah mengangguk berkali-kali sampai kepalanya mau jatuh, Betelgeuse menderakkan kakinya ke postur tepat dan punggungnya bergerak-gerak ke Subaru.

“Kita LANGSUNG PERGI! Sudah aku berikan instruksi kepada para jariku di sepanjang perjalanan … kita akan bersatu bersama mereka, lalu pergi menuju Wilayah Mathers. Selanjutnya mengikuti TUNTUNAN KITAB!”

“Diterima …. Dan juga, Ujian itu apa?”

“PERTANYAAN BAGUS. Suatu ujian tuk memastikan kecocokan dengan wadah Penyihir … dengan kata lain, ujian untuk menentukan apakah wadahnya memiliki kekuatan, kualitas, dan paling pentingnya kualifikasi untuk menjadi inang JIWA PENYIHIR!”

Jawaban Subaru kepada penjelasan tak membantu itu adalah anggukan paham.

Dia tak tahu spesifiknya. Tetapi dibanding waktu yang dia habiskan dalam penderitaan tak mengetahui apa-apa soal Satella adalah Emilia, kali ini pasti lebih bagus.

Kedengarannya dia akan terlibat dengan Emilia lagi. Meskipun juga melibatkan—

“—Sekarang, sekarang sekarang! Sekarang sekarang sekarang! KITA BERANGKAT! KITA MENGUJI! Apakah wadahnya cocok, KEDATANGAN PENYIHIR sudah di hadapan kita! Akhirnya mendapatkan harapan kita setelah berabad-abad usai!”

“Jikalau Satella sang Penyihir turun ke sini, apakah wadahnya …?”

“MATI BERKORBAN! AKAN TETAPI, itu TERHORMAT!  Sungguh terhormat sampai-sampai kalau bisa aku akan mengambil perannya! Andai saja diriku mampu menyesuaikan dengan roh Satella, aku akan menanggung seluruh iterasi penderitaan tak terhindari demi hasratku untuk MELIHATNYA LAGI!”

“Jadi dia terhapus. Apa dia sekarang sudah terhapus.”

Gumam Subaru sambil mengikuti Betelgeuse yang mulai berjalan.

Kekehnya tak sampai Betelgeuse dengar, terpencil di dunianya sendiri yang samar nan sepi—

“Oh, apa dia sekarang benar begitu?”

—tidak pula orang gila itu menyadari senyum gelap Natsuki Subaru.


Dia menikamkan pedangnya ke tubuh kurus yang gemetaran.

Efek sudut pedang memberi tahu Subaru dia sudah melukai bagian vital.

Dilanjutkan napas serak minim—

“Aku pikir kau takkan percaya kalau aku kasih tahu ini, tapi.”

“kena, pa …?”

“Kukira kau orang terbaik dari kelompok yang isinya orang-orang tak disukai, Bete-san.”

Matanya membelalak kaget saat dengan susah payah menatap Subaru.

Kaget masih menyertainya sesaat berangsur-angsur jatuh ke belakang, Subaru menghunus pedang miliknya. Momentumnya membuat Subaru tersandung mundur. Dia bernapas dalam-dalam.

Di kaki Subaru tergeletak Betelgeuse Romanee-Conti dalam genangan darah.

Batelgeuse sekarat, jantungnya hancur oleh ulah Subaru.

“Menyusahkan benar mengatur seluruh situasi ini. Segila apa tindakanmu, ketelitianmu terlalu sedikit. Serius nih, aku terjebak berkali-kali.”

“Apa yang … KAU … BICARAKAN?”

“Aku membicarakan eksperimen sebelum sampai ke sini. Maksudku perencanaan strategiku juga, tapi melibatkan kartu as dan hal lainnya betul-betul riskan. Kau tidak tahu selega apa aku.”

Betelgeuse merangkak, memaksakan kekuatan ke anggota tubuhnya yang tak berdaya. Namun dia kurang kuat untuk berdiri, merayap mundur semata, ibarat menjauh dari kematian.

Subaru tidak perlu melakukan apa-apa. Hidup Betelgeuse tidak lama lagi.

“Awalnya aku tak bisa melihat Unseen Hand, panik dengan apa yang sebetulnya terjadi. Mengurus jari-jarimu menimbulkan banyak masalah pula … sekarang ini, aku sungguh merasa telah mencapai sesuatu.”

“Ghhh, ugggh …”

Darah yang mengalir keluar dari Betelgeuse adalah ampas terakhir dari hidupnya.

Tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti dan malah makin intens, Subaru melihatnya berdarah seraya mengungkap segalanya, gaya rencananya.

Unseed Hand hitam tak terlihat.

Orang kepercayaan sekaligus tubuh cadangan Betelgeuse, Jari.

Lalu kemampuan untuk bermiggrasi ke tubuh-tubuh itu, hidupnya diperpanjang dengan merasuki hidup lain.

Memanfaatkan ketiganya, Betelgeuse telah menjadi gambaran ketekunan tersayangnya sembari berusaha menyudutkan Emilia. Menghabisinya betul-betul usaha melelahkan.

Faktanya Subaru memerlukan empat ratus eksperimen agar bisa sampai sini.

“Yang artinya kaulah orang yang paling sering kuajak bicara di dunia. Aku tahu betapa sintingnya ini, tapi aku merasa kau seperti teman. Mengawasi dirimu melakukan apa pun agar mencapai tujuan, memainkan seluruh kartu yang dimiliki, maksudku bisa dibilang aku tersentuh.”

“Kau ngomong apa … kau ngomong apa kau ngomong apa kau ngomong apa kau ngomong apa kau ngomong apa kaungomongapakaungomongapakaungomongapa!!”

Di akhir paling akhir, kekuatan hitam kelabu memasuki tubuhnya yang nyaris mati. Memfokuskan segenap kekuatannnya ke diri sendiri, Betelgeuse menegakkan sosok sekaratnya.

Dia meludah darah—harfiahnya, ketika darah keluar dari mulut, mata merah darahnya membelalak terbuka selagi beralih menghadap Subaru.

“Pengkhianat! Pengkhianat yang menolak cinta sang Penyihir! Kau tidak bisa, tidak bisa, DIMAAFKAN!!”

Betelgeuse mengulurkan tangannya yang basah kuyup.

Dia melakukannya tidak untuk mengaktifkan Unseen Hand. Tangan tak terlihat tidak berguna kalau terlihat.

Yang Betelgeuse lakukan adalah—

—ketentuan tuk roh jahat, Betelgeuse Romanee-Conti, hendak membajak tubuh lain.

Proses merasuk tubuh-tubuh orang-orang yang berpotensi menjadi spiritualis.

Hanya ada satu orang di sini yang mampu memenuhi kualifikasinya—

“Tubuhmu—!!”

Milikku! Begitulah niat Betelgeuse, tetapi Subaru cuma mendesau.

Dia dengan santainya berjalan menghampiri Betelgeuse kemudian menendang wajah sekaratnya. Kekuatan tendangan Subaru mencopot sejumlah gigi Betelgeuse—tertegun, Betelgeuse mundur.

Dia tidak dapat pindah ke tubuh yang harusnya bisa dibajak ini.

Respon Subaru tidak dengan kata-kata, tapi dengan tangan kirinya yang terangkat—di jarinya, terbang cahaya merah samar.

Entitas itu disebut roh minor.

Ia mengontrak Natsuki Subaru yang berpotensi menjadi spiritualis, alat lucu untuk penerangan jalan gelap.

Roh Jahat Betelgeuse hanya sanggup merasuk tubuh-tubuh spiritualis yang tidak punya kontrak.

Siapa yang bisa menebak sebanyak apa kematian Subaru sebelum dia menemukan itu.

“Tiga hari ini paling panjang dalam hidupku. Biar dari sudut pandangmu, kita sama sekali tidak kenal lama …”

“NATSUKI SUBARUUUUUUUUU!!”

“Kau mengincar Emilia—Sesali itu.”

Betelgeuse meludah teriakan benci, tatkala Subaru menendang dadanya dan mengayunkan pedang ke wajahnya. Bilahnya menusuk tengkorak Betelgeuse, menghancurkan otak dan hidupnya.

Rintihan kematian berhenti. Subaru bersandar di pedang yang menusuk Betelgeuse, mendesau.

Kenyataan berlangsung singkat, tapi persepsi Subaru sangatlah panjang, pertempuran melawan Betelgeuse telah berakhir.

Perasaan pencapaian dan kesedihan membanjiri dirinya.

“Hmmmmmm? Sepertinya kau selesai juga.”

Setelah hening sepintas, suara seseorang memanggil Subaru.

Subaru beralih, mendapati sosok besar mengendap-endap keluar semak belukar—sosok hewan hitam berkepala singa dan empat anggota badan mengerikan, mendatanginya.

Tentu yang memanggil Subaru bukanlah hewan buas itu. Melainkan gadis yang menungganginya di punggung, menatap genit Subaru.

“Ya, aku sudah selesai. Makasih, Meili.”

“Jangan khawatir. Kau membayar kami, kau juga menjaga Elsa. Tapi kau yakin? Kukira mereka teman-temanmu.”

“Mengherankan memang. Seandainya dia tidak mencoba membunuhku di saat-saat terakhir barangkali kau boleh sebut kami teman berbeda usia, tapi dia mencoba membunuhku jadi … sayangnya didiskualifikasi dari teman, kurasa?”

Sembari menggunakan lengan baju untuk menghapus darah yang membekas, Subaru mengangkat bahu pada si gadis, Meili. Jari si gadis diletakkan ke dagu.

“Hmmmm. Aku tak berusaha membunuhmu, jadi apa artinya kita teman?”

“Menuruti logikanya, kita teman. Kau dan aku adalah teman, Meili.”

“Ahh, yey! Kalau kau hitung Petra-chan dan yang lainnya juga, aku punya banyak teman!”

Kedua tangannya bertepuk, Meili dengan senang hati menggoyang bahunya ketika duduk di atas si hewan. Tingkah kekanakannya membuat Subaru memberengut, pernyataan tentang teman mengherankannya.

“Hah, aku terperangah. Mengesankan bilang begini, tapi kau beneran punya teman.”

“Punyaaa. Mereka semua aku bunuh, sih.”

“…”

Kata Meili, tersenyum sedikit, tidak terlihat bersalah sama sekali.

Bunuh mereka. Jadi mereka bisa jadi orang-orang yang terlibat dengannya melalui pekerjaan. Dia pernah menyangka Meili punya beberapa aspek kekanak-kanakan padanya, tapi moralnya miring.

Yah, kau mengharapkan apa dari adik Elsa.

“Intinya, kau yang mengisi tempat yang tidak bisa kuisi serius membantu. Seumpama kau tidak di sini, aku takkan pernah bisa membunuh semua jari-jari sendirian.”

“Jangan risaukan. Tapi, apa betulan mesti berlebihan sampai mempekerjakan kami? Kau bisa saja meminta orang lebih pantas, seperti Kesatria.”

“Takkan dapat mewujudkan sebagian tujuanku sekiranya aku lakukan.”

“Tujuan?”

Meili memiringkan kepala sembari mencoba menyelidiki pikiran Subaru. Namun Subaru tidak menjelaskan lebih lagi, tersenyum belaka dan berkata:

“Serahkan pembicaraan ini ke orang dewasa. Anak-anak sepertimu tidak usah tahu, Meili.”

“Aah! Duh, kau menganggapku anak-anak! Aku tidak peduli lagi sama tuan, selesai sudah, aku tidak peduliiii!”

Kata Meili marah, sampai hewannya menggeram seakan dipicu kemarahannya.

Meili menjaga peliharaannya dari Subaru. Setelah semua usaha yang dilewati Subaru hingga akhirnya membunuh Betelgeuse, dia sungguh-sungguh tidak ingin usaha ini berakhir gagal.

Berusaha memperbaiki suasana hati Meili, Subaru berusaha sekuat tenaga menghiburnya.


Beberapa hari setelah Pemilihan Raja dimulai, perubahan agark besar datang ke wilayah Lugnica.

Perubahan terbesar adalah kandidat Penguasa, Duchess Crusch Karsten, telah keluar dari Pemilihan—meski satu-satunya orang yang memahami seluruh kebenaran situasinya adalah Subaru.

Gara-gara semua jejak yang disebut Crusch ini telah dihapus dari dunia, dihilangkan dengan fakta dirinya pernah ada, direvisi oleh dunia sebagai tak eksis sama sekali.

Yang artinya Pemilihan Raja sekarang selalu menjadi empat orang, memori pendukung Duchess Karsten sudah melenceng, mereka menjadi sekutu kandidat lain.

“Duh, kabut Paus Putih menakutkan. Langsung menghapus ingatan orang.”

Masih misteri kenapa tidak efektif pada Subaru seorang. Tetapi, Subaru yang tidak merasakan sensasi khusus pada dirinya sendiri, menyebalkan dengan keanehan inkonsisten yang terus bermunculan saat Subaru berbicara dengan orang-orang.

Dia harap bisa melupakan saja Crusch Karsten tolol ini.

Mati gara-gara bertarung melawan musuh yang tidak bisa ditandingi takkan dapat kembali selamat.

Satu-satunya orang di dunia yang bisa memperoleh kesempatan itu adalah Natsuki Subaru.

Lantas yang kalah takkan melakukan apa-apa selain menjadi pengingat: jangan melakukan hal tolol seperti yang mereka lakukan.

Tapi perubahan lain yang dianggap tidak penting oleh semua orang kecuali Subaru telah terjadi.

Perubahan itu adalah—

“Kandidat Pemilihan Raja, Emilia. Dia yang menumpas penyiksa abadi dunia, Uskup Agung Kemalasan dari Kultus Penyihir!”

Kerajaan ramai dengan berita tersebut, bahkan negara-ngeara asing pun mengetahui prestasinya.

Bahkan Subaru terkejut terhadap keefektifan propagandanya. Kemenangan layak dari 400 tahun kematian, diklaim oleh Natsuki Subaru—kemudian dipindahkan seluruhnya ke pria badut busuk pendukung Emilia.

Perkara bagaimana tanggapan Margrave atas pemberian pencapaian itu kepada Emilia sejujurnya sama bertaruhnya dengan menumpas Betelgeuse, tapi—

“Dia oke-oke saja sampai rasanya menjijikkan.”

Margrave Roswaal L. Mathers menerima tawaran Subaru, menyetujuinya dengan mudah dan segera mengumumkan bahwa penumpasan Betelgeuse merupakan pencapaian Emilia.

Sekalipun merasakan sesuatu mencurigakan tentangnya, Subaru tak meragukan tindakan Roswaal.

Dunia ini menghina Emilia karena alasan goblok tak masuk akal. Namun Roswaal tetap mengumumkan dirinya sebagai pendukungnya, menjadi walinya dan mempromosikan partisipasinya dalam Pemilihan.

Boleh jadi hanya imajinasi, atau mungkin lebih seperti dia mengharapkan keuntungan dari peluang satu banding satu juta Emilia akan naik takhta.

Caranya dengan sekali langkah menghabisi rentetan hinaan di mana-mana sebagai respon laporan Betelgeuse dari Subaru adalah contoh bagusnya.

“Tidak masalah. Terserah kau menginginkan apa, Tuan Margrave. Selama kau berada di pihak Emilia, aku pun akan menyerahkan diriku ke pihakmu juga. Sesuai ekspektasimu, Emilia akan menjadi Penguasanya.”

Subaru bakal berusaha melakukan apa pun sebisanya dengan kekuatan menantang maut tuk mencapai itu.

Tapi semisal Roswaal punya keinginan busuk atau pemikiran tak pantas mengenai Emilia, maka—

“Berarti mendirikan batu nisan lain untuk Emilia.”

Sekiranya Subaru akan terus beroperasi dari bayang-bayang, tidak diketahui Emilia, maka Subaru tak punya pilihan lain selain mempercayakan kegiatan publik ke Roswaal.

Sebagai gantinya, Subaru akan mensukseskan setiap rencana apa pun dari balik layar.

Maka dari itu—

“Repot-repot menyelamatkanmu. Aku butuh bantuanmu, Blue.”

“…”

Di bagian belakang gua terdapat sebuah penjara berpenghalang besi.

Dirantai di dalam ruangan dingin tersebut adalah seseorang yang mengenakan pakaian kotor. Telinga kucing tumbuh dari kepala pria jelita berseragam kesatria yang nampak mirip-mirip gadis.

Selagi Subaru berlarian ke sana-kemari menyusun segala halnya setelah kematian Betelgeuse dan amukan Paus Putih, dia mendapati rampasan perang ini dan membawa pulang alatnya.

Tetapi saat ini, Subaru memiliki sedikit sekali peluang untuk menyaksikan talenta penyembuhan Blue yang didongengkan.

Wah, dia bahkan tidak menyembuhkan lukanya sendiri, cuma menatap penjara dan menangis tiada henti.

“… seseorang, beri tahu aku. Beri tahu. Aku di mana … Yang Mulia di mana? Aku hidup untuk apa? Apa ada seseorang. Pasti ada seseorang. Semuanya aneh kalau tidak ada. Tapi …”

“Duh, aku mandek. Perlu waktu lama buat yang satu ini.”

Subaru menggaruk kepala sembari menarik keluar sebuah cacatan dari saku dadanya. Pemberitahuan miliknya yang menginformasikan awal Pemilihan Raja dan telah dijaga baik-baik tanpa kerusakan.

Pemberitahuannya tidak seperti yang Subaru kenal. Harusnya ada lima kandidat yang terdaftar—namun kini ada empat, dan deskripsinya telah berkurang.

Perubahannya terjadi sebab eksistensi Crusch Karsten terhapus dan memengaruhi pemberitahuannya juga.

Tapi Subaru ingat. Dia barangkali benar-benar mengabaikannya, tetapi dia telah membaca ulang itu lebih dari kata berkali-kali. Kesatria Crusch Karsten bernama Felix Argyle.

Pastinya sama dengan penyembuh di sini, Blue.

“Dugaanku adalah ketika seseorang terhapus oleh kabut Paus Putih, ingatanmu digantikan dengan perubahan yang rasanya tidak janggal, namun … lihat saja ini.”

“Seseorang, seseorang beri tahu aku … Yang Mulia, Yang Mulia? Yang mulia, dan, orang lain …?”

“Saat orangnya terlalu berarti sampai-sampai ingatan yang hilang tidak dapat digantikan, kutebak ini yang terjadi padamu.”

Sewaktu orang yang hilang adalah bagian besar dari karakter seseorang, jelas kau bakal runtuh saat orang itu menghilang dari dunia.

Maka dari itu Blue bergumam seperti boneka rusak.

Sayangnya, bahkan Subaru pun tidak tahu cara memperbaiki pikiran patah Blue.

Subaru tidak pernah berinteraksi dengan orang yang menjaga hati Blue. Bahkan seandainya Subaru kembali ke masa lalu, masih tidak jelas kapan dia akan kembali.

Lantas Subaru tak tahu cerita apa yang terjadi di antara mereka.

“Namun tetap saja, aku memang menemukan pion bagus di sini. Semuanya baik-baik saja. Aku pasti akan mengisi patah hatimu.”

“Seseorang, tolong … beri tahu aku. Aku, kenapa aku …”

Blue sama sekali tidak menunjukkan reaksi ke Subaru.

Mungkin kelihatan putus asa, tapi Subaru tanpa rasa takut terus berusaha. Siap waktunya dikuras.

Seorang Kesatria penyembuh kehilangan dukungannya. Tidak gampang menemukan pion yang mudah dimanipulasi seperti ini.

Lantas, Subaru dengan sungguh-sngguh nan sepenuh hati …

“Kali ini, aku pasti akan mencari cara agar kau tidak bunuh diri.”

Aku siap mati beberapa kali pun untuk menantangmu, tegasnya.


Semua pintu masuk menuju mansion telah ditutup.

Pintu-pintu dipaku tertutup dari dalam, papan-papan kayu menutupi seluruh jendela. Mestinya dia cukup perhatian jika keadaan tirai tertutup pada mansion ini aneh, bisa jadi dia menyadarinya.

Walaupun awalnya, Subaru mengatur operasi ini dengan percaya takkan melakukannya.

Amukan api menelan seluruh mansion, perlahan-lahan membakarnya sampai tersisa abu belaka.

Nyala api yang memulai kebakaran ini tidak berhenti, membara semakin marah selagi memakan seluruh mansion, meneriakkan permintaan gila bahwa segalanya akan dikembalikan menjadi debu.

Perabotan serta ornamen-ornamen manor yang terbakar bukan satu-satunya yang hangus.

Banyak wanita yang telah menghabiskan banyak waktu dengan menderita dalam mansion ini juga kehilangan hidup mereka oleh rangkulan api dan asap, sosok-sosok mereka hancur menjadi sosok-sosok kehitaman, tidak ada bukti kalau sebelumnya mereka adalah orang.

Perbuatan mengerikan. Siapa pun akan berpikir demikian tentang kebiadaban ini.

Namun sebenarnya inilah yang diinginkan wanita-wanita terbakar itu! Itulah klaimmu, tapi siapa yang akan meyakininya?

“Sial, sial, sialanlah kekacauan ini!!”

Lidah api bertambah intens, diterpa lebih jauh oleh angin. Melalui nyala api ini mansion menggemakan suara seorang pria menyumpah-nyumpah.

Suaranya sangat tegang menyedihkan seraya berteriak-teriak dalam gedung terbakar yang runtuh ini.

Dia memekik gila, situasi sudah di luar kepercayaannya, tidak sadar apa yang sebenarnya terjadi.

“Nomor 99! 114! Bahkan Nomor 123 sudah cukup! Kalian di mana!? Kalian lari ke mana!? Kalian pikir aku siapa!? Meninggalkanku dan pergi meninggal, dasar wanita egois tak bertanggung jawab!?”

Suaranya pecah ketika berteriak-teriak seperti anak kecil yang menyalahkan orang, pemuda berambut putih ini.

Pakaian putih ini, wajah biasanya mengerikan bak iblis waktu marah-marah.

Tatapannya aneh dalam api mengerikan mansion ini.

Orang waras akan berusaha melakukan apa pun untuk melarikan diri dari kobaran api.

Namun pria ini tidak melakukannya sama sekali. Malahan dia tidak sedetik pun mengira akan mati, menjalankan semacam dogma yang melampaui kefanaan.

Dia gila, atau tidak.

—tidak, tidak benar menyangkal dirinya gila, tetapi sejatinya dia teramat-amat percaya diri.

Api takkan mampu membunuhnya, dia percaya itu.

Lantas, teriakan dan sumpah serapahnya bukan karena dia takut hidupnya akan melayang.

Namun amarah tak terkira pada istri-istrinya, yang mungkin melakukan pembakaran ini.

“Semua orang-orang terkutuk ini, mengambil asetku yang terbatas dan merendahkannya—”

“—aku hargai jika kau berkenan menutup mulut tak menyenangkanmu.”

“Hah.”

Wajah marah pria itu ditendang kaki yang menabrak dinding terbakar.

Pening karena sudut serangan dan serangan tak terduga, pria itu terhempas ringan ke lorong. Bahkan dinding-dinding terbakar ternyata rapuh, tak sanggup menahan tabrakannya dan hancur.

Dia jatuh berguling-guling dan berhenti terlentang di lantai kemudian menatap langit-langit terbakar sambil merasa syok terpana.

“Apa, yang …”

“Kebakaran ini adalah surat perpisahan dari banyak istrimu. Ditutur jelas, rupanya inilah akhir belenggu cinta yang lahir dari teror ini.”

Suara yang membalas pria terheran-heran itu adalah suara yang didengarnya ketika ditendang.

Si pria menyentak berdiri tegak, merangkak melalui dinding rusak—lalu mendapati seorang wanita berpakaian hitam datang memasuki ruangan yang kebakaran.

Senyumnya berseri-seri, kepang hitam panjang adalah ciri khasnya.

Namun yang paling menunjukkan identitasnya adalah kukri yang dipegang tangan kanannya—

“Maling! Kau pikir aku siapa!? Perbuatan bodohmu inilah yang akan kau …”

Sesalkan, oceah pria itu berusaha menyerang si wanita.

Tetapi dampak kecil dan pemandangan lengannya terputus dari siku kemudian mengudara, menggagalkan serangan si pria. Dia menatap ke bawah. Mendapati lengannya hilang.

Mustahil. Apa yang terjadi?

“Abadi? Tak terkalahkan? Aku lupa yang mana, tapi aku paham triknya. Kini kau hanyalah pria serangga tak enak dipandang.”

“—! Dasar lonte—”

“…”

Melupakan tangannya yang buntung, pria itu mencoba mencerca sang wanita. Tapi dia tak membiarkan si pria menyelesaikan kalimatnya.

Sang wanita mengayun cepat kakinya ke selangkangan si pria selagi dia terduduk di lantai kemudian menendang selangkangannya. Serangannya cukup kuat sampai-sampai menghempasnya ke udara diikuti ayunan bilah kematian sang wanita.

Sekarang Si wanita memisahkan lengan di bagian bahu kemudian menjagal kaki si pria sampai ke paha. Jari-jari kaki si pria, pergelangan kaki, tulang kering, lutut, paha, semuanya terkena tebasan, darah melimpah ruah seketika tubuh pria tersebut berubah menjadi sesuatu yang mengerikan.

“—ah.”

“Luar biasa kau masih berusaha bicara dalam kondisi seperti itu.”

Kaki si wanita menginjak tubuh si pria yang saat ini lebih kecil, dan menerbangkannya keluar mansion terbakar menembus jendela tertutup papan.

Dia jatuh disertai pecahan kaca jendela, tidak bisa mengendalikan diri karena anggota badannya hilang. Untungnya dia cuma jatuh dari lantai dua, memungkinkannya menghindari luka fatal akibat jatuh.

Biarpun kekurangan anggota badan dan kehilangan banyak darah sudah termasuk terlampau fatal.

“Memangnya aku tahan sama kebodohan hina ini … aku, akulah makhluk paling sempurna di dunia ini. Berhasrat sedikit, sadar akan kecukupan, rendah hati tak tamak, itulah caraku menjalani hidup … jadi, kenapa aku, dari semua orang, mesti menghadapi cobaan manusia menyimpang sepertimu …”

“Kalau kau sering menghina orang-orang kek gitu, tentu kau bakal dikasih dokumen penceraian, Regulus-san.”

“Huh!?”

Bahkan pria itu kesulitan menghadap ke samping, seketika mendapati seseorang baru di visinya.

Seorang pemuda berambut dan bermata gelap mengenakan jubah gelap—Natsuki Subaru.

Menyedihkan melihat betapa minimnya pemahaman pria itu pada situasi terkini. Subaru menghela napas padanya.

“Tak kusangka semua orang akan bekerja sama sebaik itu untuk melakukannya, Regulus-san.”

“Kenapa, kau di sini … tidak, lantas, kau merencanakan ini?”

“Siapa lagi?”

Pria itu, Regulus, akhirnya memahami kejadiannya sedangkan Subaru mengangkat bahu, mulutnya nyengir sinting. Diremehkan, Regulus murka.

“Terkutuklah kau, bajingan brengsek! Kau paham perbuatanmu!? Kau merenggut istri-istriku, istri-istri tersayangku! Di hadapanku pula, membakar mereka bersama mansion! Kau mengerti perbuatan tak bermoral dan jahatnya itu! Orang tolol pembunuh istri!”

“Wah, pendapatmu tidak terduga sekali sampai-sampai aku bingung mau ngomong apa …. Cuma mau bilang, istri-istrimu menawarkan hidup mereka sendiri untuk strategi anti-jantung.”

“—mus, tahil.”

Subaru menajamkan telinga, kelihatan heran seraya memberi tahu Regulus tentang ini. Regulus terdiam.

Itu hal yang Regulus rasa sangat tak terduga sampai-sampai Subaru merasa tidak paham.

Regulus menyimpan banyak wanita yang dipanggil istri-istri di mansionnya, mendewakan keagungan hidup pernikahan dan akan mengancam membunuh dengan kejam kalau tak menaatinya.

 Andai demikian, maka malah terlihat seperti jenis harem jahat, namun sifat menjijikkan Uskup Agung tidak itu saja. Bajingan mempercayakan jantungnya sendiri kepada para istrinya, menjadikan tubuhnya sendiri tak terpengaruh waktu, abadi, tak terkalahkan.

Satu-satunya cara membunuh Regulus Corneas sang Uskup Agung Keserakahan adalah dengan mengembalikan jantungnya.

Artinya membunuh semua target yang menampung jantungnya, istri-istrinya, merampok tempat sembunyinya.

Bahkan Subaru menderita sekali atas keputusan itu.

Namun mereka adalah istri Regulus yang dipenjara—tidak—wanita dipenjara yang menyelesaikan konflik untuknya.

“Mereka puas dengan kematiannya selama kau terbalaskan. Duh bahkan aku beneran belum pernah mendengar pelecehan verbal seburuk itu sampai orang-orang termovitasi untuk melakukannya.”

“Siapa pula yang percaya itu, omong kosong … aku, aku cinta istri-istriku! Jadi mereka harus balas mencintaiku! Ya!? Tidakkah kau berpikir aneh misal yang terjadi sebaliknya!? Namun tetap saja! Mengapa wanita-wanita sialan itu membuatku menderita seperti ini, mereka bukan lagi istri!”

“… seriusan. Itu hal menakutkan tentang kalian.”

Gumam Subaru, nampak kesal selagi mengalihkan pandangannya dari Regulus.

Pandangannya tertuju pada sosok hitam yang melompat dari mansion terbakar dan mendarat di taman. Elsa. Dia menyapu debu abu lalu menyadari tatapan Subaru.

“Ya ampun, kau mengkhawatirkan aku? Tenanglah. Aku tidak terluka sama sekali.”

“Aku tidak mengkhawatirkanmu. Omong-omong, apa-apaan ini. Aku tidak menyuruhmu melakukan hal hambar tak berarti ini padanya.”

Bibir Subaru memberengut ketika menunjuk Regulus tanpa anggota badan. Kali terakhir Subaru melihatnya Regulus masih punya anggota badan, jadi pasti Elsa yang melakukan ini. Wanita itu mengangkat bahu.

“Rasanya menjengkelkan kalau anggota badannya masih ada …. Bukannya kau ingin menyampaikan perkataan mereka?”

“… ya. Kau benar.”

Anehnya, sepertinya Elsa masih memikirkan orang lain.

Salah membiarkan Regulus mati tanpa memberitahunya bagaimana wanita-wanita yang dikorbankan itu membulatkan tekadnya saat mereka menjebaknya ke perangkap ini.

Kini mereka sudah menyampaikannya.

“Ghaaaaggghh!”

Elsa menusukkan kukrinya ke dada Regulus, pelan-pelan mengangkat tubuh ringan Regulus menggunakan kukrinya. Ibaratnya dia semacam makanan yang ditusuk stik, darah mengalir dari dirinya yang tiada henti haus akan kehidupan.

“Langsung dihabisi?”

“Jangan …”

Subaru meletakkan tangannya ke dagu sembari menjawab pertanyaan Elsa, dia merenung.

Subaru barangkali bukan Elsa, tapi Subaru punya hati untuk merasakan simpati dan marah sebagaimana semua orang. Dan hati itu menuntut agar Regulus membayar atas dambaan, tangisan, dan kematian wanita-wanita tersebut.

Jadi, Subaru memerintahkan Elsa:

“Lempar dia ke bagian api lebih kecil. Kita saksikan dia terbakar.”

“Baiklah, mengerti.”

Elsa mengangguk pada instruksi kejam Subaru, tidak terlihat tak setuju sekilas pun.

Selanjutnya dia lemparkan Regulus yang menyumpah-nyumpah ke tumpukan kayu terbakar di tepian mansion.

“…”

Tubuhnya terbakar, dipanggang dalam api sampai mati, teriakan pria itu bergema ke langit malam.

Ekspresi mereka yang tidak berubah sama sekali, Subaru dan Elsa melihat mereka mati.

“Seekor serangga, karena suara mereka menenangkan, itu lebih baik untuknya.”

Kala ratapan nan lama berakhir, Elsa mengungkap isi pikirannya.

Dan Subaru setuju.


“Ini …”

“Maaf. Sungguh maaf. Aku tidak mau melakukan ini. Aku betulan, tidak mau.”

Suaranya bergetar kaget, lelaki itu menekan sikunya ke meja. Namun gagal mendukungnya dan tubuh atasnya tergelincir jatuh dari meja, kursinya terguling seketika roboh ke lantai.

Ikut dalam jatuhnya, gelas dan botol di meja berjatuhan, pecah di lantai dan mengotori seragam pria putih itu dengan bau alkohol.

Anggota badannya gagal beroperasi dengan baik, hidupnya perlahan-lahan menghilang. Bibirnya memudar menjadi ungu, penglihatannya kian samar ketika berkedip-kedip, mencoba mengusir kematiannya yang hendak datang.

Dari kursi di depan meja Subaru melihat pria itu mati-matian memperjuangkan hidupnya.

Wajah pria tersebut halus. Tubuhnya luwes, baik tingkah laku dan cara bicaranya ketika masuk toko dan memanggil temannya serba elegan. Memang kesatrianya kesatria.

“Setuju sih kalau kau dibilang sempurna, Julius Euclius-san.”

“Kau, pecundang …”

“Tapi, misalkan kau lebih memikirkan posisimu, sebaiknya lebih memperhatikan orang lain. Kaulah Kesatria kandidat Pemilihan Raja yang tengah duduk di puncak popularitas. Kau pun harus memperhitungkan bahwa bukan hanya tuanmu, kau pun akan ditargetkan. Yah …”

Subaru berdiri, mengutarakan opininya dengan songong kepada Julius yang terengah-engah kesakitan, kemudian tangan terulur. Tentu saja tangannya menuju seseorang di kursi samping Julius yang jatuh.

Telinga kucing warna cokelas keemasan dan wajah manis. Subaru pelan-pelan mendekatkan bahu mungil dia ke dirinya, menepuk kepalanya. Dengan itu saja, mata Blue menyantai mabuk kegembiraan.

“Felix, kau … kah …”

“Kau tahu perlu usaha yang cukup bagus untuk memanfaatkan kesedihannya? Tidak kusangka aku akan serepot ini demi hidup orang lain kecuali dia. Tapi terbayarkan, sih.”

“Apa, rencanamu …”

“Sudah tidak ada hubungannya denganmu. Rileks. Tebakanku, seandainya kau tiada maka tuanmu takkan rugi apa-apa dan segalanya bakal baik buatnya. Entah apa yang akan terjadi misal dia menghibur dirinya sendiri, sih.”

Mata kuning Julius berganti-ganti antara campuran bingung dan amarah, sedih dan kacau, duka dan curiga.

Namun tidak satu pun emosi itu berarti.

“Seorang teman lama memanggilmu untuk minum-minum. Lalu tegukan pertama kau dapat ini. Kepercayaan memang racun manis, Tuan Sempurna. Kau tenggelam di dalamnya dan salah perhitungan.”

“… oi, nak.”

“Sungguh menyenangkan menjadi seseorang yang dibanggakan siapa pun. Hidup jadi gampang banget sampai-sampai diirikan. Meski kau mati.”

Subaru berjongkok dan menatap wajah Julius. Orangnya pun bahkan tak menatap Subaru. Dia tak terlalu memikirkan pria yang membunuhnya.

Matanya terdapat kepedulian untuk temannya yang bunuh diri tanpa keinginannya, penyesalannya kepada tuannya yang tidak hadir di sini—

“…”

“Kesatria sampai akhir hayat. Benci itu.”

Ludah Subaru sesaat menatap wajah mati Julius, bungkam selamanya.

Perasaan mual di dadanya barangkali berasal dari fakta bahwa Subaru sama sekali tidak punya alasan untuk membunuh sang Kesatria Sempurna.

Inilah kali pertama Subaru membunuh tanpa pembenaran.

Kultus atau Uskup Agung mati tidak dia pedulikan. Namun kali ini pembunuhannya murni hasil dari pilihan Subaru yang memilih mana yang lebih mudah disiksa.

Dia kurang sehati-hati Anastasia Hoshin yang senantiasa dikelilingi penjaga, lebih pentingnya lagi Blue yang ditipu sampai beketergantungan dengan Subaru bisa bermanfaat.

“Apa kerjaku bagus, Subaru-sama?”

“Mantap. Maaf memaksamu melakukannya.”

Blue diam-diam menanyakan Subaru, berdiri di sisinya selagi menyaksikan kematian Julius.

Subaru mengangkat bahu kepadanya dan menepuk kepala lagi.

Jika melakukannya cukup menenangkan pikiran tak stabilnya, maka dia akan menepuk Blue betapapun banyaknya.

“Tidak apa-apa, selama membantumu, Subaru-sama. Bagaimanapun, ini penting untuk membuat masa depan yang kau dan Yang Mulia inginkan, kan? Benar?”

“Ya, benar. Oleh sebab itu kita tak dapat membiarkan temanmu hidup.”

“Ya …”

Wajah Blue tanpa emosi, namun kematian temannya terlihat membekas di benaknya selagi memegang lengan baju Subaru, seolah-olah mengisi hatinya yang kosong.

Bau kematian menyebar tebal di udara. Setelahnya …

“—oh, Anda sibuk?”

Pintu masuk menuju tempat yang tak boleh dimasuki siapa pun telah terbuka, pria berwajah tampan memasuki toko.

Sejenak Subaru berpikir hendak membungkam saksi, tapi untungnya, tidak perlu membungkam dia. Dia orang dalam.

“Kau tentu tepat waktu.

“Memang. Waktu terbatas, dan kami para pedagang yakin bahwa waktu adalah uang.”

“Lihat, lancang banget masih menyebut dirimu pedagang. Lebih mirip pedagang kematian.”

“Saya sungguh tak punya jawaban soal itu.”

Seorang pria kurus berambut abu-abu menggaruk kepalanya sebagai tanggapan Subaru.

Setelan dan dasi hitam licin, dia kelihatan kek orang yang baru kembali dari pemakaman, namun andai diperiksa lebih dekat akan mengungkap bau kematian jelas padanya.

Parasnya lembut seperti matanya, namun caranya mengarahkan sorot matanya ke sekitar jelas memperlihatkan kewaspadaan pada orang lain, sinyal dirinya selamat dari pembantaian.

Yang paling pentingnya lagi, Subaru menyukai mata suramnya. Mata orang yang merasa tidak perlu lagi bertahan hidup, kehilangan tujuan hidup, terlepas dari itu tetap memilih untuk hidup sebagai mayat hidup. Matanya mirip Blue.

“Namamu … kurasa belum pernah mendengarnya.”

“Saya belum pernah memperkenalkan diri, saya pun tak bermaksud demikian. Tentunya saya tidak ingin menanyakan nama Anda juga, klien terhormat. Dengan begini kita tak usah risau.”

“Yah, kau benar. Karena bukan berarti kita berteman.”

“Persis. Kita menjadi musuh begitu itu terjadi. Dan bukankah yang kita lihat di sini merupakan hasil dari memanggil orang-orang semacam itu teman?”

Canda pria itu sewaktu menatap mayat Julius yang tengkurap, juga pada Blue yang menempel dekat ke Subaru.

Subaru mencari racun dan membersihkan urusan sesudahnya sambil bekerja sama dengan orang ini. Karena sekarang ini, Subaru sedang berjalan di ujung tombak yang cukup berbahaya.

“Sampaikan Russel terima kasihku. Aku mengandalkanmu lagi. Maksudku, karena kau ini tangan kanannya.”

“Tangan kanan beliau adalah berada di ujung lengan. Saya adalah seorang budak.”

Cara berpikirnya logis, pikir positif Subaru terhadap jawaban realistisnya. Sekalipun merasa menyesal pula.

Kalau saja dia bisa menjadi teman, mereka bakal berteman baik.


Subaru mengulang operasi rahasianya untuk melemahkan para kandidat dan para Uskup Agung yang menghalanginya.

Kelompok misterius, sarang orang-orang berbahaya, dan lebih pentingnya lagi, bukan tempat di mana seorang pun bisa terlalu mengganggu satu sama lain.

Kultus Penyihir telah menjadi topeng yang sangat nyaman untuk Subaru.

Topeng penyamaran yang ujung-ujungnya harus dia lepaskan, ya, tapi menggunakannya dengan pemikiran itu membuat Subaru bisa menyingkirkannya dengan sedikit rasa bersalah, itu menyegarkan.

Dia tak merasakan sedikit pun hubungan sahabat bahkan dengan para Uskup Agung.

Dia terus-menerus mengawasi mereka untuk mencari celah, memikirkan cara membunuh mereka, mengujinya, bila mana rencananya berbuah dia akan menyiapkan landasan. Sekalipun dia gagal, Subaru punya kekuatan untuk mengatur ulang dunia dan mencobanya lagi.

Bahkan Subaru dalam situasi ini berhasil membentuk hubungan yang bisa disebut kaki-tangan.

Biarpun dia tahu tidak satu pun pemuja dapat dipercaya dan sepatutnya tidak makin-makin terlibat ke dalamnya.

“Tapi bukannya kita sudah sering bekerja sama, dari awal? Senang rasanya bisa membantu mengurus hal-hal menyenangkan ini, tuan.”

“Aku tidak terkhusus bermaksud mendukungmu tanpa syarat, namun bahkan sekarang pun, kau ingin membunuhku seumpama punya kesempatan. Entah kenapa, aku anggap benar-benar menyenangkan.”

“Mimpi Yang Mulia akan terwujud seandainya kau di sini, Subaru-sama. Jadi aku akan terus bersamamu …. Tapi, huh? Subaru-sama, kapan, kau dan Yang Mulia mulai …”

“Hubungan kami hanya permintaan untuk pekerjaan kotor. Kenalan? Gagasan tolol. Kami berdua adalah anak gagal yang tidak bisa menunjukkan wajah ke keluarga. Kalau bisa aku lebih baik mati.”

“Aku sudah berbuat cukup jauh sampai satu langkah lagi, satu saja untuk mewujudkan harapan itu. Andai~ aku melakukannya demi itu, maka aku rela menjual jiwaku untuk iblis. Iblisnya kau, begitu~.”

—Subaru sama sekali tak menganggap tindakannya patut dipuji.

Terlepas dari itu, bahkan sebelum dia sadar, rupanya ada orang yang mendukung perbuatannya.

Barangkali fakta itu menghiburnya.

Menggunakan kekuatan Return by Death, Natsuki Subaru terus berjuang ingin menyelamatkan Emilia.

Dia kira pertarungannya akan solo, senantiasa bertarung sendirian

Mungkin fakta bahwa di suatu titik waktu tak diketahui, pertarungan solonya berhenti—

Neraka menelan Ibu kota. Subaru terengah-engah kesakitan, menatap langit.

Dia merasa sangat terjaga.

Rasa sakitnya menyengat, namun membuat pikirannya lebih sadar alih-alih kabur.

Semuanya, dari yang terjadi hingga alasan dirinya di sini, itu jelas.

Tangannya memeluk Meili yang tak bergerak.

Matanya yang terbuka tak terlihat tanda-tanda kehidupan, melotot ke tempat yang tidak eksis di dunia ini. Tingkah nakalnya, suara manis tak cocoknya, kelakuan suka menyalahkan saat diperlakukan layaknya anak kecil—Subaru takkan melihatnya lagi.

—lagipula. Di sinilah tempat Subaru kembali setelah Return by Death. Titik ulang Return by Death bisa berubah, namun Subaru tidak pernah mundur dari titik ulang.

Di sinilah titik ulang Return by Death berganti, Meili dalam pelukannya menjadi seorang mayat, hidupnya sudah tak bisa diselamatkan.

Sadar dia cuma menghibur hati sendiri, Subaru dengan lembut menutup mata Meili. Dia tidak berhak mendoakan kebahagiaan anumerta orang mati. Tangannya terlalu dikotori darah.

Meili pun sama. Dia melakukan banyak kesalahan sampai-sampai kematiannya tidak bisa damai. Menumpuk dosa demi dosa, rantai yang menghubungkan kelompok Subaru ke neraka takkan terlepas.

“Tapi, tetap saja …”

Bertemu kematian tidak bisa dijadikan alasan untuk menyerah.

Apa dia tak sampai sini setelah mati beberapa kali? Sudah seribu, sepuluh ribu kali dia menghina dan menodai hidup, serakah untuk mengabulkan keinginannya sendiri, lantas dia sampai sini.

Dia hampir menggila karena sakitnya kematian berkali-kali. Namun setiap kali dia mati, api membara di hatinya.

Neraka pertama itu, sentuhan jari-jari itu, adalah yang pertama kali menuntun Subaru ke titik ini.

Dia selangkah lagi dari mewujudkan keinginan terdalamnya.

Dia membuat korban, pengorbanan, untuk sampai sini.

Tapi tetap saja—

“—berhenti.”

Suaranya turun, jahat, dari tempat tinggi.

Api menelan Ibu kota bukan pernyataan kiasan. Wajah yang muncul di atas bukit, ibarat mengumpulkan api amarah ke diri sendiri, terlihat menyilaukan.

“Reinhard, van, Astreaaaa …”

“Sepertinya aku tidak perlu lagi memperkenalkan diri. Lagipula tak banyak yang bisa kukatakan kepadamu.”

Mata biru Reinhard menembus Subaru yang berlutut.

Sinar di matanya berbeda dari yang Subaru lihat dahulu, penuh emosi.

Pria tenang ini ketika menghadapi seorang pembantai, dia sedang menghadap Subaru—

—emosi yang terlampau kuat nyaris tak terlukiskan, melotot benci.

“Jadi kau mampu membenci orang, Pedang Suci!”

“Aku pun terkejut. Tidak kusangka perasaan itu ada padaku.”

“Jadi kau menemukan dirimu yang baru. Selamat. Selamat ulang tahun, Reinhard.”

“Sayangnya, hari ini bukan hari ulang tahunku. Tetapi akan menjadi hari kematianmu.”

Subaru bisa mengoceh-oceh kalimat dibuat-buat semaunya. Seorang pria sekaliber Reinhard takkan terpengaruh.

Mendapat hukuman mati dari Reinhard, senyum tumbuh di wajah Subaru.

Menghancurkan muka yang tak dapat diganggu gugat itu, kemudian mengeluarkan emosi yang terkubur di dalamnya. Subaru tahu itu sama sekali tak berguna, namun inilah satu-satunya hal yang bisa dia banggakan kemenangannya.

“Jangan buat aku tertawa, Reinhard! Pedang Suci! Pedang Kerajaan! Kau seorang kesatria yang melindungi Kerajaan Lugnica!? Apa kau benar-benar melindungi kerajaan!? Bagaimana kalau kau memberitahuku hal itu!”

“…”

Subaru berteriak, tangan melebar, ludah beterbangan.

Keduanya saling berhadapan di luar gerbang istana. Segala hal dari Ibu kota yang terlihat dari titik ini telah terlalap api—atau tidak, bukan hanya Ibu kota.

Neraka ini mengamuk di seluruh wilayah Kerajaan Lugnica. Entah sekuat apa Reinhard sebagai kesatria, dia bisa apa sendirian? Dia tidak bisa apa-apa. Demikian kesimpulan Subaru.

“Ini hadiahku untukmu! Perangkap yang kuatur untuk membunuhmu!”

“Untuk membunuhku …?”

“Berapa kali! Pikirmu berapa kali aku mencoba membunuhmu!? Berapa kali, sepuluh, seratus ribu kali, aku menghadapimu!?”

 “…”

Teriakan Subaru yang tidak dapat dipahami membuat pipi Reinhard kaku kebingungan.

Dia takkan mengerti. Tidak ada seorang pun kecuali Subaru akan memahaminya.

Subaru telah melewati segala macam percobaan dan kegagalan untuk membunuh Reinhard.

Dia mempelajari Reinhard van Astrea, merisetnya secara ekstensif, menguji setiap ide yang dapat dipikirkannya, mengotak-atik rencananya, menggunakan setiap jalan dalam bayangannya untuk mencoba membunuh Reinhard.

Tetapi metode apa pun yang digunakan Subaru, Reinhard mengalahkannya. Seakan-akan otak mengerikan Natsuki Subaru, seolah-olah eksistensinya sendiri tidak berpengaruh sedikit pun.

Subaru mengorbankan Elsa, mengorbankan Meili, mengorbankan Blue, mengorbankan orang yang mungkin bisa menjadi temannya, mengorbankan badut yang mengaku konspiratornya, mengorbankan Kultus Penyihir, mengorbankan para Uskup Agung, melakukan segala kejahatan dan ketidakadilan serta perbuatan salah mana pun, namun masih tidak dapat membunuh Reinhard.

Lantas. Tak mempunyai cara untuk memutus hidup Reinhard, Subaru memutuskan.

“Aku membunuh pribadi kesatriamu. Aku menjatuhkan nama terkenal Pedang Sucimu, kaki menginjak-injaknya, meludah air dan ledir ke namamu!”

“Semua ini, cuma untuk itu.”

“Hanya untuk itu! Yea, aku melakukannya untuk itu saja! Untuk itu aku memanfaatkan nyawa semua orang agar kau tersingkir.”

Subaru menaruh tubuh Meili ke tanah. Jarinya menunjuk Reinhard.

Reinhard tak bisa menyembunyikan dirinya terguncang. Subaru merasa puas.

“Kau ini pahlawan, Reinhard. Mustahil aku membunuhmu. Tapi aku bisa membunuh pahlawan—Ini cara membunuhmu, Reinhard.”

“…”

Subaru membual, suaranya tak ditanggapi Reinhard yang diam.

Berusaha paling keras, mencoba banyak sekali rencana, mengorbankan orang-orang, menumpahkan darah, mengumpulkan kematian, hingga pada akhirnya Meili melindunginya dan menyelamatkannya, akhirnya Subaru mampu menghadapi Reinhard seperti ini.

Setelah menumpuk banyak sekali pengorbanan, akhirnya dia berhasil berdiri di tingkat yang sama dengan Reinhard.

“… kenapa?”

 Angin panas sepoi-sepoi meniup momentum Subaru sebelumnya. Suaranya lemah.

“Kenapa kau sangat kuat? Kenapa kau sangat kuat sampai mesti membiarkan mereka mati, untuk menandinginya?”

Suaranya gemetar disertai isak tangis. Mendengarnya membuat muka Reinhard menegang.

Dia sungguh-sungguh tidak tahu yang dipikirkan Subaru. Tentu saja tidak. Subaru pun tidak tahu lagi.

Dia tidak tahu mengapa menangis. Sudah berapa lama sejak kali terakhir dia menangis?

Tentu. Hari itu, tatkala dia dibawa ke dunia ini, adalah hari terakhir. Hari di mana Natsuki Subaru melihat pemandangan api ini adalah hari terakhir dia menangis.

“Kuharap aku menjadi sepertimu. Kuharap aku jujur sepertimu, cukup kuat sepertimu untuk menyelamatkan semua orang. Aku rasa kau patut ditiru. Aku rasa kau jahat.”

“Kau …”

Mengalir ditemani air matanya adalah perasaan sejati Natsuki Subaru.

Kembali ke perulangan pertama di Ibu kota, ketika Natsuki Subaru menyaksikan pria yang membebaskannya dari siklus tanpa akhir.

—dulu, Subaru iri pada Reinhard.

Berkali-kali ususnya dikeruk, mengalami kematian, tetapi masih tidak mampu mengubah apa-apa, hati Subaru kian acak-acak, kulit luarnya dikupas, kemudian entah kebetulan, bak menendang kerikil di jalan, dia mengubah nasib itu dengan mudah.

Subaru bercita-cita memiliki kekuatan itu, mencemburuinya, iri akannya, membencinya.

“—aku ingin menjadi dirimu, Reinhard.”

“—aku tidak mengerti dirimu.”

Reinhard membuang kejujursan Subaru layaknya omong kosong tak berharga.

Dia benar. Reinhard, kau pahlawan, selalu, selalu benar.

—kapan kesalahannya terjadi? Natsuki Subaru berbuat salah di mananya?

Dia tidak tahu. Padahal sejatinya, dia melakukannya. Namun tidak ada yang mengertinya.

Oleh sebab itu. Tepatnya sebab itu. Sudah lama sekali Natsuki Subaru menjadi orang gila yang tak dikasihani.

“…”

Reinhard menyipitkan mata dan menunduk. Dia bahkan tak meraih pedangnya. Berarti dia pikir senjata pun tidak diperlukan untuk mengalahkan Subaru.

Dia benar, sangat benar. Satu serangan darinya akan membuat tubuh lemah Subaru hancur.

Lantas setidaknya, dan teramat paling tidak—

“ —bukannya kecepetan untuk menyerah?”

“Kau!”

Kala Reinhard memulai tugasnya, sosok hitam menyerbu dari samping. Suara tidak setuju terdengar seketika Reinhard menahan tebasan sosok itu dengan tangannya, dipegang pas dan jelas seperti pedang.

Itu bodoh. Bisa-bisanya dia menghadapi bilah yang diayun dengan momentum sekuat itu dengan tangannya? Bilahnya memekik, pecah berkeping-keping. Tolol. Kenapa malah bilahnya yang hancur?

“Kau beneran bukan orang normal, ya.”

Elsa yang berlumuran darah berputar di udara lalu mendarat dengan tangan dan berkata demikian.

Subaru kira dia sudah mati. Dia pikir sudah menggunakannya sebagai bidak catur untuk menciptakan situasi ini, yakin nyawanya telah terbakar habis, dan berpikir demikian. Namun.

“Nyatanya aku tidak mati. Sekalipun dalam situasi ini, sepertinya aku mendatangi kematian lagi.”

“Elsa …”

“Kalau begitu Meili mati. Adik malangnya.”

“Melihat Meili beristrirahat di tanah, Elsa bergumam sedih.

Tetapi dia mengganti sikapnya dalam sekejap mata, berbalik menghadap Reinhard dengan benar.

“Sepertinya kau musuh adikku juga. Haruskah kita menari?”

“Kau sudah kehilangan senjata. Kau paham siapa yang kau lindungi?”

“Pembicaraan sulit bukan favoritku. Aku melakukan hal yang kulakukan. Pria di belakangku ini membolehkanku melakukan hal yang kuinginkan. Artinya dia pelanggan berharga.”

Menjilat bibir, Elsa menjawab menurut logika yang cuma dipahami pembunuh.

Reinhard menelan napas, bersiap menganggap Elsa sebagai lawannya.

“Ini kesempatan terakhir kita. Aku sudah bersenang-senang. Sangat luar biasa.”

“Elsa! Aku …!”

“Selamat tinggal.”

Pernah menyukainya, selamat tinggal diucapkan dengan lancar tanpa menghiraukan isi kepala Subaru sama sekali.

Segera melanjutkan, Elsa melompat dengan ketangkasan hewan sembari menari menuju Reinhard, pahlawan dan pembantai berhadap-hadapan di pertarungan sengit.

Diselesaikan waktu singkat itu, makanan darah terkahir Elsa Granhiert.

“—sial!”

Subaru tidak boleh mati di sini.

Pandangannya beralih dari pertarungan Elsa dan mayat Meili, dia berlari menuruni bukit.

Limpahan pertempuran bergema di belakangnya, jauh.

Bangunan runtuh satu demi satu di seluruh Ibu kota yang kebakaran, jeritan dan ratapan bergema melalui neraka ini. Anak-anak memanggil orang tua, orang tua memanggil anak-anak, pria memanggil wanita, wanita memanggil pria dalam lengkingan huru-hara neraka ini.

Ya. Inilah neraka yang diciptakan Subaru.

Menciptakan neraka ini, menghancurkan citra palsu Reinhard, mencapai tujuannya.

Sisanya adalah—

“K-kau …”

“—σσσσ”

Subaru tersandung, hampir jatuh terperosok—seketika mulut seekor binatang buas mencegahnya dan melemparnya ke punggung. Subaru habis-habisan berpegangan ketika kulit hitamnya mulai terlihat, disertai tampang singa ganas selagi berjalan.

“Kau … tapi Meili, sudah mati …”

Ia salah satu makhluk sihir yang Meili kendalikan, berlari membawa Subaru melalui Ibu kota yang terbakar.

Guiltilaw ganas berlari bersama Natsuki Subaru di punggungnya. Dia tidak lagi punya tuan, tidak juga wajib mematuhinya—tapi tetap saja Gultilaw tersebut membawa Natsuki Subaru sepenuh hati.

“Tolong, cari dia. Dia pasti, ada di suatu tempat …”

Subaru berdoa, berharap agar Guiltilaw melakukan keajaiban.

Perasaan dalam hatinya ini disebut apa? Kelegaan? Menyerah? Terkekang oleh emosi samar, pikiran Natsuki Subaru bimbang antara sadar dan tidak sadar.

Namun yang benar-benar menghujam batas Subaru adalah kejadian setelahnya.

“—cukup sudah, penjahat.”

Proyektil es tajam menusuk Guiltilaw dari samping.

Guiltilaw menjerit, tersandung kakinya sendiri kemudian jatuh ke tanah. Ikutan jatuh, Subaru pun menabrak keras jalan batu.

“Ugh … apa, yang …”

Penglihatannya kabur karena kesakitan sembari memaksakan matanya tebruka, melihat sekeliling mencari tahu apa yang terjadi.

Dia mendapati Guiltilaw telah menegakkan dirinya, es tak terhitung jumlahnya menusuk sisi kiri selagi menghadapi sosok yang dilingkupi cahaya redup, hendak menyerbu.

Guiltilaw mengangkat cakar tajamnya, meraung. Mungkin inilah martabatnya sebagai makhluk sihir, atau harga dirinya sebagai hewan terakhir yang mematuhi Meili sampai akhir.

Serangannya lebih dari cukup untuk mencabik-cabik manusia sampai terpotong-potong jika tepat sasaran.

Akan tetapi, sebelum serangannya sempat mendarat, satu es tajam menurun—

—menyerang rahang terbuka Guiltilaw, menusuk tenggorokannya lalu masuk lagi ke dadanya, menembus punggungnya, mengubahnya menjadi sate makhluk sihir.

Segera melanjutkan serangan membunuh namun tak mematikan, udara menggema, berderak bagaikan embun beku putih yang menyebar ke seluruh tubuh Guiltilaw, mengubahnya menjadi patung es.

Sesudah menyaksikan kematian Guiltilaw, Subaru pelan-pelan berdiri.

Dia tidak bisa mengangkat tangan kirinya. Bisa jadi terkilir sewaktu jatuh. Harusnya dia terlampau kesakitan sampai-sampai menangis, namun otaknya tidak merasa demikian.

Lagian. Sekiranya Subaru mulai menangis sekarang, maka semuanya akan rusak.

Keduanya saling berhadapan, lanskap kota terbakar di kedua sisi mereka, makhluk sihir membeku di antaranya.

Mata kecubung menyala tugas dan amarah menemui mata gelap penuh kegembiraan tak tertahankan.

Rambut perak berona bulan, mata kecubung potongan terbaik. Wajah selestialnya menggemparkan hati Subaru tiada henti, bunyi perak suaranya terdengar bagai nyanyian peri.

Yang dia kejar, cari, damba, tak pernah berhenti cintai, wajahnya, ada di sini.

“—Emilia.”

“Kau kenal aku?”

Alis Emilia terangkat kaget. Melihatnya membuat Subaru tertawa.

Tepat sesuai bayangannya—tidak. Tepat sesuai kesannya saat mereka pertama kali bertemu, dan berjalan-jalan di Ibu kota bersama.

Emilia tidak tahu sebesar apa perhatian nasional terfokus padanya, seorang kandidat Pemilihan Raja. Bukannya dia kurang sadar diri, namun kepercyaan dirinya rendah.

Walaupun di seluruh dunia dikenal sebagai pahlawan yang mengalahkan Kultus Penyihir Kemalasan, Keserakahan, Kerakusan, Kemarahan, dan Kenafsuan, kejahatan yang menyiksa orang-orang berera-era, kemudian membinasakannya.

Rekam jejaknya hari ini, saat ini juga, telah selesai.

“Ada yang lucu?”

“Tidak, maaf. Hanya saja, bagaimana bilangnya, aku senang. Kek gitu deh, saat kau, baik-baik saja. Kau belum berubah sedikit pun, jadi rasanya aku sudah dihadiahkan.”

“Maksudmu apa? Kapan kau dan aku pernah …?”

Emlilia berusaha keras mengorek-ngorek ingatannya.

Namun Natsuki Subaru tidak ada di ingatannya mana pun.

Tentu tidak. Pertemuan sesaat mereka hanya diingat Subaru. Dan pertemuan sesaat itu, janji akhir yang disesali membawa Natsuki Subaru ke sini.

“Kau …”

“Lia, jangan. Jangan anggap serius kata-katanya.”

“—Puck, ya.” kata Subaru.

Emilia mencari beberapa petunjuk dalam ingatannya. Tetapi dia diganggu kucing abu-abu yang muncul di bahunya—roh yang Subaru ingat betul.

Ingatannya sejak hari itu jauh. Tapi itulah sebabnya Subaru menghabiskan lebih banyak waktu tanpa henti memikirkan hari itu dari yang ada diingatannya.

Tak terbayangkan rasanya dia akan melupakan seseorang yang menempati sebagian ingatan itu.

“Baik sekali kau dengan santainya memanggil namaku. Mengingat betapa mulianya kejahatanmu, bagaimana caramu membayar cukup kompensasi untuk menuntaskannya?”

“Aku akan membayar kompensasinya. Persis sebagaimana maumu—Lagian mau lari ke mana.”

“—? Kau lumayan bersedia. Mencurigakan.”

Subaru membuka ritsleting baju olahraganya dan merentangkan tangan lebar-lebar, menunjukkan dirinya tanpa perlawanan.

Baju olahraga. Ya, baju olahraga. Dia menyimpan baju olahraga itu sampai hari ini, dia simpan dan kini mengenakannya. Dia pikir bila akan bereuni dengan Emilia, inilah yang terbaik.

Semuanya dilakukan demi hari dirinya akan mengenakan pakaian ini, lalu berdiri di depannya lagi.

“Semua yang ingin aku sampaikan kepadamu adalah ocehan orang gila. Tolong jangan ingat.”

“—hah?”

“Akulah yang membakar Ibu kota. Bukan hanya Ibu kota, kebakaran ini dimaksudkan membakar seluruh negeri. Tidak seorang pun bisa melawannya. Bahwa negeri dan kesatria yang melindungi negeri ini telah salah menangani situasi.”

Pidato sulit dimengerti Subaru kelewat membingungkan Emilia. Puck kelihatan bingung mesti menghentikan kalimat Subaru atau tidak, namun membatalkan serangannya setelah mendengar situasi Emilia.

Bersyukur atasnya, Subaru melanjutkan.

“Nama baik Reinhard sebagai Pedang Suci telah jatuh. Gara-gara kita tidak tahu apa yang memulai kejadian menguntungkan dan dia yang sepantasnya melindungi Kerajaan Naga Lugnica, Naganya pun tidak menyelamatkan. Aku mengujinya berkali-kali jadi pasti benar. Pada akhirnya, Reinhard dan Naga itu setara.”

“Membakar negeri? Kau membakar negeri? Mencoba dan menghancurkan negeri ini?”

“Tidak, salah. Aku melakukannya untuk menjadikanmu Penguasa. Mau bagaimana ini satu-satunya cara.”

“…”

Wajah Subaru tersenyum, sedangkan mata Emilia membelalak, terguncang bukan main.

Mustahil ucapan Subaru masuk akal.

Karena Subaru mengawali kata-katanya dengan ocehan, dia sendiri tak keberatan kalau komunikasinya tidak berjalan baik.

Keinginan Subaru paling dalam adalah komunikasi ini membuahkan hasil.

“Api kematian mendesak negara ini menuju kehancurannya—orang yang membunuh pelaku di baliknya bukanlah Reinhard, bukan pula sang Naga, tapi kau. Tidak satu pun kandidat Pemilihan Raja lain bisa mencapai hal yang menyetarai ini. Pahlawan yang mendobrak empat ratus tahun stagnan ini dan menyelamatkan dunia adalah kau!”

“Itu, tidak … kau bicara apa!? Hentikan, aku tidak mengerti! Aku tidak mengerti apa pun perkataanmu!!”

Emilia mendekap kepalanya, menutup telinga, mencoba mencegah ucapan Subaru masuk. Air mata menggenang, seketika dia melihat satu jejak menuruni pipi pucatnya, sebuah kejutan manis menyentak dada Subaru.

Sebagiannya rasa bersalah membuatnya menangis. Sebagiannya melihat tindakannya telah mengguncang hati, sorakan gelap menyoraki hasilnya.

“Kau tidak perlu mengerti. Tidak apa-apa misal tak paham. Segala yang terjadi selanjutnya akan diselesaikan ketika orang lain atas kehendak pribadinya akan menaikkan dirimu. Maka kau hanya perlu mengabulkan keinginanmu. Itulah satu-satunya alasan aku membakar negeri. Semuanya untukmu.”

“Pembohong, pembohong, pembohong! Maksudku, aku … kau, teganya, kau …”

Emilia menangis tersedu-sedu terhadap pengabdian yang tidak pernah dia sangka-sangka, terhadap tawaran yang dia tak pernah inginkan.

Tidak dapat dihindari seandainya dia sedih. Tidak bisa dihindari andai dia tak mengerti. Subaru tahu dia bersalah. Subaru tahu dia keliru. Subaru tahu metode ini takkan membahagiakan Emilia.

Tetapi inilah satu-satunya metode yang dia miliki.

Mengabulkan permintaan Emilia, menjadikan Emilia Penguasa, kemudian mengumumkan perasaannya kepada Emilia.

Hal-hal ini dalam benaknya, tahu sejak awal dia salah, Subaru sampai di sini.

Jadi Natsuki Subaru tertawa. Terkekeh. Menyeringai.

“—lihat aku, Emilia. Tatap aku, benci aku, ingat aku.”

“Kau, siapa? Kau ini, siapa …?”

Tanya Emilia, suaranya gentar, selagi Subaru pelan-pelan mendekat dengan tangan terbuka lebar.

Subaru memejamkan mata.

Rasanya dia mendamba-dambakan ini selamanya.

Mendamba tuk menjawab pertanyaan itu di depan Emilia, selamanya—

“—namaku adalah Natsuki Subaru.”

“Su, baru …”

Hanya mendengar panggilan lirih namanya sudah cukup membanjiri emosinya.

Emosinya begitu hebat, sampai-sampai Subaru betul-betul puas telah datang ke sini.

Disertai perasaan itu dalam hatinya, dan berdoa dia akan menyelesaikan kalimat ini tanpa suara gentarnya—

“—Uskup Agung Dosa Besar Kebanggaan dari Kultus Penyihir, Natsuki Subaru!”

“Uskup Agung …!”

Menyuguhkan perkenalan terbaik sebisanya, Subaru mengerahkan seluruh kekuatannya ke kaki dan menghentak tanah.

Natsuki Subaru memfokuskan seluruh kekuatannya yang tersebar ke satu titik di tubuhnya untuk berlari cepat terakhir dalam hidupnya.

Mengorbankan banyak orang, menganiaya mereka yang barangkali bisa menjadi kaki-tangannya, menemukan suaka kepada mereka yang bisa jadi dia bangun hubungan, kini akhirnya sampai ke gadis kesayangan ini—

“Akulah pria yang membakar dunia, mengguncang negeri, membunuh pahlawan, dan—”

“…”

“—yang akan kau bunuh.”

Merasakan dampak tombak di dada, Subaru tersenyum.

Jatuh terlutut, tidak sanggup menopang diriniya sendiri kemudian kolaps, terjatuh.

Dia tidak pernah mencapai Emilia selagi tubuhnya dengan nurut terhempas melewati jalan-jalan berbatu.

“Kenapa?”

Subaru menutup mata, siap menerima akhirnya, sewaktu seseorang mendorongnya untuk membuka kelopak mata.

Emilia berdiri tempat di samping, menatapnya. Salah satu air matanya jatuh mendarat di pipi Subaru, alhasil dia membuka mata.

“Kenapa?”

Pertanyaan berulang campur aduk.

Apa artinya kenapa ini, Subaru penasaran.

Kenapa kau melakukan ini?

Kenapa harus seperti ini?

Kenapa kau datang ke sini untuk mati bersamaku?

Banyak sekali kenapa dalam pertanyaan itu.

Dia ingin menjawab semuanya, tetapi Subaru hanya punya waktu paling sedikit.

Lantas membiarkan napas terakhir membawa jawabannya.

 “—aku mencintaimu.”


Kematian makin mendekat. Tua, tak asing.

Setiap kali Subaru menemui ajal, dia dituntun menuju tempat gelap, sepi, tidak dikenal.

Sungguh-sungguh, sungguh tempat sepi, tempat entah berantah yang takkan kau tahan sendirian.

Setiap kali Subaru menemui kematian, dia dikirim keluar dari tempat ini.

Menuju dunia penuh darah dan kesedihan, air mata serta duka, kehadiran cinta yang minim nian.

Namun sekarang tak apa.

Dia puas.

“…”

Subaru merasa seseorang di dunia gelap ini membisikkan sesuatu padanya.

Menghibur, menyemangati, menegaskan, pengakuan.

Tapi kenapa? Dia bukan kekasih yang Subaru cari-cari.

Kekasihnya berada di tempat lain, tempat yang tidak ditinggalinya, mimpinya yang menjadi kenyataan dan usahanya yang telah terbalaskan.

Subaru telah mengorbankan banyak orang, sampai paling akhir, demi tujuan itu.

Jadi, tidak apa. Dia tak perlu diselamatkan. Suaka dan penyelamat sudah dia dapatkan, sedari awal.

“…”

Jelas memanggilnya.

Memanggilnya dengan kebaikan, kasih sayang, cinta.

Maka Subaru memisahkan dirinya dari pilinan kematian, sembari menerima kehadiran nan jauh itu.

Sambil menerimanya, dia menjawab kata-kata ▒▒▒▒ itu.

—walaupun kau menolakku, aku takkan pernah melupakanmu.

 

Catatan Kaki:

  1. Antropomorfisme adalah atribusi karakteristik manusia ke makhluk bukan manusia. Subyek antropomorfisme seperti binatang yang digambarkan sebagai makhluk dengan motivasi manusia, dapat berpikir dan berbicara, atau benda alam seperti angin atau matahari. Istilah antropomorfisme berasal dari bahasa Yunani ἄνθρωπος (anthrōpos), manusia dan μορφή (morphē), bentuk. Tiga hewan antropomorfis yang paling terkenal sampai saat ini adalah Donal Bebek, Miki Tikus, serta Tom dan Jerry.
  2. Sir adalah pangkat kebangsawanan untuk seorang “Kesatria”, maka dari itu tidak usah diterjemahkan.
  3. Shogi (将棋 shōgi) atau catur Jepang adalah permainan papan dari Jepang yang dimainkan oleh dua orang di atas papan 9 lajur dan 9 baris yang berwarna sama. Permainan ini diperkirakan berasal dari permainan India kuno yang disebut caturangga, dan termasuk dalam permainan papan berstrategi yang sekelompok dengan catur, janggi dari Korea, dan xiangqi dari Cina. Di seluruh dunia, shogi diperkirakan menempati urutan ketiga dalam jumlah pemain setelah catur dan xiangqi. Ciri khas shogi yang sangat membedakannya dari catur adalah sistem memainkan kembali buah lawan yang sudah ditangkap. Walaupun sudah naik pangkat, buah yang tertangkap akan kembali ke pangkat semula. Buah lawan yang tertangkap menjadi milik pihak yang menangkap, dan dapat diletakkan kembali di atas papan untuk memerangi mantan majikan. Kedua belah sisi yang bermain dibedakan menjadi sente (先手) dan gote (後手). Pemain sente memainkan langkah pertama, diikuti pemain gote, begitu seterusnya secara bergantian hingga selesai. Sama halnya dengan catur, permainan ini dimenangkan setelah mematikan raja lawan (mencapai posisi skak mat). Dalam istilah shogi, skak mat disebut tsumi (詰み). Dengan adanya sistem memainkan kembali buah lawan yang sudah ditangkap, kemungkinan remis adalah sangat kecil.
Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
21 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Rahmat Ali

thanks yaa min, i’ll apreciate you :v

Bis tayo

mo nanya?subaru kan di akhir mati?emang dia ga ngulang kematiannya lagi?atau itu pengulangan terkahir yang akan abadi?Mohon dijawab

Emilia suki da

Min lanjutin re zero yang main route nya dunk

Faza

Lanjut minn

ANON

Eh udah njir sebentar kirain bakal lama

....

Emang kapang keluar lagi lanjutan nya

Ian

Dah kelar min,?nih Chapter?pengen liat lanjutannya agak agak nanggung.:(

Kakaka

Gw harap seharap harap nya ini di jadiin anime ova nya

Orion

Maksud dari “walaupun kamu menolakku aku takan pernah melupakan mu”.

Dengan kata lain subaru pergi bersama dengan satela chan.?

Kawaii tapi sama gilanya anda witch of envy

Topicool

Sumlah gw bacanya nyesek?, pdhal gw suka ngeliat subadrun diaiksa, pas baca ini kok jadi sedih coo gw?, ini spinoff rezero terdebest sih menurut gw

Rivvad

Makasih min udah mau garap, gakebayang sih gw kalo jdi subaru, ngadepin beribu ribu kematian buat cewe yg di endingnya bukan jadi jodohnya wkwkw

フル君

Njir.. ada spoiler nya dikit..
yg di sensor di bagian terakhir ada yg tau?

Thanks min..
Lanjut..

Icsan

kalo lanjut anime mulai baca darimana ya?

Hann

G ada pdf nya?