Share this post on:

IBU KOTA ANGSA

Penerjemah: Z[E]RO

Pangkalan Observasi Revich front selatan Kerajaan Bersatu. Gambaran persis benteng tak tertembus. Dibangun di atas pegunungan berbatu, di seluruh sisinya dikelilingi tebing terjal dengan ketinggian paling rendahnya seratus meter dan paling tingginya tiga ratus meter, puncaknya berbentuk berlian di utara dan selatan. Permukaan bebatuan seputih salju khas kini transparan dan jelas, disertai salju dan hujan es menutupi lereng membuat tebingnya makin tebal, dan dekat puncak dinding batu terdapat pagar dilapisi beton bertulang1 dan papan lapis baja. Seratus meter lagi dari puncak utara ada gunung lebih besar lain yang menjadi titik tumpu kubah kanopi bertulang diukir dari puncaknya yang berpermukaan batu, layaknya angsa melebarkan sayapnya.

Satu-satunya gerbang menuju pangkalan dan jalan menuju ke sana adalah tanjakan ke barat laut, dibangun di atas lereng curam berkelok-kelok serba tikungan dan belokan. Menghadap jalan menanjak yang berbentuk isi perut hewan adalah sejumlah moncong turet senjata berbahaya.

“Awalnya salah satu dari empat benteng perbatasan kami, tapi sekarang kami gunakan sebagai posisi observasi dampak.”

Ada titik-titik lubang di kanopi yang menutupi puncak yang berdiri bagaikan sepasang sayap rusak. Mengikuti pilar cahaya matahari yang bersinar ketika senja di hari bersalju, Vika membimbing Lena dan kelompoknya. Pemandangan sangat menakjubkan, diwujudkan gletser-gletser yang mengikis pegunungan.

Mengikuti jejaknya, Lena melihat-lihat sektor permukaan pangkalan benteng. Bentengnya berfungsi sebagai pangkalan Divisi Penyerang untuk operasi di pegunungan Dragon Corpse. Sebab dulunya adalah benteng, dinding penghalang memisahkan interiornya menjadi sektor-sektor lebih kecil. Satu tangga spiral berlawanan arah jarum jam mengarah ke kastil yang dibangun menghadap gunung utara. Penjaga kastil yang sekarang ini menjadi menara observasi sebagiannya dibangun dalam gunung, memberi pemandangan panorama medan perang di sekeliling benteng.

Di penghujung lereng landai dan sekarang ini tidak dalam pengawasan adalah formasi artileri militer Kerajaan Bersatu yang berada di sebelah utara dan di selatannya merupakan zona perang. Di sebelah timur dan barat terdapat perkemahan pasukan lapis baja Kerajaan Bersatu. Perisai terakhir negara, pegunungan utara, kini digentayangi Legion.

Selain kanopi yang menghalangi sinar mentari, dinding partisi tebal nan tinggi yang membagi pangkalan ke sektor-sektor memberi kesan sektor permukaan suasana gelap menyesakkan. Shin menyipitkan matanya sambil melihat sekeliling, barangkali bertanya-tanya bagaimana tempat ini bisa bertahan bila mana terjadi pertempuran di sini.

“Observasi dampak?”

“Di sekitar sini pangkalan inilah titik tertingginya. Sebagaimana semua pangkalan tua, tidak dilengkapi peluncur serangan udara, tapi untunglah Legion tidak menggunakan pertempuran udara, artinya bahkan pangkalan tua ini masih dapat digunakan tergantung situasinya.”

Meskipun Legion punya pasukan antiudara sendiri. Legion terbang tidak membawa senjata dan berdasarkan preseden sebelumnya, tidak menggunakan rudal jarak jauh pula. Kelihatannya itu batasan lain yang diberikan kepada mereka. Lantas Kerajaan Bersatu memanfaatkan kelemahan ini.

Salju perlahan beterbangan dari yang semestinya langit musim semi akhir.

Mereka menaiki tangga menuju lantai tiga menara observasi yang entah kenapa tangganya spiral sempit, dan sesudah melewati tiga pintu bunker menuju sektor perumahan bawah tanah, mereka disambut suara nyaring.

“Selamat datang kembali, Paduka.”

“Ya, halo, Ludmila.”

Seorang gadis jangkung berambut merah luar biasa cerah seolah berapi menyambut Vika. Dia diikuti sekelompok gadis yang seperti dirinya, mengenakan seragam merah gelap. Seragam Kerajaan Bersatu berkerah ungu-hitam. Di sisi lain, seragam merah tua gelap eksklusif dipakai para Sirin.

Dengan kata lain, semua gadis yang hadir di sini bukanlah manusia. Kepala mereka dihias rambut berbagai corak biru, hijau, dan merah jambu, dengan tingkat kilau transparan yang takkan pernah bisa dihasilkan pewarna manapun. Kristal saraf kuasi berwarna ungu yang menandakan fungsionalitas Para-RAID dan penekanan pikiran, ditanam dalam di dahi mereka. Kristal-kristal ini terhubung ke inti otak buatan mereka.

Lena berkedip sembari melihat sekelilingnya. Kecerdasan Vika sungguh-sungguh hampir supernatural, karena sanggup menciptakan gadis-gadis yang tidak bisa dibedakan dari manusia. Tapi apakah kekuatan itu benar-benar tidak ada konsekuensinya? Pemikiran itu membuat dirinya khawatir. Namun kesampingkan itu …

“Mereka … semuanya wanita.”

“Menjadikan mereka pria rasanya akan menjijikkan.

Bahkan Vika menyadari tatapan dingin Lena diarahkan kepadanya.

“Tentu saja aku bercanda. Sedikitnya, setengah bercanda …. Ketika kami pertama kali memperkenalkan mereka, lini depan sebagian besarnya masih penuh pria, jadi kami jadikan mereka wanita untuk membedakannya. Sekarang ini, situasinya tak membolehkan kami pilih-pilih serta, karena kami punya wanita dan gadis-gadis tentara pula, membuat warna rambut Sirin berbeda drastis dari rata-rata manusia menjadi ide berguna di masa lalu.”

Memangnya dari awal penting membuat mereka kelihatan mirip manusia …?

Namun begitu pikiran itu terlintas di benak Lena, dia diliputi rasa malu. Hanya karena mereka mekanis, dikarenakan mereka berotak manusia mereka tak lebih dari replika, Lena memperlakukan sesuatu yang punya kepribadian sendiri—biarpun buatan—seperti mesin.

Lena pun barangkali kesulitan memahami pentingnya Sirin menyerupai manusia yang lebih sukar diatur dan dikendalikan sikapnya. Lena membayangkan apa jadinya jika suatu hari kelak dia terbangun dan mendapati dirinya menjadi serangga besar dan menjijikkan. Kondisi mentalnya barangkali akan meningkat melampaui sekadar bingung dan keputusasaan. Punya enam kaki, sayap di punggung, mata majemuk, antena sebagai organ perasa. Sensasi yang sama sekali bukan manusia, dan pikiran manusia takkan sanggup lama menahan guncangannya sampai akhirnya jadi gila sepenuhnya.

… Rei sepertinya juga sama. Pria muda itu yang amat menyayangi adiknya tetapi baru bereuni dengannya setelah menjadi Legion dan mencoba membunuhnya. Rei barangkali merasa sama. Insting tubuh Dinosauria-nya—tubuh Legion yang jauh lebih berbeda dari manusia—nampaknya telah menyiksanya. Mengubah keinginan bertemu adik laki-lakinya kembali menjadi niat membunuh …

Lena pengennya meminta pendapat Vika perkara ini, tapi bukan sesuatu yang bisa dia ungkit di depan Shin. Sekalipun Lena tidak menyebut nama tertentu, Shin itu cerdas dan akhirnya sadar apa yang dibicarakan Lena …. Dan kendatipun Shin tidak sadar, Lena merasa seolah tidak boleh membicarakannya.

Begitu si gadis melirik Shin, yang dilirik angkat bicara.

“… apa satu-satunya hal yang membedekan mereka dari manusia adalah seragam, warna rambut, kristal saraf kuasi di dahi mereka?”

“Misal maksudmu adalah jenis bantuan di medan perang, tipe unit yang mereka pilot pada dasarnya berbeda, jadi itu sumber perbedaan lainnya. Lebih buruk lagi, siapa pun yang mencoba merawat luka-luka mereka akan segera menyadarinya. Hampir seluruhnya mekanis, dan cukup berat sampai orang bisa tahu. Data master struktur otak mereka disimpan di pabrik produksi, catatan pertempuran mereka secara teratur dicadangkan, jadi meski mereka ditinggalkan di medan perang, tak jadi soal …. Dan juga …”

Vika nyengir arogan.

“… aku takkan meremehkan mereka kalau jadi kau, Pencabut Nyawa. Gadis-gadis ini dibuat untuk berperang. Mereka takkan mudah kalah dari manusia dalam bidang itu.”

“—oh, Shin. Raiden dan Frederica juga. Kalian diangkut hari ini. Mengucapkan selamat datang kembali kedengarannya … sedikit aneh, tapi tetap saja, lama tak bertemu.”

Theo melambai pada mereka dari tempat duduknya dipojokan salah satu meja panjang yang memenuhi ruangan, bersama Anju dan Kurena yang duduk di seberangnya, berbalik. Mereka berada di kafetaria ketiga Pangkalan Benteng Revich, yang saat ini penuh orang-orang, beberapa mengenakan seragam biru baja Federasi dan beberapa seragam ungu-hitam Kerajaan Bersatu.

Fungsi pangkalan benteng terpusat di tingkat bawah tanah yang dibangun di atas bantuan dasar gunung, dan banyak kafetarianya didirikan semua dalam sektor perumahan bawah tanah. Langit-langit yang cukup terang sangatlah tinggi, namun kurangnya jendela membuat ruang persegi panjang serasa mencekik. Langit biru tergambar artistik di sepanjang permukaan langit-langit dan dindingnya dicat ladang bunga matahari yang teramat-amat didambakan seniman. Kesemuanya mengingatkan Shin akan sebuah penjara.

Setelah masing-masingnya mengisi nampan mereka dengan makanan, Shin, Raiden, serta Frederica duduk, dan Kurena memiringkan kepala ingin tahu.

“Aku dengar Kolonel Wenzel dan, anu, Annette, ya …? Cewek mayor teknis itu. Ngomong-ngomong, kudengar mereka berdua tinggal di ibu kota, tapi Lena bagaimana?”

“Dia sedang makan bersama perwira komandan dan perwira staf Kerajaan Bersatu.”

“Lagian Lena itu perwira komandannya. Dia mesti memainkan perannnya soal pertemuan sosial dan semacamnya.”

“Oh ya …. Kilas balik, rasanya kek saat dia baru datang ke Federasi.”

Seraya bicara, Anju mengambil beberapa toples kecil di tengah meja yang berisi selai, madu, dan bumbu lain untuk dioleskan pada roti. Dia mengangkat bahu dan merekomendasikan selai beri.

Rupanya benar Kerajaan Bersatu sedang di ujung tanduk. Sekalipun tak seburuk Sektor 86, lebih dari separuh makanan di nampan mereka adalah makanan sintetis yang rasanya hambar dari pabrik produksi. Jika alat produksi makanan mereka hancur … maka benar saja, mereka takkan bertahan di musim dingin mendatang.

Selagi Shin diam-diam memakan dagingnya yang dibumbui krim asam dan kentang tumbuk, dia dapat mendengar suara-suara dari meja lain meski tak betul-betul niat mendengarnya. Pasukan pangkalan ini, kesampingkan Divisi Penyerang para Prosesor, kebanyakan adalah Sirin, tetapi tidak tanpa awak sepenuhnya. Tentu saja Handler Sirin ada di sana, sekaligus infanteri yang bertugas sebagai pasukan pertahanan pangkalan, kru pemeliharaan, tim pembawa berita, dan regu penembak yang bertanggung jawab atas pengoperasian meriam artileri tetap pangkalan.

Sesuai hukum Kerajaan Bersatu yang menyatakan Viola-lah satu-satunya kaum yang patut wajib militer, mayoritas tentara bermata violet. Ketika Raiden memandang mereka, dia mengerutkan alis.

“Di ibu kota, satu-satunya perbedaan warga sipil dan petani budak adalah tugas mereka, tapi … keknya tidak begitu, saat kau pikirkan dasarnya.”

Meskipun tidak ada perbedaan pada menu yang ditawarkan, para Viola tak duduk di meja sama dengan orang-orang berwarna dan berkelompok etnis beda. Lambang pangkat prajurit mengindikasikan mereka rekrutan normal dan perwira non-komisioner, bahkan di antara sesama warga negara, ada perbedaan dalam pangkat dan antagonisme nampak antara Iola dan Taaffe.

Tentara Viola akan melihat dan bicara pada orang lain Dengan sangat dingin. “Bukan cuma petani budak tapi kini tentara asing sedang melangkah ke medan perang kita. Tercela. Tanah air pemberani kita dipermalukan.” begitulah kata mereka, meskipun perwira asingnya kelahiran keluarga bangsawan Republik dan Federasi.

Theo memalingkan wajahnya dari mereka namun sudut matanya curi-curi pandang apatis.

“Tidak seperti Republik, ras berkelas semua yang masuk tentara …. Ini agak aneh.”

“…? Ini pun sama di Federasi, bukan? Di Giad, para bangsawan sama-sama bertaurng. Kebanyakan perwira sekarang mantan bangsawan, bukan?”

Di masa lalu, pengabdian militer sejalan hak memilih. Hanya mereka yang berperang yang berhak membuat keputusan politik. Hanya mereka yang bertarung bisa berdiri di atas para pekerja negeri itu. Selama periode tersebut, pengabdian militer dilihat bukan sebagai tugas namun semacam hak istimewa.

“Maksudku, iya, tapi bukan itu yang mau kukatakan …. Kayak, di Federasi kau berhak memilih, tapi di Kerajaan Bersatu, seperti di Republik saja. Warna kelahiranmu menentukan posisimu dalam masyarakat juga tugasmu …. Tapi posisi itu di sini terbalik. Aneh.”

“…”

Barangkali itulah sebabnya, Shin mendadak berpikir. Warna dan kelompok etnis kelahiranmu menetapkan posisimu di dunia—tugas yang harus kau penuhi sudah diputuskan seketika kau dilahirkan. Negara semacam ini yang kedapatan ide mengganti mayat untuk bertempur dan menyetujui penggunaan boneka mekanis untuk perang. Lagi pula wargalah yang bertarung, jadi jenazah mereka dipersembahkan demi upaya perang.

Saat itu, seorang gadis berambut merah muda yang tampak berusia remaja awal mendekati meja tentara Kerajaan Bersatu. Dia melaporkan sesuatu, wajahnya tanpa ekspresi yang tidak cocok fitur mudanya. Tak mengembalikan senyum Handler yang bicara padanya, dia berbalik kemudian pergi …

Sirin tidak makan. Agar tak menyia-nyiakan paket energi, mereka biasanya disimpan dalam hanggar khusus terkecuali sewaktu keluar untuk melaksanakan operasi atau pelatihan.

“… kau dengar soal Sirin?”

“Iya, kurang lebih. Oh, berhati-hati sajalah. Handler mereka tak suka mendengar orang-orang membicarakan Sirin mereka seolah objek. Mereka seperti menyayangi para Sirin sebagai kekasih atau adik perempuan mereka atau semacamnyalah.”

“Kurasa para Handler benar-benar menghargai drone mereka di negara ini, ya.”

Kurena jijik meludahkan kata-kata itu …. Shin tak bisa menyalahkannya. Bahkan dalam monarki despotisme yang tidak menghargai kesetaraan atau kebebasan, Handler memperlakukan gadis-gadis mekanis itu layaknya manusia. Sementara itu, Republik yang kesetaraan dan kebebasan terukir di benderanya, tidak cuma memperlakukan 86 seperti bukan manusia namun bahkan tidak mau repot-repot memimpin mereka.

Inilah salah satu ironi yang hanya mereka, 86, dapat pahami.

Lena pun tidak bisa memahaminya.

Manusia punya cara memperlakukan orang lain seperti benda atau hewan sedangkan di saat yang sama, menghargai benda dan ternak seolah-olah mereka manusia. Bahkan Lena tak sanggup memahami kekejaman dalam hati manusia yang terlalu ironis.

Saat Vika keluar, dia mendapati Lena dan melemaskan bahu.

“Hari hampir gelap …. Mendatangi kamar seorang pria di malam selarut ini membuatmu sedikit sangat mudah diserang, Milizé. Harusnya kau ditemani Nouzen ketika wara-wiri seperti ini.”

“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu …. Sesuatu yang tidak ingin orang lain dengar, terkhusus Kapten Nouzen. Bisa bicara secara pribadi?”

Karena alasan inilah dia memilih datang sekarang, setelah Shin beristrirahat ke penginapannya. Mengabaikan Lena, Vika pergi ke kamarnya sendiri. Kelihatannya dia memakai kacamata sewaktu menulis dan membaca. Dia bicara sambil melepas kacamata yang dirancang agak sederhana.

“Lerche, panggil siapa pun ke sini, selama bukan Nouzen …. Ya, Iida boleh. Suruh dia kemari. Oh, dan kau di sana, pastikan pintunya tidak tertutup sampai Lerche kembali.”

“Ya, Pak.”

“Sesuai kehendak Anda, Yang Mulia.”

“Vika …!”

Masih sengaja mengabaikan protes Lena, Vika menyuruh seorang prajurit lewat berjaga di depan pintu selagi Lerche bergegas pergi. Beberapa waktu kemudian, Shiden muncul, sesudah mandi terburu-buru, ditemani Lerche. Melirik Lena, Vika memasang wajah ragu.

“… maaf. Aku tidak bermaksud memotong …. Atau begitulah yang mestinya kukatakan, tapi kau sedang apa?”

Walaupun berada di hadapan seorang pangeran, Shiden memalingkan wajahnya tak senang.

“Apa yang kulakukan di waktu luang bukan urusanmu …. Sial deh, kau bahkan tidak mendengarkan, kan?”

“Tidak, tentu tidak. Jadi anjing penjaga Milizé sebentar saja. Kau mungkin seorang wanita, tapi kau lebih kuat dariku, faktanya.”

“Yah, dengar, ya,pangeran. Adu jotos aku bisa, tapi tangan kekarmu dari mana?”

“Berburu adalah hobi paling popular negara ini.”

“Wuah, serem, serem. Kurasa harus memerhatikan tindak-tandukmu agar tidak diperlakukan macam mamalia buruan, ya?”

Shiden mengangkat kedua belah tangannya bercanda, sesuai yang diminta, menjatuhkan diri ke atas sofa cukup untuk lima orang bagai anjing pemalas. Kontras, Lena duduk sopan, dan Vika duduk di seberang mereka. Dipisahkan meja rendah. Lerche meletakkan cangkir the porselen putih dan nampan bertatahkan permata dan menaruh manisan di sana sebelum pindah ke bagian belakang ruangan. Lalu Vika bicara.

“Yah? Kalau ini sesuatu yang kau tidak ingin Nouzen dengar, tentang itu, kan …? Kalau begitu kenapa aku? Aku tak tahu banyak soal itu.”

“Tidak, kau mungkin … yang paling tahu dari semua orang mengenai topik ini.”

Sesuatu yang hilang di Republik dan tersembunyi di balik tembok tebal kerahasiaan militer di Federasi.

“Kemampuan ekstrasensorik.”

Ekspresi Vika mendadak datar.

“Kemampuan Kapten Nouzen untuk mendengar suara-suara Legion. Kemampuan Ajudan Rosenfort untuk melihat masa lalu dan kini kenalannya. Kemampuan-kemampuan ini menawarkan keunggulan taktis …. Tapi bukannya menyakiti para pemiliknya?”

Itu termasuk Vika, Cenayang Idinarohk. Demikian, dia tak yakin menanyakannya ide bagus atau tidak.

“Oh …. Jadi itu yang mau kau ketahui. Aku tahu mengapa orang-orang tanpa ekstrasensorik beranggapan demikian.”

Vila menyilangkan kaki, selalu tidak pedulian.

“Dasarnya, jawaban atas pertanyaanmu itu tidak menyakiti. Kemampuan supernatural selalu diperlukan bagi para pemimpin untuk membimbing banyak orang. Ini hal hakiki sejak dulu—semenjak zaman orang-orang berdarah bangsawan sungguh seperti raja. Bagi seorang Cenayang, kemampuan ekstrasensorik mereka itu senatural panca indra lainnya. Apakah makhluk hidup yang mampu melihat gangguan di tubuhnya sendiri itu semata-mata melihat? Ide sama berlaku di sini. Bisa dibilang, tidak ada efek buruknya.”

“Tapi kasus seperti Kapten Nouzen bagaimana, yang kemampuannya berubah dari kesanggupan awalnya?”

“Itukah yang terjadi? Yah, aku mengerti. Memang pikirku aneh kemampuan keturunan Maika bisa mewujud.”

Lena menampakkan ekspresi bingung di depannya, jadi Vika menjelaskan itu dari klan ibu Shin. Nyatanya, sudah termasuk dalam berkas personel yang Vika terima.

“Contoh seperti itu jarang, betul …. Tapi jika dia tidur kelamaan, kemungkinan karena dia secara tak sadar menstabilkan keseimbangan tekanan dan istrirahatnya. Seandainya dia bilang merasa tidak enak badan, itu cerita lain, tapi kurasa tidak usah terlalu mengkhawatirkannya sekarang.”

“Itu … mungkin benar, tapi …”

Vika sedikit memiringkan kepalanya, bagaikan seekor ular besar mengamati hewan kecil tak dikenalnya. Tanpa sedikit pun kehangatan maupun emosi.

“Izinkan aku mengajukan pertanyaan kalau begitu. Bila kukatakan benar ada dampak buruk padanya, kau akan berbuat apa?”

Lena berkedip, sepertinya kaget.

“Hah?”

“Sedari awal, misalkan kau menanyakannya mengapa kau tidak bawa Nouzen bersamamu? Semisal menurutmu ada pengaruh negatif kepadanya, malah makin perlu lagi dia ada dalam percakapan ini.”

“… iya, tapi …”

Dia salah satu 86—akal sehatnya adalah takkan pernah melarikan diri ketika menghadapi kematian.

“… Kapten Nouzen kemungkinan besar … masih akan menolak meninggalkan medan perang.” Vika berkedip sekali, lama jedanya.

“Apa kau menyiratkan … dia itu 86 menyedihkan yang dihancurkan sampai tak bisa diperbaiki oleh perang dan tidak dapat membuat keputusan dengan baik? Dan kau, adalah manusia normal baik hati, berhak membuat keputusan itu untuknya?”

Lena mengangkat wajahnya dengan tingkah kaku. Ekspresi pucat dan mengerasnya menatap Vika. Bibir pria itu nyengir terkekeh, tapi sesuatu di mata violetnya sama sekali tidak kelihatan ceria.

“Sungguh, kau angkuh. Layaknya dewi salju putih itu sendiri.”

Dewi salju yang menyelimuti Kerajaan Bersatu selama setengah tahun. Dewi congkak tanpa ampun nan indah yang tak pernah memikirkan orang-orang …

“Iya, kau benar-benar sempurna, inkarnasi salju perawan. Namun apakah itu memberikanmu hak tuk mengklaim warna lain itu kotoran? Tentu saja, Nouzen, seperti halnya anjing penjaga di sana dan seluruh 86, sangatlah kekurangan.”

Sewaktu Lena refleks melihat anjing penjaganya, Shiden menyesap teh bersikap apatis akbar. Lena entah bagaimana tahu biar dia dipanggil rendahan, Shiden sama sekali tak terusik.

“Itu … maksudku, iya, tapinya …”

Gelombang emosi yang mendadak melonjak membuat tangan Lena yang bertumpu di pangkuannya, mengepal. Rasanya sesuatu meremas hatinya, dan dia merasa pening. Seakan-akan dia dicekik gumpalan emosi lengket yang membuatnya mustahil bernapas.

Akhirnya dia sadar kenapa menanyakan Vika tentang ini.

“Rasanya kalau membiarkan Kapten Nouzen—membiarkan Shin—begitu saja, dia nantinya akan tiada …”

Dan itu membuat Lena takut.

“Saat Anjing Gembala diperkenalkan, dia tidur berhari-hari. Dan dia selalu bilang, Aku akan terbiasa. Dan benar, dokter memperkenankannya kembali bekerja. Tapi kalau tekanannya makin besar …”         

Hanya Shin yang benar-benar bisa mendengar suara-suara orang mati. Aku tidak bisa membantu memikul bebannya. Aku tidak bisa berbagi rasa sakitnya. Jadi jika tekanannya memburuk, kali ini dia mungkin akan betulan hancur, tanpa disadarai siapa pun. Dan itu … menakutkanku. Membuatku gelisah. Aku ingin melakukan sesuatu sebelum itu terjadi.

“… walau demikian …”

Suara Vika tenang.

“Mencemaskan ini sendirian takkan bermanfaat bagi siapa-siapa Misalkan ini mengganggumu, kau harusnya coba bicara padanya soal ini. Dan sekiranya kau meresahkan itu … bawa dia kali lain kau mendatangiku. Aku akan membantu sebisa mungkin.”

“… ya.”

Lalu Vika bersandar di sofa tempat duduknya dan memiringkan kepala.

“Tapi apa kau benar-benar seluang itu hingga merisaukan orang lain selain dirimu? Dengan ibu pertiwimu dan cinta akan putihnya, meski benderanya berwarna-warni.”

“… jadi kau tahu.”

“Tentu saja aku tahu. Tahukah kau berapa banyak tentara yang harus kutenangkan supaya kehadiranmu diterima di sini …? Republik mungkin tak berkaitan sama pengembangan Legion, tapi dalam keadaan saat ini adalah negara paling tidak disukai dan dibenci. Tak ada negara di luar sana yang tidak menganggap Republik sebagai pembunuh kejam banyak kaum, dan itu tanda Cain2 yang akan kau tanggung bersamamu ke medan perang manapun. Stigma negara malas yang sekalipun diberikan kesempatan untuk menebusnya lewat pengabdian ke Divisi Penyerang, hanya mengirim segelintir perwira …. Kurasa kau tidak sungguh-sungguh dalam posisi untuk meresahkan kesejahteraan orang lain.”

“…”

“Berkenaan Perangkat RAID, aku memeriksa materi penelitian yang diberikan Henrietta Penrose kepada kami. Termasuk hasil eksperimen manusia yang dilakukan pada 86 …. Semisal tekanannya kebesaran, mampu merusak otak pengguna dan memengaruhi pikiran mereka. Dan kendati tahu ini, bukankah menurutmu beresonansi dengan pasukan seukuran brigade itu terlalu berlebihan?”

“Tidak sampai seluruh pasukan seukuran brigade. Aku hanya Beresonansi dengan kapte-kapten regu.”

“Tetap saja, sekaligus cukup banyak orang. Karena mereka cuma tahu caranya bertarung dalam kelompok kecil, Divisi Penyerang dibagi menjadi susunan skuadron tak wajar. Di Kerajaan Bersatu, kami tak membolehkan siapa pun Beresonansi dengan orang sebanyak itu selama operasi. Aku ragu Federasi mengizinkannya, apalagi Republik.”

Kemudian dia mengatakan dirinya pengecualian, tatapan dingin mata violet Imperialnya—tanda silsilah jenius yang diwariskan selama satu milenium. Mata violet berdrah Idinarohk, anggota-anggota keluarganya sanggup seenaknya memproduksi penemuan yang merevolusi dunia.

“Teknologi Para-RAID yang menghasilkan kekuatan ekstrasensorik kepada siapa pun yang tidak memilikinya. Semisal kugunakan contoh yang kukemukakan sebelumnya, bak perangkat yang secara paksa memberi manusia kekuatan untuk melihat sinar ultraviolet. Bila ada alat yang memberi efek negatif pada penggunanya, maka Para-RAID-lah alatnya.”

“Itu …. Tapi tetap saja, aku seorang komandan. Jadi aku tak punya pilihan …”

Lena harus menggunakannya seumpama bertarung bersama 86.

“Itu risiko yang bersedia kuambil.”

Vika mendesah panjang dan pasrah.

“Kau sembarangan merahmati orang lain layaknya orang suci, biarpun kau tengah tersiksa oleh sesuatu yang kemungkinan kecemasan tak perlu. Tapi menyangkut dirimu sendiri, kau ini sangat menggampangkan. Benar-benar, sudah tak tertolong lagi …. Lerche.”

“Sesuai perintah Anda. Namun … meski Anda berkata demikian, kebaikan Anda tak mengenal batas, Paduka.”

“Bacot dan jangan ikut-ikutan, dasar anak tujuh tahun.”

Sambil mengekeh, Lerche masuk pintu yang berada lebih dalam di ruangannya—kelihatannya mengarah ke tempat tidur—kemudian kembali sambil memegang sesuatu. Setelah menerimanya, Vika lempar ke Lena yang tidak bisa menangkapnya tepat waktu dan tangannya kikuk berusaha menangkap-nangkap. Shiden yang melihat dari samping, mengulurkan tangan dan menangkapnya dengan mudah.

“Perangkat Pendukung Pikiran, Cicada3. Dikembangkan untuk Handler Sirin dan buat meringankan tekanan Resonansi Sensorik.”

Sayap Cicadoidea4Cicada.

Bertentangan dengan namanya, perangkat berbentuk kalung leher dihias benang perak berwarna ungu muda yang merangkai pola renda indah. Di tengahnya ada kristal saraf kuasi violet muda, yang sesudah diamati lebih dekat terlihat seperti dipintal halus dari benang perak yang terlihat memanjang dari sana.

“Sayangnya, tidak disetujui secara resmi oleh militer Kerajaan Bersatu, tapi dipastikan aman. Satu-satunya alasan tidak digunakan adalah karena para tentara menentangnya.”

Menentangnya?

“Kau menggunakannya juga, Vika?”

“Tidak?”

Ada jeda aneh.

“Err …. Ini perangkat untuk meringankan tekanan Para-RAID, kan?”

“Iya, tapi tidak berguna buatku, apalagi untuk para Handler lain.”

“Kenapa?”

Vika menjawab terlampau serius, “Apa jadinya kalau seorang pria memakai pencapaian ini?”

“Umm …”

Lena tidak paham.

Vika mengambil Cicada dari tangan Lena lalu menghubungkannya ke terminal informasi, mengetik sesuatu di sana (kacamata Vika yang sebelumnya dilepas kini kembali di wajahnya), dan sehabis melepas kacamatanya lagi, dia lempar balik Cicada-nya ke Lena.

“Aku sudah format ulang, jadi bisa kau coba di ruang depan sebelah sana. Pengukurannya juga sudah disetel ulang …. Jangan khawatir, tak ada kamera pengintai di sana.”

“Oh …. Err, terima kasih banyak.”

“Akan berfungsi sendirinya misalkan kau hubungkan ke lehermu …. Oh, dan …”

Saat pintu ruang depannya tertutup, Vika berbalik.

“… ada, anu, trik untuk memakainya. Yah …. Semoga berhasil, kurasa.”

Ruang depan yang dimasuki Lena, sekaligus pangkalan bawah tanah lain, dibangun kedap suara supaya tidak ada suara yang dapat keluar-masuk. Tapi, walau sudah begitu …

“Huh …. Ah, aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhh?!”

… jeritan Lena menembus kesunyian ruangan komandan, sebab sedikit menembus peredam suara.

Mengabaikan teriakan itu, Shiden mengambil secangkir teh lagi yang dia isap berisik. Dia tahu itu dianggap kebiasaan kasar sejak bergabung dengan Federasi, tapi dia tidak peduli-peduli amat untuk memperbaikinya. Sikapnya tetap sama, matanya bergerak ke arah mantan majikannya.

Sesudah Lena memasuki ruang depan, Vika memberi tahu Shiden mengenai cicada dan kegunaannya.

“… cuma memastikan, itu tidak berbahaya, kan?”

Vika berdiri menghadap dinding di seberang ruang tunggu, menutup telinganya, lantas Shiden terpaksa menuliskan pertanyaannya pada selembar kertas di sudut meja.

“Iya. Kami sudah melakukan lebih dari cukup eksperimen hewan dan uji praktis. Alasan satu-satunya tak digunakan secara resmi sebab tak popular di antara tentara, sesuai yang kusebutkan sebelumnya.”

“Yah …. Aku bisa bayangkan alasannya.”

Mendengarnya saja memberi Shiden opini buruk. Selagi Vika menutup telinganya meski sedang mengobrol, Lerche memiringkan kepala bingung.

“Kebetulan, Padukan, mengapa Anda bersikap aneh begitu?”

“Kau tak tahu? Dengar, aku tidak mau dibunuh.”

“Saya … mengerti.”

“Kalau Pencabut Nyawa itu tahu ini, kepalaku akan menggelinding juga.”

“Mengerikan sekali.”

Mata zamrud Lerche membelalak.

“Berarti, Tuan Pencabut Nyawa jatuh hati sama Nona Reina Berdarah! Tidak disangka-sangka …”

Vika dan Shiden sama-sama menggetok atas kepala berambut emas Lerche lalu bareng-bareng meredakan rasa sakit dari tangan mereka. Tengkorak Lerche memang dari logam. Jadi sedikit menyakitkan.

“Sial …. Otakmu itu berkarat, ya, bego?”

“Kau berteriak begitu di sini, di waktu dan di tempat yang paling tak kuperkirakan? Lupakanlah—kau perlu waktu selama ini untuk menyadarinya, kau ini anak tujuh tahun?”

“K-ketidaksadaran saya sangatlah parah …”

Syukurlah, teriakan-teriakan ini tak sampai telinga Lena.

Para Prosesor disediakan sektor sendiri di blok perumahan pangkalan. Mengingat ruang bawah tanah terbatas, per kamar dimaksudkan untuk empat orang. Shin sedang duduk di ranjang atas tempat tidurnya, matanya tertuju kepada novel yang dibacanya, dia seketika mengangkat kepalanya terhadap suara dari jauh.

Berbeda dari tangisan Legion. Suara jauh dari suatu tempat.

“… kau barusan mendengar teriakan seseorang?”

Entah bagaimana, rasanya seperti suara Lena. Setelah ditanyai, Raiden mengintip dari ranjang bawahnya dan menggeleng kepala.

“… tidak?”

Setelahnya, Lena meninggalkan ruang depan dengan wajah merah cerah dan seragam berantakan. Seandainya Vika bukan seorang pangeran, Lena sudah menampar pipinya. Vika kelihatannya tahu kebenarannya tapi dia bicara seraya tersenyum ceria yang cerianya jelas palsu.

“Aku senang bisa membantumu, Baginda.”

“…!”

Uwaduh, alhamdulillah Shin tidak di sini sekarang. Pikir Shiden pada dirinya sendiri selagi Lena melotot ke sang pangeran. Menekan Cicada ke tangan Vika yang terulur, dia berbalik marah.

“Aku pergi, Vika.”

“Ya, selamat malam.”

Lena berjalan menyusuri lorong, rasa malu dan amarahnya terdengar di langkahnya, namun sesaat geram di langkah kakinya kian sedikit, dia malah dibanjiri rasa penyesalan dan benci pada dirinya sendiri.

Apa kau menyiratkan … dia itu 86 menyedihkan yang dihancurkan sampai tak bisa diperbaiki oleh perang dan tidak dapat membuat keputusan dengan baik?

Lagi. Aku melakukannya lagi.

“… Shiden, apakah aku …?”

Lena bertanya tanpa menoleh, tapi Shiden mengangkat alis di belakangnya.

“Apakah aku … orang yang arogan?”

Shiden mencemooh tak tertarik.

“Kau baru sadar sekarang?”

Lena terperanjat kaget, tapi Shiden melanjutkan, tidak menghiraukan reaksinya. Seakan-akan Lena hanya mengutarakan pendapatnya.

“Aku hidup sesuai keinginanku. Dan itu pun berlaku sama pangeran dan Shin. Jadi kau boleh melakukan semaumu juga …. Sesekali kau cuma harus bertengkar sama seseorang. Kalau terjadi, maka terjadilah.”

“… tapi …”

Bertengkar sama seseorang …. Tidak memahaminya itu … aku …

 

 

Hanggar kedelapan belas Pangkalan Benteng Revich. Divisi Penyerang dan personel Kerajaan Bersatu berdiri dalam formasi teratur di hanggar terbesar pangkalan, dibangun di sektor bawah tanah. Sekelompok Juggernaut siap siaga di bayangan platform sempit.

“—aku yakin ini pertama kalinya diriku menemui sebagian besar tentara federasi. Aku Viktor Idinarohk, komandan pasukan front selatan Kerajaan Bersatu. Pangkat itu tak penting, jadi tidak usah mengingatku. Lagian tak lama lagi akan berubah. Aku takkan menjadi komando langsung kalian, tapi, yah, bisa anggap aku sebagai salah satu perwira atasanmu.”

Suasana aneh yang menghampar di 86 kemungkinan besarnya pertanyaan sekitar, Ini siapa? beberapa tatapan mereka silih berganti antara Vika dan Lena, yang berdiri diam di samping tampilan peta operasi. Wakil direktur militer Kerajaan Bersatu menyipitkan mata tak senang, ibarat merasa segala halnya tidak hormat, namun Vika semata-mata melirik ke arah Lena dan mengangkat bahu.

Bocah ini sungguh-sungguh angota keluarga kerajaan negara utara dan komandan front selatan. Meskipun dihadapkan lebih dari seribu personel, dia masih tenang. Kebetulan, Vika pun komandan pengawas Sirin, dan walaupun dia berada di bawah pimpinan Lena jikalau mengikuti rantai komando, dia masih memegang otoritas mutlak atas pangkalan ini.

“Operasi mendatang akan menjadi usaha gabungan antara Divisi Penyerang 86 dan Korps Lapis Baja ke-1 front selatan. Tujuan kita terletak tujuh puluh kilometer selatan pangkalan ini, di wilayah Legion—penekanan total situs produksi Legion yang berlokasi di Gunung Dragon Fang bagian pegunungan Dragon Corpse.”

Petanya sederhana, diperuntukkan memberi informasi pasukan seukuran korps yang menampilkan pasukan Kerajaan Bersatu serta pasukan musuh Legion. Basis produksinya ditandai ikon merah untuk menegaskannya. Dibanding posisi Legion lain yang sudah dikonfirmasi, basisnya dalam dan skalanya besar. Disebabkan pegunungan selatan Dragon Corpse berdiri sebagai pertahanan alam di sepanjang perbatasan Kerajaan Bersatu—Federasi bersama Kerajaan Bersatu—perbatasan Republik, kemungkinannya salah satu markas besar Legion khusus front anti—Kerajaan Bersatu.

“Divisi Penyerang akan memimpin serangan utaaa, dan Korps Lapis Baja Ke-1 akan menjadi cadangan. Tepatnya, Korps Lapis Baja ke-1 akan menyerang posisi Legion sebagai pengalih, menarik keluar dan menyibukkan pasukan lini depan serta pasukan Legion. Divisi Penyerang akan memanfaatkan hasil celah di pertahanan mereka untuk menyelundup masuk dan menduduki lokasi produksi di Gunung Dragon Fang.”

Pas dengan penjelasannya, ikon unit lapis baja militer Kerajaan Bersatu bergerak diagonal, memutar di sekitar skuadron depan untuk bergerak ke posisi berbeda. Seketika pasukan cadangan belakang Legion bergerak, rute maju dari pangkalan benteng menuju lokasi produksi di Gunung Dragon Fang muncul di peta.

Akan tetapi, detail paling penting—peta interior basis produksi—tak disediakan. Posisi ini telah dibangun Legion seusai mereka mengambil alih wilayah itu. Pihak manusia tidak dapat memetakannya. Ada beberapa upaya mengintai, namun mereka cuma bisa memberi tahu Kerajaan Bersatu bahwa basis produksi telah didirikan di Gunung Dragon Fang.

“Selain itu, kita akan memprioritaskan penangkapan unit komandan pangkalan tersebut, pengenal: Ratu Bengis. Satu Ameise dari sekumpulan produksi awal-awal …. Atau, yah, kurasa tidak begitu kelihatan, tapi Ameise-nya putih …. Walau masih spekulasi, ada kemungkinan unit tersebut dapat memberikan umat manusia informasi perihal Legion. Informasi ini mungkin saja komponen krusial untuk mengakhiri perang. Maka dari itu, kita harus menangkapnya. Diizinkan merusaknya sampai batas tertentu, tetapi biarkan prosesur sentralnya utuh …. Ada pertanyaan?”

“Dengan kata lain, kita bergegas melewati celah Legion setelah mereka mengambil umpan, kalahkan musuh bagaimanapun caranya, rampas ratu semut mereka terus kembali …. Serius, sepertinya kita pergi ke negara manapun, semua orang punya ide gila sama.”

Tidak seperti Sektor 86, di mana sebagian besar waktu mereka mengurus intersepsi, sebuah operasi invasi memerlukan persiapan signifikan. Dikarenakan mereka perlu menipu muuh dengan berpikiran operasi perebutan Gunung Dragon Fang adalah serangan habis-habisan, mesti mengesankan mereka sedang mengintai dulu untuk mengetahui kekuatan musuh. Selagi Theo menggerutu, Shin yang berkonsentrasi pada tugasnya, mengangkat pandangan.

Skuadron Spearhead bergerak melewati hutan konifer bersalju, berkelok-kelok antara pepohonan membentuk formasi baji rapat. Pernyataan Theo tak dinyatakan ke seluruh skuadron melainkan ditransmisikan lewat Para-RAID ke Shin, Raiden, Kurena, dan Anju seorang.

Sebab lini depan Kerajaan Bersatu adalah wilayah pegunungan, baik militer ataupun Legion menahan posisi mereka di pegunungan berlawanan, lembah dan dataran di antara mereka merupakan zona perangnya. Area ini bukan pengecualian, dan 86 sekarang ini sedang maju menyusuri jalan berbeda dari jalan yang akan mereka tempuh tiga hari dari sekarang. Mereka pernah menuruni lereng landai sebelumnya dan saat ini tiba-tiba mendaki permukaan tebing berbahaya.

Layar radar mereka menggambarkan tiga skuadron di dekat mereka, sekaligus piksel mensimbolkan Alkonost yang dikirim untuk mengintai beberapa kilometer ke depan. Sepasukan Barushka Matushka dari korps lapis baja Kerajaan Bersatu juga bergerak maju di dekatnya. Para Juggernaut yang melewati pepohonan semua persenjataan mereka telah diganti meriam ringan tak berputar dan punya cakar baja panjang melengkapi kakinya untuk menembus salju dan permukaan es. Salju yang turun selama musim dingin panjang telah mengeras dan membeku karena beratnya sendiri, dan mereka bisa mendengar suara tajam baja menusuk-nusuk es selagi bergerak.

Lena bertanya pada Shin lewat Resonansi:

“Kapten Nouzen …. Posisi Phönix belum bergerak dari pangkalan Gunung Dragon Fang hari ini, bukan?”

“Sepertinya tidak,” jawabnya, memindahkan kesadarannya ke jeritan mekanis anorganik yang bahkan mengganggu kesunyian dari salju yang meredam suara-suara lain. Dia tahu tipe baru Legion yang ditemuinya dan meloloskannya selama operasi terakhir ada di sini, di medan perang Kerajaan Bersatu, tidak lama usai sampai di pangkalan. Phönix itu berada di suatu tempat di pangkalan Gunung Dragon Fang, tujuan operasi mereka …. Mungkin keberadaan Posisi Ratu Bengis—kemungkinannya Zelene—yang menyembunyikan pesan tersebut dalam Phönix. Phönix dan Zelene rasanya jelas berada di satu tempat.

“Kurasa boleh berasumsi Phönix-nya diatur mempertahankan pangkalan Gunung Dragon Fang …. Kemungkinannya akan menjadi penghalang terbesar kita selama operasi nanti.”

“Pikirku kita takkan menemui masalah apa-apa selama menanganinya sesuai rencana sebelumnya.”

“Ya, tapi aku usulkan simpan taktiknya untuk nanti. Boleh jadi setelah kembali dari pengalihan.”

“Diterima.”

Di sisi lain, Raiden membalas Theo.

“Tumpukan sampah itu lebih unggul dan selalu punya rencana ke negara manapun kau pergi. Namun misalkan kau mempertimbangkan jarak, situasi, dan perbedaan pasukan kita, ini jauh lebih baik ketimbang operasi eliminasi Morpho.”

“Kita boleh jadi tidak punya peta pangkalan musuh, tapi Alkonost akan mengurus semua pengintaian demi kita. Nyatanya, bisa kita serahkan peran itu sama tuh gadis-gadis mulai dari sekarang …. Tapi …”

Anju mengangkat bahu.

“… fakta mereka kelihatan persis kayak gadis seusia kita membuatku merasa campur aduk seoal ini. Walaupun sudah melihat mereka berjalan melewati salju tanpa masalah hanya dengan seragam lapangan.”

Sementara Shin dan kelompoknya berada di sini, kesannya mereka tengah mengintai, para Sirin sedang mencari rute yang ‘kan ditempuh Divisi Penyerang selama operasi, dan karena para Alkonost akan cepat dikalahkan, Sirin sendiri yang akan kalah.

Kemampuan Shin tidak bisa membedakan suara Sirin dan Legion. Sesudah Sirin-Sirin itu melewati banyak sekali kelompok Legion, Shin tidak bisa membedakan posisi mereka, sebab tersebar ke seluruh medan perang.

Drone Kerajaan Bersatu yang mengamati Morpho …. Shin menyipitkan matanya mengingat-ingat.

Ya …. Anda bisa bilang selama menyangkut persenjataan, daya dukungnya sama sebagaimana seorang gadis muda.

Selama konferensi di mana mereka mendiskusikan cara mengalahkan Morpho, pangeran mahkota Kerajaan Bersatu berkata demikian, menyebut mereka drone. Shin telah mendengarnnya dari Ernst sesudah operasi. Sesuai dugaan orang-orang, bahkan dalam pertempuran itu, pangeran mahkota bicara dengan elegan dan keanggunan puitis.

Tapi bukan kiasan berbunga-bunga.

Drone yang dia maksud kala itu adalah Sirin. Jadi bukan suatu metafora; muatan yang bisa Sirin bawa memang terbatas seperti halnya yang dapat diangkut seorang gadis. Lebih kecil ketimbang Feldreß dan maka dari itu tidak mudah dideteksi ranjau swagerak ataupun radar, tapi kelemahannya, berat yang bisa dibawanya sama seperti yang bisa dibawa manusia. Dan dalam hal itu, seandainya satu Sirin harus membawa persenjataan komunikasi dan paket energi, dia takkan bisa membawa senjata. Supaya dapat mengamati Morpho yang bertengger di Kota Kreutzbeck, mereka harus mengirimkan sejumlah Sirin dengan peralatan yang memungkinkan mereka menembus gangguan elektronik, dan kesemuanya telah dihancurkan.

Operasi manusiawi, tanpa kehilangan nyawa manusia. Medan perang manusiawi tanpa korban jiwa.

Para Sirin terdiri dari orang-orang mati, lantas itu bukan pernyataan keliru …. Lalu Kurena yang sampai sekarang diam, mengatakan:

“Maksudku …. Mereka kek …. Kau tahulah …. Kayak agak menyeramkan.”

Dia bicara seolah-olah takut Sirin mungkin mendengarnya, karena cuma lima orang yang Beresonansi.

“Tidak enak rasanya bilang begini, karena rasanya seolah aku menggosipkan mereka, tapi … mereka dasarnya mayat berjalan, kan? Aku … tak terlalu paham cara kerjanya, tapi menyeramkan.”

Theo rupanya memiringkan kepala seraya bilang, “Mmn.”

“Memangnya kelewat mengganggumu? Tidak beda-beda jauh dari Legion …. Contohnya, Domba Hitam dan Gembala. Mereka hanya memasukkan salinan otak manusia ke wadah berbentuk manusia.”

“…. Kukira bukan di tingkat mereka sekadar melakukannya …” Theo berhenti sebentar. “maksudku, para Sirin bahkan tidak semanusia itu. Mereka tak bernapas, ada jeda waktu aneh di gerakan mereka, ekspresi mereka dapat diprediksi, dan mata mereka tidak fokus. Mereka lebih mirip ranjau swagerak berbentuk manusia yang bisa bicara.”

 Theo menyebutkan perbedaan-perbedaan yang tidak pernah mengganggu Shin sedikit pun. Karena hobi Theo itu menggambar, dia cenderung mengamati subjeknya lebih dalam. Dan Kurena bisa jadi menganggap Sirin menyeramkan karena alasan sama. Dia seorang penembak runduk, dan penembak runduk biasanya tidak membidik target statis.

Entah secepat apa selongsong tank, ada jeda waktu sepersepuluh detik hingga beberapa detik sebelum mengenai target, tergantung jaraknya. Dengan waktu sebanyak ini, target apa pun yang bergerak, antara manusia atau Legion. Untuk menembaknya, seorang penembak runduk harus memprediksi lintasan serta jarak ditambah mesti punya mata jeli yang sanggup melihat pergerakan setiap saatnya. Kurena mungkin secara tak sadar memahami perbedaan antara manusia dan Sirin.

“Dan sungguh, mereka kelihatan seperti manusia di luarnya, tapi dalamnya mirip Feldreß nian. Dengar-dengar sejak Kerajaan Bersatu harus membuat mereka seukuran dan berbentuk manusia, waktu operasi dan hasil tindakan mereka sangat terbatas.”

“Mereka tidak punya indra kecuali pendengaran dan penglihatan, perut mereka diisi serat dan sistem penggerak juga pendingin …. Mereka tidak makan, tak wajib tidur …. Tidak bisa kubayangkan rasanya bagaimana.”

“Anggaplah mereka tidak merasakan apa-apa.”

“Theeeeo.”

“Apaaaa?”

Theo kemudian menyadarinya dan jatuh terdiam. Shin merasa Raiden membisu melihat dirinya tetapi sejenak Shin tidak mengetahui apa persoalannya. Namun setelah berkedip sekali, Shin sadar.

Oh. Mereka lagi membicarakan kakaknya.

Kakaknya yang gugur dalam pertempuran, kepalanya direnggut, dan menjadi Legion—Rei. Shin sejujurnya tak terlalu pikirkan. Dinosauria itu memang hantu kakaknya, iya, namun Shin tak tahu apakah pikiran dan kesadarannya benar-benar ada di sana. Hal sama berlaku pada rekan-rekan tak terhitung yang gagal mereka lindungi untuk tidak dibawa pergi Legion.

Alhasil Shin tidak merasa jijik-jijik amat mempertimbangkan struktur otak mekanis disalin sebagian mesin alih-alih manusia. Kecuali …

Shin merenung. Sebagaimana perkataan Theo, tidak ada perbedaan besar antara Sirin dan Domba Hitam, Gembala, dan Anjing Gembala. Mereka hanyalah reproduksi otak manusia, hantu mekanis yang bahkan tidak dapat disebut mayat. Namun setelah dia mati dan kepalanya dirampas, walaupun dia cuma tiruan, Shin menganggap Rei sebagai kakaknya. Dalam hal ini, Lerche—dan semua Sirin, yang struktur otaknya dibuat dari otak orang-orang mati—adalah …

Kebetulan, sementara Vika tak ada terhubung dengan kapten skuadron Spearhead melalui Para-RAID, komandan langsung mereka, Lena, dan stafnya senantiasa terhubung sama mereka.

“… apa mereka tidak sadar kita bisa mendengar mereka? Mereka memang bicara sesuka hati …”

Frederica mengerutkan kening selagi mendengar obrolan tentara remaja itu. Mereka sedang dalam misi pengintaian yang sebelumnya sudah Shin pastikan musuh tak berada di sekitar sana. Bukan jalan yang mereka tempuh selama operasi, kendati mereka masih waspada, mereka sempat-sempatnya ngobrol satu sama lain.

Mereka berada di sektor permukaan Pangkalan Benteng Revich. Pusat data pangkalan masih belum disiapkan untuk menerima tautan data Juggernaut, lantas mereka mengambil komando dari dalam Vanadis sini. Duduk di kursi komandan, Lena menurunkan bahunya dengan intens.

“Aku bersumpah …. Rantai komando mereka mungkin beda, tapi siapa tahu kapan seseorang dari Kerajaan Bersatu mungkin terhubung ke Resonansi …”

Di sisi vanadis, skuadron Brísingamen dipimpin Cyclops, telah dikerahkan, bersama satu Barushka Matushka. Dengan meriam 120 mm laras panjang di punggungnya, lebih pendek dari Vanadis dan Löwe juga punya rangka besar yang didukung sepuluh kaki pendek tebal. Dipersenjatai layaknya benteng iblis, dua senapan mesin berat dan satu peluncur, kemudian lapis baja putihnya bagaikan binatang berbulu salju, serta sensor optik biru bersinar mengilustrasikan wajah kabur monster yang dinyanyikan dalam cerita rakyat.

Itu tentunya Feldreß, tapi yang pasti bukan Feldreß yang fokus pada mobilitas. Mesin ini dirancang memperhitungkan medan perang Kerajaan Bersatu yang tidak stabil dan sulit bermanuver di sana, dengan strategi utamanya adalah diam sembunyi-sembunyi lalu menghancurkan musuh sekali serang.

Tanda Pribadi ular melingkari apel terpampang di lapis baja sebuah unit. Pengenal: Gadyuka. Unit Imperial pribadi Vika, dimodifikasi peralatan komunikasi untuk komando dan meningkatkan kemampuan komputasi. Membiarkan para tamunya tanpa bantuan tentu belum cukup, jadi Lerche ikut dan membantu Vika mengkomandoi para Sirin yang tengah mencari jalan operasi invasi.

“Tapi aku terkejut sedikit … kukira Shin dan yang lainnya barangkali merasa simpati sama Sirin, mengetahui Sirin-Sirin itu diperlakukan sama sebagaimana mereka …”

Mereka, 86, yang tahu rasanya diperlakukan bak drone tanpa awak dan dipaksa bertempur.

Namun ternyata, itu sepenuhnya tidak benar. Jijik terang-terangan maka Kurena adalah contoh radikalnya, namun itu berlaku sama pada tingkah Theo, bahkan bagi Raiden yang meski secara keseluruhan tidak peduli rupanya punya pemikiran sendiri mengenai hal itu. Anju bersimpatik, sekalipun hanya sedikit. Dan sepaham Lena, 86 lain umumnya menjaga jarak dari para Sirin, menganggap mereka mesin asing nan menyeramkan.

“Kau takkan merasakan persamaan apa-apa pada seorang diktator yang memimpin perburuan penyihir atau memerintahkan pembantaian kelompok etnis lain, cuma gara-gara masuk kategori penindas yang sama seperti mereka, kan? Mirip dengan orang lain bukan berarti kau punya kedekatan atau simpati pada mereka. Dari awal meragukan apakah mereka semirip itu sama Sirin …. Lagian, bukannya kau tersentak mundur dari Sirin pertama kalinya kau melihat diri mereka sebenarnya?”

Frederica sengaja melupakan fakta dirinya sendiri membeku sewaktu Lerche menunjukkan dirinya lalu dia tetap bingung dan diam hingga percakapan berakhir. Lena tersenyum lembut.

“… iya. Kurasa kau benar.”

“Demikian situasinya …. Tapi, yah …”

Frederica memiringkan kepala.

“… ini mungkin jadi bukti pertemuan bagus untuk mereka.”

Saat Lena menatapnya, Frederica melihat layar holo tanpa minat.

“Mengejar pertanyaan jati diri Sirin tidaklah relevan di medan perang, namun bertanya apakah Sirin manusia atau tidak, dan kalau tidak, apa yang membedakannya? Manusia itu apa, sungguh, dan apa yang menjadikan seseorang itu manusia …? Semua itu adalah pertanyaan penting yang kelak harus mereka tanyakan pada diri sendiri.”

“…”

Lena ingat bahwa Divisi Penyerang dibentuk sebagai penanggung jawab serangan daerah-daerah kekuasaan Legion. Sekaligus dipinjamkan ke negara lain untuk bantuan. Operasi pengerahan tingkat kematiannya tinggi, dan terlampau masuk akal bila Federasi berniat menggunakannya sebagai unit propaganda tuk mengumpulkan pandangan baik dan hutang budi negara lain ketika masa damai tiba.

Namun di saat yang sama, ada kemungkinan lain. Periode sekolah khusus yang diberikan kepada 86, yang mana itu berlebihan, padahal peran mereka hanyalah bertarung. Ditingkatkannya jumlah tenaga kesehatan mental yang diberikan kepada mereka dan program konseling menyeluruh yang ditawarkan kepada mereka. Bahkan markas besar mereka terletak di dekat kota besar.

Semua itu, juga dikerahkannya ke negara lain, barangkali bentuk pertimbangan dari pihak Federasi. Untuk menunjukkan dunia baru kepada 86 yang tak dapat melihat masa depan selepas Perang Legion …

“Apa yang menjadikan kita manusia? Dengan kata lain, buat apa kita hidup? Barangkali pertemuan ini akan menjadi kesempatan bagus buat mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.”

Beberapa waktu lalu, skuadron Spearhead menerima pesan terjadwal dari Lerche yang Beresonansi dengan unit pengintai Alkonost. Saat terhubung dengannya, orang mati, Resonansinya serba perasaan dingin yang tidak ada di diri manusia. Mungkin inilah alasan 86 merasa jijik oleh Sirin, karena Kurena dan rekan-rekan seregunya terdiam ketika Shin menjawabnya.

Sesudah bertukar sejumlah laporan dan pesan selanjutnya menyimpulkan laporan tersebut, Lerche tiba-tiba berkata:

“Kebetulan, boleh menanyakan sesuatu padamu?”

“…? Ya.”

Shin mengangguk, dan rasanya ibarat Lerche duduk lebih tegak di kursinya.

“Aku mendengar tindakan barbarisme Republik dan 86 sekalian diberi perlindungan di Federasi setelah Republik jatuh …. Jadi kenapa kalian kembali ke militer? Apakah Federasi meminta kalian mendaftar di militer sebagai ganti warga negara kalian?”

Kurena langsung menjawab jengkel.

“Kami tidak pernah bertarung atas paksaan seseorang.”

Suaranya kuat dan keras, seolah pertanyaan itu mengesalkannya.

“Bukan demi Federasi atuapun babi-babi putih. Kami memilih bertarung demi diri kami sendiri. Bila kami harus menghitung hari sampai dihukum gantung, kami lebih baik bertarung, menghadap kematian, dan terus berjuang hingga tibanya hari itu …. Jangan remehkan kami.”

“…”

Lerche kelihatannya kewalahan oleh kuatnya pernyataan Kurena.

“Mohon maaf sekali. Anggap saja kicauan burung tanpa arti di latar belakang dan maafkan saya …. Akan tetapi, kalau begitu …”

Barusan, sensor osilasi di kaki mereka membaca sesuatu. Jendela peringatan muncul, dan setelah jeda sebentar, mereka mendengar suara keras lempengan logam berbenturan. Suara turet 120 mm Löwe. Datangnya dari arah rute invasi Gunung Dragon Fang. Tepat di tempat pengintaian para Sirin.

“Mereka ketahuan. Ceroboh sekali …! Biarpun Anda sudah memberi mereka posisi awal musuh, Tuan Pencabut Nyawa …!”

Ratapan Legion yang bersembunyi di zona perang volumenya meningkat sekaligus. Keberadaan mereka—yang kelihatannya makin jelas ketika berkelompok—diwarnai hawa permusuhan terprogram, hampa, namun membara.

Dan salah satu teriakannya, teriakan tempur dari unit yang masih jauh dari sini, tertuju pada Shin. Seruan perang khas yang ditindaklanjuti kumpulan pola serangan. Namun jaraknya kejauhan, dan yang menunggu di balik cakrawala hanyalah wilayah Legion. Skorpion-kah?”

Tapi misalkan Skorpion, maka terlalu …

“…! Semua unit, menyebar dan berganti ke senjata sekunder kalian. Kolonel!”

Shin menyeru begitu yang dia rasakan bukanlah Skorpion.

“Kita memasuki pertempuran … aku memprediksi bala bantuan musuh. Peringatkan unit lapis baja juga!”

 

 

Tiga puluh kilometer dari lini depan, di wilayah Legion. Berdiri di ladang bersalju dalam hutan terbuka, unit Legion memasukkan beberapa peredam kejut di kakinya ke tanah lalu membidik. Mengunci seluruh persendiannya, ia menyematkan tubuhnya ke tanah dan memasang rel di punggungnya yang memanjang lurus. Ujung rel besar ini membentang sembilan puluh meter, diarahkan ke utara, menuju lini depan Kerajaan Bersatu.

Unit Ameise yang berdiam menunggu naik ke relnya. Alih-alih senapan mesin serba guna 7.62 mm, mereka punya senapan mesin 14 mm berfungsi untuk menyerang unit lapis baja ringan. Menempel di relnya, kaki-kaki Ameise itu melekat ke sebuah pesawat ulang-alik yang menyerupai starting block lomba lari, Legion besar itu berjongkok seakan-akan siap siaga. Petir ungu mengalir di rel, layaknya ular merayap.

Legion bantalan rel ini, seperti unit Skorpion dan Stachelschwein, tipe yang tidak muncul di lini depan. Namun tak seperti jenis artileri tersebut, Legion itu adalah unit pendukung khusus yang belum pernah ditemui umat manusia.

Dan kode pengembangan yang diberikan untuk tipe dukungan ini oleh Zelene Birkenbaum selagi masih dikembangkan laboratorium militer Kekaisaran adalah tipe Peluncur Elektromagnetik—Zentaur.

 

 

Lena tak percaya yang didengarnya.

“Pertempuran?! Maksudmu musuh terbang melewati pasukan pengintai di depanmu?!”

Biasanya, orang mungkin curiga itu adalah penyergapan, tapi dengan adanya Shin itu mustahil. Dia bisa mendengar Vika mendecakkan lidahnya di sisi lain Resonansi.

“Nouzen barangkali benar. Unit lapis baja lain tadi berpapasan dengan musuh …. Trik macam apa yang ingin mereka lancarkan di sini?”

Marcel, yang mendengarkan, tersentak.

“Mereka mungkin menggunakan semacam unit peluncur! Unit ringan seperti ranjau swagerak dan Ameise menghujani mereka!”

“Menghujani …?! Ah …!”

Menyadari situasinya, Lena mengatupkan gigi. Dia pernah melihat penyebutannya di catatan pertempuran Federasi. Sangat langka, tetapi ada catatan tentang unit Legion ringan mengudara dan spekulasi Legion tipe ketapel yang belum pernah dikonfirmasi—Zentaur.

Ketapel seringnya digunakan oleh kapal induk untuk memungkinkan pesawat tempur mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk lepas landas bila mana landasan pacu yang tersedia tidak mencukupi. Mereka menggunakan tekanan pneumatik atau listrik untuk meluncurkan pesawat yang terpasang ke luar kapal.

Metode brutal, tapi alat ini menghasilkan keluaran yang besarnya bukan kepalang, memungkinkan pesawat pembawa bom untuk mencapai kecepatan tiga ratus kilometer per jam. Menggunakannya tuk meluncurkan Ameise ringan atau ranjau swagerak yang bahkan lebih ringan lagi, adalah persoalan sederhana.

Wajah Marcel mengkerut pahit.

“Kami pernah disergap seperti ini sekali pas pelatihan pengintaian ketika aku masih di akademi perwira khusus, sama Kapten Nouzen dan Eugene … perwira seangkatan kami dulu. Korban jiwanya banyak. Biarpun hanya tipe ringan, mereka bisa berbahaya kalau mendadak mengepungmu.”

 

 

Meninggikan raungan tak terdengarnya ke telinga manusia, Zentaur secara simultan mengaktifkan ketapel elektromagnetik bak tombak di punggung mereka. Pesawat ulang-aliknya bergerak, meluncurkan Ameise yang beratnya lebih dari sepuluh ton, dan melempar kapsul berisi satu peleton ranjau swagerak di atas rel sepanjang sembilan puluh meter. Saat peluncurannya mencapai kecepatan maksimum di ujung rel, kuncinya dilepaskan, dan Legion berbobot ringan yang diluncurkan telah mengangkasa, menyalakan pendorong roket yang telah terpasang pada mereka, lalu naik makin tinggi lagi ke udara, menyisakan jejak api dan asap di belakang mereka.

Mereka sampai ketinggian yang dibutuhkan dalam sekejap mata lalu menggunakan pendorong yang menghasilkan pembakaran. Sebelum gravitasi sempat menarik jatuh mereka, mereka mengerahkan sepasang sayap transparan sekali pakai yang bisa dilipat. Gravitasi planet yang menguasai segalanya, mengekang mereka, tetapi sayap terbentang mereka menangkap angin selagi turun ke bawah dan berubah menjadi layang gantung.

Melayang melintasi langit kelewat dingin, Legion menuju koordinat masukan mereka, memulai penurunan cepat menuju bumi beku.

 

 

Melepaskan layang gantung mereka selagi mendekati tanah, Legion melebarkan kaki mereka dan mendarat. Ameise menyentuh tanah dengan enam kaki sedangkan ranjau swagerak menggunakan empat anggota tubuh mereka bagai binatang saat keluar dari kapsulnya yang retak-retak ketika dilepaskan.

Salju menyembur ke mana-mana, dan tanah bergemuruh sesaat mereka berpencar di celah-celah antar pepohonan. Ameise yang berfungsi mengintai, memutar sensor komposit mereka dan seketika …

“—tembak.”

Begitu Shin memberi perintah, Juggernaut tengah berbaring siap menyergap kemudian menembakkan senapan mesin yang dipasang di lengan penggenggam mereka. Ameise dan ranjau swagerak adalah tipe yang dimaksudkan untuk pertempuran antipersonnel dan lapis baja mereka ringan—jadi tipis—supaya memungkinkan mereka gampang dimuat ke ketapel. Rentetan tembakan senapan mesin berat yang sanggup merobek-robek mesin mobil otomatis hingga berkeping-keping, menjadikan mereka keju swiss bahkan sebelum alarm serangan musuh berbunyi.

Mengkonfirmasi ratapan hantu sudah habis, Shin mengalihkan perhatiannya ke titik prediksi pendaratan selanjutnya Legion. Tak seperti tipe pengebom semacam Skorpion yang mengukir kurva parabola, meluncur artinya memungkinkan Legion mengontrol lintasan mereka dan mengubah tempat pendaratan, membuat mereka lebih sulit diprediksi, tetapi hutan ini yang menjadi medan perangnya, situasinya lain. Pendaratan perlu sejumlah ruang terbuka, dan hutan konfier lebat ini, dengan pepohonannya yang berusia ratusan tahun, tidak punya terlalu banyak titik yang cukup besar untuk mengakomodasikannya. Lantas Shin yang dapat melacak lintasan udara mereka, bisa dengan mudah memprediksi tujuan mereka.

“Rito, arah 113. Michichi, tepat di depan pasukanmu …. Tembak mereka segera setelah mendarat.”

“Diiiiiiiterima.”

“Ya, pak!”

Suara rentetan tembakan senapan mesin berat bahkan menembus selubung tebal pepohonan hutan hingga menjangkau telinga mereka. Akan tetapi, jumlah mereka kebanyakan. Legion cenderung menggunakan strategi tak manusiawi menggunakan sebagian pasukan mereka sebagai pengalih sedangkan sebagiannya menyerbu maju. Dan tak lama kemudian, para Prosesor akan kehilangan pilihan.

Para-RAID terpicu, ibarat menjawab dilema ini, kemudian Vika bicara kepada Shin. Vika menyalahkan otoritasnya dengan perbuatan ini, tapi tak seorang pun menghiraukan. Lena juga tidak.

“Nouzen. Kami akan menyingkirkan ketapelnya. Fokus saja pada Legion yang mendarat.”

Samar-samar Shin bisa mendengar suara ledakan beruntun di latar suara Vika. Bunyi beberapa howitzer, mungkin pertahanan tetap pangkalan benteng. Berbagai suara—kemungkinan besarnya dari ketapel—tiba-tiba terdiam. Menyadari tembakan howitzer telah menghabisi mereka, Shin mengembalikan fokusnya ke musuh di sekitar …. Benar saja, militer Kerajaan Bersatu cukup terorganisir. Bukan tanpa alasan mereka menahan laju Legion di pegunungan ini.

“—diterima.”

“—tim penembak kepada Gadyuka. Penahanan selesai.”

“Tetap siaga. Beri tembakan perlindungan sesuai permintaan.”

“Sesuai kehendak Anda.”

Mengangguk pada laporan tim artileri, Vika mengalihkan perhatiannya ke pengawal kerajaannya.

“Lerche.”

“Baik, Tuanku.”

Dia langsung menanggapinya, menggunakan perangkat komunikasi khusus yang Republik dan Federasi sebut Para-RAID. Sirin yang maju di bawah komandonya beralih ke kendali Vika. Biasanya, para Handler Sirin bisa mengendalikan satu tim berjumlah empat Sirin hingga satu kompi berjumlah empat puluh Sirin. Akan tetapi, Vika, satu-satunya orang di militer Kerajaan Bersatu yang sanggup memimpin sebatalion penuh dua ratus orang sekaligus.

“Tunjukkan mereka.”

“Sesuai keinginan Anda, Tuanku,” jawab Lerche, duduk dalam kokpit Alkonost-nya.

Pengenal: Chaika. Cahaya monokrom kabuar dari layar optik terpantul di mata hijaunya yang tidak berkedip. Mata buatan itu yang sudah susah payah Vika buat supaya bisa dibedakan dari mata manusia. Struktur dan fungsinya, akan tetapi, tidak berbeda dari sensor optik Feldreß. Begitu pula telinga anggota badan yang menerima perintah tuannya …. Kendati indra perasa, penciuman, dan sakitnya tidak ada.

Ujung-ujungnya, kami hanyalah jarum jam yang ditempa dalam bentuk manusia. Kami bukan manusia.

“Sirin Unit 1, Lerche—bergerak!”

Legion yang menghindari intersepsi dan berhasil berkumpul kembali keluar dari hutan gelap selayaknya gelombang.

“—jepit mereka … biar tidak bisa menembak ke arah ini!’

Para Alkonost menerkam tajam mereka dari celah antara pepohonan, dan di waktu bersamaan, peringatan Lerche terdengar jelas melalui jaringan dan Resonansi Sensorik.

Terlepas dari itu, Shin memberanikan dirinya akan suara hantu-hantu yang dikeluarkan banyak Alkonost. Suara saat-saat terakhir orang gugur dalam perang yang pikirannya telah diambil ketika mereka dibius. Suara-suara hantu yang terus berharap dan memohon agar diizinkan pulang.

Sungguh-sungguh sulit dibedakan, pikir Shin sambil mengklik lidah sekali. Dia tidak dapat memilah mereka. Terutama dalam pertempuran jarak dekat, di mana teman dan musuh bercampur aduk. Alkonost dioptimalkan untuk bertarung di medan perang beku dan dikerahkan dengan kelincahan yang mengabaikan medan bersalju, mendekati lini depan Legion dari tiga arah.

Seperti halnya Barushka Matushka, Alkonost punya lima pasang kaki, kecuali kakinya panjang dan bersendi. Batang tubuh lokasi kokpitnya dipasang, kelewat tipis sampai-sampai ragu dari awal ada lapis bajanya atau tidak, membuatnya terlihat bak laba-laba pholcid5. Dia punya lapis baja putih yang membuatnya menyatu dengan bayangan salju, tapi sekalipun penampilannya mirip patung es, peluncur senjata laras pendek kaliber 105 mm yang dibawanya berbentrokan dengan kesan laba-labanya.

Menyisakan suara tajam nan khas cakar baja menusuk es di belakang mereka, para Alkonost berjalan melewati pepohonan dengan loncat-loncat kecil atau memanjat batang pohon tebal dan berlari ke puncaknya. Rangka mereka nampaknya lebih ringan daripada Juggernaut, berdasarkan konsep desain yang menekankan pertempuran mobilitas tinggi, mirip-mirip Reginleif.

Dari belakang dan atas puncak pohon, laba-laba beku turun layaknya hewan musim dingin kelaparan ke Legion yang sedang berbalik menghadap Alkonost.

Zentaur yang telah dibombardir sebelum sempat meluncurkan keseluruhan pasukan udara, sisanya hanyalah menyapu Ameise serta ranjau swagerak yang kapabilitas tempurnya relatif rendah. Dan sebab jumlahnya kurang, mereka bukan tandingan 86 berpengalaman.

Di sisi lain, pasukan lapis baja terpisah tengah berjuang melawan Löwe yang bergegas mendekat untuk memberi tembakan perlindungan ke Legion.

“Kapten Nouzen, pasukan terpisah berhasil menerobos. Ukurannya dua kompi, formasi standar tipe Grauwolf dan Löwe types. Berhati-hatilah.”

“Diterima, Kolonel. Kami akan mencegat mereka …. Kurena, lindungi aku. Raiden, kau tangani bagian sini.”

“Lerche, bawa dua peleton dan bergabunglah. Belajar dari mereka.” “sesuai kehendak Anda.”

Ikon unit campuran Juggernaut dan Alkonost mulai bergerak dalam layar utama Vanadis, dan pertempuran melawan dua kompi Legion dimulai. Diam menunggu di samping rute Legion dan sengaja membiarkan barisan depan musuh lewat agar bisa menyerang dari sisi samping mereka adalah salah satu taktik yang digunakan Shin.

Barushka Matushka kemungkinan besar menonton pertempurannya, sementara Vika mengatakan sesuatu dari Resonansinya:

“… aku terkejut. Unit serba guna, dan berawak lagi, bisa berdampak sebanyak ini.”

Suaranya jelas diwarnai kekaguman, membuat Lena tersenyum tanpa kata. Tim peneliti dan kru pemeliharaan bekerja dengan baik sudah melengkapi Reginleif untuk bertarung di medan bersalju, dan biarpun keterampilan 86 tidak berhubungan dengan Lena, masih membuatnya senang mendengar mereka dipuji.

“Pilot yang mampu menandingi Alkonost—sebuah drone—dalam pertempuran bergerak jarang ada di Kerajaan Bersatu. Dan ini dipersiapkan buru-buru dalam pertempuran di medan bersalju …. Bila waktu memungkinkan. Aku ingin meminta mereka mengajari para Sirin. Sebab mereka bisa diganti jika rusak, mereka cenderung ceroboh sebab kurangnya keterampilan.”

“Terima kasih banyak. Tapi aku kaget juga …. Empat puluh unit dikirim untuk pengintaian dan delapannya lagi untuk memata-matai. Aku tak percaya kau mengendalikan semuanya seorang diri …”

“Keputusan pribadi kecil dibuat oleh Sirin sendiri sampai ke tingkatan tertentu, biar aku harus mengurus musuh utama dan gerak maju mereka … aku semata-mata memberi instruksi sedikit lebih rinci dari yang kau perbuat ketika mengkomandoi mereka di Sektor 86.”

“Apa ada suatu kekurangan pada Reginleif, menurutmu?”

“Aku lebih setuju peralatan medan salju mereka disetel sedikit lebih baik. Ada beberapa hari sebelum serangan dimulai, jadi aku ingin meluangkan waktu untuk memodifikasinya …. Faktanya, mengapa 86 tidak menggunakan Alkonost? Aku pun tidak keberatan mendengar opini mereka tentang itu.”

Lena berkedip terhadap proposal tak terduga itu.

“Bisakah Alkonost dipilot manusia?”

“Pikirmu kenapa Sirin dibuat dalam bentuk manusia? Tanpa kompabilitas semacam itu, kami akan kesusahan dalam situasi kekurangan pilot atau drone. Jikalau seorang pilot harus kehilangan mesinnya selama pertempuran, Sirin terdekat bisa menyerahkan Alkonost mereka …. Bagaimanapun, menghabiskan kebanyakan waktu di medan perang bisa membebani tubuh.”

Kata-katanya tak pantas yang datang dari bibir ular tidak manusiawi ini, salah satu penguasa monarki despotisme terakhir di benua …. Kata-kata yang murni menghargai kehidupan manusia.

“Sedari awal medan perang bukanlah tempat manusia. Jika bisa, aku ingin meminta Sirin jadi pilot secara eksklusif, tapi perlu sejumlah tingkatan bakat untuk menjadi Handler …. Dan tentara punya pemikiran soal martabat dan perasaan jijik mereka sendiri. Meski itu wajar kalau mereka menimbang-nimbang mempercayakan nasib Kerajaan Bersatu kepada robot-robot menakutkan ini atau tidak.”

Dari hal itu sendiri, bukan berarti dia berduka atas kehilangan mereka …. Tapi entah bagaimana juga berbeda dari seorang pemilik ternak meratapi hewannya yang mati.

“… Vika. Boleh menanyakan satu hal?”

“Mm?”

“Mengenai Lerche. Kenapa dia … satu-satunya orang yang kelihatan persis manusia?”

Rambutnya emas, seperti manusia, tidak ada kristal kuasi ditanam di dahinya. Dan selain mengabdi sebagai pendamping, dia tak dimatikan atau disimpan saat sedang tidak bertugas sebagaimana Sirin lainnya. Malah, dia bebas berjalan-jalan di sekitar istana.

“… ya, itu …”

Pertama kalinya, Vika bicara dengan suara mengelak.

“… maaf, tapi bolehkah aku tidak menjawabnya …?”

Kondisi terkini adalah lapis baja mobilitas tinggi saling bertubrukan. Sewaktu mesin-mesin yang menghindar ditembak bagian depannya selagi berupaya menembak hancur musuhnya, tentu sulit membedakan mana teman mana musuh. Medan perang bersalju tidak stabil ini membuat Undertaker Shin yang dioptimalkan untuk pertempuran jarak dekat, berada dalam posisi tidak menguntungkan.

Karenanya, dia menghindari pertempuran jarak dekat dan beralih ke tugas pengintaian. Dia akan menjadi umpan, memancing unit yang mencoba mengepung rekan-rekannya. Gelombang pecahan peluru, tembakan senapan mesin, tembakan penembak runduk, dan pengeboman menghantam Löwe yang menerobos es lalu diinjak sampai hancur, menyudutkan dan menghancurkan tipe Grauwolf yang bergerak bebas di hutan.

Berdiri di sisi Juggernaut, para Alkonost berhadapan empat regu Legion, mengulang penerapan taktik mengisolasi kemudian menghancurkan unit individu. Bagaimanapun mereka mirip Reginleif dalam hal lapis baja ringannya, unit lincah, dan seperti Undertaker, mereka dirancang untuk pertempuran jarak dekat.

Menggunakan peluncur meriam 105 mm laras pendek yang memungkinkan mereka menembakkan hulu ledak antitank berdaya ledak tinggi serta misil antitank dari laras yang sama, mereka menghancurkan Legion dengan bombardir jarak dekat.

Akan tetapi …

“—mereka bertarung seolah tahu mereka akan dihancurkan.” bisik lirih Raiden.

Beberapa Alkonost yang kakinya diledakkan tembakan senapan mesin melekat ke Löwe, melepaskan berondongan tembakan ke dalamnya seakan burung hering menempel ke seekor hewan dan mencabik-cabiknya hidup-hidup. Sewaktu beberapa tipe Grauwolf buru-buru membantu, satu Alkonost menghalangi untuk memperlambat mereka. Satu Alkonost lain memegang erat Grauwolf yang mengikutinya sampai puncak pohon, dan mereka berdua menjatuhkan diri terjun bebas, lalu satu Alkonost lain menarik keluar ranjau swagerak, selanjutnya menyerbu Löwe terdekat sesudah para ranjau memeluk Alkonost-nya, meledakkan Löwe dan ranjau-ranjaunya bersamaan.

Beda dari 86 dan Vánagandr Federasi yang menghadapi Legion dengan bertempur dalam kelompok terkoordinasi. Gaya bertarung Sirin didasarkan memasang umpan terlebih dahulu dan mengulur waktu, berikutnya melancarkan serangan bunuh diri berupaya menghabisi banyak pasukan musuh. Dan terbukti dari kurangnya keraguan mereka tidak satu pun Sirin bimbang terhadap taktiknya. Ibarat menerima fakta mereka barang buangan …

“Mereka betul-betul harus sedikit lebih mempertimbangkan aplikasinya. Kalau mereka dihancurkan secepat ini, kita takkan punya cukup pasukan untuk bertahan dalam operasi ini. Tidak, bahkan ke tempat tujuan dalam kondisi begini mungkin sulit.”

“Iya …”

Shin mulai menjawab tetapi tiba-tiba terputus. Di depan sebelah kiri, di tepi jalan setapak yang menghilang dihalangi lengkungan pepohonan, kemampuannya menangkap satu bagian Legion melawan Alkonost yang telah menembus garis pertahanan mereka. Selagi memandang ke depan, dua Löwe muncul di jalan. Löwe punya kemampuan sensor lebih rendah. Mereka tak menyadari keberadaan Undertaker di balik pohon, tidak pula was-was pada serangan dari arah lain, selagi turet mereka berputar-putar setelah jeda sejenak. Namun waktu pandangan Löwe dan mereka sejajar, Undertaker sudah berada di depan mata.

Memanfaatkan pohon tumbang sebagai pijakan, dia maju dengan lompatan kecil tapi tajam, merobek sisi samping Löwe pertama yang ditemuinya. Kemudian menggunakan kaki si korban sebagai tumpu loncatan dan menghindari tembakan kedua, balas dendam dengan mendorong sebuah selongosng ke sisi atas turetnya. Kedua Löwe itu roboh nyaris di saat yang sama ketika Undertaker dikelilingi semburan asap dan salju.

Satu Alkonost yang cepat-cepat mengejar Löwe yang tampil di layar optiknya, berdiri tertegun dan menatap Shin. Tanda Pribadi yang terpampang di sana adalah tanda burung laut putih—Chaika. Unitnya Lerche.

“… luar biasa. Sungguh, inilah kecakapan Pencabut Nyawa Sektor 86 …. Tidak disangka seorang manusia mampu mengalahkan kelas Tank sendirian.”

“Apa ada Legion tersisa di sana?”

“Huh …? Tidak, sisa unit saya menyapu mereka. Kecerobohan kami merepotkan Anda.”

Seraya bicara, sensor optik biru samar Chaika dengan cemas beralih ke Löwe tumbang.

“Saya heran Anda baik-baik saja. Seorang manusia, menunggangi tunggangan sulit diatur itu—”

“Kami udah terbiasa,” jawab Shin jelas.

Pertempurannya sengit sekali sampai-sampai mesti mereka biasakan mau tidak mau, dan yang tidak bisa—yang tubuhnya tak mampu ikuti—mati, karena mereka tidak bisa bertarung.

Terbiasa, kata Anda … saya mengerti. Medan Perang Sektor 86 pastinya keras, memang …”

Chaika tidak punya fungsi bernapas, tapi dia bicara sambil mendesah.

Sensor optik Chaika sekali lagi beralih ke bangkai Legion.

“… Tuan Reaper. Jika …”

Suara pertanyaannya semanis burung penyanyi. Mendadak, hampir kasualnya.

“Jika Anda bisa membuang tubuh manusia Anda dan mendapatkan kekuatan tempur lebih besar, akankah Anda lakukan, Tuan Pencabut Nyawa? Demi terus hidup dan melanjutkan pertarungan.”

Sesaat, Shin tidak mengerti yang dia bicarakan. Dan begitu dia sadari, bulu kuduknya naik—kejadian langka kepada orang yang begitu apatis.

“Apa maksud—?”

“Sistem pendarahan Anda bisa ditingkatkan untuk efisiensi pemompaan lebih besar. Kaki Anda dapat dimodifikasi otot buatan yang akan meningkatkan daya serap akan goncangan agar tidak pingsan. Bila darah Anda dibuat sintetis, Anda akan mendapati peningkatan besar pada kemampuan produksi oksigen Anda. Sekarang ini, organ dalam Anda rentan terhadap benturan dan tidak cocok sama pertempuran mobilitas tinggi yang terbiasa kami lakukan …. Seluruh modifikasi ini tidaklah mustahil berkat teknologi Kerajaan Bersatu, meskipun banyak prosedurnya masih tahap percobaan. Kerapuhan otak adalah satu-satunya hal yang berada di luar jangkauan teknologi kami, namun kami Sirin bahkan telah melampaui persoalan itu. Berkenankah Anda mendapatkan kekuatan itu jika memungkinkan? Akankah Anda mengklaimnya, demi terus berjuang?”

“…”

Demi mengalahkan Legion … itu saran yang sahih. Legion mengungguli manusia karena mereka adalah mesin yang dibuat khusus untuk memerangi manusia. Manusia punya banyak fungsi tidak berguna atau bahkan tak menguntungkan dalam hal pertempuran, dan mereka takkan mampu menandingi Legion yang dioptimalkan semata-mata untuk pertempuran.

Lantas misalkan menusia membuang seluruh ketidaksempurnaan mereka …. Seandainya mereka melepaskan segala hal yang tak diperlukan dalam pertempuran dan menyingkirkan darah serta daging tak berfaedah lalu mementingkan mesin lebih efisien, tentunya meningkatkan peluang kemenangan mereka.

Dan walau begitu … bahkan bagi orang-orang yang tak punya apa-apa untuk dilindungi … tidak punya keuntungan apa-apa …. Bahkan 86 yang menganggap bertarung sampai akhir adalah satu-satunya sumber harga diri, tak mau mengorbankan darah dan daging di tubuh mereka demi tujuan tersebut.

Lerche tersenyum terhadap diamnya Shin. Senyumnya ada ejekan sedikit, tapi juga bercampur rona lega samar.

“—saya mengatakan hal tidak penting. Tolong lupakan saya menyebutkan ini.”

“Kau …”

Senyumnya kian menipis.

“Musuh mendekat, Tuan Pencabut Nyawa …. Tolong lupakan ini.”

Para Juggernaut dan Alkonost berkumpul kembali kemudian segera beralih untuk menghabisi pasukan lintas udara Legion. Tidak lama setelahnya, unit lapis baja Kerajaan Bersatu turut berperang dan mengeliminasi pasukan lapis baja Legion. Dan suatu waktu, di selang pertempuran berkecamuk di tengah es dan salju …

“—dasar burung pemangsa gila mati …”

Tidak ada orang di sana yang mendengarkan saat baik Prosesor dan pilot Kerajaan Bersatu mengucapkan kata-kata sama.

Setelah mendengar suara hantu menangis, selirih salju bertebaran, Shin secara insting berbalik ke arah sana. Yang dia temukan bukanlah Legion hancur, melainkan bangkai-bangkai Alkonost. Terlalu sulit membedakan mereka, pikir Shin sambil mendesau, melepaskan jarinya dari pelatuk. Karena Legion dan Sirin sama-sama berdasarkan gagasan menggunakan otak orang mati dalam perang, Shin tidak bisa membedakan mereka.

Tentu saja, perangkat IKL Juggernaut (Identifikasi Kawan atau Lawan) akan mengidentifikasikan Alkonost sebagai unit kawan, tapi tidak semudah itu sewaktu unitnya hancur parah. Menilai dari fakta dirinya dapat mendengar ratapan, Sirin di dalamnya masih belum mati. Apa Shin bisa mengeluarkannya?

Memastikan tidak ada Legion mendekati posisi mereka, Shin membuka kanopi Undertaker. Membuka kanopi Alkonost terbukti sulit, sebab tidak diatur bisa dibuka dari depan melainkan dari belakang. Andai seseorang memprioritaskan lapis baja depannya—dan nyawa pilot—maka itu mungkin saja wajar, tapi sesuatu mengenai desainnya jujur tidak cocok sama Shin.

Shin memasukkan kode darurat ke panel nomor, lalu kanopinya terlembar ke belakang, disertai suara udara terkompresi dilepaskan. Begitu dia mengintip ke kokpit sempit, Shin disambut senapan serbu—senapan serbu 7.92 mm keluaran standar Kerajaan Bersatu. Sirin yang membidik senapannya menurunkan larasnya merasa menyesal.

Dia tinggi bagi seorang gadis dan punya rambut merah dengan warna kelewat mencolok untuk dibilang alami. Namanya, misalkan Shin ingat benar-benar, adalah Ludmilla.

“Mohon maaf, Kapten Nouzen. Saya kira ranjau swagerak mungkin menyelinap.”

Benar. Karena kanopinya terletak di sepanjang lapis baja belakang, jika musuh bisa membuka kuncinya, mereka akan mengincar pilotnya dari belakang. Sudut tembakannya terbatas dikarenakan penempatan kursi, dan seseorang takkan bisa bereaksi terhadap Legion gesit tepat waktu.

“Aku paham kenapa kau berhati-hati, jadi jangan cemaskan …. Bisa bergerak?”

Ludmilla memandangi tangan terulur Shin dengan kaget kemudian nyengir.

“Kami Sirin seperti halnya roda penggerak mesin. Kami tidak perlu diselamatkan. Paduka memberi tahu Anda tentang ini, bukan?”

“Menurut pemahamanku situasinya terlampau parah sampai-sampai tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan Federasi …. Hal benarnya, pikirku negaramu tidak dalam posisi untuk bebas membuang dan mengganti sesuatu yang tidak rusak.”

Senyum tanpa kata Ludmilla makin dalam. Meraih tangan kurusnya, Shin mengeluarkannya dari Alkonost setengah hancur. Dia betulan berat, dan telapak tangannya dingin saat disentuh. Pengingat tidak langsung orang yang disentuhnya benar-benar tak hidup.

Ternyata, pendonornya adalah seorang anak laki-laki. Dia terus menangis tanpa kata, suaranya beda dari gadis di hadapan mata Shin. Ratapan yang terus memohon untuk diizinkan mati.

Bagaikan Legion dan Sirin tak terhitung jumlahnya … beserta hantu kakaknya yang kini telah tiada, juga beberapa rekannya yang masih terjebak dalam Legion.

“… atau mungkin …”

Pertanyaan itu dilepaskan dari bibirnya tanpa sadar. Pertanyaan yang tidak terpikirkan Shin.

“… sebenarnya, kau tidak ingin aku menyelamatkanmu?”

Mungkin Ludmilla ingin dibiarkan mati. Kembali ke kematian yang dicari-carinya. Setelah mata membelalaknya menatap Shin sebentar, Ludmilla menyeringai lebar.

“Tidak mungkin. Tubuh saya adalah pedang dan perisai Kerajaan Bersatu.”

Nada dan ekspresinya penuh rasa bangga. Itu kata-kata dan emosi yang Shin seorang 86 tanpa tanah air tidak bisa mengerti. Beberapa tentara Federasi mungkin takkan setuju pula. Bukan hanya menerima namun membanggakan fakta dirinya dilahirkan sebagai alat adalah konsep sulit dipahami.

Kebanggaan tidak manusiawi.

“Andaikan kami dihancurkan, kami akan membawa hancur musuh-musuh Kerajaan Bersatu bersama kami. Atas alasan itulah kami memilih bergentayangan di medan perang bahkan seusai kematian.”

… tapi, hantu dalam dirinya meneriakkan keinginan yang berbeda sepenuhnya.

“Sepertinya banyak yang sudah diurus. Mereka mestinya segera mundur,” kata Anju, melihat sekeliling medan perang seketika tanda-tanda musuh kian tidak kelihatan. Susunan pepohonan menghalangi pandangan mereka akan medan perang beku. Rupanya terdapat sungai pegunungan besar yang mengalir dari sisi lain hutan sebelah kiri mereka dan aliran air hingga daerah sana, diiringi deru air bergema di permukaan tebing.

Misi pengintaian bersenjata ini hanyalah tipuan yang bermaksud untuk mengecoh musuh. Bisa dibilang tujuan mereka sekarang telah selesai karena sudah mengontak musuh dan memasuki mode tempur, juga informasi Zentaur berada di luar sana adalah informasi berharga.

“Apa ada sisa-sisa musuh di sini, menurut pengintaian Kapten Nouzen?” Dustin bertanya, mempilot Sagitarius sekitar sepuluh meter jauhnya. Dia orang paling tidak mahir dalam skuadron sekaligus warga negara Republik, dan saat ini dia bekerja sama dengan Anju.

Terlepas dari itu, Anju mengangkat bahu. Kemampuan Shin bisa membagikan posisi Legion kepada orang-orang yang Beresonansi bersamanya, tetapi tidak berguna kecuali mereka berada di dekatnya. Posisi hantu yang mereka dengar lewat Para-RAID hanya relatif terhadap posisi Shin. Dan lagi …

“Rasanya hal ini harus didengar para pemula cepat atau lambat, tapi … kau semestinya jangan terlalu mengandalkan Shin. Betul memang, kemampuan Shin akuratnya menakutkan …. Tapi bukan berarti dia bisa selalu tepat waktu memperingatkan kita.”

Bila datang situasi kami kehilangan Shin …. Yah pokoknya, mereka takkan sanggup bertarung misal terlalu mengandalkan Shin. Anju bisa menyelesaikan kalimat itu di Sektor 86 dahulu, tapi di sini, kalimat itu tertahan di tenggorokannya. Dulu, sudah pasti mereka akan dimatikan dalam lima tahun wajib militer mereka. Dahulu tatkala nasib mereka sebelumnya sudah ditentukan, pilihan satu-satunya adalah menghadapinya secara langsung.

Namun sekarang segala halnya berbeda. Dia tidak perlu menyampaikan kata-kata itu lagi. Dia pun tidak mau. Dia tak ingin membayangkan kematian rekan pendiamnya—terutama disebabkan seberapa seringnya Shin tampaknya menentang itu—karena tutur yang diutarakan cenderung menjadi kenyataan. Itu sesuatu yang didengarnya dari Kaie, seorang rekan dari distrik pertama Sektor 86, yang jaringan sarafnya berasimilasi dan telah menjadi Domba Hitam.

 Dustin terdiam lanjut mengangguk merenungkan kata-kata yang barusan dikatakan Anju.

“… kau benar. Aku yakin Kapten juga kesulitan, karena kita sangat bergantung padanya.”

Mata Anju membesar kaget, kemudian tersenyum. Dustin adalah siswa luar biasa—sebenarnya, pembaca pidato perpisahan—yang diminta berpidato pada festival pendirian Republik. Dia seorang pembelajar cepat dan selalu berpikir sedikit lebih awal dari yang diajarkan. Tapi tetap saja, mengejutkan melihat Dustin, seorang warga negara Republik, merisaukan seorang 86 seperti Shin.

“Benar itu. Coba jangan terlalu membebaninya …. Hmm …”

Tadi, ada sesuatu menyenggol kewaspadaannya yang diputus percakapan. Ada sesuatu di ujung pandangannya, seberang pohon. Sesuatu di bawah tebing …. Apa hewan dari hutan mungkin …?

“Aku yang periksa.”

“Oke …. Berhati-hatilah.”

Sagittarius melangkah maju mengejarnya. Was-was terhadap tembakan apa pun yang barangkali mendatanginya, dia hati-hati mengintip ke depan.

“Apa …?”

“Letnan Dua? Laporkan secara akurat—”

“Bukan Legion. Tidak ada Legion di sekitar sini. Tapi …”

Umpan sensor optik Sagittarius ditransfer kepada Anju lewat tautan data. Rekamannya diperbesar otomatis, karena sorot mata Dustin mengarah ke sana. Sisi tebing dengan perbedaan ketinggian menakutkan. Ada sungai bergelombang di bawahnya, dan permukaan batu menonjol, bergerigi sebab terkikis gletser selama bertahun-tahun, menjulang dari kedua sisinya.

Dan yang berserakan di dekat permukaan tebing adalah … “Selongsong …?”

Selongsong tank 120 mm dan 155 mm. Hanya bagian bawah melingkar selongsongnya yang mencuat, diatur dalam barisan rapi, terkubur dalam tanah. Dikarenakan mereka masih punya bubuk mesiu, selongsongnya tidak ditembak di sini karena bagian uji tembak. Seseorang—kemungkinan Legion—menguburkannya di sini demi tujuan tertentu. Tapi begitu menyadari ada bahan semacam tali yang menempel di melekat sekringnya, bulu kuduk Anju berdiri tegak. Ini …

“Letnan Dua Jaeger! Merunduk! Kolonel, Shin, awas!”

Anju menyambungkan kembali Para-RAID dan terlambat berteriak. Sesuatu bergerak pada bidang penglihatan Sagittarius. Ranjau swagerak yang merangkak melalui celah di permukaan batu tidak rata mengenali keberadaan Juggernaut, meraih talinya—sumbu barisan bubuk mesiu—dan di dekap erat-erat ke dadanya, berisikan bahan peledak tinggi.

“Ada perangkap di jalur mundur kita—”

Ranjau swagerak meledakkan diri, melepaskan gelombang kejut dan kilat membutakan. Apinya menjalar di sepanjang kawat lalu ke sekring selongsong, menyulutnya dan meledakkannya satu per satu. Tanah tempat mereka berdiri—tanah beku di hutan konifer—runtuh dalam hitungan detik.

Nampaknya air menyapu mereka cukup jauh.

Mereka entah bagaimana berhasil merangkak ke pesisir yang penuh pohon tumbang dan sedimen. Ketika mereka membuka kanopi, Juggernaut mereka kini setengah kebanjiran. Anju melihat Juggernaut-nya kemudian mendesah.

“… kau terluka, Letnan Dua?” “aku baik-baik saja, yang terpenting.”

Untung saja mereka mempilot Reginleif. Peti mati alumunium Republik tidak terlalu memerhatikan keselamatan pilotnya dengan adanya celah antara kanopi serta rangka, ibaratnya menghina gagasan anti air. Kalau saja mereka mempilot Juggernaut Republik, mereka akan tenggelam atau mati beku sekarang.

Tapi tetap saja, mereka tak sepenuhnya kering sewaktu merangkak keluar dari air. Matahari telah menyingsing selagi mereka tidak sadarkan diri, dan walaupun hujan salju telah berhenti, udaranya makin-makin dingin. Anju berdiri di tengah hembusan udara dingin, melihat sekeliling sambil menggerai rambutnya yang dingin sekali sampai-sampai serasa membeku. Mereka harus mencari suatu tempat, di manapun, untuk berlindung dari angin.

Seusai menemukan pondok kayu kecil terletak di tepi sungai dasar jurang curam yang dikelilingi tebing, mereka memutuskan berlindung di sana. Barangkali pondok berburu atau semacamnya. Tempat yang disiapkan untuk menghabiskan beberapa hari berburu melalui pegunungan musim dingin, tampaknya.

Bagian dalamnya adalah satu kamar lusuh tapi untunglah lengkap, dengan perapian di ujungnya. Mereka beruntung.

“Jadi kita tunggu di sini sampai bantuan datang?”

“Kita tak punya banyak pilihan. Juggernaut kehabisan energi, dan kita tidak bisa menggunakan Para-RAID sekarang.”

Suhu menurun hingga ke bawah nol, dan Perangkat RAID terbuat dari logam. Menyentuhnya sembarangan bisa menyebabkan radang dingin7.

“Kita bisa menahan angin dan salju di sini. Kurasa kita takkan mati kedinginan …. Tapinya …”

Pikiran itu membuatnya mendesau. Kokpit mereka punya senapan serbu lipat, dan mereka bawa bersama pistol di sarungnya.

“… kesampingkan ranjau swagerak, misalkan Legion macam apa pun muncul, kita mungkin dalam masalah.”

“Mereka terdampar.”

“Sepertinya.”

Gunungnya bersalju, biarpun musim panas, dan mereka segelintir orang terisolasi. Bukan cuma Shin tapi bahkan Vika yang biasanya tetap tenang dalam situasi apa pun sampai dirasa sombong, ekspresi wajahnya buruk.

Mereka berada di ruang pertemuan Pangkalan Benteng Revich. Mereka tahu Anju dan Dustin terperangkap dalam longsoran, tapi mereka harus mundur untuk pengisian ulang dan khawatir akan serangan balasan wilayah Legion. Pertemuan darurat ini diadakan segera setelah mereka kembali ke pangkalan.

Raiden, Theo, dan Kurena masih mengenakan baju penerbang lapis baja dan bersiap berangkat mencari mereka setelah unit mereka diberikan bahan bakar dan persediaan minimal. Ekspresi gelisah Lena dan tatapan tajam mata Vika adalah karena mengetahui cakupan area tersebut dari medannya. Mereka tidak dapat menangkap sinyal Juggernaut dari kedalaman jurang tempat tejrun jatuh mereka, dan Para-RAID tak mau terhubung. Tidak ada cara lain memastikan kelangsungan hidup mereka sekarang ini.

Seketika itulah Frederica bangkit, mencibir dengan ekspresi geram.

“Kuyakin kalian kelihatannya melupakan sesuatu yang penting. Pada saat-saat seperti inilah aku menunjukkan kelayakan sejatiku.”

“Kemampuanmu membuatmu bisa melihat posisi mereka!” ujar Lena saat dia menyadarinya.

“Memang. Serahkan kepadaku, Milizé. Aku akan mencari posisi Anju dan Dustin sebentar.”

Membusungkan dada kurusnya sebusung mungkin, Frederica membuka matanya.

Akan tetapi.

“Di sana, aku menemukan mereka! Ini …”

Dia terdiam lama sekali.

“… ini di mana?!”

Lena yang menunggu dengan napas tertahan hingga Frederica menyelesaikan pernyataannya, nyaris jatuh putus asa. Shin bertanya seraya menghembuskan napas, ibaratnya tahu ini akan terjadi, “Frederica, sekarang beri tahu saja kami kau lihat apa di sekitar mereka.”

“Hmm …”

Frederica tampak melihat sekitarnya sungguh-sungguh. Kepala mungilnya menoleh ke sana kemari dengan mata merah tuanya bersinar samar.

“… aku melihat salju! Dan gunung juga!”

Yah, jelas. Lagian ini gunung bersalju.

“Bisa lihat apa pun yang mencolok, yang bisa jadi tengara?”

“Hmm, uh, mereka berada di semacam gubuk tua …. Ada pohon besar di kanannya!’

Yah, jelas. Pasti itu juga ada di sana.

Gubuk tersebut barangkali semacam pondok berburu, tapi ada lebih dari satu di area itu; bukan petunjuk besar.

“Bisa lihat bintang?”

“Bisa, tapi, hmm, tidak terlalu membantuku mengetahui posisi mereka …”

Sudah diduga.

“Kurasa kau tidak bisa benar-benar mengenal Bintang Utara …. Menurutmu bisa kau temukan kalau aku jelaskan caranya?”

“Itu … hmm …. Bintangnya kebanyakan, aku tidak tahu masing-masingnya apa …”

Jadi kau sebenarnya ga guna.

Sekalipun pantaslah dia tidak tahu, pikir Shin—yang punya pengalaman bertarung di pegunungan, salju, dan dalam penyergapan, apalagi bahkan terpisah dari kelompok terus terdampar di masa lalu. Mencari tahu di mana posisimu hampir mustahil di gunung bersalju.

Di tengah percakapan, Vika jatuh dari meja dan kejang-kejang lama. Rupanya dia tertawa terbahak-bahak sampai-sampai tidak bisa bicara.

“Diterima. Kurasa kita harus mencarinya sendiri, cara kuno.”

“Maafkan aku …” Frederica menurunkan bahunya sedih.

Shin menepuk kepalanya dengan gerakan yang sama sekali tak disadarinya.

“Kau memberi tahu kami mereka berdua baik-baik saja dan kau bisa melihat bintang … dengan kata lain, posisi mereka di luar. Kalau ada badai salju di sekitar mereka, kita takkan pernah menemukan mereka.”

“… iya.”

Akhirnya pulih dari tawanya, Vika berdiri, matanya berlinang air mata.

“Terlepas dari itu, malam hari saat cuaca cerah sebetulnya lebih dingin. Mereka akan kedapatan masalah jika kita tidak cepat-cepat …. Kami pun akan mengirim orang dari pihak kami. Kita harus menemukan mereka secepat mungkin.”

Mereka membawa peralatan bertahan hidup dari kokpit ke dalam pondok, menggunakan korek api tahan air dan bahan bakar padat di dalamnya untuk menyalakan perapian, alhasil mereka cuma bisa menunggu. Sesudah melepaskan bagian atas pakaian penerbang basahnya dan menutupi dirinya menggunakan selimut dari peralatan bertahan hidup, Anju menatap api yang masih kecil.

Tersesat dan terdampar di medan perang adalah kejadian umum di Sektor 86, dan walaupun terburu-buru mencari tempat berlindung, Anju tak panik-panik amat atau cemas. Hanya saja …

Anju meringis. Kala itu … dia senantiasa berada di sisinya, sebagaimana sejak skuadron pertama dirinya ditunjuk. Kini dia tidak di sini. Tidak di mana-mana.

“… Letnan Dua Emma?”

“Bukan apa-apa …. Oh, kau boleh panggil aku Anju. Kita seumuran, kan?”

Dustin juga sudah melepas atasannya dan menutupi dirinya sama selimut. Mata keperakannya memantulkan nyala api berderak-derak. Mata perak seorang Alba. Andaikata matanya berwarna demikian … dirinya dan ibunya takkan dikirim ke kamp konsentrasi. Pikiran tersebut sering terlintas di benaknya ketika melihat Dustin atau Lena.

Dia tidak ingin hidup dalam dinding sebagai babi putih, dan rekan-rekan yang ditemuinya di Sektor 86 tidaklah tergantikan baginya. Namun, dia tidak pernah bisa bilang diusir ke kamp konsentrasi dan ke dalam Sektor 86 … adalah hal baik.

Ibunya nyaris seluruhnya mirip adularia, dan dia berusaha sekuat tenaga melindungi putrinya yang juga hampir tidak bisa dibedakan dari Adularia. Tapi dia akhirnya meninggal, dilanda penyakit hingga makin tidak mirip seorang wanita dan lebih seperti kain compang-camping.

Dan kata-kata yang diucapkan ayahnya. Kata-kata yang belum hilang sampai hari ini.

“Boleh bertanya?”

Pertanyaan itu tanpa sadar keluar dari bibirnya.

“Kenapa kau jadi sukarelawan untuk unit ini?”

Dia memalingkan mata perak penasarannya ke Anju.

“Sudah aku beritahu alasanku. Republik perlu menghapus dosa-dosannya.”

“Menurutku bukan itu alasan satu-satunya.”

Dustin seratus persen punya alasan untuk tidak bertarung.

“…”  

Dia terdiam selagi menatap api. Dan tepat Anju hendak melupakan pertanyaan itu, dia mulai bicara.

“Aku ini seorang Alba, tapi aku dilahirkan di Kekaisaran.”

Mata Anju melebar kaget. Dustin terus menatap api, tidak berpaling untuk melihatnya.

“Aku pindah sama orang tuaku ke Republik ketika masih terlalu kecil untuk mengingatnya, dan kemudian kami jadi warga negara, jadi rasanya aku tidak pernah menjadi bagian Kekaisaran. Namun awalnya, aku ini orang Kekaisaran.”

“Tempat tinggalku adalah kota baru para imigran generasi pertama. Di sekolah SD-ku juga aku seorang yang Alba. Lalu … peperangan melawan Legion dimulai, dan semua orang selain aku dan keluargaku dipindahkan ke kamp konsentrasi.”

Dustin mengingatnya seraya bicara. Dia rasa semua hal di luar lagi ribut, tapi ibunya yang melihat apa yang terjadi malam itu, bilang dirinya tidak boleh melihat keluar apa pun yang terjadi keesokan paginya. Dan esoknya, saat dia pergi ke sekolah seperti biasa … dialah satu-satunya siswa.

“Itu tidak masuk akal. Sama sekali tak masuk akal. Lihat saja Kapten Nouzen—orang tuanya dari Kekaisaran, tapi dia dilahirkan di Republik. Dia keturunan orang Kekaisaran sepertiku, tapi tidak sama denganku, dia lahir di Republik … tapi mereka mengirimnya ke kamp konsentrasi dan bukan aku. Sepantasnya sebaliknya. Semua alasannya adalah mereka mengirim orang-orang dari Kekaisaran, tapi itu hanya dalih tidak benar. Dan berlaku sama kepada semua orang di sekolah. Tidak masuk akal aku seorang yang tinggal, aku satu-satunya yang bisa berlindung dalam dinding.”

Semuanya karena Dustin dan keluarganya adalah Alba.

“Jadi bagiku ini bukan masalah orang lain. Aku selalu berpikir mereka harus dihentikan …. Tapi sudah terlambat, dan ujung-ujungnya aku tidak bisa berbuat apa-apa.”

Sampai kapan ini akan berlanjut?!

TL N: Ada di Epilog I volume 1

Hari itu Dustin meneriakkannya, selama pidato perpisahan di perayaan pendirian Republik. Di malam festival yang tak seorang pun bereaksi pada kata-katanya. Hari Legion menyerang dan Republik telah binasa.

“… begitu.”

Mengubur wajahnya ke lutut, Anju tidak bilang apa-apa lagi. Dan Dustin merasa hanya ini saja yang bisa dikatakannya.

Keheningan sekali lagi jatuh ke pondok berburu kecil yang duduk di sudut medan perang—keheningan yang sedikit lebih canggung dari sebelumnya. Di waktu yang sama, karena perapian butuh waktu lama untuk menyala dengan benar, udara di pondok masih dingin. Mendengar suara bersin kecil dari sampingnya, Dustin berpaling dan mendapati rekannya menggosok pundaknya. Dustin melepas selimutnya dan diserahkan kepadanya.

“Ini.”

Saat Anju berkedip heran, dia berikan kepadanya.

“Pakai dua. Lebih baik begitu … seorang wanita tidak sepatutnya membiarkan tubuhnya dingin.”

“… terima kasih.”

Tapi dia berhenti sebentar karena rambut panjang perak kebiruannya masih basah dan akan melembabkan selimutnya misalkan dia kenakan begitu saja. Dia ikat rambut di belakang kepalanya dan membelitnya erat-erat, biar tidak teurai ke bawah. Saat mengangkat kedua tangannya, selimut serta kerah kaus dalamnya menurun sedikit.

Dustin buru-buru buang muka saat putih kulitnya menyilaukan bahkan di keremangan malam, memasuki bidang penglihatannya, namun napasnya tertahan kala melihat sekilas bekas luka di punggungnuya.

Putri pelacur, bacaannya.

Pertanyaan itu lepas dari lidahnya sebelum sempat dihentikan.

“Kau tidak ingin menghapusnya?”

Republik punya perawatan cukup canggih untuk menghilangkan bekas luka, begitu pula Federasi. Mungkin tidak bisa sepenuhnya dihapus, tapi setidaknya bisa membuatnya tak terlalu mencolok.

Menelusuri tatapan Dustin, Anju tersenyum sedikit. Senyuman yang sedikit tidak mengenakkan.

“Oh, maaf—pastinya terlihat mengerikan.” “ah, bukan, bukan itu …”

Dustin mencari cara lebih halus untuk membahas subjeknya. Dia membuka mulutnya sambil berpikir namun tidak dapat menemukan apa pun, dan akhirnya cuma mengutarakan isi pikirannya.

“Kelihatan menyakitkan.”

Ekspresi Anju mendadak berubah; dia terlihat lengah.

Source

“Maksudku, bukan berarti bekas luka punya nilai sentimental. Jadi … kau tidak harus memaksakan diri menanggungnya.”

Anju berkedip beberapa kali pada kata-kata tak terduganya dan kemudian tersenyum perlahan.

“… kau benar.”

Beda dari bekas luka di leher Shin yang dikenakan kakaknya, lukanya penting dan cukup berharga sampai-sampai akan dia bawa meski sudah membunuhnya, biarpun dia sembunyikan sehingga tidak satu orang pun menyentuh tanda dosa itu …

“Benar. Mungkin waktunya aku hapus. Aku mau memakai gaung dengan punggung terbuka.”

Tapi dia tidak mau memotong rambutnya.

“Dan aku juga pengen coba memakai bikini.”

“Bikini …”

Eskpresi Dustin menegang, seolah-olah baru menelan sesuatu yang padat.

“Apa ada, anu … seseorang yang ingin kau tunjukkan dirimu memakai bikini? Atau …”

Mendengar pertanyaan malu-malu itu membuat suasana hati Anju jadi nakal.

“Kenapa bertanya …? Apa nih, Dustin, kau menyukaiku?”

“It—”

Dustin menahan lidahnya sesaat dan lalu mengutarakan kata-katanya, setengah putus asa.

“I-iya, benar! Masalah?!”

Anju mengatakannya cuma untuk mengusiknya saja, tapi matanya melebar kaget oleh konfirmasi tak terduganya.

“Huh …?”

“Maksudku, tentu saja. Kau cantik, dan … dan kau selalu menjagaku padahal aku ini Alba. Akan aneh kalau aku tidak mulai menyukaimu.

Anju makin merona seiring kata dikeluarkan dari bibir Dustin. Dia berbalik, tidak kuasa menatapnya langsung, tapi Dustin melanjutkan pernyataan cinta beraninya.

Katakan saja seluruhnya. Gunakan kesempatan ini dan ungkapkan semuanya padanya, sial!

“Sejak pertama kali aku melihatmu, aku mengagumi warna matamu, jadi misalkan kau mau mengenakan gaun, kupikir harusnya gaun yang cocok dengan warna matamu.”

Dengan wajah merah padamnya, kepala Anju menunduk tidak tenang. “Um … aku, uh, aku senang mendengarnya …?”

Entah kenapa, tanggapannya keluar sebagai pertanyaan yang memperlihatkan betapa anehnya dia. Anju membenamkan wajahnya ke lutut untuk menyembunyikan pipi memerahnya.

“Tapi … aku tidak bisa … tidak bisa jatuh cinta lagi.”

Sesuatu dalam suaranya terdengar seakan-akan menegur dirinya sendiri.

Dustin kelihatan gentar, seakan-akan baru disiram air dingin.

“… kenapa?”

“Aku pernah sekali mencintai seseorang.”

Uuh …”

Cinta. Bentuk katanya lampau8. Dan Anju seorang 86, artinya …

“Dia orangnya manis. Aku cinta dia, sampai momen terakhir …. Dan tidak peduli aku jatuh cinta pada siapa, aku tahu takkan pernah melupakannya. Aku terus membandingkan orang lain dengannya. Dan itu salah, jadi aku tidak bisa lagi jatuh cinta pada siapa pun.”

Dustin memalingkan pandangannya ke perapian yang menyala lagi.

“Aku … aku pikir itu salah.”

Sejatinya, itu salah.

“Tentu saja kau tidak bisa. Melupakannya. Apalagi dia orang yang baik. Dan jika tidak bisa kau lupakan, wajar saja kau terus membandingkannya dengan orang lain. Tapi menurutku tak bisa bersama siapa pun hanya karena tidak mampu melupakannya …. Karena kau akan terus membandingkan semua orang yang kau cintai dengannya …. Itu tidak benar. Karena kalau kau melakukannya, kau takkan … kau takkan pernah bahagia.”

Merasakan mata biru langit Anju tertuju pada Dustin di sudut pandangannya, Dustin melanjutkan, sengaja menatap api. Kalau Anju tidak dapat membalas perasaannya, maka biarlah. Namun mengikat dirinya hingga tidak pernah mencintai seseorang lagi—tak pernah mengenal kegembiraan lagi—itu sangat mengerikan.

“Jadi … walaupun kau tidak bisa melupakannya … meskipun kau mengingatnya … sepandanganku kau boleh mencari hal baru untuk dicintai …. Paling tidak, aku tak mengharapkanmu melupakannya …”

Dustin kembali menatap mata biru Anju, warna titik tertinggi surga.

“… aku datang menjemput kalian,” kata Shin. “tapi kayaknya aku menginterupsi sesuatu.”

Dustin dan Anju saling menghindar satu sama lain. Si pria membenturkan kepalanya keras-keras ke rak yang menempel di dinding, dan si wanita melingkarkan selimut yang dia tarik mendekat sambil beralih menatap Shin.

“S-Shin?!”

Shin berdiri di pintu masuk pondok, menatap mereka dengan tatapan sangat dingin yang belum pernah dilihat Anju selama bertahun-tahun. Dia senantiasa punya kebiasaan jalan tanpa suara. Bagian kecil pikiran Anju yang tidak berputar-putar panik mencatatnya. Ternyata, bakatnya meluas ke suara lain yang dibuatnya juga. Seperti membuka pintu.

“Kalian berdua kelihatan baik-baik saja. Maaf merusak suasana.”

“S-sudah berapa lama kau di sana?!”

Shin berhenti sesaat untuk berpikir sebelum menjawab.

“Bikini.”

“Jadi kau di sini hampir sepanjang waktu! Tidaaaaaaaakk!”

Anju menjerit, memeluk kepala putus asa. Membiarkan Anju menderita, Shin berbalik ke pintu, melihat ke atas secara diagonal. Juggernaut-nya sedang duduk di puncak tebing, dan tampaknya Shin menggunakan kawat untuk turun.

“Fido, sepertinya mereka tidak butuh bantuan kita. Gulung itu.”

Pi …?!”

“Ah, bentar, bentar, bentar, Shin! Jangan pergi! Bantu kami!”

Bunyi bip panik Fido terdengar sekitar waktu yang sama saat Anju memohon-mohon Shin tinggal dengan sangat. Mereka masih dalam zona perang penuh Legion, dan siapa pun akan sedikit sebal mendapati teman yang mereka cari-cari di malam dingin nan gelap malam menikmati romansa tanpa beban.

Syukurnya, Shin cuma bercanda, dan seusia dia beri isyarat pada Scavenger dengan tangannya, Fido menjatuhkan sebuah benda yang Shin lempar ke Anju: seragam militer yang disegel dalam kemasan vinil tahan air. Semua orang barangkali risau mereka berdua akan kedinginan dan kebasahan.

“Makasih …. Maaf.”

“Tak apa.”

Berikutnya Fido menjatuhkan seragam yang sudah dikemas sebelumnya, tetapi ketika Dustin hendak mengelurkan tangan untuk mengambilnya dari Shin, dia malah didorong mundur dan wajahnya dihantam. Buntelan pakaian melintasi jarak antara Shin dan Dustin meski lintasannya di udara tidak pas lalu menghantam wajahnya dengan lemparan pakaian kekuatan penuh tanpa ampun.

Hanya mengangkat dadanya, Dustin mengerang.

“Hei, ada apa?!”

“Itu buat Daiya. Kalau kau sampai membuatnya menangis, aku jadikan kau makanan Legion menggantikan Daiya.”

Tanggapan itu dibuat Shin senetral mungkin, membuat Dustin menelan kata-kata protes yang mungkin dimilikinya. Dustin pertama kali mendengar nama itu. namun menilai situasinya, dia jelas tahu siapa yang dimaksud Shin.

“—baiklah.”

Anju, di sisi lain, merona lagi dari percakapan mereka.

“T-tunggu, Shin …. A-aku tidak melupakan Daiya atau semacamnya, dan bukannya aku, um, jatuh cinta sama Dustin, jadi, um …”

Shin bisa jadi tidak mengenalnya selama Daiya, tapi shin menghabiskan banyak waktu bersama Anju. Dia sudah seperti keluarga bagi Shin. Dan selagi wanita itu tak terlalu menghiraukan apa yang ada dipikiran Shin mengenai situasi ini … Anju tak ingin dia mengira dirinya itu gampangan atau plin-plan.

Selagi Anju panik tidak bisa diam, Shin mengangkat bahu dan balik badan.

“Entahlah soal Dustin, dan ini bukan sesuatu yang dibicarakan saat dia di sini mendengarnya …. Tapi sudah dua tahun sepeninggal Daiya. Kurasa dia tidak mau kau tetap dirantai seperti ini.”

Kata-kata itu membuat Anju tersenyum penuh air mata. Shin selalu optimistis, lembut … sangat baik.

 “… kau benar. Dia mungin tidak menginginkannya, tapi … tapi … aku tidak bisa. Belum.”

Saat dia membisikkan kata-kata terakhir itu untuk dirinya sendiri dan air mata mengalir di pipinya, Shin yang sudah memunggunginya, serta Dustin, memberikan Anju waktu sendirian sebisa mereka.

Sepanjang kejadian, Shin tetap menyalakan jaringannya terus, lantas semua orang yang berada di luar dalam pencarian mendengar percakapan mereka berdua dimulai dari bagian bikini. Sepulang mereka ke pangkalan, Dustin jadi sasaran sesuatu yang rasanya seakan gangguan tanpa akhir oleh Raiden, Theo, Kurena, juga Shiden.

“… Snow Witch dan Sagittarius juga baru saja pulih. Mereka akan diperbaiki dan dirawat sekembalinya ke pangkalan,” tutur Vika, memberi laporan yang kemungkinan barusan dia terima lewat Para-RAID serta tim pemulihan.

“Dampak pemeliharaan yang diperlukan Reginleif yang dikirim mencari keduanya, operasi Gunung Dragon Fang tiga hari dari sekarang mungkin akan tertunda dua sampai tiga jam.”

Lena menghembus napas lega.

“… baguslah. Tapi aku minta maaf …”

“Jangan biarkan itu mengganggumu. Operasinya direncanakan selama tiga hari dari sekarang. Dua sampai tiga jam masihlah batas kesalahan yang bisa kami terima …. Kini setelah mereka kembali, kita tahu perangkap tanah longsor. Kami mengirim Sirin untuk menyelidikinya, dan rupanya Legion telah menyiapkannya di setiap rute memungkinkan dalam zona perang. Dua perangkapnya berada di sepanjang rute Divisi Penyerang selama operasi.”

Ekspresi Lena mengeras. Andaikata mereka tak mengetahuinya, bisa saja jalan mundur seluruh unit terputus. Tidak seperti ranjau biasa, perangkap ini tak merespon ke panas, suara, atau deteksi osiliasi. Sukar menemukannya tanpa memicunya. Bom-bom itu susah dideteksi karena disembunyikan di bawah batuan beku tebal, tujuannya bukan hanya menghancurkan Feldreß itu sendiri melainkan medannya. Satu-satunya kekurangan perangkapnya adalah memerlukan ranjau swagerak untuk memicunya—dan Zentaur cukup mudah menyebarkannya tanpa disadari siapa pun.

“Menggali seluruh medan akan sulit mengingat jumlah waktu yang kita miliki, jadi sementara waktu ini, para Sirin sedang melepas tali dan sekring lalu menutup seluruh perangkapnya dengan resin tahan api. Hanya tindakan sementara, tetapi semestinya cukup selama durasi operasi.”

“… bukannya menurumu aneh?”

Mata violet Vika bersinar mendengar ucapan was-was Lena.

“Benar.”

“Ini zona perang tempat pasukan Kerajaan Bersatu dan Legion bentrokan. Memasang perangkap di sepanjang rute yang kemungkinan dilewati Feldreß itu memungkinkan. Tapi selama pertempuran hari ini, perangkapnya tak terpicu hingga Letnan Dua Emma menyadarinya. Berarti …”

Mereka tak menggunakan perangkap tersebut untuk gangguan sewaktu para Barushka Matushka dan Juggernaut keluar-masuk lewat rute tersebut …. Ini bukan perangkap yang dipasang untuk mempertahankan daerahnya.

Ibarat …

“… ibaratnya dimaksudkan memancing pasukan kita jauh ke dalam wilayah terus memerangkap mereka di lini belakang musuh.”

“Dan dinginnya cuaca menggunakan Eintagsfliege boleh jadi bagian dari rencananya.”

“… itu mungkin. Mereka yang mencekik kita pelan-pelan seperti ini, militer Kerajaan Bersatu tak punya pilihan selain melangsungkan serangan balasan cepat atau lambat. Dan kita mengirim pasukan elit untuk melaksanakannya juga. Kini Legion punya cukup kepala untuk unit standar mereka, mereka akan mencari mangsa yang lebih baik.”

Vika berikutnya terdiam sepintas hingga menggeleng kepala pelan.

“—kita perlu membuat beberapa persiapan. Aku ‘kan memperkuat sisa pasukan cadangan kita, untuk jaga-jaga skenario terburuk melanda. Dengan begitu akan ada orang yang bisa dikirim untuk menyelamatkan tentara yang terjebak di medan perang.”

 

 

Shin seharusnya sudah terbiasa sekarang, tapi entah kenapa dia harus mengumpulkan banyak keberanian dari biasanya. Baik menghubungkan Para-RAID hingga menuturkan satu kalimat ini.

“Lena, bisa keluar bersamaku sebentar?”

Entah bagaimana, dia bungkam kecemasan memalukan dari suaranya dan membuat-buat nada biasa, tapi Shin tak sadar telah melakukannya begitu saja, apalagi alasannya.

Menara observasi Pangkalan Benteng Revich dibangun di atas sisa-sisa menara kastil yang digali ke dalam gunung yang mendukung kanopi yang melindungi pangkalannya. Sebuah tanggal spiral terlalu curam serta searah jarum jam mmbangun perjalanan panjang menuju kanopi, di sana ada sebuah observatorium tuk melacak pergerakan musuh. Berdiri di puncak pangkalan tertinggi wilayah itu rasanya laksana duduk di atas punggung angsa.

Di lingkar sayap, meriam otomatis antiudara dan antidarat, sensor antiudara dipasang, memotong pemandangan langit malam. Biar tempat ini ditinggikan setinggi seratus meter di atas permukaan, orang tidak dapat melihat tanah kecuali mereka berdiri di tepi kanopi.

Shin berdiri di sana seolah mengambang di bawah langit malam—dia yang memanggil Lena ke sini—mengenakan mantel parit keluaran standar Federasi, menunggu kedatangannya. Mungkin saja iklim tengah akhir musim semi, tetapi medan perangnya bersalju. Tempat berangin semacam itu pasti sangatlah dingin.

“Naik … hap …”

Shin dapat mendengar bunyi pintu bunker di dinding yang mengarah ke bagian dalam menara observasi yang dibuka dengan tarikan kecil, dan bau bunga violet yang takkan bermekaran di salju, menjadi tanda kedatangan Lena. Bau yang biasa dia cium selama dua bulan terakhir …. Bau parfumnya Lena.

“—Shin? Kenapa kau memanggilku jauh-jauh ke sini? Terjadi sesuatu—?”

Pertanyaan Lena terputus, dan Shin dapat mendengar napasnya bahkan dari jauh. “Wow …” takjub disalurkan bibir merah mudanya. Lena mengangkat pandangan mengikuti gerak hatinya, pemandangan berikutnya adalah bintang-bintang tak terhitung jumlahnya memenuhi langit malam. Matahari yang biasanya mengaburkan bintang-bintangnya kini telah tenggelam, dan langit malam bebas awan perak Eintagsfliege.

Malam berbintang kelewat indah.

Bintang-bintang tak bisa dihitung yang Lena tidak tahu namanya tersebar di langit bundar hitam layaknya cahaya berkilauan. Galaksi putih dan nebula berputar-putar memenuhi langit dari ujung ke ujung dalam bentuk memiring.

Malam hari di medan perang tanpa perkotaan manusia, sehingga tidak kekurangan cahaya buatan. Langit malamnya gelap dan hitam, menjadikan cahaya bintang dan pendar salju makin menonjol.

Cahaya samar tumpah ruah di atas kanopi yang mempertahankan putihnya walau bertahun-tahun dikikis dan kena erosi. Bulan sabit tipis menguasai pemandangan dari dekat puncak langit, memandang mereka bagaikan ratu dingin.

Lehernya mendongak setinggi mungkin berusaha melihatnya, membuat Lena nyaris terjatuh, jadi Shin meraih lengannya dan menariknya ke pagar yang dipasang untuk mencegah orang jatuh dari menara tanpa pegangan. Bahkan tanpa menyadari apa yang terjadi, Lena terhuyung maju selagi Shin tarik, cahaya bintang memantulkan mata keperakannya.

Sesudah berdiri tercengang sepintas waktu, Lena, “Ah,” kecil dan berteriak sambil menghela napas, “… cantik banget!”

“Ya …. Kau pernah sekali membicarakan ini sama Kaie, kan? Tentang bagaimana kau tidak bisa melihat bintang dari Sektor Pertama, jadi kau pengen melihat langit berbintang.”

Shin mengangkat bahu kala Lena balas menatapnya.

“Sayangnya, aku tidak bisa mengatur hujan meteor buatmu, tapi … aku memikirkan ini selagi mencari Anju dan Dustin. Bintang-bintangnya sangat terang.”

Bagi Shin, langit berbintang medan perang adalah pemandangan biasa, namun dia ingat percakapan Lena bersama Kaie dulu. Di barak tua unit pertahanan pertama distrik pertama Sektor 86 …. Dulu ketika mereka mengira takkan ada kesempatan mereka berdiri di satu tempat bersama-sama.

“Jadi ini yang mau kau tunjukkan padaku?” “harusnya tidak begini?” “tidak kok …”

Tertawa polos, Lena memalingkan pandangan peraknya ke langit berbintang lagi. Rambutnya berkibar tertiup angin, berkilau kontras dari pemandangan.

Tatkala dirinya meninggalkan Republik, waktu itu awal musim semi, jadi dia tidak membawa perlengkapan musim dingin resminya. Mengenakan mantel parit Federasi, dia tersenyum mengingat betapa cepatnya pengerahan.

“Ini tentu salah satu hal menyenangkan tinggal di Sektor 86, kan?”

Lena tersenyum, mengenang kata-kata yang diutarakan gadis 86 itu—yang kini telah tiada—kepadanya dua tahun lalu. Lena selalu berpikir bahwa Sektor 86 adalah tempat luar biasa tidak menyenangkan, medan perang yang hanya didesak kepada 86. Dan tak pernah dia menduga jiwa-jiwa terperangkap itu sendiri berkata ada hal baik yang bisa ditemukan di sana.

Sekalipun Lena tak berada di tempat sama seperti mereka. Kendati dia tidak tahu wajah ataupun nama mereka tatkala itu.

Dia melirik Shin yang menatap langit dalam diamnya, merenungkan sesuatu. Tersembunyi di balik kerah tinggi mantelnya alhasil tidak bisa Lena lihat sekarang … tapi bekas luka bak pemenggalan masih ada di sana.

Lena tak pernah menanyakan Shin asal lukanya. Dia belum cukup mengenal Shin, dan menilai dari bagaimana Lena tidak berniat bertanya dan bagaimana Shin tidak ingin mengungkapkannya sendiri, jarak antar mereka masih cukup jauh. Mereka berada di tempat yang sama, berdiri di medan perang sama … tapi jaraknya itu tetap ada.

Yah, kau baru bertemu dengannya.

Sesuai ucapan Grethe. Mereka baru saja bertemu, dan mereka baru tahu nama satu sama lain … dan akhirnya, wajah masing-masing. Namun Lena masih berpikir, di suatu tempat dalam hatinya, mereka saling memahami di tingkat lebih dalam. Selagi melihat ke atas, Lena memanggilnya.

“Shin.”

“Lena.”

Entah bagaimana, mereka memanggil nama satu sama lain di waktu yang sama persis.

Sejenak, mereka berdua kebingungan bagaimana harus melanjutkan. Tidak dua-duanya tahu bagaimana bereaksi kepada satu sama lain, dan hening canggung menyelimuti observatorium yang diterangi cahaya bintang. Shin pulih duluan dan berkata, “… kau duluan.”

“Maaf …”

Karena dia kehilangan kepercayaan diri, dia mesti mengumpulkan keberanian untuk bicara lagi.

“… soal yang terjadi saat itu.”

Lena samar merasakan kewaspadaan Shin meningkat. Nyatanya, argumen itu dianggap serius Shin. Entah bagaiman lega oleh fakta tersebut, Lena melanjutkan.

“Maaf. Aku kelewatan.”

“… tidak apa.”

“Tapi aku beneran sedih. Itu satu hal yang takkan kutarik kembali. Kalian semua meninggalkan Sektor 86 dan dibebaskan dari takdir kematian pasti. Atau tepatnya, seharusnya—tapi kau baru saja dibebaskan.”

Mereka akhirnya terbebas dari medan perang yang kebebasan mereka satu-satunya hanyalah memutuskan di mana dan bagaimana mereka mati—tetapi mereka masih berdiri di medan perang sama. Berkata bertarung hingga akhir adalah harga diri mereka, memang, satu-satunya identitas yang bisa mereka pegang. Dan kini mereka bebas mengharapkan lebih banyak, mereka tidak melakukannya.

Mereka boleh pergi ke manapun. Mereka bisa jadi apa pun yang mereka mau.

Mereka bebas.

Tapi mereka masih tidak bisa memikirkan masa depan mereka sendiri.

“Hal-hal yang dirampas darimu masih hilang, jadi kau takkan menginginkan hal sama di masa depan. Kau tidak tahu masa depan mana yang kau cita-citakan. Dan pemikiran itu … membuatku sedih.”

Kau diizinkan menginginkan kebahagiaanmu sekarang. Kau diperkenankan mengingat hal-hal yang dicuri darimu.

Sebagaimana ucapan Vika, Shiden, dan bahkan Grethe, arogan nian dirinya menyuruh 86 mengharapkan hal-hal itu padahal pihaknyalah yang dari awal mengambilnya.

Seperti memberi tahu mereka bahwa Lena membuka pintu kandang mereka, lantas mereka harusnya keluar. Mereka bebas pergi ke manapun mereka inginkan … jadi Lena ingin mereka pergi bersamanya.

Namun Lena melanjutkan. Dan mengingat waktu dulu, Lena sadar itulah kata-kata yang sepantasnya dia katakan kepada Shin kali terakhir.

“Kurasa alasan kalian menyerah sama dunia ini karena kalian semua cuma … baik saja.”

“… baik?”

“Iya.”

“Sesuai perkataanmu …. Iya, aku jujur tidak peduli sama Republik atau Federasi …. Kurasa kau tidak bisa menyebutnya kebaikan.”

Tapi Lena mendapati dirinya tersenyum. Lena pikir tidak mungkin demikian, tapi …

“Jangan bilang kau tidak sadar, Shin …. Kau ini orang terpuji dan baik. Kalau tidak, mana mungkin kau membawa ingatan semua orang-orang mati itu bersamamu. Kau takkan mencoba membebaskan kakakmu, Kaie, dan semua rekan yang telah dicuri oleh Legion.”

“…”

“Kau ini manusia baik. Begitu pula Raiden dan Theo, Kurena dan Anju, juga Shiden, serta semua 86 lain. Karena memilih membenci itu jauh lebih gampang. Itu benar-benar kesalahan Republik, jadi menyalahkan dan membenci mereka itu sederhana. Dan tetap saja, kalian semua … merobek hati sendiri. Kalian melukai diri sendiri sehingga tidak perlu mengutuk seluruh dunia.”

Dengan kedua belah tangan sendiri, mereka menggugurkan kenangan bahagia, mengubahnya jadi debu.

“… karena mengutuk itu semua artinya kehilangan segalanya.” bahkan sisa harga diri terakhir yang mereka miliki. “Ya. Bagimu, luka itu adalah harga dirimu.”

Tak peduli seberapa banyak yang diambil dari mereka dan sekeras apa mereka diinjak-injak, harga diri mereka satu-satunya adalah agar tidak pernah sehina penindas mereka.

“Dan aku tidak memintamu menghilangkan semua bekas luka itu. Tapi … aku mau melihat seluruh kebahagiaanmu dihargai,” tukas Lena seolah-olah bicara pada dirinya sendiri selagi Shin melihat langit berbintang. Seakan-akan menantang kerasnya dunia yang tidak membiarkan orang-orang hidup. Laksana memproklamirkan:

“Orang-orang baik berhak bahagia. Mereka yang selayaknya dihargai. Dan bila dunia manusia tidak dibuat begitu sekarang ini, maka aku ingin menjadi begitu …. Karena begitulah orang-orang mewujudkan idealisme mereka—sedikit demi sedikit.”

Semoga dunia ini menjadi tempat yang adil dan baik. Kelak.

Shin tetap diam mendengar kalimat proklamasi bak nyanyian itu. Idealisme yang takkan pernah terjadi. Sekadar keinginan, harapan sia-sia yang takkan mungkin jadi kenyataan, keindahannya belaka yang menjadi rahmat penyelamatan.

Tapi kendatipun itu pendapat Shin, semudah mengabaikan kata-kata Lena, entah kenapa Shin tidak dapat mengujar isi pikirannya.

Laut.

Kata yang dia tutur enam bulan lalu di kuburan militer bersalju itu terbesit di benaknya. Dia ingin menunjukkannya. Menunjukkan segala hal yang tidak dapat mereka lihat saat ini. Itulah alasannya bertarung sekarang. Dan kini, walau tahu dunia yang Lena ingin lihat adalah dunia yang tidak lagi ada, Shin tidak sanggup menyangkalnya.

“Maaf. Aku mengarahkan pembicaraan ini ke arah yang aneh. Kau mau mengatakan sesuatu, bukan …?”

“… yea …”

Karena dia kehilangan kepercayaan diri, dia mesti mengerahkan keberanian untuk mengangkatnya lagi. Iya juga, dia memanggilnya ke sini buat apa? Sebelum mereka berangkat menuju operasi Gunung Dragon Fang—sebelum mereka tahu informasi yang mereka peroleh di akhir operasi ini akan mengubahnya jadi lebih baik atau lebih buruk.

“Lena, misalkan Federasi dan Kerajaan Bersatu mencurigai Ratu Bengis adalah Mayor Zelene Birkenbaum, dan dia tahu bebeapa metode untuk menghentikan peperangan …”

Dan kemungkinan besarnya takkan terjadi. Berbanding terbalik dengan kata-katanya, Shin tidak berekspektasi demikian pada Zelene. Perang sepertinya takkan berakhir. Tapi jika berakhir …

“Sekiranya perang ini berakhir … saat itu terjadi—” mendadak, kata-katanya terputus.

Ayo ke laut. Kalau bisa, ayo datangi tempat yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Bersama.

Dia hendak mengutarakannya. Shin pernah dengar Lena bilang dia pengen melihat lautan, namun tidak pernah menyampaikan kata-kata itu kepada Shin. Shin ingin memberitahunya. Dan itu tidak boleh tak ditepati.

Aku mau menunjukkanmu laut. Itu alasanku bertarung sekarang.

Tetapi seketika hendak mengatakannya … keraguan diri muncul dalam hatinya bagaikan gelembung sabun yang membeku di tenggorokannya.

Aku mau menunjukkanmu laut. Bukannya medan perang tempat kematianku tanpa sungguh-sungguh mencapai apa-apa. Aku ingin menunjukkanmu sesuatu selain dunia ini, dirusak sedemikian rupa oleh api perang. Aku akhirnya bisa mengharapkan ini.

Terus apa …?

Setelah aku menunjukkannya laut selanjutnya apa? Lena menginginkan apa? Lantas dia akan membiarkanku mengharapkan apa? Dan akan terjadi berapa lama?

Shin sendiri tidak ingin melihat laut. Itu belum berubah. Tiada hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri. Dan kekosongan itu tak mampu dia pahami. Dia refleks berhenti memikirkannya, tapi keraguannya tetap ada.

Bertarung adalah harga diri 86. Namun andaikan demikian, andaikata mereka bertarung dan bertahan …

Catatan Kaki:

  1. Nah selain belajar istilah militer, kita juga bisa dapat ilmu nguli, ya. Beton bertulang (bahasa Inggris: Reinforced Concrete atau disingkat RC), juga disebut beton semen bertulang atau (bahasa Inggris: Reinforced cement concrete atau disingkat RCC) adalah material komposit di mana kekuatan dan daktilitas beton yang relatif rendah diimbangi dengan dimasukkannya tulangan yang memiliki kekuatan atau daktilitas yang lebih tinggi.
  2. Kutukan Cain dan tanda Cain adalah frasa yang awalnya dari kisah Adam dan Awa dalam Injil Hebrew. Dalam kisah itu, jikalau seseorang menyakiti cain, ganjarannya akan kembali tujuh kali lipat.
  3. Tonggeret atau garengpung (Cicada) adalah sebutan untuk segala jenis serangga anggota subordo Cicadomorpha, ordo Homoptera. Serangga ini dikenal dari banyak anggotanya yang mengeluarkan suara nyaring dari pepohonan dan berlangsung lama. Serangga ini mempunyai sepasang mata faset yang letaknya terpisah jauh di kepalanya dan biasanya juga memiliki sayap yang tembus pandang. Bentuknya kadang-kadang seperti lalat yang besar, meskipun ada tonggeret yang berukuran kecil. Tonggeret hidup di daerah beriklim sedang hingga tropis dan sangat mudah dikenali di antara serangga lainnya, terutama karena tubuhnya yang besar dan akustik luar biasa yang dihasilkan dari alat penghasil suara di bawah sayapnya.
  4. Cicadoidea adalah superfamili Cicada.
  5. Laba-laba yang sering tinggal di ruang bawah tanah, gudang, garasi, dan bangunan serupa lain. Mereka membangun jaring yang tidak teratur dan berserabut (cara lain untuk membedakannya dari pemanen, yang tidak menghasilkan sutra).
  6. Burung Hering atau Burung Bangkai atau Burung Nasar adalah burung pemakan bangkai dan binatang yang telah mati, baik secara alami maupun karena dibunuh (oleh mereka sendiri, hewan lain, atau manusia). Hering dapat ditemui di semua benua kecuali Antartika dan Oseania.
  7. Radang dingin (atau Frostbite dalam bahasa Inggris) terjadi ketika paparan suhu rendah menyebabkan pembekuan pada kulit atau jaringan lainnya.
  8. Bentuk kata lampau di sini adalah Past Tense, dan kata itu adalah Cinta di Inggrisnya itu Loved, belakangnya ditambahin -ed­, dan kalau kata lampau berarti di masa kini itu udah ga kejadian lagi, artinya cintanya udah mati atau orang yang dicintai mati.

 

 

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Andi Ahza

Mantap minnn ,?

Lekmaa

Ayo shin tembak dia, jadikan dia bahagia sabagai alasan bertarung mu…

reONE

Mantap gan