Share this post on:

Cahaya

 CH 81.png

Penerjemah: Dulneiys

Setelah puas diceramahi oleh Otto dan Patrasche, hati Subaru untuk sementara kembali dari kedalaman jurang.

Sejujurnya, ada banyak peristiwa dalam Benten Mimpi yang belum dia mengerti, tapi sudah berlalu, dia harus mengubahnya menjadi kekuatan.

“Yah…takkan dibantu Echidna lagi…”

Sang Penyihir Keserakahan, Echidna, telah memasang topeng ramah saat dia mengamati perjuangan Subaru. Tetapi setelah perjumpaan terakhir mereka, Subaru sekarang yakin bahwa itu bukanlah niatnya, para Penyihir adalah mahluk yang tidak akan pernah menyimpang dari prinsip mereka.

Hal itu telah dipastikan sejelas-jelasnya oleh lima Penyihir lain――Sekhmet, Daphne, Camilla, Typhon, dan Minerva. Menurut pandangan Subaru, mereka semua bukan mahluk jahat. Bukan juga mahluk yang baik.

Pandangan itu benar khususnya untuk Minerva, yang prinsipnya adalah menyembuhkan orang lain. Caranya merengsek maju tanpa mempedulikan nyawanya sendiri untuk menyembuhkan Subaru, terlepas kehilangan tangan dan kakinya, adalah menyeramkan alih-alih mulia.

Soal Penyihir terakhir, Satella――lebih baik Subaru tidak memikirkannya untuk sekarang.

Perasaannya untuk Satella, emosi-emosi yang tidak dapat dipahami itu melonjak di dalam dirinya, Subaru secara naluriah tahu bahwa mencari jawaban tentang hal itu sekarang, ketika dia sangat ditekan oleh waktu, akan berbahaya.

Dan ucapan terakhir yang mereka tuturkan saat berpisah. Momen-momen terakhirnya dengan Satella――hanya mengingat waktu itu membuat bagian dalam dadanya berguncangan, seolah-olah jantungnya akan robek sendiri.

Maka dari itu, Subaru memang sengaja melupakan pemikiran mengenai Satella, dan mengarahkannya ke hal-hal lain. Itulah, nasihat terakhir yang diberikan Echidna kepadanya, dan pertanyaan apakah dia harus menerima Satella.

“Lebih menghargai diri sendiri…mudah untuk mengatakannya, tapi…”

Sejak bertemu Satella, dan melewati Ujian Pertama dan Ujian Kedua, Subaru tahu betul bahwa mereka yang ingin dia selamatkan dari kematian juga akan berduka cita atas kematiannya. ――Dan itulah yang ada di hati kecilnya, Subaru tidak ingin mati.

Namun, apa yang bisa dia lakukan? Tak ada yang merubah fakta bahwa dirinya tidak punya senjata lain untuk digunakan.

Banyak masalah yang menunggu untuk diselesaikan belum juga hilang. Justru, jumlah orang yang bisa dia andalkan untuk membantunya berkurang.

Walau hatinya sedikit bangkit, hal lainnya menurun ketimbang meningkat.

“Andalkan orang-orang yang peduli padaku…bagaimana caranya…”

Jujur saja dan minta bantuan mereka. Barangkali itu yang Satella maksud. Tapi orang yang melarangnya untuk memberitahu Return by Death tidak lain adalah Satella sendiri――, atau, menilai dari alur pembicaraan, orang yang melarang penyebutan Return by Death mungkin persona dari Penyihir Iri Hati. Mungkin, Satella punya pemikiran yang berbeda dengan kepribadian alternatifnya. Dan, kala bisikan terakhir――

“――Ugh, sudah kubilang bukan waktunya untuk memikirkannya”

Menyadari bahwa kepalanya sekali lagi melayang ke arah Satella, Subaru menginjak rem.

Yang perlu dia lakukan hanyalah menemukan rencana konkrit untuk menyelesaikan masalahnya.

“Garfiel…takut pada dunia luar…ya”

Itu adalah nasihat terakhir Echidna, dan mungkin informasi yang diperlukan untuk menerobos situasi ini.

Garfiel secara langsung mengakui bahwa dia telah mengikuti Ujian Pertama, dan Echidna sendiri memastikannya.

Yang jadi persoalan, apa yang dia lihat dalam masa lalunya sampai-sampai takut pada dunia luar?

Trauma karena tidak bisa mengikuti Frederica keluar dari Sanctuary untuk tinggal di kedimaan Roswaal tidak ada hubungannya dengan hal ini.

Tapi Subaru ragu Garfiel akan mengakuinya terang-terangan seandainya Subaru menanyainya secara langsung.

“Yang artinya aku mesti mengeluarkannya lewat seseorang yang cocok…Frederica dan Lewes-san sama-sama tertutup…”

Semisal kata-kata Frederica dapat dipercaya, maka dia tidak dapat mengikuti Garfiel masuk ke Makam, dan alhasil, Frederica tidak tahu isi dari Ujiannya. Lewes, di sisi lain, atau paling tidak kloningan Lewes yang masuk dan mengeluarkannya, telah mengikuti Ujian. Kemungkinan besar dia tahu detail-detail Ujian Garfiel.

“Sebenci-bencinya aku melakukan ini…rencana yang paling dapat diandalkan adalah mendapatkan Wewenang Kekuasaan dari kristal Lewes Meyer dan menyuruhnya untuk memberitahuku”

Bahkan pemimpin klon dan perwakilan Sanctuary, Lewes, dapat melawan perintah dari yang memegang Wewenang Kekuasaan. Meskipun bertentangan dengan keinginannya, Subaru bisa saja memaksa Lewes untuk memberitahunya.

Dan lebih dari sekedar informasi, tapi juga mendapatkan dukungan dari dua puluh kaki tangan aneh. Paling tidak, begitulah cara dia meyakinkan dirinya sendiri.

“――――”

Gambar Sanctuary terbakar hebat, dikuasai oleh segerombolan kelinci putih, muncul dalam benaknya. Serta memori buruk saat menyuruh kloningan Lewes untuk melindunginya selagi berlari menjauh.

Aku harus menghampiri Emilia. Dengan hal itu sebagai pembenarannya, Subaru tanpa berpikir membuat keputusan sambil berlari, terluka, menuju Makam.

Dia tidak pernah menyesali atau merefleksikan tindakannya setelah fakta-fakta itu, tetapi sekarang setelah dia menoleh ke belakang dengan kepala jernih, kekalutan atas perbuatannya dahulu membuatnya merinding.

Apalagi sekarang Subaru sadar bahwa itu adalah keinginan menyedihkannya untuk bertahan hidup.

Apakah ada cara yang lebih takabur, lebih tak tahu malu untuk mengirimkan gadis-gadis it uke kematian mereka? Kendati dia bersikeras tidak ingin mati, dia tidak lagi bsia mempercayai dirinya lagi.

“Kepalaku kacau…Aku terlalu memikirkan hal-hal negative, sial. Otakku akan meleduk kalau terus berpikir seperti ini. Ayo tuntaskan satu-satu, dan hilangkan hal-hal yang bisa aku hilangkan.

Pertanyaan dan jawaban, uraikan masalahnya. Mulailah menyelesaikannya satu per satu lalu hubungkan semua pertanyaan yang telah terjawab menjadi satu solusi besar.

Dekati masalahnya sehingga mengarah ke hasil yang positif. Pertama-tama…

“Karena aku telah lulus dari Ujian pertama, seharusnya aku yang membebaskan Sanctuary. Tidak usah lagi membebani Emilia. Atau lebih tepatnya, karena jika ditekan lagi akan menghancurkan pikirannya, semua hal itu harus dicegah apa pun caranya”

Subaru mengingat Emilia manis menghampirinya di Sanctuary yang tertutup salju.

Jelas itu adalah kepalanya yang hancur karena berkali-kali menantang Ujian. Tidak ada untungnya Emilia menghadapi Ujian lagi.

“Menyelesaikan Ujian adalah masalahku…yang ‘kan membawa kita ke Ujian Kedua. Aku berhasil selamat, tapi…apa berarti aku lulus?”

Masa kini yang seharusnya tidak kau saksikan――seperti kalimatnya, adalah dunia yang terbentuk atas perbedaan pilihan Subaru. Ujian Kedua membuat kita mengalami Dunia Lain itu.

Untuk semua orang selain Subaru, barangkali hanya eksplorasi dalam dunia yang berbeda. Tapi, bagi Subaru, Ujian benar-benar telah menajamkan taringnya.

Subaru telah ditunjukkan lanjutan dunia yang telah gagal dia selamatkan.

Menghadapinya dengan segudang penyesalan, konsekuensi, dan duka cita yang mendalam karena Kematiannya.

Menyaksikan semua itu dengan matanya lalu dirasakan dengan kulit-kulit, hati Subaru hancur berkeping-keping.

Bahkan sekarang, mengingatnya lagi membuat seluruh bulu kuduk di tubuhnya naik dan menyerang anggota tubuhnya dengan kesemutan.

Lantas, baru ketika dia hendak ditelan oleh ejritan hatinya sendiri, Subaru dipanggil ke Benteng Mimpi――yang jadi pertanyaan, dia lulus atau tidak?

Sepertinya dia tidak lulus.


Tapi, apa yang harus dia lakukan untuk menyelesaikan Ujian Kedua? Tidak seperti Ujian pertama, Subaru sama sekali tidak mengetahuinya.

“Hanya memikirkannya takkan membuat kemajuan. Aku hanya harus melakukan sesuatu yang bisa kulakukan”

Menggelengkan kepala dan menguatkan jantungnya yang ragu-ragu, Subaru bangun. Dia menempelkan tangannya ke dinding berlumut di belakang dan mengintip melalui pintu masuk Makam yang gelap.

Subaru telah berfilsafat seharian di sini, tanpa Patrasche atau Otto di sisinya.

Merasa malu oleh percakapan terakhir mereka, Subaru meminta Otto untuk membawa Patrasche kembali ke kandang. Meskipun menghiburnya setelah melihat tatapan prihatin Patrasche ketika dia pergi, Subaru perlu menyendiri untuk memilah-milah berbagai pemikiran dalam kepalanya.

“Masalah utama yang harus diatasi adalah Sactuary dan Mansion. Di Sanctuary ada Ujian, Garfiel, dan Kelinci Besar. Di Mansion, ada Beatrice dan Elsa……aku terlalu banyak menghadapi masalah di sini”

Tanpa satu pun solusi yang nampak, Subaru baru saja berputus asa. Tapi sekarang bukanlah waktu untuk berputus asa. Subaru wajib menghilangkan masalahnya, dalam waktu bersamaan――sembari menghargai hidupnya bukan lagi sebagai barang sekali pakai.

“Pertama-tama adalah memastikan status Ujian. Andai kata Ujian Kedua baru saja dimulai maka selesaikan, andaikan selesai dan Ujian Ketiga dimulai, itu bahkan lebih baik”

Sekurang-kurangnya, misal Subaru mampu menghilangkan Penghalang lebih cepat, maka akan sangat membantu situasi sekarang. Subaru juga harus berpikir bagaimana menggerakkan Garfiel. Kemungkinan terburuknya, ketika Kelinci Besar menyerang, paling tidak penduduk Sanctuary bisa kabur keluar. Bahkan Garfiel pun takkan keras kepala ketika dia berhadapan dengan Kelinci Besar. Menghampuskan Penghalang akan sedikit menyelesaikan masalah di Sanctuary.

Memikirkannya sampai titik ini, secercah harapan samar terbuka di depan Subaru, membawa serta kelegaan.

Subaru telah memeras otaknya karena masalah yang tiada habis-habisnya, namun sekarang dia akhirnya melihat sesuatu yang mengarahkan jawaban atas semua persoalan.

“――――”

Berdiri di depan pintu masuk Makam, Subaru menahan napas saat dia melihat lorong-lorong berbatu gelap.

Seumpama dia masuk ke sana, Ujian akan dimulai, dan dia akan menghadapi masa lain yang seharusnya tidak disaksikan. Subaru takkan pernah terbiasa dengan kejadian itu, tidak peduli berapa kali dia melihatnya.

Tetapi Subaru tahu dia tidak boleh mengabaikan atau melupakan mereka.

Bilamana Subaru tidak bisa melarikan diri, maka terpaksa melawan Ujian itu.

Subaru menarik nafas dalam-dalam, menahannya di dalam lalu melangkah maju. Menjelajah ke dalam Makam, dia akan menantang Ujian dan membebaskan Sanctuary――

“――――!?”

Tatkala Subaru melangkahkan kakinya ke dalam, sebuah sensasi menyapu dirinya seperti pukulan ke tengkorak langsung.

Rasa sakit itu layaknya jarum yang menusuk langsung ke otaknya ketika cahaya tampak jelas di depan sedangkan kakinya menyerah. Tubuh bagian atasnya tumbang, dan, karena tidak dapat berdiri, Subaru roboh di tempat. Seketika merasa mual, membuncah isi perutnya selagi tersedak empedu. Subaru batuk, namun mau sekuat apa dia berjuang, tubuhnya tidak mau nurut.

Alarm, alarm, bel alarm berbunyi.

Terperangkap dalam siklus kekacauan dan disonansi ini, Subaru terengah-engah ketika dia jatuh ke bagian luar Makam. Secara naluriah, dia tahu. Andai dia masuk lebih jauh, Siksaan yang menggerogoti tubuhnya akan semakin menjadi-jadi.

“U, gh……hhha, ph, uargh”

Jatuh keluar dari Makam dan melemparkan tangannya ke rumput, Subaru muntah berkali-kali.

Sewaktu tubuhnya benar-benar keluar dari Makam, penderitaan yang menyiksa tubuhnya memudar. Sakit kepala, mual, mati rasa pada anggota tubuhnya buyar saat Subaru mendongak dengan mata berkaca-kaca.

“A…ugh……itu……apa?

Dia melihat pintu masuk, tetapi begitu dia mengulurkan tangannya ke dalam, sebuah penolakan primordial menyebar di tubuhnya. Bukan ketakutan maupun trauma akan Ujian atau semacamnya. ――Sederhananya Subaru mengerti bahwa Makam baru saja menolak kehadirannya.

“Apa-apaan, ini…”

Makam menolaknya. Mengetahui hal ini, Subaru tiba-tiba menyadari sesuatu yang terjadi padanya.

Patrasche terluka ketika dia masuk ke dalam untuk menyeretnya keluar. Roswaal terluka parah ketika dia masuk berniat menantang Ujian. Makam menolak mereka yang tidak terkualifikasi. Dan hal itu baru saja terjadi pada Subaru.

“Tidak mungkin…maksudku, kalau begitu artinya…”

Berdiri, tehruyung-huyung, Subaru mengerahkan segenap keberaniannya untuk melihat Makam sekali lagi.

Tetapi, hanya dalam satu langkah, ketika kakinya memijak, kepalanya serta-merta sakit kepala dan perutnya mual serta malaise yang luar biasa menghancurkannya hingga membuat Subaru tidak lagi bisa berdiri.

“Hha…hha, hahhh…hhh”

Tersandung mundur menarik napas megap-megapnya, Subaru menjauh dari pintu masuk Makam. Upaya ini mengkonfirmasikan sesuatu yang baru dia sadari.

“Itu…hina…”

Yang melayang di benaknya adalah sang Penyihir berambut putih dengan pakaian melayat.

Saat berpisah, tentu saja, dia bertanya pada Subaru.

“Apa kau ‘kan menerima bantuanku, atau Satella?”

Sekiranya ini merupakan balas dendam atas pilihan Subaru, maka itu terlampau sadis――

“Baru saja aku berpikir…!”

Di akhir, di paling-paling akhir, sikap dan itikad baik Echidna hampir membuat Subaru mempedulikannya…

“――Kau tidak salah sih, iya, kan?” Kata Echidna.

Mendengar suara Penyihir jahat yang semestinya tidak dia dengar, Subaru mendongak ke atas…

“Mencabut kualifikasiku……Kau tidak mengatakan apa-apa soal ini, ECHIDNAAAAAAAAAAAAAAA!!!”

――――Natsuki Subaru telah kehilangan kualifikasi untuk menantang Ujian demi membebaskan Sanctuary.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
F- Fichya

Baru bisa baca.. Next

RAMA

cantik” tapi ngeselin

Galih

Ciee.. ditolak terus ngambek wkwk

Qohfath

Jir Ngakak Liat Komen wkwkwk

Sennsenn

Dasar betina ginii,klo gasuka lagi mainnya blok, helehh

M J

Ada DAFFA CAHYO . SIAPA ITU ?!
Imajinasi gua acur seketika