Share this post on:

TULI TERHADAP RATAPAN BURUNG PENYANYI

Penerjemah: An[E]mone

Malapetaka melanda sangat mendadak.

“Cih …!”

Saat kendaraan transportasi lapis baja mereka maju jauh ke zona perang, Shin mendengar suara itu dan mengangkat matanya. Mereka sekarang ini sedang dalam perjalanan di tengah operasi perebutan Gunung Dragon Fang. Korps lapis baja Kerajaan Bersatu telah memulai operasi pengalihan di malam sebelumnya, berhasil menarik keluar unit Legion, membentuk celah di medan perang.

Di kejauhan, sekelompok Legion baru sedang bergerak. Tetapi rute yang mereka tuju itu aneh. Mereka tidak bergerak ke arah pasukan pengalih maupun pasukan Divisi Penyerang. Begitu Shin menyadari lolongan buatan tidak jelas bercampur dalam posisi itu, dia serba firasat tak mengenakkan dan mengakifkan Para-RAID-nya.

Tidak ada logika pada bel peringatan yang berbunyi di benak Shin, hanya naluri prajurit yang diasah selama bertahun-tahun di medan perang.

“Seluruh unit, tahan posisi. Raiden, kau masih berada di pangkalan, kan? Diam di tempat.”

“Uuh, diterima.”

“Kapten Nouzen? Itu …?”

Pasukan satu brigade: barisan beberapa ratus kendaraan. Bersama Raiden yang diam di belakang mengamankan bagian belakang, ada beberapa skuadron tertinggal puluhan kilometer di belakang, menunggu waktu mereka keluar dari Pangkalan Benteng Revich.

Raiden sadar ada yang tidak beres dan segera menjawabnya. Di sisi lain, Lena tidak terbiasa dengan kemampuan Shin, dan reaksinya sangatlah lamban. Pasukan Legion yang semestinya diserbu dan dihancurkan pasukan pengalih Kerajaan Bersatu malah membalikkan situasi dan balas mendorong. Legion bergerak dari kedalaman wilayahnya, mendekati pasukan Kerajaan Bersatu, dan memulai invasi ke wilayah Kerajaan Bersatu itu sendiri.

Mereka pura-pura mundur dan menipu pasukan Kerajaan Bersatu untuk menyerang.

Kamilah yang dipancing!

Ibaratnya selaras tangisan tersedu-sedu mekanis, jeritan Legion bertambah besar, datang dari posisi jauh dari unit manapun, entah dari unit Kerajaan Bersatu ataupun Divisi Penyerang. Teriakan yang mengingatkannya akan Skorpion, tetapi yang Shin ketahui dari tipe berbeda.

Dan karena teriakan kelewat cepat itu menenggelamkan semuanya dalam sekejap, Shin menelusuri lintasannya tanpa manfaat—memberi peringatan yang datang terlampau terlambat.

“Menyedihkan kami gagal merespon tepat waktu walaupun sudah diperingatkan, tapi … maaf, Nouzen. Pangkalan Benteng Revich telah jatuh.”

Mereka mengurung diri dalam ruang komando yang kini gelap karena sebagian besar aliran listriknya dimatikan. Ini ruang komando bawah tanah Pangkalan Benteng Revich. Berada di lantai keempat—lantai terbawah—dan sebagiannya dibangun independen dari ruang-ruang lain. Vika bicara dari pos komando yang terletak di tengahnya.

Sensor komposit yang dipasang di lingkar luar kanopi di lantai tertinggi masih berfungsi. Personel komando mengamati pemandangan bercahaya lingkungan bersalju di depan mereka dengan ekspresi tegang. Para Prosesor berdiri terdiam mengenakan seragam biru baja, begitu pula gadis berambut perak berpakaian biru Prusia yang menjadi pimpinan mereka.

Beberapa personel pangkalan dan anggota kru pemeliharaan yang selamat menyegel partisi sekat koridor sedangkan para Handler tetap tinggal di ruang kendali.

“Lebih tepatnya, mereka merampas fungsi pangkalan dari kita. Seluruh sektor permukaan dan delapan puluh persen sektor bawah tanah sudah dalam kendali musuh. Satu-satunya bagian di bawah kendali kita adalah ruang komando dan hanggar bawah tanah kedelapan, yang paling bawah. Saat ini, kami sedang bersembunyi di ruang komando dengan seluruh mekanisme penguncian diaktifkan …. Oh, seluruh tentara Federasi berhasil dievakuasi ke ruangan juga, jadi tidak usah cemas soal itu.” tambahnya di bagian terakhir setelah teringat dia lagi bicara pada seorang tentara yang berafiliasi dengan Federasi.

Shin yang saat ini berada di dataran bersalju sepuluh kilometer jauhnya dari dinding pangkalan benteng, menjawab tanpa sedikitpun kekecewaan.

Menjadi seorang Cenayang yang mampu menentukan lokasi seluruh Legion di medan perang, dia sudah memahami situasinya, tetapi dia menyembunyikan kecemasannya mengenai keselamatan rekan-rekannya yang masih berada di pangkalan.

“Kita sama-sama salah. Tak pernah terpikir mereka dapat meluncurkan Phönix memperhitungkan perkiraan spesifikasi Zentaur.”

Meski diperingatkan, yang menyerang mereka tidak bisa dideteksi radar dan sensor optik mereka, lantas mungkin pasti mereka tidak mampu berbuat apa-apa. Shin serta Vika secara tidak langsung terhubung rantai komando, dan keterlambatan singkat komunikasi tersebut mendatangkan kehancuran.

Rupanya Phönix mendarat di atas kanopi yang melindungi pangkalan. Radar anti meriam/antiudara gagal mendeteksi kehadirannya, jadi meriam otomatis antiudara hanya bisa menembak ke arah acak. Ketika meriam-meriamnya dihancurkan, alarm akhirnya mati, dan tidak lama setelahnya, pintu bunker yang menghubungkan kanopi ke menara observasi dihancurkan dari luar. Ia menginvasi, dan pasukan defensif pangkalan dikerahkan menuju menara observasi setelah menerima kabar serangan, di sana mereka menemuinya—dan dibantai secara sepihak.

Ia berjalan bebas melalui koridor sempit benteng karena bentuknya tidak dapat dilihat. Melihat situasinya, Vika mengoperasikan ranjau peluru senapan sebar secara manual dan berhasil melepas kamuflase optiknya, memperlihatkan bentuknya. Dalam kawanan Eintagsfliege hancur muncul bentuk Legion hitam.

Tipe Mobilitas Tinggi, Phönix.

Tatkala itu, menara observasi sudah runtuh. Pasukan pertahanan pangkalan habis setengah, dan memanfaatkan kekacauan tersebut, pasukan lintas udara Legion turun ke kanopi yang meriam otomatisnya telah dihancurkan, lalu menyerang menara pengawas.

Sesudah menerima laporannya, Vika memerintahkan seluruh sektor permukaan dan bawah tanah, terkecuali ruang komando, untuk ditinggalkan. Koridor yang mengarah ke permukaan secara sistematis diblokade melalui partisi sekat, dan seluruh personel selamat serta Feldreß-nya dievakuasi ke ruang komando juga hanggar kedelapan masing-masing, memasuki keadaan perang alot melawan unit Legion yang menekan dan merebut seluruh pangkalan.

Seusai mendengar ringkasan situasinya, Shin mendesah.

“Yang Sirin temui selama pengintaian kita sebelumnya adalah regu pengintai musuh … jika ada jalur cocok untuk menyerang Gunung Dragon Fang, artinya juga bisa menjadi jalur penyerangan bagi mereka. Aku … seharusnya memahami itu. Belum lagi situasi terkini kita.”

Satu unit menyerbu pangkalan musuh, dieksekusi melalui peluncuran Zentaur. Pada dasarnya taktik mustahil. Kecepatan jelajahnya akan kelewat lambat, dan layang gantungnya akan meningkatkan siluet unitnya, menjadikannya lebih mudah dideteksi. Selain itu, batas peluncuran Zentaur diperkirakan sepuluh ton …. Yang artinya hanya sanggup meluncurkan ranjau swagerak dan Ameise yang takkan bisa menguasai pangkalan yang sangat dilindungi.

Tetapi bila mana Zentaur meluncurkan Phönix yang lebih ringan dari Ameise, memiliki kekuatan tempur melebihi Grauwolf, dan mengerakan Eintagsfliege tuk memantulkan seluruh gelombang elektronik dan cahaya … hasilnya adalah serangan kejutan.

Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, seluruh informasi ini sudah diketahui sebelumnya. Mereka bisa memprediksi ini.

“—menganalisis dan memprediksi musuh taktis adalah aku … pekerjaan komandan. Jangan biarkan ini mengganggumu, Shin.”

Suara lirih bak lonceng perak bergabung dalam percakapan, Shin mendapati dirinya terengah-engah tanpa suara. Dia baru saja mendengar semua orang telah dievakuasi tepat waktu, tapi …

“Ini seharusnya tidak menggangumu juga sekarang, Milizé …. Dan kurasa hal ini tidak bisa dicegah siapa-siapa. Teknisnya mungkin Legion melakukan ini, tetapi pangkalan ini tidak punya cukup taktis atau strategis bagi Legion untuk mencobanya, dan tidak juga Nouzen, diriku, atau dirimu hidup dalam perang di mana manusia diserang dari langit.”

Legion tidak menggunakan senjata udara. Dan sedangkan Shin beserta kelompoknya tidak tahu apa-apa selain perang melawan Legion, paham bahwa langit bisa jadi jalur invasi, mereka tidak pernah benar-benar menganggapnya mungkin. Dan orang-orang yang mengingat peperangan menggunakan persenjataan udara—tentara reguler—gugur dalam perang.

Usai menghela napas sekali, Vika melanjutkan.

“Nah, baiklah. Karena kau bisa mendengar mereka, aku bayangkan kau memahami situasinya, tapi akan kujelaskan. Pertama-tama, kemungkinan besarnya takkan ada lagi peluncuran tentara lintas udara Legion. Artileri militer kita memusnahkan Zentaur dan seluruh titik peluncuran memungkinkan dalam jangkauan mereka. Mereka ‘kan dihabisi segera setelah meluncurkan pasukan lagi.”

Menurut perkiraan militer Federasi, jangkauan peluncuran Zentaur diperkirakan tiga puluh kilometer, yang sesuai jarak tembak efektif howitzer.

“Berikutnya status pasukan kita. Pasukan pengalih yang kita kirim menuju wilayah Legion telah dicegat dan disapu bersih. Di sisi lain, pasukan Legion yang menginvasi wilayah kita saat ini lagi diperlambat oleh divisi korps tersisa kita.”

Shin mengerutkan alis.

“… disapu bersih?”

Walaupun mereka merasa aman sebab keunggulan fasilitas pertahanan kuat dan posisi geografis menguntungkan, mereka tetaplah pasukan yang memukul mudnur Legion selama lebih dari satu dekade. Mereka tidak selemah itu hingga musnah semata-mata karena jatuh ke dalam jebakan.

“Menurut transmisi terakhir yang dikirimakn para komandan yang menghadapi mereka, Legion itu terpusat pada unit lapis baja beranggotakan Löwe dan Dinosauria.”

Shin tanpa sadar memejamkan mata. Dinosauria, dari segala tipe Legion. Tipe ini monsternya logam dengan turet tank 155 mm maha kuat juga rangka masif dengan berat melampaui seratus ton, ditambah mobilitas tidak masuk akal. Kalau mereka melawan kelompok mesin-mesin ini, yang tidak mampu ditandingi Feldreß manapun … Shin dapat dengna mudah membayangkan pasukan-pasukan itu dihancurkan layaknya semut.

“Mereka kemungkinan besarnya bercampur dengan jalur suplai di garis belakang dan secara bertahap bertukar tempat dengan tipe ringan. Artinya Legion telah merencanakan operasi ini dari lama.”

Kemampuan Shin memungkinkannya melacak jumlah dan posisi Legion tetapi tidak sanggup membedakan tipe mereka. Artinya bila mana mereka mengganti pasukan yang berada di kedalaman wilayah Legion di bawah gangguan Eintagsfliege, mustahil Shin mengetahuinya.

“Markas besar militer sudah diinformasikan perihal situasi pangkalan, dan mereka punya pasukan cadangan yang siap diberangkatkan kapan pun, tetapi korpnya sendiri pun sedang dikepung musuh. Nampaknya, sedikitnya perlu waktu lima hari hari hingga mereka dapat menerobos musuh dan mencapai pangkalan.”

“…”

Dengan kata lain, situasi baik di Pangkalan Benteng Revich dan Divisi Penyerang saat ini terputus dari pasukan kawan mereka, terisolasi, dan dikepung musuh.

“… aku punya kabar buruk dari pihak kami juga. Unit lapis baja Legion yang membantai habis pasukan pengalih sedang menuju Revich. Jumlah mereka diperkirakan delapan ribu. Sisa pasukan pengalih mencoba memperlama mereka, tetapi pasukan sisa takkan bertahan lama. Bahkan menambahkan waktu berkumpul kembali dan pengisian ulang … mereka akan sampai pangkalan keesokan hari.”

Vika menghembuskan desahan dalam-dalam yang amat tidak enak.

“Ya, kupikir barangkali ini persoalannya …. Kecenderungan kemampuanmu tuk menahan prospek angan-angan apa pun bisa jadi tidak bagus pada saat-saat ini. Seorang Cassandra1 yang cuma bisa membuat ramalan buruk namun akurat hanya akan menemui kebencian dan penghinaan.”

“Jumlah Legion di pangkalan sekarang ini kurang lebih sekitar seribu …”

“Cukup.”

Shin mengabaikan permohonan sedih Vika kemudian melanjutkan.

“Menurutku kebanyakannya ranjau swagerak, tapi … di sana ada apa lagi? Ameise saja?”

Itulah satu-satunya tipe yang mereka lihat telah diluncurkan.

“Selihat kamera yang masih berfungsi, iya …. Tapi kami telah mengonfirmasi mereka pun meluncurkan sejumlah kontainer tahan benturan. Kami tidak tahu isi kontainernya sekarang ini apa. Jika kita diizinkan optimis, isinya cuma amunisi dan paket energi.

“Tidak mungkin bsia menigrim pengintai, kan …?”

“Maaf. Sektor atas bawah tanah di bawah pengawasan Legion, dan pengintai manapun akan disingkirkan sebelum mereka sampai permukaan.”

“Berapa lama hingga mereka menembus partisi ruang komando?”

“Paritisinya barangkali tua, tetapi masih dibuat khusus menahan kepungan. Tidak usah khawatirkan … pengennya kukatakan begitu, tapi sementara waktu kami bisa bertahan.”

“Kita punya skuadron Brísingamen dan empat skuadron dipimpin Letnan Satu Shuga bersama kami. Mereka mestinya sanggup mempertahankan benteng …. Jangan risau.”

Mendengar Lena meresahkan Shin padahal sedang dalam posisi tak mengkhawatirkan siapa-siapa rasanya aneh bagi Shin. Dirinya dan orang-orang di pangkalan adalah yang paling berbahaya saat ini.

 “Aku mengerti situasinya …. Jadi kita harus melakukan apa?”

Vika mendengus.

“Bukannya sudah jelas …? Cuma ada satu hal yang bisa dilakukan.”

Shin merasakan senyum dingin tumbuh dari sisi lain Resonansi. Senyum sedikit pahit bercampur ketakutan dan keganasan sebanding.

“Kita adakan pertempuran pengepungan.”

Sebab kodratnya unit lapis baja Divisi Penyerang adalah menjadi unit pengerahan dan sebagian besar kombatannya, 86, cuma familier melawan pasukan seukuran skuadron saja, divisinya dibagi dalam struktur khusus terdiri dari empat belas batalion, berisikan skuadron-skuadron sebagai unit umumnya.

Kapten batalionnya, tidak termasuk Shin, yang menjadi komandan pusat, empat belas anggota paling veteran, termasuk perwira berpangkat lebih rendah skuadron Spearhead serta Bernholdt, perwira non-komisioner paling tua. Perwakilan Sirin adalah Lerche, dan di belahan lain Resonansi adalah Lena, Vika, dan Raiden. Kapten-kapten batalion telah berkemah di hutan yang menghadap Pangkalan Benteng Revich dan sekarang ini berada dalam kontainer kendaraan lapis baja sebagai ruang konferensi dadakan.

Kalau dipikir-pikir, Shin menyadari Anju dan Dustin terdampar tiga hari lalu adalah keberuntungan buat mereka. Pencarian mereka berdua telah menunda waktu pemeliharaan, dan maka dari itu, keberangkatan mereka ditunda sejak pagi tadi. Bila itu tak terjadi, kelompok Raiden akan meninggalkan pangkalan sebelum Legion menyerang, membuatnya lebih sulit mempertahankan sisi yang masih terkepung. Juga, pihak mereka yang menyadari perangkap sama saja menonaktifkan perangkap lainnya lebih dulu dan mencegah longsornya jalan mundur di belakang mereka.

Shin melihat peta medan perang yang diletakkan di atas meja lipat dan dilapisi penutup transparan, merinci posisi mereka serta musuh, sewaktu kapten skuadron keempat, Letnan Dua Yuuto Crow, membisikkan, “… ini situasi paling buruk.”

Pangkalan utama mereka telah jatuh, dan mereka dicampakkan di tengah-tengah wilayah musuh. Bala bantuan kawan datang lima hari lebih awal, dan bala bantuan musuh akan tiba lebih cepat dari itu …

“Menurut pengintaianmu, bala bantuan Legion berjumlah delapan ribu pasukan, datang besok paling lambat …. Yang artinya esok hari kita akan terdesak di antara dinding pangkalan dan unit lapis baja Löwe dan Dinosauria dengan jumlah delapan ribu.”

“Pasukan kita jumlahnya enam ribu, termasuk Alkonost. Dan terlebih lagi, Phönix yang bahkan tak mampu dikalahkan Kapten Nouzen masih duduk-duduk dalam pangkalan …” suara Letnan Dua Reki Michihi serba cemas tertahan seraya melanjutkan, “Karena mereka mengalahkan jumlah kita, kita harusnya jangan melawan dua front …. Mestikah kita pergi melawan unit lapis baja musuh dan mencoba menghancurkan mereka atau memaksa mereka mundur?”

“Justru sebaliknya, Letnan Dua Michihi. Kita tidak bisa fokus mencegat unit lapis baja.”

Mata Michihi membelalak mendengar respon Lena dari balik Resonansi.”

“Mengalahkan bala bantuan musuh itu sia-sia jikalau tujuan kita adalah untuk melampaui situasi ini. Sedikit berkontribusi pada tujuan kita tuk menghancurkan pengepungan musuh. Kita takkan sekadar mengurangi pasukan sia-sia—juga akan mendorong Legion mengirimkan lebih banyak pasukan.”

Rito mengerutkan alis.

“Tujuan kita …? Bukannya kita mestinya mengalahkan Legion dan semuanya tuntas …?”

“Tidak. Tujuan musuh adalah menduduki Pangkalan Benteng Revich, dan karena alasan inilah mereka menutup lingkungan sekitar dan mengirim bala bantuan. Dalam hal ini, tujuan kita adalah harus menggagalkannya …. Dengan kata lain, merebut kembali benteng.”

Theo angkat bicara, dan perasaan dirinya memiringkan kepala jenaka ditramisikan melalui Resonansi.

“Jadi … kau menyuruh kami menyerang markas, Lena?”

“Tepat, Letnan Dua Rikka …. Tapi dalam situasi ini, hanya ada satu strategi pengepungan dasar yang bisa kita gunakan.”

Pada dasarnya, dalam pertempuran pengepungan, pihak yang menahan kastil punya keuntungan. Benteng merupakan instalasi militer yang dibangun dan didesain untuk mencegah infiltrasi musuh. Benteng dibangun cermat di medan perang yang ‘kan menguntungkan pihak yang dikepung. Dinding-dinding kastil contohnya, selagi menahan panah musuh sambil dilengkapi banyak alat dan skema untuk memungkinkan pihak bertahan dalam benteng dapat menghujani tembakan terpusat kepada musuh.

Artinya pihak yang mengepung harus menggunakan taktik yang mengabaikan dinding. Seperti halnya skema yang mendesak pasukan bertahan untuk keluar. Atau taktik kelaparan, kendati pihak yang mengepung bisa saja dirugikan misalkan pihak yang dikepung punya barang simpanan yang diangkut ke dalam, Menggali terowongan untuk meruntuhkan benteng dan menggunakan pendobrak atau tipe pengimbang berat untuk menghancurkan dinding.

 Namun tak satu pun taktik ini bisa digunakan dalam pertempuran, dan Legion kebal terhadap seluruh negoisasi serta intimidasi. Mereka akan mengabaikan provokasi apa pun dan takkan pernah lelah perang. Dikarenakan kedua belah pihak tak punya suplai pendukung, mengandalkan perang atrisi2 akan jadi senjata makan tuan, dan mereka kekurangan waktu untuk melakukannya. Ujung-ujungnya menggali pangkalan yang dilindungi granit serta berada di atas tebing, tidaklah mungkin.

Dan dari semua itu, hanya satu metode tersisa. Mendengar yang dikatakan Lena, Shin menjawab dengan suara sedikit kaku:

“… kami harus menyerang benteng.”

Memaksa masuk ke benteng. Berbondong-bondong mendaki dinding layaknya semut menyerbu sumber makanan. Taktik paling tak terampil … paling banyak digunakan dan paling mudah juga terbanyak merenggut nyawa.

“Iya …. Aku meminta kalian memanjat tebing setinggi seratus meter dan dinding setinggi dua puluh meter.”

Sepintas hening berat menyelimuti ruang konferensi seadanya. Baik model Republik ataupun Federasi, Juggernaut 86 diperuntukkan pertempuran daerah perkotaan atau area hutan. Juggernaut terbiasa bergerak vertikal menggunakan jangkar kawat. Namun … pendakian melebihi seratus meter. Bahkan Jugernaut takkan sanggup mendaki jarak itu sekali lompat, terutama ketika terekspos tembakan musuh juga ranjau swagerak menyerang mereka di tengah jalan ke atas.

“Maka artinya …”

“Sulit. Kita akan mengalami kerugian cukup besar.”

Wajah kelabu Rito memucat, dan Yuto setuju dengan ekspresi parah. Raiden kemudian bicara tenang dari balik Resonansi.”

“Bagaimana kalau kau lupakan saja pangkalan terus mundur?”

“Takkan terjadi. Sekalipun kami mundur, kami tidak punya cukup persediaan untuk bergabung kembali dengan pasukan utama.”

Shin memotong proposalnya. Pertukaran percakapan dan jawaban dimaksudkan memberi tahu para Prosesor perihal situasi tersebut. 86 bertarung di lingkungan tidak biasa bagi tentara, dan konsep jalur komunikasi serta suplai tidaklah akrab bagi mereka. Mereka tak punya pengalaman bertempur berhari-hari.

Tidak ada gunanya menyuruh mereka bertaurng tanpa memberi pemahaman mengapa penting merebut kembali pangkalan benteng.

Shin mengabaikan maksud tersembunyi pertanyaan itu. Jikalau mereka mungkin meninggalkan pangkalan. Namun mustahil mereka melakukannya, apa pun yang terjadi.

“Kita prioritaskan perebutan kembali pangkalan dan ulur waktu melawan unit lapis baja berat Legion dengan taktik mengulur waktu3. Benar, Kolonel?”

Taktik mengulur waktu. Sebuah strategi yang melibatkan perintangan kemajuan musuh sembari menghindari konflik langsung dan mempelamban pergerakan mereka. Sebab didasarkan pada serangan tabrak lari4 berulang, butuh jarak cukup jauh antara musuh dan target yang ingin mereka pertahankan, tetapi berdasarkan posisi bala bantuan musuh sekarang ini, mereka harusnya bisa mengulur waktu beberapa hari.

“Iya.”

“Sersan Utama, aku akan memindahkan separuh Juggernaut kita dan batalion artileri di bawah komandomu. Tangani bala bantuan musuh, oke?”

“Ya, saya pikir begitu seharusnya.”

Bernholdt mengangguk tak acuh. 86 teknisnya perwira dan diposisikan di bawah komando perwira non-komisioner. Situasi ini takkan mungkin terjadi dalam militer normal, tetapi 86 dari awal menganggap pangkat sebagai dekorasi belaka, dan begitu pula tentara bayaran. Kapten-kapten regu yang berkumpul juga tidak keberatan.

“Lima hari. Ulur waktu sampai bala bantuan tiba dan jangan lakukan apa-apa lagi. Jangan pernah berpikir menghabisi mereka.”

“Itu jelas, ketua …. Kalian juga jangan bonek kek orang tolol terus mati. Kalau tidak, kami pun merasa bego telah melindungimu.”

Mungkin karena dasar situasi mereka membuat Bernholdt memungkinkannya mengatakan itu. Shin mengangkat bahu ke arah perwira non-komisioner veteran yang candanya hampir kurang ajar, dan mengalihkan pandangan ke kapten regu lainnya.

“Juggernaut dan Alkonost tersisa semuanya akan berpartisipasi dalam perebutan kembali pangkalan …. Pihak kita tidak boleh membiarkan ini berlanjut dalam lima hari terakhir. Kita harus merebut kembali pangkalannya sebelum orang-orang di ruang komando dimusnahkan.”

Dengan detail operasi diputuskan, baik kelompok Lena dalam benteng dan Divisi Penyerang di luar akan bekerja. Menghitung giliran malam, personel komando pangkalan bercampur kru pengendali Vanadis. Para Handler Beresonansi bersama Sirin mereka di ruang kendali, dan prajurit penyintas lainnya akan mengamankan koridor. Kelompok Raiden bersiaga di hanggar yang menjadi rute invasi terbesar dan paling memungkinkan.

Grethe Beresonansi dari ibu kota, memberi tahu mereka bahwa persiapan telah usai untuk mengirimkan pasukan cadangan.

“Legion mulai mendekat dari seluruh penjuru front selatan tempat kalian semua. Baginda dan pangerah mahkota telah memutuskan bahwa situasi ini bukan situasi mereka boleh pelit-pelit pasukan cadangan.

“Terima kasih, Kolonel Wenzel.”

“… kami menghargai pesannya, tapi … aku pasti akan mengomeli Ayah dan Kakak Zafar kemudian memarahi mereka karena memanfaatkan perwira militer luar negeri sebagai kacung hanya karena mereka sibuk, Kolonel.”

Di luar, Juggernaut mulai bergerak keluar, antara mencegat unit lapis baja berat atau untuk mengepung pangkalan. Dengan besi panjat menempel di kaki mereka menambahkan suara khas langkah kaki di latarnya, Shin angkat bicara:

“Kolonel Milizé. Bisa serahkan komando seluruh pasukan kepadamu? Aku cuma tahu sedikit strategi soal pertempuran pengepungan. Boleh jadi di luar kemampuanku, jujur saja.”

“… iya, kalau dipikir kau ini anak akademi perwira khusus. Perwira yang cepat dipromosikan takkan tahu.”

Saat Vika bicara, dia meninggalkan depot amunisi di ruang komando, memeriksa pengoperasian senjata berat bagaikan tombak dengan gerakan terlatih. Lena berpikir bahwa keluarga kerajaan Idinarohk sungguhan keturunan militeristik. Meriam senapan antitank 20 mm, salah satu senjata antitank paling tua yang digunakan infanteri, dilengkapi tenaga penggerak berjumlah besar dan laras panjang yang menghibahkan hulu ledaknya kecepatan supersonik yang diperlukan untuk menembus lapis baja. Meriam itu dibuang sebab menguatnya lapis baja tank dan pengenalan senapan tanpa tolak balik kuat dan-atau lebih ringan.

Tetapi tidak sebagaimana senapan tanpa tolak balik tersebut yang tidak bisa digunakan di ruang tertutup yang tidak mampu menampung api sepanjang beberapa lusin meter yang dikeluarkan, meriam tua ini semata-mata meledak keras saja. Senjata di ruang komandan ini masih tidak bisa digunakan di sini sebab banyaknya koridor sempit.

Seusai menyelesaikan inspeksinya, Vika menyerahkan dua senapan lima belas kilogram ke salah satu pengawal keluarga kerajaan dan lanjut bicara selagi melihat mereka membawanya dari pos komando untuk dipasang di koridor-koridor.

“Benar, aku barangkali belajar lebih banyak di tingkat sistematis, tapi aku tak punya pengalaman dalam pertempuran pengepungan pula. Meskipun aku punya banyak pengalaman melebihi perkiraanku perkara tinggal menetap.”

“Semisal kau memelajarinya pada tingkat sistematis apa pun, kau masih akan tetap lebih tahu dariku. Aku punya pengalaman bertahan, tapi tidak bisa membayangkan berada di pihak satunya.”

“Iya, kurasa.”

“… tapi—”

Lena menyadari sesuatu dan membuka bibirnya hendak berbicara. Jika bahkan Shin yang punya paling banyak pengalaman dari seluruh 86 tidak tahu banyak tentang topik itu, artinya …

“Bila demikian, bukannya berarti … Legion tidak tahu cara bertarung dalam benteng?”

Mata kanan violet berbalik ke arahnya.

“Termasuk Legion yang berada dalam benteng, kebanyakan Legion diaanggap Anjing Gembala.”

“Ya. Tipe prajurit cerdas yang dibuat dengan mengasimilasi jaringan saraf warga negara Republik.”

Warga neraga Republik yang takkan bisa melawan dan akhirnya diambil alih Legion, dengan demikian tanpa sengaja memperkuat barisan Legion.

“Tapi artinya warga sipil tanpa pengalaman tempur dijadikan tentara. Kecerdasan mereka mungkin saja setingkat manusia rata-rata, tapi kalau begitu, mereka mestinya tidak bisa melakukan apa pun yang tak mereka ketahui dengan baik.”

Warga Republik mengasingkan diri mereka dalam kedamaian palsu, menganggap perang berkecamuk di luar dinding bagai menonton film bioskop. Bahkan kebanyakan tentara Republik tidak pernah menebakkan pistol. Dan mayoritas Gembala yang memimpin mereka juga 86.

Republik-lah satu-satunya negara yang membiarkan mayatnya, memungkinkan mereka dikumpulkan dalam Perburuan Kepala Legion. Federasi, Kerajaan Bersatu, dan Aliansi telah mengambil tindakan cukup besar seketika menyadari Legion sedang mengambil alih orang-orang mereka yang mati dalam peperangan.

Dari awal, negara-negara itu mengerahkan seluruh kekuatan dan energi mereka untuk melawan Legion dengan gagah berani, bahkan di luar pertempuran, memulangkan mayat-mayat dan orang-orang terluka apa pun harganya. Mudah membayangkan bahwa 86 yang tak pernah mendapat bantuan dan kekurangan tenaga, juga dilarang mengambil mayat mereka lagi, adalah bahan utama menghasilkan Domba Hitam dan Gembala.

Dan 86 ini adalah tentara anak-anak yang tak pernah menerima pendidikan dasar, apalagi pelatihan prajurit. Sekaya bagaimanapun pengalaman mereka di medan perang, mereka takkan tahu cara mengepung. Legion juga sama dalam kondisi natural mereka yang mana hanyalah tentara mematuhi titah Kekaisaran. Mereka barangkali telah mengumpulkan dan menganalisis pengalaman tempur selama sebelas tahun, namun mereka takkan sanggup menganalisis bentuk pertempuran yang belum pernah mereka alami.

Dan pertempuran pengepungan adalah taktik militer yang belum pernah digunakan selama seratus tahun, dengan pertumbuhan artileri jarak jauh serta pengenalan senjata udara. Hanya dianggap pengetahuan mengenai sesuatu yang pernah ada.

“… begitu. Jadi perkara pengetahuan, kita masih unggul.”

Matanya menyipit dalam kegelapan, lalu tersenyum jijik. Seringai senang seorang tirani despotisme.

“Boleh jadi kesempatan emas untuk mengajarkan warga umum damai ini inherennya para komandan jahat. Dalam hal ini, serahkan tugas kotor komando pertahanan ruangan kepadaku … Milizé kau komandoi pengepungan di luar. Aku akan mentransfer hak istimewa komando pusat atas Sirin kepadamu.”

“Baiklah. Kapten Nouzen, kau mendengarnya.”

“Diterima …. Terima kasih banyak.”

Lalu Grethe bilang, “Kami bisa tangani simulasi dan investigasi dari sisi sini, jadi kirimkan pertanyaan macam apa pun yang kalian perlukan …. Dan juga …” dia tampaknya ragu-raug sebelum bicara lagi:

“Pesan dari Baginda …. Tidak usah menyelamatkan Pangeran Viktor. Bila mana kalian meninggalkannya, dia takkan meminta pertanggungjawaban Federasi maupun Divisi Penyerang …”

Lena kaget sesaat. Mustahil. Baginda—beliau, sang raja—adalah ayah Vika. Vika, di sisi lain mengangkat bahu seakan sudah jelas.

“Masuk akal beliau mengatakannya. Aku ini tentara, dan ini medan perangnya Kerajaan Bersatu. Seandainya beliau menganggap kalian bertanggung jawab, beliau akan jadi bahan tertawaan berabad-abad mendatang.”

“Menurutku ini agak aneh,” ucap Annette sesaat Grethe mematikan Para-RAID-nya. Mereka berada di sebuah ruangan dalam kastil keluarga kerajaan Roa Gracia. Sangatlah mewah dan nyaman sampai-sampai merasa bersalah berada di sana sedangkan Lena dan yang lainnya berada di tengah krisis.

“Kesampingkan tujuan mereka, mereka berhasil menentukan dan menyerang Divisi Penyerang lagi,” lanjut Annette. “rasanya mereka terlalu piawai membaca gerakan kita.”

Grethe mengangguk. Pangkalan Benteng Revich adalah titik pengamatan terdepat yang menghadap daratan rendah. Tidak ada harga tuk membenarkan penyerangan Legion. Dalam hal ini, tujuan mereka di sini adalah Divisi Penyerangnya sendiri, namun itu aneh.

“Seberapa besar kemungkinan Para-RAID dicegat?” tanya Grethe tenang.

“Sangat kecil …. Tidak bisa dibilang mustahil Legion Beresonansi, mengingat Sirin juga dibuat dengan salinan jaringan saraf manusia, bisa Beresonansi. Tetapi jika ingin Beresonansi dengan target tertentu wajib menyelaraskan pengaturannya.”

“Mungkin Legion bakalan bisa melacak lokasi Kpaten, seperti halnya dia bisa mendengar suara mereka?”

“Saat ini masih tak diketahui …. Tapi ada penjelasan lebih seederhana.”

“Ya.”

Grethe mendesah berat depresi dan sikap dingin seorang prajurit.

“Kita tak bisa membuang opsi itu … bahwa seseorang membocorkan informasi dari dalam militer Federasi.”

Lena masuk ruangan yang telah diberikan kepadanya sebagai tempat tinggal dan sesudah melepaskan blus serta stokingnya, melihat ke benda di tangannya. Cicada. Perangkat Pendukung Pikiran yang diberikan Vika untuk meringankan tekanan Beresonansi dengan lebih dari seratus orang. Lena tak menggunakannya selama misi pengintaian. Karena jangka waktunya terlalu lambat, dan target Resonansinya hanyalah beberapa kapten.

Namun kali ini, dia tidak boleh tak menggunakannya. Dia mesti mengkomandoi seluruh brigade di luar sana, menjadikan jumlah target Resonansinya jauh lebih besar. Dengan pertempuran pengepungan yang diprediksi akan jadi teramat sengit, seandainya Lena pingsan, takkan ada orang yang akan mengkomandoi Divisi Penyerang di luar. Dan meskipun Vika bersedia menggantikannya, dirinya pun akan sangat tertekan juga.

Lena menguatkan dirinya dengan bilang, “Ok …” kemudian menarik rambut panjangnya dan menaruh Cicada ke lehernya hingga menyentuh Perangkat RAID-nya. Dia merasakan dinginnya kristal saraf kuasi terhadap panasnya tubuh dan arus bioelektrik mengalir di kulitnya.

Cicada—Perangkat Pengendali Pikiran—menyala.

Benang-benang perak yang menyusun cincin perangkatnya membuka, berubah dari keadaan padat dan menyatu menjadi sesuatu yang nampak bagaikan salju bercahaya. Benang-benang tak terhitung, bagai untaian ulat sutra atau benang laba-laba, menjadi semburan cahaya lalu menjalar di punggung putih Lena. Benang perak menyala dengan cahaya ungu redup. Cahaya itu mendadak meluas, layaknya jalinan tanaman merambat yang menyebar cepat, merayap dan melika-liku ke bahu, punggung, dan lengannya.

  “Nnh …”

Dia merasakan sensasi sentuhan aneh nyaris geli di kulitnya. Seolah-olah sedang dibelai ujung bulu, seakan-akan kulitnya ditelusuri pelan jari seseorang.

“Unh …. Ah …!”

Dan tatkala benangnya lanjut merambat sendiri, terus merayap ke seluruh tubuhnya bak jenis bodysuit5 ketat. Benang peraknya terbuat dari serabut saraf semu dengan fitur merambat sendiri, permukannya punya bentuk saling menjalin dan hampir organik. Perangkat tersebut menggunakan arus bioelektrik pemakaianya sebagai sumber tenaga, merakit jaringan saraf kuasi yang melingkupi tubuh lewat serat—sebuah otak tambahan di seluruh tubuh.

Barangkali bagian plus kekuatan pendukungnya, tetapi ketika dia membuka mata, bidang penglihatannya terlihat sedikit lebih jelas dari sebelumnya. Menarik napas sekali, Lena mendongak di ruang samar cahaya.

Dengan ketebalan tambahan perangkat yang membungkus dirinya seperti pakaian, Lena tak bisa nyaman merogoh lengan seragamnya, dan di sekitar bahunya terasa ketat, jadi dia cuma mengenakan pantofelnya lanjut kembali ke pos komando. Penyebaran perangkatnya lebih tipis di sekitar kaki, bagian lebih jauh dari titik asalnya, membuat perangkatnya hanya setebal stoking, mengizinkan kakinya masuk ke dalam sepatu tanpa masalah.

Mendengar suara tumitnya, Vika memalingkan pandangan darinya. Frederica yang masih anak-anak, turun dari kursinya dan berdiri di samping wakil komandan. Keduanya menatap Lena dengan ekspresi aneh dan terdiam sejenak.

“Ya …. Hmm …. Maaf. Ini semua salahku.”

“…!”

Mendengar sang pangeran bertingkah sopan sekarang, setelah meminta maaf seterlambat ini, membuat Lena melotot padanya. Tak seperti biasa, Vika mati-matian berusaha berpaling darinya sambil berkeringat dingin.

“Jujur, aku minta Lerche menggunakannya juga, kalau perlu …. Tapi hmm, ya, memang. Aku sadari sekarang tak jadi soal dia menggunakannya sebab jauh lebih … sederhana darimu …”

“Maksudnya apa?!”

“Kau … sangat diberkahi.”

“Diberkahi sama apa?!”

Bahkan Frederica memandang mereka dengan ekspresi kasihan dan rumit.

“Sepertinya orang bodoh ini kehilangan kata-kata terhadap betapa … anu … betapa menggodanya penampilan ini di mata seorang pria.”

Frederica mencoba hati-hati memilah kata-katanya yang makin membuat Lena syok. Rasanya baru saja diberitahu di depan muka bahwa Lena berjalan dengan tak senonoh.

Perangkat Pendukung Pikiran—Cicada. Unit komputasi jenis bodysuit yang terdiri dari serat saraf kuasi.

Dengan kata lain suka sering bergoyang. Terutama di sekitar dada.

Seluruh personel komando memalingkan muka dengan sikap menahan diri dan terang-terangan, lalu tatapan Lena tertuju pada seorang pria muda tertentu yang matanya terpaku habis-habisan ke layar di depannya.

“… Letnan Dua Marcel, kenapa kau tidak melihatku …?!”

Dan tetap saja, meski pertanyaan dari kolonelnya, Marcel tak menggerakkan sorot matanya dair monitor.

“Kolonel, bisakah Anda tidak menghukum mati diri saya walau secara tak langsung? Misalkan saya berbalik sekarang, Nouzen pasti akan membunuh saya.”

“K-kenapa kau mengungkit Shin …?!”

Mendengar nama itu makin-makin membuat Lena malu dan tersipu sejadi-jadinya.

“Yah …. Kau tahulah. Omong-omong, kami akan mencoba memberikanmu seragam lebih besar untuk operasi berikutnya, Baginda.”

Shiden mengatakannya dari Resonansi, suaranya tak sanggup menahan simpatinya. Frederica pergi tanpa bilang apa-apa, kemudian kembali membawa blazer pria biru baja tebal Federasi yang dia sampirkan ke bahu Lena.

Lena memutus sambungan sementara hendak bersiap-siap mengontrol pengerahan skuadron Spearhead dan akhirnya terhubung kembali ke Resonansi.

“Seluruh anggota Divisi Penyerang. Maaf membuat kalian menunggu.” “Tak apa … Kolonel?”

Shin menyadari ada yang janggal dan menanyakannya. Lena memutus panggilan sepuluh menit baru.

“Terjadi sesuatu?”

“Sesuatu apa?”

Shin tahu.

“Suaramu …. Kedengaran sebal.”

Suaranya yang semacam lonceng perak sangatlah berduri sampai-sampai mustahil menyembunyikannya. Dan suaranya terdengar sangat kasar.

“Bukan apa-apa.”

Jadi sesuatu terjadi. Dia akan menanyakannya setelah pertempuran. Mungkin Frederica atau Marcel. Dia tak tahu sesuatu itu apa, tapi dipikirnya bertanya pada Lena sendiri adalah ide buruk.

Lerche lalu melaporkan, dengan nada maaf aneh di suaranya:

“… Tuan Pencabut Nyawa. Kami, err, selesai pengerahkan Alkonost, jadi …”

“…? Diterima. Kolonel, Divisi Penyerang telah dikerahkan dan siap pergi.”

“Kerja bagus. Tetaplah siaga hingga perintah selanjutnya.”

Sembari mendesau, Lena kelihatan telah menenangkan diri. Suara lonceng perak-halus normalnya masih ada bekas-bekas rasa kesal. Ibarat perasaan gelisah dan malu kali ini. Emosi yang ditransmisikan rasanya cukup kuat, membuat Shin mengernyitkan alis. Bicara melalui Resonansi menyampaikan emosi di tingkatan sama seakan bicara berhadap-hadapan, dan tatkala itu, emosinya muncul sangat jelas.

“Apa ada—?”

“Kapten Nouzen! Tetap. Bersiap. Siaga!”

“… ya, Bu.”

Hari sudah lewat tengah hari, dan walaupun matahari belum terbenam, salju mulai turun dari langit gelap. Awan tebal berwarna timah diwarnai debu perak menyebarkan serpihan putih tanpa suara ke bumi.

Pangkalan Revich terletak di balik ufuk, menguasai semuanya bak bangkai raksasa yang mendekam. Tebingnya punya perbedaan ketinggian tiga ribu meter paling besarnya dan paling kecilnya seribu meter. Disertai hujan salju tanpa henti, tebingnya kini diselimuti lapisan es tebal, dengan pelat baja menutupi puncaknya.

Dari segi topografi, daerah benteng adalah daerah tertinggi, sementara bagian yang menghadap ke zona perang selatan—dengan kata lain, hutan konifer tempat Shin dan kelompoknya berada sekarang ini—lebih seperti turunan landai.

Hutannya kemungkinan ditebang untuk membantu mencegat serangan dari atas, juga area yang tersebar dalam diameter beberapa kilo di sekitar pangkalan adalah dataran tak biasa karena tak punya permukaan yang bisa dijadikan tempat berlindung. Divisi Penyerang menandai gunung batu berbentuk berlian yang membentang ke utara hingga selatan menjadi titik serangan mereka dikarenakan perbedaan ketinggian yang rendah dan jaraknya relatif dekat hutan.

“… misalkan kita ke sana serampangan, kita bakalan jadi target mudah,” ucap Anju.

“Biar begitu, kita tidak bisa ke mana-mana lagi …. Andai saja bukan karena kastil semacam itu, setidaknya bisa kita tembaki peluru artileri.”

Dikelilingi dinding dari seluruh sisi artinya juga tak ada tempat kabur, menjadikannya target utama tembakan penahan permukaan yang melibatkan penyebaran tembakan proyektil berdaya ledak tinggi area luas. Tetapi bentengnya punya kanopi batu terlampau tebal yang diciptakan erosi gletser gunung yang menjadi pertahanan alamnya. Sekarang diperkuat pilar logam dan berfgunsi sebagai pertahanan kokoh terhadap pengeboman dan bombardir. Dalam situasi ini, mungkin serangan Morpho atau pesawat pengebom pembawa meriam supersonik kelas berat bisa jadi mampu menembusnya, tetapi pengeboman biasa-biasa saja takkan mampu.

Theo bercanda padahal tahu semua itu, tetapi rekan-rekan mereka masih terjebak di dalam. Dan benar saja, Kurena mengerutkan alis.

“Bukannya Raiden ada di sana …? Dan, yah, aku pun mencemaskan Lena.”

“Aku sedang menduga-duga. Karena itu Shin menyerahkan semua Juggernaut yang menggunakan senjata artileri ke sisi Bernholdt.

Persenjataan utama dan samping Reginleif bisa diganti, dan Divisi Penyerang punya dua batalion dilengkapi howitzer bermodel penggunaan artileri. Dua-duanya dikirim membantu operasi mengulur waktu. Sebagaimana perkataan Theo, mereka tak cocok sama pertempuran semacam ini dan sebaiknya disuruh melancarkan tembakan penahan di medan perang yang penuh Legion kelas berat.

Tidak ada tanda-tanda musuh di sekitar markas dan jejak bisikan hantu kecuali Sirin. Selagi Shin mendengarkan jeritan-jeritan kesakitan yang hanya datang dari dalam pangkalan, serta dari sektor permukaan, Shin bertanya, “Anju, bisa kau tembak roketnya ke celah antara kanopi dan dinding?”

“Shin, apaan?!”

“Hmm …”

Sementara Kurena panik, Anju semata-mata menjawab bingung.

“Aku bisa menetapkan target rudal tapi tidak mengarahkan lintasannya. Dan fasilitas inti pangkalan kesemuanya berada di bawah tanah, bukan? Asumsikan saja aku bisa berbuat sesuatu pada Legion di lantai permukaan, aku tidak bisa menjangkau Legion di sektor bawah tanah.”

“Kupikir semisal kita bisa menekan permukaan sebentar saja, mungkin bisa mengulur waktu kita untuk masuk …. Tapi kurasa itu tidak bisa.”

“Sepertinya tidak ada cara lain selain memanjat ujung-ujungnya …”

Dustin yang menelinga tanpa bilang apa-apa, setelahnya mengatakan:

“… penasaran saja, kenapa tidak kita panjat gerbang barat laut? Tidak satu orang pun bahkan menyebutkannya di rapat strategi, jadi aku paham itu bukan ide bagus, tapi sebenarnya ada jalur aktual masuk ke pangkalan sana. Bukannya jauh lebih aman dan cepat ketimbang manjat dinding menggunakan jangkar kawat?”

 Shin berkedip sebentar. Itu masuk akal bagi seorang 86, dan dia tidak menyangka akan ditanya demikian.

“Karena musuh akan menunggu kita di pintu masuk …. Dan jalur itu khusus dibangun untuk memungkinkan sisi bertahan menghujani tembakan terpusat pada para penyerang yang memanjat.”

“… tembakan terpusat? Ah …!”

Dia sadar. Pintu masuk barat laut menuju Pangkalan Benteng Revich dibangun di atas bukit berbelit-belit penuh lengkungan tajam. Jika mereka mencoba memanjatnya, mereka akan menghadapi rintangan di sisi jalan dan dinding di kedua sisi gerbang berbentuk kipas. Bergerak maju di sepanjang jalannya berarti kau takkan menemui rintangan apa pun, namun artinya juga kau terekspos tembakan terpusat dari tiga arah dalam jangka waktu lama. Bukan hanya mereka takkan sampai gerbang, tetapi kerugian yang mereka alami akan absurd dan tidak ada untungnya, dan jalan kembali akan penuh puing-puing berjatuhan.

“Tapi bagian dalam benteng tak punya meriam sekaliber itu, dan tidak susah melalui jalan tersebut …”

“Belum kita pastikan bentengnya tidak punya meriam, dan kalau kita menempuh jalan biasa maka akan penuh rintangan, belum lagi sekiranya kau pergi cukup jauh dari trotoar, tempatnya barangkali penuh ranjau. Dan menggunakan pengeboman untuk membersihkan ranjau bukan metode teraman.”

Ranjau cenderung meledak lebih dulu sebelum disingkirkan, dan sengaja dirancang menargetkan titik lemah musuh. Benar-benar senjata keji. Vika yang nampaknya mendengarkan, setelahnya angkat bicara sembari tersenyum tengik layaknya harimau bengis:

“Tepat, Nouzen. Sekejam apa pun kau anggap diriku … aku setuju. Tidak cuma berlaku pada kastil ini, tapi sebaiknya jangan kau serang secara langsung. Gerbang keluar dan jalan beraspal belum tentu jadi tempat yang bisa dilintasi manusia.”

Satu tim beranggotakan empat Alkonost bergegas keluar dari hutan. Mereka berputar balik supaya membuat jarak antara mereka dan tim pengepungan tetapi bergerak lurus menjauh dari kamp. Masih berwaspada akan pengeboman musuh, mereka tetap jaga jarak seratus meter satu sama lain selagi bergerak dalam formasi baji dan terus maju, suara aneh cakar mekanis membelah es menyertai langkah kaki mereka.

“… Tuan Pencabut Nyawa. Karena tautan data baru saja tiba, saya berinisiatif menyampaikannya kepada Anda.”

Mengikuti laporan Lerche, sebuah layar holo muncul di kokpit Undertaker. Menunjukkan rekaman kamera senjata unit pengintai, menggunakan Chaika untuk menyiarkannya. Mereka beberapa ratus meter jauhnya dari benteng, dan tebing terjal nampaknya menjulang tinggi hingga langit-langit dari sudut pandang mereka.

Kian dekat pangkalan makin-makin memperjelas mustahilnya benteng ditembus. Sebuah dinding es berdiri seratus meter tingginya, dan di atasnya ada dinding beton bertulang tebal dilapisi pelat baja. Dan buruknya, tebing itu sengaja dihancurkan biar membentuk tikungan tipis, membuatnya mustahil untuk dipanjat. Kendati menggunakan jangkar kawat, seseorang takkan bisa memanjatnya sampai puncak sekali lompat.

Tapi bahkan sebelum sampai sana, terdapat parit kering sedalam dua puluh meter dan seluas sepuluh meter mengelilingi langkan dari segala arah, tanpa terkecuali. Reginleif dan Alkonost itu ringan bagi standar Feldreß dan bisa melompati jarak itu, tetapi ada dinding es tebal nan kokoh di luarnya. Seandainya mereka gagal menembakkan jangkar kawat, mereka akan jatuh ke dasar parit yang terdapat duri logam tajam didempetkan, dimaksudkan menjadi penghalang antitank.

“… iya, tapi misalkan kita menembakkan jangkarnya tepat di bawah dinding dan menariknya kuat-kuat, harusnya bisa kita panjat,” tukas Theo, melihat rekaman sama.

“Tapi kita barangkali menjatuhkan seluruh dindingnya jika ditembakkan kebanyakan, jadi cuma beberapa dari kita yang dapat memanjat. Bisa kita ledakkan rintangan antitank dan menyelinap lewat jalan itu. Seandainya saja kita bisa buka gerbangnya, yang lain pastinya juga bisa masuk dengan cara normal …”

Kalimatnya berhenti. Kemampuan Shin menangkap pergerakan Legion. Melihat ke dinding, mereka mendapati bayangan besar berwarna hitam mengintip dari celah panah yang berbentuk gigi gergaji. Siluet mengancam khas senjata, serta bayangan laras meriam memanjang di punggungnya.

Lerche bilang, “Nona Ratu, Tuan Pencabut Nyawa …. Kami akan segera menembak meriam ini. Kami perlu memastikan metode serangan juga jangkauan efektifnya.”

“Lakukan setiap tindakan pencegahan untuk menghindari serangan langsung. Kita tidak bisa mengisi ulang suplai di sini, jadi kita harus menghindari kerugian sebisa mungkin.”

“Sesuai kehendak Anda …”

Bayangan berwarna hitam itu condong maju, membidik Alkonost tepat di bawah dinding. Sistem melacak bidang penglihatan mereka secara otomatis dan diperbesar. Gambar kejauhan unit tersebut jadi jelas. Kira-kira berukuran sebesar Stier dan punya rangka hitam kemerahan khasnya Legion. Tetapi rasanya tidak berlapis baja. Meriam besarnya didorong ke atas di atas rangka berkaki empatnya, mekanismenya ketahuan. Di belakangnya memanjang sepasang sesuatu mirip mesin pembajak yang mengingatkan akan ekor kalajengking.

Raungan hantu yang bergemuruh di telinga Shin memperjelas bahwa inilah Legion. Tetapi dalam tujuh tahun perlawanan, Shin belum pernah melihat unit semacam ini sebelumnya.

 Tidak …. Benar memang, bentuk Legion yang belum pernah Shin lihat, tetapi dia pernah melihat wujud detail ini sebelumnya. Laras panjang bermekanisme masif dan mengesankan. Larasnya terdapat moncong dan sekop di belakangnya untuk menyerap tolak blaik selama tembakan artileri. Dia belum pernah melihat sesuatu seperti ini di Sektor 86, tempat mereka tak pernah mendapat dukungan, namun dia pernah melihat Legion setipe ini di Federasi, di tempat pemberian dukungan dari garis belakang adalah hal jelas.

Larasnya lebih besar dari laras tank atau jenis senapan apa pun. Dewanya medan perang yang meskipun absen dari hasrat apa pun tuk membunuh atau tekad membantai, tanpa sadar merenggut paling banyak nyawa …

Howitzer!

“Lerche, perintahkan Alkonost mundur! Itu—”

Akhirnya Shin sadar mengapa Legion susah payah menambahkan kontainer tahan benturan ke unit yang mereka luncurkan. Sesudah berakselerasi, mereka kekurangan mobilitas untuk mendarat sendiri … sebab desainnya tak pernah ditujukan agar hadir di lini depan.

“Skorpion!”

Raungan gemuruh.

Meriam terbesar Legion—howitzer 155 mm—melepaskan tembakan ke Alkonost yang berdiri dekat parit.

“Skorpion?! Maksudmu mereka bawa salah satu tipe artileri mereka dari lini belakang ke lini depan?!”

Wajarlah Lena cukup terkejut sampai-sampai meresponnya dengan balik bertanya. Tipe Skorpion—dan howitzer pada umumnya—memiliki daya tembak tak tertandingi tetapi di waktu yang sama relatif tak berdaya di lini depan. Jadi tidak disangka Legion mengirimkan mereka—apalagi selagi menyerang benteng …

“Kenapa …?”

Vika mendecakkan lidahnya keras-keras.

“… jadi begitu permainan mereka. Milizé, jangan tarik mundur Alkonost. Tipe Skorpion dibawa masuk untuk menghancurkan partisi ruang komando.”

Lena tersentak. Proyektil ledakan tinggi 155 mm mengemas daya tembak cukup tuk meledakkan tank hingga hancur berkeping-keping seumpama kena tembakan secara langsung. Dan sekat partisi kukuh dari ruang komando akhirnya akan hancur bila dihadapkan tembakan terpusat.

Mereka mengemas tipe berdaya tembak setinggi mungkin melawan target tetap dan di waktu bersamaan adalah unit ringan yang dapat diluncurkan Zentaur—itulah alasan mereka dipilih. Berdasarkan tipe tersebut yang telah diamati ketapelnya, bobot maksimum yang bisa diluncurkan adalah sepuluh ton.

Löwe beratnya lima puluh ton, dan Dinosauria beratnya sedikitnya seratus ton—laras mereka sendiri melebihi berat maksimum. Sebaliknya, Skorpion punya bentuk sederhana. Beratnya sebagian besar dari selongsong, dan satu-satunya alat pelengkap nyatanya adalah kakinya, lantas merupakan salah satu unit Legion lebih ringan. Fakta Skorpion tidak berlapis baja membuatnya teramat-amat sesuai dalam hal batas bobot.

Mereka mengirimnya sebab pas persyaratan. Tidak ada jejak logika manusia membiarkan artileri mereka di belakang, di empat aman. Legion tak segan-segan menyerbu ranjau untuk membersihkannya dan sekalipun berada di medan perang sama sebagaimana umat manusia yang tidak ingin mengorbankan rekan, bertindak berdasarkan logika sepenuhnya berbeda. Mengarahkan mereka ke tindakan ini.

Itu berlaku sama.

“… menyuruh Sirin sembarangan mendekati tipe Skorpion, dengan kemampuan penekanan area mereka, itu …”

“Seumpama mereka tidak peduli melindungi dinding, tipe Skorpion gantinya akan menembaki kita. Yang dalam hal ini, kita perlu orang-orang di luar untuk menarik perhatian Legion, paling tidak hingga waktu tertentu.”

“…”

Sama saja seperti Lena yang mengkomandoi manusia, dan Vika mengkomandoi mesin, bertindak dalam bentuk logika berbeda.

Namun perkara medan perang, Vika yang benar. Ragu-ragu naif ketika dihadapkan kematian sejumlah kecil di depan muka bisa-bisa membunuh semua orang di bawah komando Lena. Lantas mengeraskan hatinya, Lena memberi perintah, berdoa sungguh-sungguh agar kebencian dan ngerinya takkan ditransmisikan ke Shin dan pasukan lain lewat Resonansi.

“Seluruh Handler. Lanjutkan dan perintahkan maju skuadron kedua. Cobalah menghindar sebisa mungkin selagi maju dan pertahankan meriam musuh tetap mengincar puncak dinding. Jangan beri mereka napas.”

“… diterima. Para Juggernaut akan berusaha menutup jarak juga,” jawab Shin, mengarahkan pandangan pahitnya ke bangkai-bangkai Alkonost yang dibantai rentetan selongsong 155 mm yang mampu menyapu area sejauh tiga puluh meter. Takkan mungkin Shin tidak paham maksud perintah menyakitkan Lena. Tipe Skorpion jauh dari pilihan ideal untuk mempertahankan dinding. Jarak empat puluh kilometer mereka terlalu panjang dalam situasi ini, celah besar antara azimut dan inklinasi bidikan; bagaimanapun dari awal mereka tak didesain berada di lini depan, lantas mereka tak cocok bertempur di sini.

Sekiranya mereka tak menyibukkan Skorpion, mereka akan mengalihkan bidikan mereka ke Lena dan semua orang di dalam ruang komando. Shin memindahkan kesadarannya ke kapten peleton yang dia kirim ke dinding sebagai bala bantuan. Sebuah unit untuk mengeliminasi Legion di dinding. Membuat musuh berlindung dan mundur, memungkinkan unit lain mendekati dinding.

“… Kurena. Apa ada titik dirimu bisa menembak runduk ke arah dinding?”

Pertanyaan itu membuat Kurena menggigit bibirnya. Dia memeriksa peta dan mendapati salah satu titik menembak runduk yang dia catat. Langkan sedikit lebih tinggi di hutan bersalju.

“Sedikit. Tapi …”

Dia mengasah keterampilan menembaknya untuk membantu Shin yang menghadapi musuh secara langsung sebagai garda depan. Perannya adalah mematikan musuh yang menghalangi mereka di waktu-waktu sekarang. Shin pastinya membutuhkan bantuannya di sini. Lantas selama bisa dia lakukan, Kurena akan tetap berada di sisinya dalam medan perang. Perannya seorang; takkan dia berikan kepada siapa pun, bahkan Lena takkan dapat melebihinya soal ini.

Tapi, dia harus melaporkan ini. Mengerang sedih sewaktu melihat sensor dari ranjau peluru sebar baru berkedip berkali-kali di langkan, ditutupi salju tipis. Barangkali dipasang di sana untuk melengahkan mereka ketika kembali dari operasi penaklukan Gunung Dragon Fang.

“Penuh ranjau …! Mereka memasang ranjau antitank di semua tempat!”

Suara gemuruh ledakan menyelimuti langkan bahkan sampai sejauh ini. Raiden melihat arah tersebut dan bicara, sebab sensor Juggernaut-nya tidak mampu menangkap apa-apa selain beton dan dinding batu. “Jadi garis pertahanan di lorong mulai berfungsi, ya …? Keknya orang-orang tengah berjuang di luar sana.”

“Wah, iyalah, kau berusaha memanjat tebing sinting itu. Bahkan Pencabut Nyawa kecil bakalan kesulitan.”

Mereka berada di hanggar kedelapan, di lantai terbawah Pangkalan Benteng Revich. Hanggar terbesarnya pangkalan, sebuah ruang besar yang menduduki keseluruhan lantai, dengan panjang-lebar lebih dari lima ratus meter. Cukup tinggi hingga menampung rumah sipil, dan selain pencahayaan, derek jembatan memenuhi langit-langit dikelilingi titian. Para Juggernaut menyusun barikade dari kontainer kosong dan bersembunyi di balik bayangannya bersama Wehrwolf di depan.

Melihat melalui sensor optiknya, dia memandangi pintu masuk menuju lift yang kini penutup antiledakannya sudah diturunkan, suara ledakan dahsyat menderu dari belakangnya. Suara Legion dari lantai bawah meluncurkan serangan bunuh diri berulang-ulang. Ranjau swagerak meledakkan diri dan tubrukan perlahan Ameise berangsur-angsur mulai menerobos penutupnya. Mulai membengkok dan berderit. Dengan satu dentuman kuat, permukaan penutup telah diremukkan dan dirobek membuka, menatap sekilas sekelompok monster metalik menggeliat-geliat di luar.

… mereka datang.

“—semua unit, lepaskan pengaman. Diam di tempat sampai perintah lebih lanjut …”

Ledakan lain. Penutupnya tak sanggup menerima lebih banyak kerusakan setelahnya diledakkan spektakuler. Gelombang ranjau swagerak bercampur Ameise mengalir masuk hanggar, dan selagi sensor optik mereka bergerak ke sana-kemari, mencari mangsa dalam kegelapan, Raiden memberi perintah.

“Tembak!”

Sesudahnya, tembakan horizontal menyapu Legion dari sisi samping mereka. Geraman rendah meriam otomatis dan pekikan dua senapan mesin berat memenuhi hanggar, menerbangkan kaki terputus Ameise serta anggota badan terpisah-pisah unit ranjau swagerak ke dalam kepulan asap hitam serta semburan api.

Akan tetapi, gelombang kedua kelewat bersemangat sampai-sampai menginjak-injak tubuh rekan mereka supaya bisa memasuki hanggar tidak menghiraukan hujan peluru. Mereka menutup jarak begitu larasnya berhenti beberapa detik supaya tidak kepanasan, turun menuju para Prosesor selagi mereka menginjak bangkai rekan-rekan mati mereka.

“Ha, nyerbu kek semut …. Jangan biarkan satu pun lewat! Kita tidak bisa mundur ke mana-mana, dengar?!”

Shiden membentak skuadron Brísingamen yang menjawab secara bergiliran. Tak lama sesudahnya menjadi pertempuran kacau, senjata bergerak berkeliaran dan mengincar titik lemah satu sama lain selagi ranjau swagerak mencoba menyerbu di tengah-tengah mereka. Bukan cuma Juggernaut tetapi seluruh senjata darat cenderung tak punya lapis baja di permukaan luarnya, dan demi memanfaatkan kelemahan tersebut, sejumlah ranjau swagerak memanjat dinding mencoba mencapai titian—

“Mereka datang! Hancurkan mereka!”

Mendobrak kaca ruang siaga yang menghadap hanggar, tembakan senapan serbu, disetel otomatis penuh, menyerbu mereka. Mulai membersihkan ranjau-ranjau yang lolos, kru pemeliharaan 86 menembakkan tembakan terpusat ke ranjau swagerak.

Mereka terpaksa meninggalkan lini depan karena luka dan efek sampingnya di tubuh mereka, tetapi mereka awalnya adalah kombatan yang biasa memegang senjata api … sekaligus suasana medan perang beserta sensasi menyerempet kematian. Seluruh Ameise menoleh menghadap mereka.

“Mundur—mundur!”

Sesaat setelah teriakan itu dan langkah kaki berat mereka, tembakan senpan mesin 14 mm menyapu ruang siaga. Tetapi momen berikutnya, unit Shana, Melusine, menginjak Ameise. Shiden melihat-lihat sekeliling hanggar dan meludahkan, “Kayaknya makhluk Phönix itu tidak muncul di sini …”

“Bukannya aku ingin dia muncul sekarang …”

Tidak ada catatan pertempuran melawan Phönix di koridor manapun sejak dia mengambil alih menara observasi. Partisi sekat di sektor bawah tanah dipasang dengan perangkap tegangan tinggi mencegah serangan bilah frekuensi tinggi, dan penampakan terakhirnya adalah bilahnya ditangkis salah satu perangkap tersebut. Menurut pengintaian Shin, Phönix itu pastinya masih ada di suatu tempat dalam pangkalan, namun tidak rusak atau sedang diperbaiki. Atau …

“… itu kartu trufnya Legion.”

Mereka serahkan penundukan pangkalan ke tentara rendah biasa … dan menyembunyikannya di pertempuran yang paling membutuhkannya.

“Kuat tapi tak tergantikan. Mereka barangkali tidak mau mengerahkannya demi orang ga penting kek kita.”

Phönix berkuasa merobek apa pun dan menembak siapa saja, dan tepatnya karena itulah tak tergantikan. Berarti ia akan bergabung dalam pertempuran hanya jika unit sama uniknya—Shin dan Undertaker—akan muncul sebagai lawan yang layak.

Shiden mencemooh ganas.

“Orang ga penting, ya? Aku jadi beneran pengen narik kesombongan itu, sama sisa-sisa isi perut mereka.”

“Hentikan …. Kita lagi tidak dalam situasi bebas cari ribut sama mereka pas seterdesak ini.”

“—Koridor lima, mundur ke koridor tiga. Hancurkan mereka. Tiga puluh detik lagi, masuk lalu rebut kembali koridor. Ada Amise dilengkapi senapan mesin berat datang dari koridor nol. Unit senapan serbu mundur dan berikan tembakan perlindungan menggunakan senapan antitank. Begitu mereka datang, habisi.”

  Selagi mengkomandoi aksi yang terjadi di sejumlah koridor, perintah beruntun cepat Vika yang menggema di ruang komando menjelaskan betapa parahnya pertarungan di lini pertahanan. Seluruh koridor disegel partisi tiga lapis, tetapi kesemuanya akan hancur misalkan menerima serangan berulang tanpa ada yang mempertahankan. Maka dari itu, pertempuran-pertempuran kecil terjadi antara tentara yang berdiri di depan partisi melawan Legion ringan yang coba mereka tahan.

Ranjau sebar antilapis baja ringan atau antipersonel meledak, terpicu bertubi-tubi lalu deru ledakan yang merobek koridor mengguncang udara ketika suara tajam tembakan senapan antitank 20 mm datang dari arah lain. Rekaman beberapa koridor serta berbagai macam layar status muncul satu per satu pada pase memusingkan. Masih melihat layar holo yang bermunculan di sekitarnya dalam bentuk separuh lingkaran, mata ungu Imperial Vika menatap Lena.

“Kalau bahkan satu ranjau swagerak saja berhasil menembus ke sini, tamatlah kita. Gelombang kejutnya bisa sampai ruangan ini, dan kita tidak bisa kabur ke manapun.”

“Dimengerti,” jawab Lena sembari mengangguk kecil.

Musuhnya sebagian besar adalah ranjau swagerak, tetapi bagi ruang komando, tipe musuh-musuh itu paling mematikan. Sekiranya bahan peledak kuat itu tersulut di ruang tertutup ini, gelombang kejutnya akan berkali-kali memantul dari dinding dan meningkat. Gelombang kejut seintens itu pasti akan mudah menghancurkan organ-organ dalam manusia yang lebih rapuh, contohnya otak dan usus.

Di operasi terakhir, Shin menggunakan Undertaker sebagai umpan dan menampakkan dirinya sendiri ke Morpho, namun satu langkah keliru dia bisa dalam bahaya mematikan karena ledakan itu. Membaca laporan aksi Shin di pertempuran membuat Lena gemetar ketakutan, meskipun itu satu-satunya pilihannya dan terdapat tempat berlindung untuk menangkis dan mengurangi gelombang kejutnya.

“Apa ada kemungkinan ranjau swagerak tipe bayi merayap masuk lewat saluran ventilasi?”

Saluran adalah bagian tak terpisahkan fasilitas, bertujuan untuk memastikan orang-orang di dalamnya tak mati lemas, namun di saat yang sama saluran itu adalah jalur langsung yang terhubung ke luar dan merupakan cara valid tuk menerobos masuk selama pertempuran pengepungan.

“Kemungkinan seorang anak membawa api Yunani6 …? Dari benteng ini pertama kali dibangun, tempat tunggal yang cukup besar untuk dilewati manusia—entah anak-anak atau bukan—adalah ruangan dan koridor. Interior saluran isinya kumpulan tabung logam tipis dan rapat. Bahkan satu Eintagsfliege takkan sanggup melewatinya.”

Kebetulan, api Yunani adalah sejenis bahan bakar cair dari Abad Pertengahan yang menggunakan nafta sebagai sumber bahan bakar utamanya. Berkat sifatnya yang tidak gampang padam oleh air, sering kali digunakan untuk pertempuran laut serta pertempuran pengepungan. Memang menimbulkan pertanyaan, akan tetapi kediaman keluarga kerajaan Idinarohk akan sukses memancing amarah rakyat jelata andaikata mencemaskan kemungkinan seorang anak membawa masuk api Yunani.

Ledakan terdengar dari jauh, mengakibatkan udara di ruang komando gemetar pelan. Salah satu kode menandakan ranjau sebar meledak di salah satu layar holo Vika. Titik ledakannya anehnya berada di koridor yang dijaga dengan baik namun lebar, jadinya mudah diserang. Namun koridor itu pengecoh dan tidak mengarah ke mana-mana. Manusia suka menyerang titik lemah dan punya tendensi menghubungkan lokasi dijaga ketat dengan titik krusial nan penting. Perangkap telah dipasang untuk memanfaatkan aspek psikologis manusia yang satu ini dan mengontrol aksi musuh, terlebih Legion tampaknya tertipu juga.

Vika semata-mata menatapnya sekilas dan mengejek. Ada banyak perangkap berserakan di seluruh ruangan, meski demikian pertahanan ini pun terus terkuras dan dimusnahkan setiap menitnya.

“Seseorang akan senantiasa jadi gangguan bagi orang lain, hanya karena kehidupannya. Bagi semua orang itu benar, tidak peduli seterhormat apa mereka …. Lantas tidak ada salahnya bersiap-siap. Entah sentimen apa pun yang akan orang lain simpan soal dirimu.”

Seketika matahari terbenam, angin pembawa salju mulai bertiup, mengaburkan bidang penglihatan seseorang dengan tirai putih tipis. Bahkan sensor gabungan Ameise agak terhalang olehnya, alhasil tembakan mereka sekaligus tembakan tipe Skorpion, menjadi sangat kurang akurat, semakin mudah mendekati dinding. Tapi di sisi lain, salju lebat pun beraksi melawan Juggernaut, membuat mereka tersandung tunggul yang mengotori   area gundul. Makin banyak drone tidak bisa bergerak.

Mereka mencoba membalas tembakan howitzer luas yang menghujani mereka dari diagonal-horizontal yang ditembakkan dari bawah dinding, namun turet tank 88 mm dan peluncur meriam 105 mm dihalangi kotamara bergerigi di puncak dinding dan jarang mengenai sasaran. Kotamara kuat, diperkuat pelat lapis baja khusus. Lapis baja dada bergerigi itu melindungi pihak yang di puncak sekaligus secara sistematis membelokkan tembakan pihak penyerang—bentuk pertahanan kastil sempurna.

Nyelip melalui rentetan tembakan berat dan tidak teratur, Undertaker akhirnya sampai dasar dinding. Kaki besi panjat dan jangkar kawatnya menusuk permukaan beku, Shin menarik kembali kawatnya, memaksa mesin sepuluh tonnya naik ke dinding. Ada Legion di atansya, tetapi badai salju menyembunyikan dirinya dari pandangan. Laughing Fox, Theo bergabung bersamanya beberapa waktu kemudian. Mereka berdua memimpin peleton garda depan skuadron Spearhead.

Peleton penahan Anju membombardir titik berbeda di dinding untuk menarik perhatian Legion dari rekan-rekan mereka, raungan tembakan peletonnya menghempas bahkan deru angin badai. Namun sesaat, angin mereda selanjutnya meningkat lagi intensitasnya, membuat tirai putihnya berhenti sejenak.

Tatapan mereka bersilangan ranjau swagerak yang mencondongkan tubuhnya dari dinding untuk mengintip ke bawah.

“… menyingkir! Dia akan menempel ke kita!”

Melepaskan kawat yang tidak sempat dia tarik dan ambil kembali, Shin menendang dinding lalu menari di udara. Ketinggiannya curam bahkan bagi Juggernaut yang peredam kejutnya berefisien tinggi karena dibuat untuk pertempuran mobilitas tinggi, namun Shin tak punya metode kabur lain.

Begitu dia melompat, ranjau swagerak terjun di depan matanya. Menempel ke unit pendamping yang gagal menghindar tepat waktu dan meledakkan diri sama-sama menjatuhkan mereka berdua …. Tipe ranjau antitank. Sanggup melepaskan lapis baja logam yang bahkan akan menembus lapis baja permukaan atas Vánagandr jikalau melekat padanya. Jelas saja, lapis baja tipis Reginleif dihancurkan seluruhnya.

Mengubah posisinya di udara, Undertaker mendarat dengan keempat kaki. Shin tidak terbiasa bermanuver di medan perang bersalju dengan peralatan unik yang dikhususkan untuk medan perang ini. Dampaknya ditekan sepenuhnya, ditransmisikan dari besi panjatnya ke mekanisme internal Juggernaut, kemudian derit meresahkan bergema di kokpit ketika beberapa bagian retak-retak. Pengukur peringatan menyala, disertai suara peringatan. Sudut matanya melirik sekilas. Mekanisme sendi kaki kanan belakangnya rusak sebagian …. Tetapi masih kuat bergerak.

Satu Skorpion menggerakkan larasnya mengejar mereka, namun Juggernaut yang melompat ke samping menembakinya tanpa ampun untuk mengontrolnya. Lengan pemegang senapan belakang dan meriam otomatis mereka menembak tanpa jeda, tidak peduli apakah larasnya akan kepanasan atau mengeluarkan kepulan asap. Suara kelewat dingin dan tenang kontras dengan tembakannya—suara Letnan Dua Yuuto Crow—berbicara melalui Resonansi.

“Nouzen, mundur. Dengan keadaan Juggernaut-mu, kau tidak bisa bertarung seperti biasa.”

“… tapi …”

Juggernaut Yuuto, Verethragna, memutar sensor optik ke arahnya. Coba Juggernaut bisa bicara, suaranya pasti mekanis datar.

“Kalau kau mati, kami kehilangan pengintai. Meskipun kami berhasil masuk, absennya keterampilan jarak dekat dan pengalaman tempur besarmu akan sangat merugikan posisi kami …. Mundurlah. Prioritaskan pengintaian dan komando sekarang.”

Shin lama menahan napasnya. Yuuto benar. Namun kendatipun mereka tak membuat kemajuan apa-apa, mundur ke lini belakang saat ini mengesalkannya.

“… diterima.”

  Lena melihat salah satu kamera di permukaan tanah yang terdampak tembakan howitzer dan tidak berfungsi. Seluruh layar utamanya menggelap. Rekaman pertempuran di sekitar tembok, informasi meteorologi di luar, prediksi tipe dan jumlah musuh. Seluruh informasi yang berputar-putar di luar pangkalan menggelap sekaligus …. Garis tautan ke lingkar kanopi di puncak pangkalan—serta unit sensor gabungan yang dipasang di sana—diputus.

“Sirkuit cadangan diaktifkan …. Milizé, perlu waktu lama sebelum pulih dan terhubung. Sampai saat itu, simpan laporan dari luar—”

“Tidak, tak apa. Aku sudah menghafal semuanya!”

Lena bahkan tak melihat Vika menoleh dan melihatnya terheran-heran. Posisi musuh yang Shin ungkapkan kepada mereka. Posisi kedua belah pihak yang didetailkan pada laporan juga kamera luar sampai sekarang. Struktur pangkalan benteng dan topografi yang mengelilinginya. Kecepatan angin dan jarak pandang rata-rata yang memengaruhi lintasan selongsong. Kesemuanya telah diingat benaknya dan kemudian disimulasikan dalam pikirannya untuk memprediksi pergerakannya.

Eintagsfliege mengepakkan sayapnya, ibarat ragu-ragu mengidentifikasi musuh yang lebih cepat dari yang bisa ditatap mata manusia. Ia membentangkan sayapnya mengancam di hadapan Lena, urat bajanya bersinar terang.

Eintagsfliege …. Tipe yang menganggu radio, nirkabel, dan seluruh bentuk komunikasi elektronik dengan menggunakan gelombang elektromagnetik kuat. Dan semisal tubuh manusia hidup terkena gelombang tersebut dari jarak dekat, kemungkinan akan menyebabkan luka fatal …

Suara melengkingnya tatkala itu makin kuat. Membakar udara di sekitarnya, Eintagsfliege memancarkan cahaya yang bahkan lebih kuat lagi—

“—Hiyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!”

Marcel berdiri dan memukul keras-keras Eintagsfliege dengan popor senapan serbunya. Wujud lalat bersayap lemah terlempar ke belakang dan terhempas ke lantai karena benturannya. Ia menggelepar di lantai berusaha lepas landas lagi, namun mekanisme sayapnya terlihat rusak.

“… kerja bagus, Letnan Dua Marcel,” ucap Vika sembari mengeluarkan pistolnya dan dengan satu aliran gerakan, membidik selanjutnya menembak Eintagsfliege. Senapan mesin ringan 9 mm, yang dibawa sedikit anggota pasukan khusus Kerajaan Bersatu. Tembakannya secara akurat menembus bagian sentral Eintagsfliege dan menghancurkannya berkeping-keping.

Lena menghembuskan napas yang tanpa sadar ditahannya sepanjang saat.

Itu … hampir saja. Sangat hampir.

“Makasih, Letnan Dua Marcel …. Kau menyelamatkan hidupku.”

Mungkin semua ketegangan telah keluar dari tubuh Marcel, karena dia lebih pucat dari Lena.

“Tidak …. Uh, hanya … melakukannya saja. Maksud saya, jika tidak bisa saya lakukan, saya takkan sanggup menatap mata Nouzen …”

Marcel mendesah berat, menarik kembali kursi yang dia tendang dan kembali ke konsol komandonya. Profil wajahnya yang menatap layar holo, memperjelas dia telah mengembalikkan pikirannya ke medan perang. Lena mengingat berkas personelnya—bahwa sebelum pemuda ini menjadi perwira kendali, dia adalah operator Vánagandr yang berada di lini depan, mempilot Feldreß namun mesti mengubah perannya dikarenakan luka permanen di kakinya.

“… musuh berikutnya akan datang. Tolong lanjutkan komando.” “… sial.”

Seluruh peleton Sirin menghilang sekaligus sewaktu target Para-RAID mereka hilang. Menyadari arti di balik hilangnya sinyal tersebut, seorang Handler muda mengumpat lirih. Begitu terkoneksi, para Sirin tidak dapat memotong Resonansi sendiri, lantas cuma ada satu alasan mengapa Resonansinya diputus tidak sesuai kehendak Handler. Gadis-gadis malang itu—tidak bisa tidur atau hilang kesadaran—telah mati.

“Sial, sial, sial! Monster 86 tidak manusiawi itu! Memanfaatkan kalian sebagai umpan …”

Bagi Handler Kerajaan Bersatu, para Sirin bukan sekadar senjata. Mereka rekan berharga dan bawahan terpercaya. Beberapa orang bahkan menganggap mereka kekasih, adik, atau anak perempuan. Perasaan ini tidak terbatas pada Sirin pula. Para Handler adalah anjing perang dan drone kerap kali mengembangkan empati dan afeksi berlebih kepada rekan-rekan mereka. Kasus-kasus di mana Handler yang drone mereka dihancurkan setelahnya bergegas membalaskan dendam rekan mereka bukan hal tidak lazim.

Dan bahkan lebih berlaku lagi kepada Sirin yang punya kepribadian sendiri—meskipun artifisial—dan dibuat dalam bentuk gadis lugu. Dan Sirin-Sirin itu sekarang tengah dihabisi satu per satu. Diperintahkan memimpin serangan penentu di bawah tebing terjal setinggi ratusan meter di sana mereka akan terekspos tembakan terpusat, mereka bertindak sebagai umpan buangan.

Bagaimana mungkin hati Handler mereka tak sakit kepada mereka? Wajar saja para Handler akan murka dan kesal kepada 86 yang mendesak maju Sirin sebagai umpan mereka. Semua Handler merasa demikian pada tingkat tertentu.

Seandainya yang dilindungi adalah salah satu saudara utara mereka, maka masih bisa diterima. Bila mana keturunan keluarga kerajaan, mereka mungkin saja menyebutnya kehormatan. Namun sekelompok orang dari ras lain, dari negara inferior, dan apalagi dari spesies lebih rendah yang bahkan membuang tanah air mereka, menggunakan dan menuntun Sirin tersayang mereka ke kehancuran? Itu memicu kemarahan dan kebencian para Handler, lebih daripada kematian para Sirin sendiri.

Air mata amarah dan penyesalan membasah pipi mereka. Demi orang asing itu, orang bodoh rendahan itu …. Demi monster-monster itu …?

“Sialan … lah!’

“Cukup.”

Seorang prajurit paruh baya tidak kuasa melihat perbuatan ini lagi. Lambang pangkat di seragam ungu dan hitamnya adalah kapten—komandan semua Handler yang hadir.

“Tapi, Kapten!”

“Terlepas dari apa pun yang barangkali kita pikirkan, gadis-gadis itu memang begitu. Orang-orang suka rela menjadi mereka, tahu mereka akan diperlakukan seperti ini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan …. Selain itu …”

Sebagai komandan seluruh Handler di pangkalan ini, dia Beresonansi dengan gadis perwira militer Republik yang sedang mengkomandoi pengepungan serta Beresonansi dengan bawahan langsungnya, seorang pemuda kapten 86. Dan keduanya tengah memimpin pertempuran sambil menahan rasa sakit melihat kematian rekan-rekan mereka. Hati mereka juga sakit sewaktu melihat para Sirin yang bahkan bukan rekan-rekan mereka, hancur.

Bukannya mereka tak sedih atas kehilangan itu …. Mereka bukan berarti tidak peduli melihat kematian Sirin.

Dan lebih dari semuanya …

“… ada 86 di luar sana juga. Sedang menyelamatkan komandan mereka dan Paduka, juga kita …. Membenci atau mendengki mereka itu tidak benar.”

Legion tak terpedaya tipuan 86 yang membidik gerbang utama. Kurena mencari-cari titik pandang layak untuk menembak dari bawah tebing, tetapi tak berhasil.

“Cih …”

Barulah seketika Shin mendengar dirinya mendecakkan lidah dia sadar telah tidak sabaran dan menggeleng kepala. Jengkel takkan membantunya. Hanya akan membawa lebih banyak kematian. Namun ketika menghitung akumulasi korban Alkonost dan Juggernaut beserta meningkatnya jumlah orang terluka atau yang gugur—dan sebaliknya, jumlah amunisi yang makin menipis …

Dan bagian paling frusasinya adalah terlepas dari seluruh pengorbanan yang mereka buat tidak membuat kemajuan apa-apa. Batas waktunya semakin dekat setiap detiknya, dan dari sana, perasaan frustasi meningkat sedang membanyak dari kedalaman perutnya. Bala bantuan musuh kian dekat, dan jumlah musuh dalam benteng kelihatannya tak berkurang.

Dan persisnya karena dia sadari, bersamaan fakta jumlah mereka makin-makin berkurang, bahwa Shin bisa merasakan cengkeraman pada amarahnya perlahan-lahan meningkat. Mereka tak punya cara untuk mengetahui kondisi yang terjadi di pangkalan, berada di luar jangkauan mereka.

Dan nampaknya bukan dirinya seorang yang dilanda ketidaksabaran.

“Letnan Dua Matoba?! Hentikan! Patuhi perintahmu!”

“Tapi kami harus tetap menembak! Kami harus mengalihkan perhatian mereka, atau—Agh!!”

Satu peleton melanggar perintah dan mencoba memanjat tembok yang terletak di ujung selatan, kemudian ditembaki senapan mesin dari kedua sisi lalu jatuh. Shin merasa dia bisa mendengar suara tidak wajar mereka mendarat di rintangan antitank yang belum dipindahkan selanjutnya tertancap.

Skuadron Thunderbolt bergegas melewati tembakan Skorpion, mengalami kerugian di tengah prosesnya, dan bergantung di permukaan tebing lalu mendapati Ameise melihat mereka dari celah panah di sepanjang kotamara. Setelah memastikan posisi Juggernaut, Ameise mundur terus muncul lagi, mendorong barang berat dalam perjalanannya. Tong drum yang mereka dorong ke bawah tebing.

“…?!”

Anggota-anggota skuadron Thunderbolt menendang permukaan batu untuk menghindari tong drum, dan saat berikutnya, tongnya jatuh ke tempat skuadron berada sebelumnya terus hancur. Beberapa tong tertusuk rintangan anti-tank dan segelintir jatuh ke tanah di rintangan, dampaknya menghancurkan tongnya dan mengeluarkan sesuatu … cairan transparan.

Mengikutinya, ranjau swagerak menukik ke bawah dinding. Jatuh seratus meter menghadap bawah, mereka melancarkan pendaratan tabrakan dan meledakkan diri sewaktu menyentuh tanah.

Sepersekian detik selepasnya, dinding api neraka berkobar ke arah langit bersalju kusam, berdiri di antara skuadron serta parit. Nyala apinya menyingkirkan salju dan mengamuk, arus udara ke atas merangkai pusaran bunga api serta salju, membumbung tinggi di dunia berwarna timah dalam cahaya merah berkilauan.

Bahkan Lerche tercengang dalam Chaika dan berteriak setelahnya, “Parit api …! Mereka mengambil bensin dari bunker bahan bakar!”

Lebih banyak tong drum jatuh membuat bunyi gedebuk. Menggaung ke sudut dinding, melonjak naik ke atas parit selagi para Legion semprotkan bensin, makin-makin lagi meningkatkan nyala api. Legion beroperasi menggunakan listrik dan tidak membutuhkan bensin sebagai sumber daya. Mereka bebas menggunakannya tanpa hemat-hemat sebagai taktik mengulur waktu.

Ya, taktik mengulur waktu.

Shin menggeleng kepalanya sedikit.

“Kita tidak bsia menyerang dari sini sementara waktu …. Mereka menggunakan strategi buruk melawan kita.”

Lapis baja Juggernaut terbuat dari alumunium paduan yang lemah sama api, begitu pula kawatnya yang mencakup elemen karbon. Menembus api itu dan memanjat dinding selagi dipanaskan itu mustahil.

Datang laporan dari Theo:

“Kita dapat laporan dari unit pengintaian. Dinding lain semuanya sedang terbakar …. Menurutku apinya takkan bertahan lama dalam salju ini, sih. Kurasa kita mesti menunggu …”

“…”

Perihal penilaian rasional, kesimpulannya benar. Namun waktu berpihak kepada Legion. Bala bantuan musuh semakin dekat sementara pertahanan benteng tengah dipangkas. Dari semua hal itu, menunggu belaka dan buang-buang waktu adalah pilihan buruk …

“… tidak.”

Chaika yang berdiri di sebelahnya, melihat langit.

“Saljunya semakin kuat …. Ini …”

Langit bersalju kian gelap dan kepingan salju yang memenuhi udara semakin tebal. Temperatur menurun mengindikasikan matahari terbenam mendekat cepat. Fido menarik Juggernaut yang terdampar dan puing-puing Alkonost hangus. Paket energi, amunisi, dan bahan pakai lainnya juga telah habis.

Kerugian mereka sebesar itu.

“… mungkin ini saja yang bisa kita lakukan hari ini …”

Matahari terbenam.

Eintagsfliege yang menyelimuti langit memantulkan sinar matahari terakhir hari itu dengan sayap perak mereka, cerah menerangi langit indah dan salju menutupi bumi. Dunia bersinar, bayangannya makin gelap.

Potret kegilaan nan elok, tanpa satu jiwa pun di medan perang sempat melihatnya.

Dengan terbenamnya matahari, pertempuran di dalam dan luar pangkalan telah usai.

Mengonfirmasi informasinya di layar holo, Vika mendesah sekali dan berkata, “Milizé, pindahkan komando Divisi Penyerang kepadaku sementara waktu. Istrirahatlah.”

Membiarkan pos komando tak dihadiri komandannya bukan pilihan selama pertempuran. Itu alasan di balik instruksi Vika, namun Lena sungguh-sungguh menggelengkan kepalanya.

“Tidak. Kau istrirahat duluan, Vika.”

“Kau berniat mengambil alih komando pertempuran defensif padahal selelah ini? Staminamu jauh lebih sedikit dariku. Jadi mestinya kau yang istrirahat dulu …. Ada kantung mata di matamu, dan kau kelihatan pucat.”

Nyala api di parit akhirnya dihabisi salju, padam di atas bebatuan begitu tak ada satu pun barang yang bisa dijadikan bahan bakar. Sekarang ini, dominasi atas medan perang telah bergeser ke salju pemakan segala. Tak hanya saljunya turun deras; angin glasial meniupnya nyaris secara vertikal, membentuk tirai putih yang menutupi bidang penglihatan skuadron Spearhead. Badai salju ganas, laksana langitnya sendiri bersekongkol melawan mereka.

Bergerak maju itu sulit, tentu saja, dan sensor optik penglihatan malam mereka tidak efektif dalam cuaca ini. Bahkan palang teleskop bidikan dari sistem kendali tembakan mereka dihapuskan salju, dan pasukan tidak mampu melihat Legion andai bertemu dengan mereka, ditambah pengintaian Shin sendiri tak bisa membimbing maju seluruh Juggernaut, mereka harus menyetujui pernyataan Lerche bahwa bertarung lebih lagi hari itu adalah mustahil. Juggernaut dan Alkonost mereka perlu pemeliharaan setelah pengerahan tenaga besar selama setengah hari.

Mereka berkemah jauh di dalam pepohonan dalam hutan konifer, tempat badai salju tak teramat-amat garang. Meninggalkan Undertaker kepada kru pemeliharaan yang menyambut mereka, Shin mendesau di malam dingin bersalju. Michihi berjalan menghampiri, salju berderak di bawah kakinya seiring langkahnya. Dia seorang Orienta, seperti Kaie—darah timur benua kental di nadinya. Dia seorang gadis mungil berkulit gading dan rambut hitam sedikit diwarnai cokelat.

“Kapten Nouzen, Pak, persendian Juggernaut Anda mungkin membeku, dan voltase daya tambahan bisa jadi turun, jadi Juggernaut manapun yang tidak dalam keadaan siaga diharuskan pindah ke dalam kontainer. Yang bersiaga tengah dihangatkan bersama api.”

Ketika balas menatapnya, Michihi lanjut tersenyum lebar dengan lelah.

“Saya dari front utara, jadi sudah terbiasa bertempur di salju …. Ada beberapa orang lain yang juga bertugas di utara, jadi kami pikir bisa melewati seluruh halangan ini!”

“… makasih. Tapi jangan terlalu memaksakan diri. Istrirahatlah untuk besok.” “Ya, Pak. Anda juga, Kapten.”

Michihi melambai tangannya dan pergi. Melihat kepergiannya, Shin menjauh juga. Sekelompok Scavenger dipimpin Fido kembali, mengangkut puing-puing Juggernaut dihancurkan. Petugas medis membuka kanopi dan mengeluarkan para Prosesor, memindahkan mereka ke atas tandu. Melewati sisi mereka adalah para kru pemeliharaan membawa kantong mayat bertim dua orang sambil mengatup bibir. Di belakang tenda yang didirikan di samping kendaraan tempur unit pengerahan tenaga medis, Shin bisa melihat tumpukan kantong hitam kemudian membuka mobil angkut berat skuadron Spearhead. Anju yang kembali lebih dulu, menyambutnya dengan senyuman.

“Kerja bagus hari ini. Kurena mestinya kembali dari pemeriksaan barisan belakang sebentar lagi.”

“Benar.”

Di dalam kendaraan itu ada Dustin, Theo, dan entah kenapa Rito yang berada di sana meski dari skuadorn lain. Dustin memberikan Shin satu mug penuh kopi instan.

“… banyak orang mati.”

“Kita Prosesor masih lebih baik. Kebanyakan Alkonost mati menggantikan kita.”

“Dan kita kehabisan amunisi, paket energi, dan suku cadang pula …. Tidak punya jalur suplai susah banget.”

Kurena kembali, dengan jengkel menyibakkan salju dari rambut cokelat kemerahannya, dan duduk bersama mereka sehabis menerima cangkir yang asapnya mengepul dari Sirin yang berjalan mendekatinya.

“Tipe Skorpion mundur dari dinding. Menurut perkataan pangeran, mereka sedang diservis oleh semacam mesin aneh di lantai permukaan. Cuma ada ranjau swagerak di dinding sekarang. Lucu sih sebenarnya—ditumpuk semua salju itu, mereka terlihat mirip manusia salju.”

Katanya tanpa ada geli apa pun pada suaranya. Shin menatapnya, menyadari suasana hati masamnya dari perasaan terdesak campur letih dan hari tanpa kemajuan apa-apa.

“Mereka akan memperbaiki laras tipe Skorpion … kurasa.” “mungkin.”

Iutlah alasannya Legion terpaksa mengapikan paritnya untuk menghentikan mereka. Howitzer mampu menembak secara horizontal tetapi biasanya ditembakkan ke atas dengan sudut tinggi. Dikarenakan bobot selongsong dan jumlah bubuk mesiunya menumpuk, tekanan pada larasnya meninggi. Tipe Skorpion kemungkinan besarnya didorong dalam situasi mereka tak memerlukan perawatan selepas pertempuran seharian penuh.

Melihat kejadian di luar, Kurena mengangkat bahu.

“Sirin itu barusan bilang misal kita perintahkan, mereka akan pergi sendirian. Mereka akan membawa kehormatan pada kematian mereka sekiranya itu berarti akan menyelamatkan nyawa.”

Sentuhan rasa jijik samar namun nampak jelas memenuhi mata emas Kurena. Mata seseorang yang memerhatikan sesuatu yang tidak bisa mereka pahami.

“Maaf, tapi aku beneran menganggapnya menyeramkan …. Menurut mereka, banyak sekali rekan-rekan mereka mati. Mereka menderita kehilangan jauh lebih besar dari orang-orang kita. Tapi entah bagaimana, mereka masih bisa tersenyum ibarat tidak terjadi apa-apa.”

Mereka dapat melihat banyak pria dan wanita menerima cangkir dari para Sirin di sekitar kamp, mengucapkan rasa terima kasih namun tidak menatap langsung mereka. Dan gadis-gadis mekanis tidak memperlihatkan tanda perhatian, cuma tersenyum tidak tulus kepada para Prosesor selagi melayani mereka.

“Selamanya tanpa kenal takut, tidak merasa lelah, tak merasakan sakit, ya …?” sama sebagaimana Legion yang mereka perangkan.

“Mereka betulan boneka mekanik …. Mereka hancur namun tidak pernah mati. Kau tidak bisa membunuh apa pun yang sudah mati.”

“Tapi …,” tutur Dustin lirih, memalingkan pandangannya ke cangkirnya. “rasanya salah … seperti halnya kami membiarkan 86 bertarung.”

Theo menaikkan alisnya dongkol.

“Jadi maksudmu kami sama seperti babi putih di sini?”

Nada suara tajam Theo membuat Dustin mengipas-ngipas tangannya meminta maaf.

“Tidak, bukan itu! Bukan itu maksudku. Aku hanya …”

Setelah pandangannya berpaling beberapa saat, dia menurunkan mata murung.

“Aku, anu … minta maaf.”

“Tapi …,” Rito memulai “… beneran rasanya seakan melihat kembali diri kita saat masih berada di Sektor 86. Terutama sewaktu serangan skala besar, semua orang mati … bunyi gemerincing … persis seperti itu …”

“…”

Melihatnya memeluk lutut bak anak kecil, Shin menyipitkan mata. Jadi karena itulah dia jadi suka relawan.

“Kau mengasihani mereka?”

“Tidak …. Bukan itu. Maksudku, seperti kata Letnan Dua Kukumila—mereka menyeramkan. Mereka bukan manusia. Aku tak sungguh-sungguh tahu mereka apa, jadi aku takut …. Tapi membiarkan mereka mati dengan suara gemerincing seperti itu membuatku merasa tidak enak hati.”

Rasanya mereka akan mengikuti jejak Sirin dan mati dengan cara sama besok. Itu menakutkan.

Sentimen tersebut yang tidak dapat dituturkan keras-keras adalah yang akrab dirasakan Shin. Dia terbiasa melihat orang-orang di sampingnya mati …. Dia harus terbiasa dengan itu.

“Mau tetap tinggal di pertempuran besok? Mungkin itu lebih baik kalau kau merasa kesulitan.”

Jika ketakutannya semelumpuhkan itu … sebaiknya keluar dari medan perang. Tempat itu hanya akan lebih cepat mengirimmu ke kuburan.

“… tidak.”

Rito menggeleng kepalanya kuat-kuat setelah hening sejenak.

“Tidak …. Tak apa. Sekarang ini pasukan kita belum cukup. Dan lagi pula …”

Rito merapatkan bibirnya dan melanjutkan, ibaratnya menginspirasi diri sendiri, dan rasanya seperti kutukan sedikit.

“… aku … aku seorang 86 juga.”

Lena kembali ke ruangannya, melepaskan Cicada dan balik ke seragam biru Prusianya. Kemudian mengambil seragam biru baja yang telah dilempar ke tempat tidurnya. Frederica telah membawa seragam cadangan seseorang. Anehnya mengenakan itu rasanya nyaman, namun begitu pertempurannya kelar, harus dikembalikan ke pemiliknya. Lena mungkin tak boleh membuatnya lecek sama sekali. Berpikir demikian, dia mencoba melipatnya dengan tangan tak cakapnya.

Tapi kendatipun dia seorang tentara, selama sebagian besar hidupnya, Lena hanya mengenakan pakaian yang dia miliki di lemarinya. Dan saat dia pulang, seorang pelayan akan mengambil pakaiannya dan mengurusnya. Ketika dia menghabiskan waktu untuk mempertahankan Republik setelah kejatuhannya, Lena suka tak suka harus belajar cara menangani kebutuhannya sendiri sampai batas tertentu, tapi melipat pakaian kala itu belum masuk perhatiannya.

Khususnya kalau soal jaket pria.

  Seusai Lena meraba-raba sesaat, Frederica yang mengamatinya, menghela napas dan mengambilnya dari tangan Lena. Gara-gara jumlah orang di pos komando sekarang ini lebih besar dari kapasitas yang diperkenankan, personel lebih harus berbagi kamar untuk menampung semua orang.

“Sini. Kau beneran tidak tahu apa-apa tentang pekerjaan rumah, bukan?”

“… terima kasih, Ajudan Rosenfort.”

“Gelar itu merepotkan. Panggil saja aku Frederica, Vladilena.”

Frederica melipat mantelnya dengan cara yang mengejutkannya cepat dan terlatih. Dari pandangan Shin tentangnya, Frederica hampir seterampil Lena dalam memasak, tapi sepertinya tidak demikian perihal bersih-bersih.

“… kau pandai melakukannya.”

“Bagian peran Maskot adalah berfungsi sebagai pelayan. Biarpun mereka belum membolehkanku menyentuh setrika pakaian, katanya itu terlalu bahaya.”

Sehabis jeda sejanak untuk berpikir, dia meletakkan jaket terlipat di atas meja dan sekilas memandang Lena.

“Kau disuruh istrirahat, bukan? Aku bawakan makanan, jadi duduk dan istrirahatlah.”

“Tapi …”

Ekspresi Frederica sungguh-sungguh tak terlihat senang.

“Kau betulan orang kurang peka, gadis menyebalkan, ya …? Yang di luar pun lagi istrirahat sekarang ini. Bicaralah pada Shinei sebentar, sekalipun percakapannya hanya satu-dua penggal kata.”

Mereka mungkin saja takkan bertahan lima hari hingga bantuan tiba. Paling-paling, mereka bisa bertahan dua hari lagi. Diganggu kelelahan dan ketidaksabaran, Shin meninggalkan kontainer usai menyelesakan tanya-jawabnya bersama para komandan yang hanya dipenuhi kabar buruk belaka, dia mendapati Lerche menunggunya.

“Kelihatannya salju takkan berhenti malam ini …. Bisa serahkan penjagaannya kepada kami. Sekalian semua haruslah istrirahat.”

Sesaat Shin menatapnya penuh pertanyaan, Lerche nampaknya memahami pertanyaan tersebut.

“Kami tak butuh istrirahat, Kamilah burung-burung mekanis.” “boleh jadi benar bagimu … tapi Handler-mu tidak.”

“Kami tidak membutuhkan komando perkara berjaga malam semata. Dan beberapa Handler lain telah siap berjaga-jaga tanpa tidur.”

… seperti biasa. Dalam pertempuran pengepungan, tak ada jaminan malam berarti pertempuran berhenti. Tapi meski begitu, tawarannya cukup mambantu bagi Shin juga. Dia bisa bertarung tanpa tidur beberapa hari, namun efisiensi dan pengambilan keputusannya akan menderita olehnya. Kalau dia bisa istrirahat, dia akan istrirahat.

“Terima kasih … aku akan memperingatkanmu misalkan terjadi perubahan.”

Lerche berkedip sekali.

“Dipahami. Saya akan meninggalkan salah satu Sirin di sisi Anda …. Tapi …”

Caranya memiringkan kepala dianggap Shin sedikit kekanakan. Vika kadang-kadang akan memanggilnya anak tujuh tahun, yang menyiratkan Lerche mulai beroperasi tujuh tahun lalu. Tingkah polosnya kelihatan bak anak-anak seusia itu.

“… Tuan Pencabut Nyawa. Apakah maksudnya Anda dapat mendengar teriakan mereka bahkan dalam tidur …?”

“Iya.”

“Itu …”

Lerche kehabisan kata-kata. Dan mata hijaunya kelihatan gelisah, mengesankan seorang manusia nyata tengah berdiri di depannya. Mata seseorang yang hatinya merasakan rasa sakit orang lain.

“Pastinya cukup sulit bagi Anda. Saya hanya mampu membayangkan bagaimana rasanya, tetapi istrirahat Anda diusik setiap waktunya pasti serasa buruk bagi manusia.”

“… tidak juga.”

Ini pengalaman yang biasa Shin rasakan setelah sepuluh tahun. Volume erangannya hampir dua kali lipat semenjak Anjing Gembala diperkenalkan di medan perang, namun dia bahkan kini sudah terbiasa.

“Para-RAID awalnya merupakan reproduksi kemampuan ekstrasensorik manusia. Betapa bagusnya seumpama, tepat pada waktunya, keterbatasan mekanis atau reproduksi kemampuan Anda juga bisa dikembangkan …. Terkhusus bagi kami yang istrirahatnya tak diganggu. Kami bisa membebaskan Anda dari keharusan memperingatkan orang lain, tanpa merasa sakit atau tekanan.”

Shin mengerutkan alis kesal. Membebaskannya?

“Aku tidak masuk tentara sebagai alarm peringatan.”

“Saya sangat mengetahuinya. Anda yang masuk tentara adalah murni sebagaimana hati Anda. Anda pun berkata akan terbiasa terhadap hal ini, sama seperti Anda tak punya pilihan lain selain terbiasa mengendarai Feldreß yang sulit diatur itu …. Namun semisal saya boleh mengutarakan pendapat saya, Anda terlalu berat memaksakan diri, Tuan Pencabut Nyawa. Seperti halnya 86 lain. Anda dianugerahi hidup berharga. Anda sepatutnya lebih menghargai kesejahteraan hidup Anda.”

Betul-betul perasaan aneh mendengar seseorang yang hanyalah salinan jaringan saraf orang mati—mendengar Lerche, yang sudah mati—mengatakan kata-kata itu. Laksana mereka membawa terlalu banyak kenyataan di dalamnya dan karena itu sulit disangkal perkataannya.

Atau lebih tepatnya …

“Mengapa kau sangat terpaku pada kami? Bagimu, kami cuma tentara dari negara lain.”

Lerche berhenti sejenak, seakan memeprtimbangkan tuturnya.

“… karena kami Sirin adalah, dalam hal bicara, seperti …. Ya, seperti mesin cuci.”

“…?”

Mesin cuci?

“Peran kami adalah bekerja menggantikan manusia. Mengambil bagian pekerjaan manusia adalah tujuan kami …. Dan sebagai mesin cuci, mengawasi orang di depannya bekerja keras selagi saya diam tak dipakai, saya pikir, seandainya saja kami yang melakukan semua pekerjaan berat ini agar mereka dapat mencurahkan waktu untuk menyayangi satu sama lain, mengasuh anak-anak mereka, memperbaiki dan menikmati hidup mereka. Karena …”

hak-hak istimewa itu takkan pernah dapat kami nikmati.

Selagi Shin berdiri diam, Lerche tersenyum kepadanya. Seringai bangga dan berseri-seri, terlepas dari betapa seram ucapannya.

“Kamilah perkawinan mesin dan kematian, digabungkan bersama demi pertempuran. Kami tak punya masa depan. Kami hanya memiliki tujuan yang diberikan kepada kami. Tapi kalian semua orang-orang hidup bebas mengharapkan sesuatu di masa depan …. Kalian bisa mengharapkan apa saja, tak seperti kami.”

“… kalian …”

“Bukan manusia, ya? Tuan Pencabut Nyawa, bagi Anda, sebagai orang yang tidak bisa mendengar suara-suara manusia, benarkah itu …?”

Saat Lerche menanyakannya sambil tersenyum pahit, Shin tidak bisa langsung menjawabnya. Dia bisa mendengar suara-suara itu. Datang dari Sirin di depannnya. Sama seperti Legion, suara-suara itu adalah ratapan. Dari orang-orang yang telah mati dan dicegah pergi ke tempat mereka semestinya berada, dari hantu-hantu yang terus menangis dan memohon-mohon untuk dibiarkan pergi.

Suara sama dengan banyaknya rekan-rekannya yang telah menjadi Domba Hitam. Selayaknya pemuda kerabat jauh yang tidak pernah ditemuinya …. Sebagaimana kakak yang dia balaskan dendamnya. Berarti mereka telah tiada. Tidak lagi hidup. Andaikan Shin ditanyai apakah mereka termasuk orang hidup, dia cuma bisa menyangkalnya. Mereka tak hidup.

Tapi entah kenapa, membuat pertanyaan itu, memberi tahu mereka hanyalah hantu—bahwa mereka bukanlah manusia—adalah sesuatu yang tidak sanggup dia lakukan sendiri. Sebab itu sama saja menyatakan kakaknya dan rekan-rekan tak terhitungnya juga bukan manusia.

Barangkali merasakan konflik internal di balik diamnya Shin, Lerche mengangkat bahu.

“… saya mengerti. Kami sepertinya tak lebih dari mayat bergerak bagi Anda.”

“… kau tidak hidup—itu benar. Tetapi …”

Shin terdiam, seolah-olah tak bisa mengatur pikirannya, dan Lerche hanya tersenyum cerah.

“Jangan salah paham, Tuan Pencabut Nyawa. Saya tak ingin menjadi manusia, tidak pula mendamba ingin diperlakukan sepantasnya manusia. Sayalah pedang dan perisai Pangeran Viktor maka dari itu tidak memerlukan hati dan tubuh rapuh manusia …. Akan tetapi …”

Lerche menatap tubuhnya dan tersenyum sedikit.

“… saya bukan orang yang menjadi dasar saya. Saya semata-mata sisa-sisa terakhir otak orang itu. Dan satu hal itu saja menyakiti tuan saya …. Dan menyadari itu membuat saya merasa …. Ya, membuat saya kesepian.”

“…”

Tidak seperti suara-suara Sirin lain, suara yang keluar dari dirinya bukan suara laki-laki. Tidak dimiliki seorang tentara Kerajaan Bersatu—yang cuma pria dewasa—berarti bukan seseorang yang mati dalam pertempuran. Rambutnya emas, tidak bisa dibedakan dari rambut manusia, dan tak punya kristal saraf kuasi yang tertanam di dahinya.

Dia mungkin secara fundamental berbeda dari Sirin lain yang digunakan di medan perang menggantikan manusia dan dengan demikian dibuat berbeda tuk menandai mereka adalah para pengganti. Penampilannya memperjelas bahwa Lerche tidak diperuntukkan berperang melainkan diciptakan dengan maksud membangkitkan satu orang tertentu.

“… siapa kau … awalnya?”

Vika, aku takkan meninggalkanmu …

Ya, suara itu menggema di pikiran terakhirnya namun di satu waktu mengulang keinginannya untuk meninggal, sama seperti suara hantu lain tidak terhitung jumlahnya. Itu suara Lerche, walaupun beberapa tahun lebih muda. Suara gadis muda, seperti kicauan burung.

“Nona Lerchenleid …. Beliau saudari sepersusuan Paduka.”

Jadi dia orang yang Vika kenal …. Sama seperti ibunya yang mati tak lama sesudah melahirkannya.

Ular Pembelenggu dan Pembusuk—Gadyuka.

Itu nama ular berbisa dikarenakan reputasinya bagaikan pola rantai; racunnya yang ampuh sekali sampai-sampai bisa merusak daging manusia; dan anekdot membicarakan bagaimana dirinya dilahirkan dengan memakan daging orang tuanya, lalu membunuhnya. Rupanya takhayul yang asalnya dari fakta itu hewan ovovivipar. Ia melahap hewan terdekatnya hanya karena masih hidup.

Pertama kalinya, Shin merasa memahami perasaan pangeran ular itu yang bersedia menyandang nama tersebut. Dikarenakan memikul beban orang-orang terdekatnya yang telah mati adalah perasaan yang sama-sama menggerakkan hati Shin—perasaan kelewat akrab.

“Sedengar saya, beliau menemani Paduka selama pertempuran pertama beliau dan meninggal di sana …. Tubuh ini dibuat mengikuti sosok Nona Lerchenlied.”

—apa Lerche ingin kembali ke tempat dirinya seharusnya berada?

Vika sudah menanyakan itu kepadanya …. Sebab dialah yang menambat dan mengikatnya ke dunia ini. Dan itulah alasan di balik ekspresi Vika seketika Shin memastikan Lerche menginginkannya.

“Paduka menciptakan saya untuk membangkitkan Nona Lerchenlied. Namun tubuh dan jiwa saya bukanlah Nona Lerchenlied, dan saya tidak memiliki ingatan beliau satu pun. Hal itu saja … sangatlah membuat frustasi.”

“… maaf memberi tahu Anda hal sangat aneh. Mohon lupakan perbincangan ini …. Dan … selamat malam.”

Dan diiringi senyum ceria, Lerche pergi lalu Shin kembali ke kendaraan transportasi lapis bajanya. Juggernaut-Juggernaut pun disimpan dalam kendaraannya, tetapi anggota peleton lain belum kembali. Mereka sepertinya bicara sama rekan-rekan mereka dari skuadron lain.

Para-RAID tiba-tiba menyala, dan suara familier mirip lonceng perak memanggilnya segan-segan.

“—Shin?”

“Lena. Apa …?”

Shin hendak bertanya sesuatu namun tak lama terdiam. Suara Lena sama sekali tidak panik yang mengindikasikan kondisi darurat. Nada sedikit santai sama yang bicara pada mereka di malam hari barak. Shin tanpa sadar tersenyum masam—dia tahu ada sesuatu dalam dirinya yang tahu-tahu tegang tetapi mendadak mengendur.

Lena rupanya mendesah lega. Shin mengarahkan pertanyaannya ke sensasi lega dari balik Resonansi:

“Kau baik-baik saja?”

“Kami baik-baik saja, entah bagaimana. Berkat kalian yang menyibukkan pasukan utama Legion.”

Kemudian dia bertanya sungguh-sungguh, “Kau kedinginan, bukan? Frederica bilang ada badai salju di luar …”

“Masih bisa kami tangani. Lini depan Federasi jadi sangat dingin di musim dingin, biarpun tidak bisa dibandingkan dinginnya sekitar sini. Dan kami punya perlengkapan untuk mengakomodasinya.”

Kendaraan transportasi lapis baja pada awalnya dimaksudkan untuk transportasi jarak jauh Feldreß. Dibangun sebagai pengganti barak ketika berhenti untuk berkemah, dan meski jauh dari kata penginapan ideal dan nyaman, cukup bagus untuk jadi tempat istrirahat. Yang ada, jauh lebih baik ketimbang tempat duduk murahan di kokpit sempit peti mati alumunium itu, yang desainnya laksana mengabaikan gagasan ergonomis7.

“Ada yang terluka …? Aku lupa, tapi tidak bisa melihat banyak hanya dari Para-RAID.”

Suara Shin nadanya tenang dan berkepala dingin sama seperti biasa. Tapi Lena pikir Shin mencoba menyembunyikan kebenaran itu darinya … apakah Shin sembunyikan agar dia tak merasa tersakiti atas kematian dan terlukanya seseorang, dia tidak tahu.

“Sama sebagaimana dua tahun lalu, bukan …? Aku dalam dinding, dan kalian yang menanggung seluruh pertempurannya. Jika kalian terluka atau menderita …. Aku takkan tahu kecuali kalian memberitahuku.”

Dan dia mengurung mereka dalam medan perang untuk memastikan kelangsungan hidupnya sendiri. Alasan Shin dan yang lainnya bertarung sebagian karena mereka kekurangan persediaan untuk mundur dan sebagiannya lagi karena mereka akan meninggalkan Lena dan yang lain mati di benteng. Sebab mereka berhenti memikirkan orang-orang itu ketika bentengnya jatuh, alhasil mereka terjebak dalam blokade karenanya. Kalau saja Lena dan yang lainnya tidak berada di sana, mereka pastinya bisa mundur ke tempat aman.

Misalkan ada yang terluka … bila ada yang dikorbankan demi mereka, maka itu salah mereka. Dalam hal ini, kurang lebihnya begitu …

“Kaulah yang berada dalam situasi paling berbahaya sekarang, Lena. Dan bukan berarti kau tidak bertarung juga,” jawab Shin, boleh jadi menyadari konflik batinnya, mungkin saja tidak …. Kebaikan tanpa pamrihnya inilah yang membuat Lena menemaninya.

Tidak sadar, senyum pahit dirangkai di bibirnya.

Dan kalau benar begitu … jika memang demikian … harusnya aku yang mengatakan kata-kata dingin ini.

“—Shin. Kalau …”

Yang Lena katakan selanjutnya membuat Shin marah sekali sampai-sampai sejenak rambutnya berdiri.

“… kalau menurutmu kami akan dimusnahkan, aku ingin kau melupakan kami dan mundurlah …. Dan semisal mustahil kalian semua mundur, setidaknya beberapa—”

“Aku akan marah, Lena.”

Shin memotongnya. Itulah satu hal yang tidak bisa Shin terima dan biarkan dirinya mengatakannya.

“Menyuruh kami meninggalkanmu dan kabur adalah penghinaan. Walau kau yang mengatakannya, Kolonel …. Sekalipun itu perintah, takkan aku dengarkan.”

“Aku tak menyuruhmu lari. Strategi mundur adalah strategi yang bisa dijalankan sempurna …. Dan bukan berarti kau belum pernah mengabaikan semuanya sebelumnya. Kau melakukannya demi menjaga teman-temanmu yang masih hidup. Seperti halnya ketika kau menyuruh Anju untuk tidak mengejar kepala Kaie.”

“Itu …. Cih …”

Shin refleks berpikir pengen menyangkal argumennya tapi jatuh terdiam saat sadar tidak dapat melakukannya. Tidak cuma Kaie. Ada banyak orang yang tak sanggup dia selamatkan … banyak sekali. Dia tidak boleh membiarkan banyak orang mati demi menyelamatkan satu orang, dan dia takkan mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi orang lain pula.

“Kau benar, tapi …”

“Aku tak menyalahkanmu. Kau ini kapten regu, jadi wajarlah kau memilih jalan yang akan menyelamatkan paling banyak nyawa …. Ini sama. Aku tak ingin kau meminta maaf atas pilihan itu.”

“…!”

Itu tidak sama. Shin telah membuang hal-hal yang dianggapnya tidak penting melebihi dari yang bisa dihitungnya. Namun itu sama sekali tak sama seperti meninggalkannya mati. Benar bahwa Shin dan 86, rekan-rekan pastinya akan mati. Semua orang di medan perang nantinya menghilang. Sebagaimana ayah dan ibu dan kakaknya yang pergi bertarung mendahuluinya. Persis ke-576 rekannya yang dia ambil dari Sektor 86. Contohnya Eugne, yang dia akhiri kesengsaraannya.

Bahkan Fido yang bertarung bersamanya lebih lama dari semua orang, suatu waktu telah meninggalkannya. Perbedaan satu-satunya adalah siapa yang lebih dulu meninggalkannya, namun semua orang ujung-ujungnya meninggalkan Shin dan pergi duluan, walaupun tak satu pun dari mereka mau mati. Tapi, Lena begitu mudahnya menyuruh Shin meninggalkannya. Tanpa sepengetahuan Lena, perkataannya mencoba menghilangkan keinginan pertama yang pernah Shin buat.

Aku ingin menunjukkanmu laut, harap Shin.

Namun kata-kata yang Shin dengar adalah, Tinggalkan aku.

Jika Lena adalah rekannya, jika dia bertarung di sisinya, artinya bahkan Lena akhirnya akan meninggalkannya juga. Dia tahu itu benar. Atau … kiranya. Shin bahkan tak ingin mempertimbangkan kemungkinan kehilangan dirinya.

“… Shin.”

“Tidak.”

Sewaktu dia refleks membentaknya, bahkan dia pun sadar … suaranya kedengaran bagaikan anak tersesat dan tersakiti yang sedang ngambek.

Catatan Kaki:

  1. Dalam mitologi Yunani, Kassandra (Yunani kuno Κασσάνδρα, atau Κασάνδρα, Κεσάνδρα, Κατάνδρα, atau Aleksandra) adalah putri Raja Priamos dan Ratu Hekabe di Troya. Dia sangat cantik sehingga Apollo jatuh cinta padanya dan menghadiahkannya kemampuan meramal. Dalam versi lainnya, Kassandra bermalam di kuil Apollo, dan seekor ular kuil menjilat telinganya sehingga dia dapat mendengar masa depan. Akan tetapi Kassandra tidak mau menjadi kekasih Apollo sehingga dia dikutuk bahwa ramalannya tidak akan pernah dipercayai oleh orang lain. Kassandra muncul dalam Siklus Epik dan drama tragedi.
  2. Perang dengan siasat menghabiskan tenaga dan kekuatan lawan.
  3. Taktik yang tidak menyerang musuh secara langsung apa pun yang terjadi juga tidak bertujuan mengalahkan, sifatnya gerilya dan sepenuhnya menahan pergerakan musuh untuk mengulur waktu.
  4. Lu nyerang sebisa mungkin atau sekuat mungkin dan sekiranya musuh mau melancarkan serangan balasan atau tenaga lu abis, lu kabur. Singkatnya gitulah. Taktik ini banyak yang anggep pengecut, tapi sebenarnya sangat-sangat efektif dalam perlambatan musuh … karena, dalam perang yang penting menang, kan? Pengecut atau takutan sedikit gpp, hehe.
  5. Bodysuit adalah pakaian terusan yang menutupi bagian torso hingga bagian selangkangan dan biasanya terbuat dari bahan yang elastis seperti spandex, katun, atau nilon. Pakaian jenis ini biasanya digunakan untuk olahraga seperti renang, senam lantai, dan tari.
  6. Api Yunani (juga disebut api Bizantin dan api cair) adalah sebuah senjata yang digunakan oleh Kekaisaran Romawi Timur, yang dikatakan ditemukan oleh pengungsi Kristen Suriah bernama Kallinikos dari Heliopolis sekitar ca.  Beberapa orang percaya bahwa dia mendapatkan pengetahuan ini dari seorang kimiawan dari Alexandria. Api ini sangat efektif baik di darat maupun di laut, tetapi banyak digunakan di laut.
  7. Ergonomika atau (kurang tepat) ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan elemen-elemen lain dalam suatu sistem, serta profesi yang mempraktikkan teori, prinsip, data, dan metode dalam perancangan untuk mengoptimalkan sistem agar sesuai dengan kebutuhan, kelemahan, dan keterampilan manusia.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Lekmaa

Hmnn..