Share this post on:

Jebakan Terakhir

Penerjemah : Freya

“Baiklah, aku mengandalkanmu untuk menahannya seperti rencana kita.”

Setelah menemukan Lewes dan kembali bergabung dengan Otto, Subaru melanjutkan rencana yang mereka persiapkan selama beberapa hari terakhir.

“Tidak masalah sih, tapi, apa kau sungguh-sungguh tahu dimana Emilia-sama? Kalau kau tidak bisa menemukan beliau sebelum tenggat waktu ini habis, semua yang kita lakukan tidak akan berarti ….”

“Tidak bisa bilang akan berjalan mulus … maksudku, karena semua hambatan yang kita hadapi di situasi ini. Tapi, yah, kau tidak perlu mengkhawatirkannya.”

Sambil menggaruk kepala, wajah Subaru yang tegang berubah menjadi agak sedih.

Kapan pun mata Subaru menajam hingga raut wajahnya serius, kesan darinya seolah-olah sedang marah terhadap sesuatu.

Walaupun Otto belum lama mengenalnya, dia sudah lumayan tahu untuk tidak salah paham terhadap ekspresinya, namun tidak membuat Otto berhenti bersimpatik kepada sang pemilik wajah malang itu. Dan sebetulnya, yang Subaru rasakan pada Otto serupa. Fakta bahwasanya Otto tidak menyadari demikian adalah sisi halus yang mereka berdua miliki.

“Sepertinya aku tahu Emilia berada dimana. Jujur saja, aku panik sekali saat tahu dia menghilang, namun kini … aku sudah tenang, aku cukup yakin bisa menemuinya.”

“Benarkah begitu. Jadi ke mana kau … tunggu, lebih baik aku tidak tahu.”

“Kau yakin? Kau tahu aku tidak keberatan bersombong-sombong ria lagi dan membuatmu mengakui kemampuan penyelidikanku?”

“Tidak, lain kali deh. Aku lagi tidak ingin mengakui apa-apa hari ini, dan seandainya Garfiel berhasil menangkapku, tidak bagus jika aku mulai membeberkan semuanya, benar?”

Otto mengangkat bahu, di sisi lain Subaru mengangguk seraya berkata, “Betul.”

Memang, agak mencemaskan. Otto tidak terlalu tahan rasa sakit, dan dia tidak mengalami rasa sakit ekstrim dalam masa lalunya.

Mana kala Garfiel memojokkannya dan mulai menyakitinya, kemungkinan besar, Otto akan mengungkap semua yang dia tahu. Dan Otto tidak ingin merepotkan Subaru karena hal itu.

“Yah, jikalau kau betul-betul yakin akan jadi mulut ember, mau bagaimana lagi deh.”

“―”

Tanpa banyak basa-basi, Subaru cuma bilang, “Jangan khawatir, aku percaya padamu.”

Apa yang semestinya dipikirkan seseorang seketika mereka mendengar ucapan tersebut?

Ditaruh kepercayaan buta yang bisa kapan saja dia khianati?

Dan, menuturkan hal-hal speerti itu tanpa mempertimbangkan bagaimana perasaan si pendengar, Subaru sungguh-sungguh teman yang keterlaluan.

“Omong-omong … aku akan berusaha yang terbaik. Kupertaruhkan seluruh masa depanku padamu, tahu.”

“Ya. Andai kata aku mengacaukan ini, masa depanmu langsung hancur lebur. Tapi apabila keadaan mulai sangat berbahaya, kabur saja. Orang itu tidak suka bercanda.”

“… Hmm, akan kuingat itu.”

Otto menjawab kata-kata penuh perhatian itu dengan seringai samar.

Semuanya sudah siap sesuai rencana. Para pengungsi Desa Arlam telah diminta untuk naik karavan naga masing-masing, lalu pergi segera setelah Otto menjalankan rencana umpannya.

Pria itu memuat dua wagon dengan pakaian cadangan para penduduk desa biar meyakinkan hidung Garfiel bahwa penduduk desa bersamanya, dan dia akan pergi lewat jalan paling umum agar perhatiannya terpancing.

Rute kabur pengungsi yang dia temukan setelah menghabiskan beberapa malam sebagai pengamat, juga telah dijejalkan dalam-dalam ke kepala naga darat.

Semestinya semuanya sesuai rencana.

Sekarang dia hanya perlu jadi umpan sampai para pengungsi melarikan diri dari Sanctuary.

Demikian akan mengamankan mereka dari serangan para Kelinci Besar dua hari dari sekarang. Sementara itu, Subaru serta Emiia akan punya banyak kesempatan untuk berbincang-bincang, lalu Garfiel akan kembali ke desa, menemukan Subaru, dan barangkali mengubah seluruh daerah menjadi medan tempur―

“―”

Kecuali, Otto bertekad untuk tidak membiarkannya terjadi.


Kekuatan fisik tidak cocok bagi Otto.

Dia telah mempelajari beberapa teknik pertahanan diri biar dirinya tetap aman dalam pengelanaannya, tapi, dibanding orang yang terbiasa dalam pertempuran, Otto dua langkah di belakang.

Dia tidak kepikiran menyewa pengawal tatkala mengangkut barang berharga, dan saat dia diserang oleh bandit gunung di jalan pintas melalui bukit, Otto dengan penuh air mata meninggalkan barang bawaannya dan melarikan diri.

Sudah lazim Otto tidak berbakat menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan.

“Terus aku ngapain, bertarung melawan seorang pria seperti ini ….”

Menyeka keringat dingin di dahinya, Otto menyentak pipinya yang kaku menjadi senyuman. Sudah jadi aturan, bahwa seorang pedagang selalu tersenyum di hadapan kesulitan.

Terlahir dari keluarga pedagang, Otto dibesarkan dengan ajaran itu, meskipun baru setengah total umurnya dia menerapkan ajaran demikian.

Biar begitu, bukan kebiasaan yang bisa seenaknya dilanggar.

Bilamana dia mampu tersenyum dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini tidak berbeda dari tantangan yang dihadapi sebelum-sebelumnya, maka tubuhnya menganggap stress ini sebagai sesuatu yang bagus.

Tangannya bergerak, begitu pula kakinya. Otto masih bisa berlari.

Masih jadi misteri bagaimana dia bisa berlari menyusuri daerah bertanah belok tanpa kehabisan nafas, tetapi, karena hatinya kuat, kekuatan tersembunyi dalam tubuh Otto berkembang.

“Walau begitu, jangan lengah. Angkuh tidak ada manfaatnya, kecerobohan adalah musuh.”

Ngebut melalui celah-celah pepohonan, Otto mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap waspada.

Dia meninggalkan Garfiel jauh di belakangnya. Tapi Otto tidak bisa terus melarikan diri seperti ini. Tugasnya adalah untuk menarik perhatian Garfiel dan mencegahnya kembali ke Sanctuary.

Garfiel tidak boleh tahu bahwa mengejarnya tidaklah berguna.

Bersembunyi di kedalaman hutan dan menyerang Garfiel dengan perangkap satu per satu, Otto kudu terus bergerak dan memikirkan isi kepala Garfiel.

Memang benar, Garfiel tidak perlu mengejar Otto.

Kunci sejati untuk mencapai tujuannya mencegah pembebasan Sanctuary adalah Subaru dan Emilia. Otto cuma pengalih saja.

Garfiel yang sejauh ini tidak menggubris Otto adalah karena dia memahaminya lebih dari siapa pun.

Daun yang tersapu serta batu api. Serta segerombolan serangga bersayap yang merengsek masuk ke karavan naga.

Jebakan besar itu namun tidak berbahaya, Otto berhasil membuat Garfiel marah.

Garfiel masa kini telah kehilangan ketenangannya dan fokus mengincar Otto saja, betul-betul lupa dia perlu pergi ke mana.

“Biarlah, tidak lama lagi dia akan sadar kalau diberi kesempatan.”

Lantas, tanpa perlu repot-repot mendekati Garfiel, Otto mesti tetap memancingnya dari kejauhan.

Karena hidung si manusia hewan itu cacat, Otto seharusnya terhindari dari situasi berbahaya selama sosoknya tidak kelihatan. Tapi, mana kala ketahuan, Garfiel pasti ‘kan dapat menutup jarak mereka dalam sekejap karena kecepatannya luar biasa.

Betul sih, maka dari itu Otto perlu fokus sepenuhnya dan tak melakukan satu pun kesalahan.

“―”

Bersembunyi dalam semak-semak, Otto mengintip pemandangan di depannya.
Kira-kira dua puluh meter jauhnya ada Garfiel, melirik sekelilingnya. Sepertinya indra penciumannya hilang betulan berkat minyak Kisnis tajam yang ditumpahkan dekat roda wagon. Pencariannya mengandalkan penglihatan semata, frustasi, dan auranya terasa bak hewan buas yang terluka.

Akan sangat berisiko bila menarik perhatiannya sekarang, malah makin menambah masalah.

“Nah, aku mengandalkan kalian, ya!”

“Oke-oke-oke~~~”

Otto berbisik lirih, sesuatu yang didengar gendang telinganya secara otomatis diterjemahkan.

Mengindahkan sinyal Otto, pohon-pohon mulai bergerak.

“Hah ….?”

Mendengar gemerisik dedaunan dan merasa terjadi sesuatu, Garfiel mendongak―

―Kemudian mendapati rentetan gumpalan lumpur dan kotoran melayang lurus ke wajahnya dari pohon-pohon di sekitarnya.

Mahluk kecil yang hidup di pohon-pohon tinggi itu unjuk gigi―tikus kayu.

Tentu saja, rentetan proyektil itu sendiri tidak memberinya damage, tapi, melihat kotoran terbang ke arahnya dari berbagai arah, bahkan Garfiel pun dengan panik menyingkir. Tidak bisa dia hindari semuanya, kakinya menciprat sesuatu dan lidahnya mendecak-decak.

“Apa-apaan sih ini! Bangke! Kok gini … pasti si bangsat itu yang buat ginian ….”

Mengikis kotoran di kakinya di bawah pohon terdekat, Garfiel bertanya-tanya apakah ini perbuatan Otto. Namun, beberapa saat kemudian orang itu mengerutkan hidung di tengah-tengah kalimat seolah telah memperhatikan sesuatu.

―Bola-bola kotoran tikus kayu itu memang tidak berbahaya. Hanya menodai pakaian dan membuatnya berbau busuk.

Tetapi aroma kotoran mereka cenderung menarik serangga hutan.

 “―GH!”

Sesuatu menggeliat di tubuh Garfiel dari bawah tanah sebelum melompat keluar dari bumi dan terseret di sekitar kakinya. Nafasnya berhenti―Garfiel melihat mahluk mirip kelabang hitam panjang yang merangkak ke atas kaki.

Panjangnya selengan, kelabang itu memanjat naik lutut kiri Garfiel selagi rahang bawah anehnya menyeruput rakus bekas kotoran tikus kayu.

Agh! Menjijikkan!”

Melancipkan cakarnya, Garfiel mengusir kelabang jauh-jauh. Tapi semakin banyak yang merangkak keluar dari tanah, tidak hanya melompat ke kaki Garfiel, melainkan juga memperebutkan bola-bola kotoran yang menyelimuti Garfiel, memenuhi seluruh tubuhnya dalam perkelahian hebat.

Lipan suka biji buah dalam kotoran tikus kayu.

Itu adalah ilmu berafaedah yang Otto pelajari dari percakpannya dengan mahluk-mahluk tersebut selama berkelana di dalam hutan.

Berlawanan dengan tubuh menjijikkan mereka, kelabang bukan karnivora dan sama sekali tidak berbisa, namun dikerumuni oleh mereka tetap saja mengerikan.

Dan, sekarang―

“―Ugh! Ouch! Pergi lu anjing!”

―Berteriak histeris kepada gerombolan kelabang itu, ludah-ludahnya berterbangan.

Lalu, mengangkat kaki kanannya dan dihentakkan ke tanah sekuat mungkin.

Detik berikutnya, terbentuk sebidang tanah persegi dan Garfiel di tengah-tengahnya yang sedang mengudara.

“―”
Menyaksikan pemandangan tak masuk akal ini, Otto tanpa sadar menelan ludah.

Mengayun-ayunkan cakar dan kakinya ke tanah di udara, Garfiel bersih-bersih terhadap kelabang di kiri-kanannya yang tertegun. Dan, ketika mahluk mengambang itu kembali ke tanah, semua lipan di sekitarnya telah netral, sedangkan sisinya masuk kembali ke tanah dalam ketakutan.

Pohon-pohon yang merupakan rumah tikus kayu telah tumbah ke tanah, para penduduknya yang membantu Otto bergegas melarikan diri.

Nampaknya mereka membayar mahal terhadap masalah yang mereka buat sendiri.

“Yah begitulah bisnis … tidak mudah menilai apakah suatu transaksi akan menguntungkan atau tidak, jadi tolong jangan benci aku yah.”

Sekilas menyaksikan kekuatan Garfiel, Otto diam-diam minta maaf sekaligus berusaha menenangkan dirinya. Kemudian, membungkam mulutnya sekali lagi, Otto mundur mencari jarak dari Garfiel yang kian dekat dan bersiap memancingnya ke jebakan berikutnya.

Otto pergi menjelajahi hutan ini selama dua setengah hari tanpa tidur bukan tanpa alasan.

―Dan saat semua ini berakhir, Otto berencana untuk tidur nyeyak-nyenyak sampai semua mimpi takkan bisa lagi mengganggunya.


“Si besar itu datang.”

―Aku tahu, aku sudah tahu.

“Di belakangmu, si besar, datang. Dia sudah dekat.”

―Sudah kubilang aku tahu, Akan aku ingat itu.

“Kau akan mati. Matilah kau. Kasihan banget deh.”

―Bisa gak, tidak pesimis begitu!?

Lewat Divine Protection of Anima Whispering-nya yang terlepas, keramainan suara sumbang mendekap telinga Otto selagi dirinya berlari.

Suara-suara serangga, mahluk-mahluk lain, dan semua hewan yang hidup dalam hutan, sedang dirinya sangat-sangat kesulitan, Otto menyaring suara yang paling berguna untuk dirinya sendiri.

Sudah dua puluh tahun sejak dia pertama kali menemukan Divine Protection ini, dan sepuluh tahun belajar memanfaatkannya. Dan dari waktu-waktu selama itu, tidak pernah dia gunakan sembarangan.

Saat Otto melepaskan kekuatannya untuk membersihkan namanya, Otto berada di kota, di mana jumlah mahluk-mahluknya terbatas.

Namun di sini, di dalam hutan luas ini, volumenya jauh melebihi kapasitas yang dapat diemban Otto.

Di udara, di pohon-pohon, dalam tanah dan bebatuan, banyak tempat bernaung untuk mahluk-mahluk dan serangga. Mendengarkan suara-suara semua mahluk tersembunyi ini rasanya seakan seratus suara manusia menyerang secara bersama-sama.

Otto tidak hanya mendengar dengan telinganya.

Divine Protection of Anima Whispering menuntut pengertian Otto. Berarti kepala Otto mesti memeras apa-apa yang diambil Divine Protection-nya.

“Bah … ugh.”

Rasa sakit tajam melanda kepalanya, membuat tubuhnya terhuyung-huyun. Dia bersandar di pohon, mengelap keringat di wajah, dan melihat tetesan darah membasahi lengan baju.

Mimisan. Darah yang bocor dari wajahnya merupakan bukti bahwa otaknya bekerja melampaui batas. Sakit kepala putus-nyambung serta telinganya yang pengang tidak reda-reda jua.

“Ah … aku tidak tahu. Jadi begini efeknya kalau aku gunakan terus-menerus, Divine Protection-ku ini. Jadi sangat berat, bukan … tidak selalu baik dan menguntungkan, aku yakin itu. Merepotkan banget ….”

Mengusap mimisannya secara kasar dan menggosok-gosokkan alis mata, Otto melanjutkan langkah goyahnya.

Telinganya terus berdering, tapi tetap tidak berniat mematikan Divine Protection. Otto tidak bisa meneruskan kucing-kucingan ini sendirian.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, suara-suara itu terus memberitahu pergerakan Garfiel. Mereka adalah mata Otto karena pemuda itu tidak bisa terus-terusan melihat ke belakang.

Pemuda itu tak yakin bagaimana anggapan orang lain tentang meminta bantuan serangga serta hewan yang kehendaknya berbeda dari manusia, namun bukan tugas yang mudah.

Pola pikir mereka berbeda dari manusia.

Hal menyenangkan bagi manusia bisa membuat mereka kesal. Yang dianggap normal oleh orang lain barangkali mereka anggap keterlaluan. Dan tidak mungkin mengetahui teknik macam apa untuk bernegoisasi dengan mereka.

Bahkan serangga dan hewan, makin besar kecerdasan mereka, makin berbeda pula individu-individu di antara mereka. Tergantung wilayah tempat tinggal, serangga dari spesies yang sama punya referensi yang sepenuhnya berebda.

Berkat semua perjuangan yang dia lakukan dalam persiapan singkat nan penting sebelumnya, Otto mampu mempertahankan pelarian tidak sempurna tapi berhasil dari Garfiel.

Apakah Subaru sudah menemukan Emilia, sudahkah mereka berbicara? Otto berangan.

Menyediakan waktu untuk berbicara―dan memperlama waktu tersebut sekalipun sebentar, Otto bersedia mempertaruhkan nyawanya dalam kesukaran ini.

Jikalau tebakan Subaru salah, dan dia malah makin tidak menemukan Emilia, maka semua ini sia-sia.

Kenapa juga Otto melakukan semua ini demi Subaru?

Tatkala kepalanya mengembara sendiri biar tidak merasakan rasa sakit, Otto mendarat dalam rentetan angan-angan ini.

Subaru menyelamatkan hidupnya, Otto membantu orang itu agar hutang budinya lunas. Itulah kebenarannya.

Subaru menerimanya sebagai teman dan meminta bantuannya, wajar apabila Otto membantunya. Itu juga benar.

Tapi apakah Otto sungguh-sungguh manusia ekstrim sampai-sampai melampaui permintaannya cuma karena alasan itu?

“… Ah, aku mengerti.”

Sesuatu melintas di benaknya dalam sekejap, kemudian semuanya masuk akal.

Otto tidak bisa tidak tersenyum.

Setelah menyadarinya, ternyata jawabannya sederhana.

Alasan Otto menaruh keyakinannya pada Subaru, dan berkenan membantunya, herannya tanpa jawaban.

“Mendekap kepalamu, menyerah, berpikir tiada yang bisa memahamimu … aku seharusnya mengetahui perasaan itu lebih dari siapa pun.”

Divine Protection of Anima Whispering adalah mendengar apa-apa yang tidak bisa didengar orang lain.

Karena dia bisa mendengar suara-suara mahluk lain juga tahu hal-hal yang normalnya tidak dia tahu, Otto dianggap aneh bagi banyak orang. Kehilangan orang-orang yang dulunya teman, dan pria itu tak lagi dapat melihat keluarganya. Bagi Otto, Divine Protection-nya tidak lebih dari alat super keren yang tidak berguna kalau tidak dalam keadaan darurat.

Namun, karena Divine Protection inilah, pengalaman hidupnya berubah.

Pengalaman dia dibully semata-mata karena Divine Protection mengajari Otto mengenai rasa sakit karena difitnah oleh orang lain. Dia tahu betapa frustasinya mengetahui sesuatu yang naas tidak dapat dikomunikasikan kepada siapa pun. Menciptakan pandangan pasrah bahwa, Lagian tidak ada yang mengerti.

Semua ini sama bagi Subaru sebelum mengungkapkan segalanya kepada Otto.

Itulah sebabnya Otto menaruh kepercayaan kepadanya. Dan merenungkan betapa kacaunya masa lalu pemuda itu, Otto berlari sekali lagi.

Cuma itu.

Otto bukan hanya mau menyelamatkan Natsuki Subaru. Berkat dialah, Otto ingin menyelamatkan masa lalunya sendiri, menyelamatkan Otto Suwen.

“Akhirnya … ketemu lu!!!”

“―Gah!?”

Tatkala dia mengenali pemikiran paling sejati lain dalam dirinya, Otto mendengar suara di luar Divine Protection of Anima Whispering dan mendadak sebuah benturan menghantam bahunya, membuatnya terjatuh ke tanah.

Berguling-guling, akhirnya terhenti di tanah lunak.

“Agh, kuh! Apa …. Ugh!”

“Sial, bukan!”

Meludahkan dedaunan di mulutnya, Otto mencoba beranjak bangun namun kaki lain menghantam tubuhnya. Tendangan lain, merenggut semua udara dari paru-parunya, membuatnya tergelincir keras di atas muka bumi.

Atas dan bawah bercampur menjadi satu ketika kepalanya berputar-putar begitu cepat hingga kepalanya mengabur. Otaknya kosong oksigen, darah dalam tubuhnya berhenti mengalir, sedangkan pembuluh darahnya hanya mengalirkan rasa sakit ke sekujur tubuhnya.


“Hidung gua mungkin udah rusak, tapi gue masih punya kuping. Trik apa pun yang elo buat, serangga-serangga terkutuk yang ngikutin elu … semuanya berakhir di sini, oke?”

“Aku … aku jadi penasaran … karena kau berhasil mengejarku, bukan berarti kau menang ….”

“Jangan sok pintar. Lu bertarung dengan hebat … tapi gua kagak bakal buang-buang waktu lagi.”

Garfiel menginjak perut Otto dan memperdalam injakannya.

Tulang rusuk berderit ketika kekuatan tekanan kakinya lebih besar dari berat tubuh kurus Garfiel, Otto meraung kesakitan karena anggota badannya kejang-kejang tanpa daya.

“Misal elu gua injek sekuat tenaga, lu udah rata sekarang. Lu liat kan gua meluncur dari tanah ke udara di sono? Itu yang terjadi sama tubuh lu. Mau coba?”

“―Skip dulu deh.” jawab Otto.

Melihat Otto menjawab ancamannya dengan senyum menantang, Garfiel lumayan terkejut, tapi ….

“Wah, elu masih berani juga, ya. Coba aja gua tau elu punya trik-trik kek gini, ngehajar lo gak bakal perlu waktu lama.”

“…”

Kata-kata Garfiel hampir bisa dianggap sebagai pujian.

Mendengarnya, Otto memutar kepala dan menghembuskan nafas singkat. Melihat Otto terengah-engah, Garfiel menyipitkan mata.

“Kalau mereka tidak ada banyak, barangkali kagak gua ambil pusing ….”

“―”

“Tapi saat gua ngejar elo, rasanya kek seluruh hutan ngelawan gua. Bahkan pas elu ngelemparin dedaunan ntu. Serangga-serangga dalem karavan naga, bajingan-bajingan itu ngelemparin kotoran, kelabang, uler yang mengintai di pohon mati, burung-burung yang mancing gue ke ladang bunga beracun, pasti bukan tanpa alasan.”

Satu demi satu, Garfiel menceritakan jebakan yang dia temui di hutan. Sambil mendengarkan, Otto hanya megap-megap.

Itu semua adalah jebakan yang Otto atur kala perjalanannya menjelajahi hutan, dirancang khusus untuk menghalangi Garfiel dan juga mengulur waktu.

Semuanya tidak ada yang gagal, dan mereka-mereka berhasil menarik Garfiel ke sini.

Kalau bukan karena kebetulan terlampau banyak anomali di sini, Garfiel takkan percaya Otto yang melatarbelakanginya.

“Berpikir bukan keahlian gua, cuma buat bertahan hidup, gua mesti berpikir. Jadi gua berpikir. Dan berpikir, terus berpikir, hingga sampe ke kesimpulan ini. Saat hal-hal tak terjelaskan terjadi di dunia, biasanya ada kaitannya dengan Divine Protection―Kau punya salah satu Divine Protection, kan?”

“…Huft.”

“Divine Protection of the Forest, Divine Protection of Dirt atau apalah, kalo elu punya salah satu kemampuan itu, jadinya masuk akal. Lu enggak benar-benar menahan diri, ya. Jadi ….”

Diam-diam menyindir Otto dengan kata-kata demikian, Garfiel menendang tubuhnya yang gemetaran, kemudian melirik ke belakang. Mata tajamnya menyipit kasihan.

“Jangan pikir gua kagak tau mata gigih lu lagi ngerencanain sesuatu.”

“―”

Mata Garfiel tertuju pada tanah terbuka, tempat banyak cahaya putih berkumpul.

Bukan sinar matahari yang tersaring melalui pepohonan―tetapi kumpulan mana yang amat-amat padat sampai-sampai nampak jelas lewat mata telanjang.

Melihat kumpulan yang membesar itu mampu membuat pingsan seseorang misalkan dekat-dekat, Garfiel merengut dan kembali melihat Otto.

“Ntu kartu truf lu, bukan. Kelihatannya bukan kek ancaman biasa yang elu timpakan ke gua. Sesuatu itu kuat. Kalau elu yang lemparin gua tanah-tanah ntu, mungkin bisa hajar gua makek itu.”

“… Ah, ugh.”

Jongkok, Garfiel meraih kerah Otto dan berteriak.

Darah dari otak Otto yang bekerja kelewat keras mengalir dari lubang hidungnya, menodai bagian bawah mukanya yang merah ngeri. Melihatnya, Garfiel menggelengkan kepala.

“Lu udah nyoba, tapi tetep bukan tandingan gua. Jangan kurang ajar, jadilah bocah baik.”

“Jangan … kurang ajar, kau bilang ….”

“Iya. Lu kagak berkutik ngelawan gua―Jebakan macam apa yang elu pasang, malah berujung senjata makan tuan.”

Setelahnya, Garfiel melempar lembut tubuh Otto.

Menyusul sensasi jatuh tanpa berat di udara, tubuhnya roboh ke tanah, dan berguling-guling menuju kolam mana putih pekat itu.

Di dalam awan tebal yang melayang, mana mulai menyelimuti kesadaran kabur Otto.

Matanya jelalatan, lidahnya mati rasa, dan mimisannya terus mengalir turun tanpa akhir.

Jebakan. Perangkap terakhir. Kini dia dilempar ke dalamnya―

“Akan gua tonton ampe kelar.”

Menyilangkan tangan, Garfiel ingin melihat akhir Otto.

Dimana aku? Aku sedang apa di sini? Berbaring tengkurap, menangkap Garfiel di sudut pandangannya, Otto mengumpulkan kembali pikirannya yang tercerai-berai. Lalu, dia mengerti.

―Jebakan terakhir sudah siap.

“… Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Hah?”

Menekan tangannya ke tanah, Otto mati-matian berusaha bangun.

Tidak menyangka Otto masih bisa bergerak, mata Garfiel membelalak kaget. Otto sedikit puas melihatnya, dan memang, Subaru benar.

Melakukan sesuatu yang tak seorang pun percaya kau bisa melakukannya sungguh-sungguh menyenangkan. Itu kebenarannya. Barangkali agak kejam, tapi rasanya masih luar biasa.

“Dalam perjalananmu ke sini, Garfiel-san … sudah berapa banyak pohon yang kau tebang, dan berapa banyak tatanan tanah yang kau rusak?”

“Lu ngomong apaan sih?”

“Semua mana yang melayang di sekelilingku ini … seberapa besar sih kau membuat hutan marah.”

Perasaan sukes, membuat Otto melupakan seluruh keletihan dan rasa sakitnya.

Duduk di tanah, suara putus-putus Otto terdengar keras ketika dia menatap Garfiel.

Garfiel membuka lengannya, wajahnya berkedut-kedut kala menyadari dirinya melakukan tepat sebagaimana rencana Otto, dan langsung mencoba bergerak―

Tapi, semuanya sudah terlambat.

“―Al, Dona.”

Limpahan mana menyusuri seluruh tubuh Otto, mengambil bentuk dunia lewat suara rapalannya.

―Kecepatan dan momentum luar biasa, semburan bumi mengalir keluar, membanting tubuh Garfiel tatkala dia terlambat menghindari, mengirimnya terbang ke pinggiran hutan.


“Haa … haa … haa … hahh.”

Lengannya yang terentang masih gemetaran, nafas Otto yang penuh tenaga, tergantikan kelelahan dan darah.

Semua mana yang beterbangan di sekitarnya telah tersedot ke dalam mantra.

Sensasi dari mana-intoksikasi itu telah memudar, ditukar oleh kelelahan dan rasa sakit yang meliputi sekujur tubuhnya.

―Jebakan terakhir Otto adalah inti dari semua perangkap yang dia pasang sebelumnya.

Meminta bantuan serangga serta binatang-binatang hutan, Otto mengusulkan agar mereka menghukum eksistensi jahat yang menganiaya hutan-hutan ini.

Tampaknya kehancuran tak disengaja yang disisakan aktivitas harian Garfiel membangkitkan amarah para penduduk hutan.

Menebang pohon untuk mengasah cakar atau melatih tubuhnya, atau bahkan berkeliling mengumpulkan kayu bakar untuk desa, barangkali dipandang sebagai perbuatan mungkar bagi perspektif binatang-binatang yang bersemayam di sana.

Berangsur-angsur, tindakan bengis ini menumpuk hingga Garfiel akhirnya dianggap musuh besar mayoritaa=s mahluk di hutan ini.

Jadi Otto bernegoisasi bersama mahluk-mahluk itu, menawarkan mereka untuk membantunya menghukum Garfiel. Sewaktu jebakan demi jebakan telah kembali terpasang, lalu Garfiel menimbulkan kian banyak kerusakan pada hutan―para penduduk menggabungkan mana mereka ke dalam satu lokasi, memberikan Otto dukungan maksimal sebagaimana perjanjian.

Massa raksasa mana terlihat sangat mencurigakan sampai-sampai dianggap sebagai perangkap.

Setelah memicu begitu banyak jebakan dalam perjalanannya ke sini, Garfiel secara naluriah menghindari jebakan mana tersebut dan malah melemparkan Otto ke dalamnya.

Lewat bantuan mahluk-mahluk hutan, Otto dapat merapalkan sihir yang sebelumnya tak dapat dia rapalkan.

Lipan bumi serta puing-puing menabrak Garfiel, memberikan dampak serangan besar kepada tubuhnya yang sejauh ini tidak terluka.

Garfiel yakin bahwa Otto tidak mampu melawannya, bocah itu ceroboh, malah mengundang kekalahannya sendiri.

Semuanya sesuai rencana Otto, berarti ….

“Kali ini ….”

“―Rencana lu.”

Otto menghembuskan nafas capek ketika sosok Garfiel muncul dari balik pepohonan, balik menatapnya.

Pakaiannya robek-robek, dan kulitnya yang terekspos punya bekas luka-luka sayatan. Tetapi kepala dan bagian-bagian vital lainnya tidak terluka, tidak ada dampak jelas dari perawakannya.

Perbedaan kekuatan yang terlampau jauh itu melampaui perkiraan Otto.

“Jujur saja, aku sangat terkejut.”

“… Apa kau, barusan.”

“Bener-bener kagak gua sangka elu punya Divine Protection. Wah, gua udah ngeremehin lu, gua kira elu nyerah―Maaf yah. Gua becanda padahal lagi melawan seorang pria sejati.”

Kata Garfiel dengan raut wajah lemah lembut. Tetapi Otto menggelengkan kepala, bermaksud tidak perlu minta maaf.

Dia hanya ingin mendengar Aku akui. Tapi, walau telah berjuang sekuat tenaga dan memenuhi seluruh perannya dengan teramat sempurna, dia masih gagal mengalahkan Garfiel.

Lantas, di titik inilah perlawanan Otto berakhir.

Garfiel merasakan tangannya, kemudian memamerkan cakarnya. Kali ini dia takkan berbelas kasih kepada Otto.

Mata tajam itu mencerminkan ketulusannya. Garfiel akan betul-betul menyerangnya, menebas daing Otto, dan membunuhnya.

―Aku sudah berusaha sekuat tenaga, kan?

Otto yakin dia telah memainkan semua kartu yang dia punya.

Divine Protection-nya, hutang pertemanannya, Otto sudah menggunakan semua itu.

Semisal ujung-ujungnya dia tetap gagal, lantas bisa apa lagi.

Kemampuan Otto berakhir di sini.

Jadi―

“Sampai nanti―Pas lu sadar, hidup lu akan dimulai kembali.”

“Inilah momen-momen giliranku berakhir, kurasa ….”

“―”

Bergumam lirih, Otto memejamkan mata, merasa lelah.

Namun sikapnya tidak seperti menyerah kepada kematian―

“Tidak mungkin ….”

Masih ada lagikah? Garfiel bergidik dan semua bulu kuduknya berdiri tegak, berhati-hati memindai sekelilingnya.

Tidak ada tanda-tanda apa pun. Sekiranya terdapat sesuatu, maka―

“―Ugh!”

Menajamkan taringnya, Garfiel mengayunkannya ke atas.

Menarik nafas, mengembangkan paru-parunya sehingga bisa meraung. Tapi, dia ragu-ragu. Matanya melebar, tak ada raungan dari bibirnya yang terbuka.

Yang terucap dari mulutnya bukanlah raungan penuh haus darah, bukanlah umpatan, melainkan sebuah nama.

“Garf―!!!”

Sebuah bayangan melompat dari atas puncak pohon, jatuh ke arahnya.

Rok pendek si bayangan berkibar di udara, ujung tongkatnya terarah lurus ke kepala Garfiel.

Menyaksikan sekumpulan mana yang bersinar di ujung tongkat, Garfiel berteriak :

“Apa-apaan … RaaaaAAMMMMMMM!!!”

Detik berikutnya, bilah angin meledak, menghamburkan hutan Sanctuary menuju cakrawala.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Unknown H

Oke serius, otto suwen keren abis disini

otokonoko

Otto emang suwe
Lanjut terus min