Share this post on:

Jack of All Trades

Pria dan Wanita yang Berlari

Penerjemah: Gaping Dragon

Apa-apaan, sih, yang mereka lakukan? Kenapa malah mengepung si wanita bertopeng?

Aku mencoba mengamati mereka dnegan kepala sedingin mungkin saat memanggil.

“Apa, nih? Kenapa kau menghalanginya?”

“Eh? Bukan urusanmu. Enyahlah.”

“Sayangnya, aku baru saja makan malam dengannya. Tidak bisa begitu saja bilang, ‘oke, deh,’ dan pergi tanpa dosa.”

Barangkali mereka bermaksud menculiknya dan dijadikan semacam jebakan? Contoh, aku harus menyerahkan semua uang dan pergi begitu saja atau mereka akan menyakitinya.

“Hei, Kelinci Hitam. Serahkan uangmu dan pergilah sebelum kau menyesal. Siapa tahu apa yang terjadi pada wanita ini kalau kau tidak melakukannya?”

Woahhh … sama persis. Apaan dah? Apa ada naskahnya?

“Hei! Cepatlah!’

Aku takkan memberikanmu apa-apa, kontol! Lepaskan dia dan pergilah sekarang! Sebelum aku menghajarmu habis-habisan!”

“Kecil-kecil bangsat … kau cuma Kelinci Hitam!”

Pemimpin bajingan ini urat-uratnya muncul membentuk cabang sesaat tangannya turun ke pinggang. Seolah sebagai aba-aba, orang-orang yang tersenyum mesum menghunuskan pedang masing-masing.

Tidak ada jalan kembali. Satu-satunya pilihan adalah bertarung. Akan tetapi, aku lebih suka tidak ada yang mati di sini, bayangan Russel mengantarku ke penjara itu menyedihkan.

Lantas aku menyimpan pedang saat mengangkatnya. Pemimpin gang cepat-cepat membungkus sabuk pedang di sekitar pegangan dan berteriak.

“Kelinci Hitam! Kau mau mempermainkan kami!?”

“Aku tidak bermain-main. Tapi Kepala yang memberikanku pedang ini …. Takkan kubiarkan sia-sia hanya karena melawanmu!”

Memegang kedua pedang. Sarung pedang pendek mempunyai sebuah tombol, jadi tidak sempat bersiap-siap. Lalu aku lari. Tentu saja, tidak dalam kecepatan penuh.

“Aaarrragghhhh!”

Pemimpin geng mengayunkan pedangnya tinggi-tinggi. Postur tubuhku merendah, salto ketika pedang tersebut tepat jatuh, meleset dari targetnya. Suara bilah menabrak tanah bergema di belakang. Di hadapanku adalah para anggota yang membuat dinding dan menahan si wanita bertopeng. Aku mengincar orang terlemah dari kelompoknya, menyerbu secepat-cepatnya dan menggasak.

“Uaaagh!”

Bobot dampaknya tidak berat, tapi pasti ada sentuhan unik dari AGI tak proporsional, itu tentu. Lagipula aku mengharapkannya. Menembus dinding, kini berdiri di depan wanita bertopeng dan saling berhadapan, pedang disiagakan.

“Kau baik-baik saja?”

“Uh, iya. Kau gimana?”

“Aku tidak apa, untuk sekarang. Bisa lari?”

Kutanya, sekilas melirik ke belakang.

“Tentu saja.”

“Kalau begitu pergi ke pos jaga dekat gerbang selatan. Aku punya teman di sana. Seorang kapten bernama Russel. Pasti dia akan membantumu.”

“Kau … bagaimana?”

“Aku? Kabur hanyalah satu-satunya keahlianku.”

Ucapku bercanda. Awalnya dia terkejut dan malah tertawa.

“Kau lucu. Siapa namamu. Aku Daniela.”

“Aku Asagi. Asagi Kamiyashiro.”

Wanita bertopeng bernama Daniela mengangguk. Kemudian mulai berlari ke arah lain.

“Kau … kau pikir bisa mengejek kami ….”

Pemimpinnya melewati geng yang berdiri di depan mata. Dia sungguh-sungguh murka sekarang. Bahkan orang-orang di sekitarnya punya mata kejam dan bersinar-sinar selagi menghunuskan senjata. Jelas tidak hanya ingin membunuhku.

Mereka buta lingkungan. Seperti kenyataan bahwa tempat ini adalah taman.

“Sayang sekali, aku tidak berniat melawan kalian. Aku kenyang banget sehabis makan. Aku mau istrirahat!”

Jalan kota dilapisi batu. Namun taman berbeda. Ada kotoran di sekitar kakiku dan banyak pasir. Lantas aku tusuk pedang ke tanah dan menyekop pasir ke udara.

“Aggghhh ….! Sial!”

Mata berbinar-binar lapar sambil mengerahkakan cukup banyak pasir. Mengulur banyak waktu pelarianku. Aku berlari, mengikuti arah kabur yang sama-sama ditempuh Daniela. Tampaknya dia pun cukup cepat karena sudah tidak kelihatan lagi. Aku menyaru di antara kerumunan orang tatkala berlari di jalan utama. Beberapa orang terlihat kesal, tetapi mereka pastinya mewajarkanku. Keadaan darurat. Hidupku dalam bahaya. Trik melewati situasi berbahaya adalah memprioritaskan kelangsungan hidup pribadi. Berkali-kali menoleh ke belakang untuk memastikan tiada yang mengikuti, selagi menuju pos selatan.


Makanan warungnya kelewat enak. Cukup enak sampai berhenti berjalan dan melamun. Sama seperti seorang pria yang menabrakku. Tapi dia tak menyumpah lamunanku dan meminta maaf lebih dulu. Tahu aku tengah lapar, dia bahkan membelikanku makan malam. Orang yang baik. Rambut hitamnya cukup panjang, mirip wanita. Matanya agak tersembunyi di balik poni, tapi senyumnya lembut.

Makan malam bersama kami di taman itu tenang dan damai. Jauh dari perkelahian bar dan teriakan-teriakan warung jalanan. Dunia yang berbeda sepenuhnya. Waktu-waktu terbaik. Makanan lezat. Aku ingin pelan-pelan menyelesaikannya, tapi dia cepat banget makannya. Aku rasa dia tidak punya urusan lain, karena terus-terusan menatap aku yang lagi makan. Rasanya malu. Seseorang harusnya tak menatap wanita yang sedang makan.

Kami selesai. Dia bilangnya akan kembali ke penginapan tempat tinggalnya dan melambai selamat tinggal sebelum meninggalkan taman. Lalu terjadilah, seketika aku juga mencari-cari tempat bermalam.

Sekelompok pria yang bersembunyi di balik pohon semuanya bermunculan dan mengepungku. Mereka semua tersenyum mesum. Aku berteriak karena kaget, tapi ujungnya teriakanku membawa hal baik. Sebab dia kembali. Setahuku, mereka kenal satu sama lain. Tapi bukan sebagai teman, melainkan musuh. Mereka memanggilnya Kelinci Hitam yang tampaknya tak dia sukai. Mungkin kedengaran menggemaskan mendengar tukasnya, namun bagi laki-laki tersebut itu cemooh.

Dia dan pemimpin geng menghunus senjata. Aku berasumsi duelnya akan segera dimulai, tetapi dia menghindari serangan dan lanjut menghantam salah satu dari orang di depanku seakan dia ini kesatria berzirah berat. Wajahnya tidak panik sama sekali, dia semata-mata mengkhawatirkanku. Itu baik sekali. Aku tidak paham mengapa orang-orang ini berkumpul ingin menyakitinya. Hati kecilku merasa marah, tapi dia menyuruhku untuk pergi ke pos penjagaan saja. Ujarnya aku harus memanggil bantuan, tapi kurasa dia hanya mau diriku melarikan diri. Sejenak ragu-ragu, tapi tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Aku menanyakan namanya dan kutulis dalam hati agar tak lupa. Orang ini masih mempedulikanku terlepas situasinya.

Asagi. Tunggu aku. Aku akan mencari Kapten Russel ini.

Menggunakan sihir angin untuk melompati tembok dan bergerak melewati atap menuju gerbang selatan.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments