Share this post on:

Empati Pada Kematian

CH 63

Penerjemah : DarkSoul

Suara pecahan tombak-tombak kecubung yang menembus ke dalam daging terdengar seperti rentetan peluru pistol, dampak dari potongan-potongan tombak tersebut sampai berimbas ke luar aula.

Tombak kecubung yang tak terhitung jumlahnya mengarah ke tubuh Elsa dari seluruh arah, lalu kulitnya akan tertusuk jutaan tombak tersebut.

“Kemenangan sudah dipastikan”. Tapi walaupun Subaru menyaksikan sang pembunuh dibantai oleh kekuatan sihir Beatrice yang luar biasa, Subaru masih tidak bisa menghilangkan perasaan tak menyenangkan di dadanya.

—Apa sih, apa yang Subaru lupakan? Pasti ada sesuatu yang dia lupakan.

Apa itu? Bahkan ketika Subaru mencoba untuk mengingat-ingatnya, suam-suam emosinya mengalihkan fokusnya.

Apa tujuan Elsa datang ke Mansion? Setelah menemukan tubuh Frederica, rasa kecewa Subaru karena sudah menuduhnya membuat hatinya gundah gulana. Subaru tak akan pernah menerima kematian Petra, Subaru juga tidak bisa menahan rasa cemasnya pada keselamatan Rem, yang berada di balik pintu tersebut. Seluruh emosi ini menjerit-jerit dari dalam dirinya. Dan Beatrice—apa yang harus Subaru katakan pada Beatrice?

Apa itu? Subaru tidak bisa menemukan jawabannya hatinya bingung.

“————“

Begitulah, Subaru melewatkan kesempatan untuk mencegah apa yang seharusnya dia cegah.

“—Egh, ah?” kejut Subaru.

Sebuah benda terbang menyembul keluar dari kilauan cahaya, dan menancap bahu kanan Subaru dalam-dalam.

Melihat ke sumber rasa sakitnya, pikiran Subaru memanas saat dia melihat darah mengalir keluar dari lukanya. Tengorokannya menjerit seolah tercekik ketika momentum dari benda tersebut mendorong Subaru ke belakang, terpapar di lantai.

“Bagaimana bisa……!? Padahal itu serangan langsung, kayaknya!?”

Melihat Subaru yang terluka, Beatrice berteriak kaget.

Mendengar jeritan Beatrice di pikirannya yang kacau, pada saat itulah Subaru teringat. Dia mengingatnya. Ya. Serangan langsung. Tidak salah lag. Tapi,

“ELSAAAAAAA!!” teriak Subaru.

“Tidak perlu berteriak sesemangat itu, aku tahu kau baik-baik saja”

Kebenciannya, diselimuti dengan rasa sakit, jeritan itu lebih keras daripada jeritan yang sebelumnya. Dan, sebagai balasannya, di tengah-tengah kristal yang berjatuh-jatuhan di lorong—suara yang memikat nan lembut menjawab, tanpa gelagat penanda hidup atau matinya Elsa.

“Dia tidak terluka…bagaimana bisa” kata Beatrice

“Kalau aku telanjang, aku mungkin sudah mati dari serangan itu” jawab Elsa

Melihat Beatrice menggelengkan kepalanya penuh rasa tidak percaya, Elsa menjawab dengan kepangan Prancisnya yang terayun-ayun. Tampangnya sama sekali tidak kelihatan bahwa dia baru saja diserang sihir Beatrice secara langsung. Malahan, penampilan Elsa persis sama seperti yang sebelumnya.

Kecuali, hanya ada satu perbedaan. Dia telah melepas jubah bulunya, dan sekarang hanya mengenakan pakaian hitam di bawahnya.

“Jubahnya meniadakan sihir!” ucap Subaru.

“Sudah dua kali kau melihatnya. Sayang sekali kau terlambat memberitahu gadis itu soal jubahku”

“Sial……..!”

Tidak satu pun kata bisa menggambarkan penyesalan Subaru, amarahnya tercampur di dalam rasa sakitnya. Jubah Elsa memiliki kemampuan yang dapat menangkal serangan sihir seseorang. —Itu adalah sesuatu yang Subaru sendiri sudah saksikan saat bertarung dengannya di Ibu Kota.

Kenyataan bahwa serangan Beatrice dilancarkan dalam sekejap, dikombinasikan dengan kurangnya komunikasi mereka, alhasil menyebabkan kesalahan yang tak termaafkan ini.
“Sekarang aku sudah mengetahui trikmu, sudah tidak mengejutkan lagi” ucap Beatrice

“—Luar biasa. Oh, luar biasa. Kau kuat, namun sangat menggemaskan. Tidak seperti gadis itu yang hanya bisa menangis dan merengek, aku sangat-sangat menantikan kehangatan ususmu”

Aura Beatrice semakin terasa ketika Elsa memutar-mutar pisau Kukri di tangannya dan tersenyum. Dari perkataannya, disertai dengan senyumnya yang berlumuran darah — sudah jelas siapa gadis merengek yang Elsa maksud. Saat Subaru menyadarinya, amarah Subaru berkobar.

“Memangnya kau siapa, seenaknya menilai Petra seperti itu—!”

Pisau lempar yang menyembul keluar dari bahu kanannya—tersendat di bagian ujungnya, tidak bisa dicabut. Meski begitu, tetap menggertakkan giginya pada benda yang tetancap di dalam dagingnya, Subaru mencabutnya dalam satu tarikan.

Rasa sakit yang perih mewarnai penglihatannya dengan merah penuh, dan Subaru merasa lengan kanannya lumpuh, tidak berfungsi. Mengabaikan cederanya, Subaru melemparkan pisau yang sudah dia copot ke arah Elsa.

Meskipun Subaru melempar pisau itu dengan sekuat tenaga, lemparannya masih loyo tanpa pelatihan apa pun. Fakta bahwa lemparannya melayang lurus ke arah Elsa sudah cukup ajaib, kecepatannya juga sama. Tapi serangan semacam itu tidak akan berefek pada seorang pembunuh dengan kelincahan yang melebihi nalar manusia.

“Aku mengagumi semangatmu, tapi kalau hanya ini saja yang bisa kau—”

“Akan kukeluarkan setiap tetes manaku! SHAMAC—!!” rapal Subaru.

“—-!?”

Saat Elsa bersiap-siap menghadapi serangan selanjutnya, Shamac yang ketiga terucap dari tenggorakan Subaru yang gemetaran.

Mengerahkan sisa-sisa mana dari tubuhnya yang kelelahan setelah rapalan pertama dan keduanya, Subaru memaksa keluar kekuatannya dari Gerbang tak berpengalamannya, sebagai bayaran dari rapalannya, darah bercucuran dari matanya dan mengalir keluar dari hidungnya. Dengan itulah, jeritan jiwanya terjawab.

Kegelepan menyelimuti lorong, mengisi ruang antara Subaru dan Elsa. Pisau yang dilemparkan Subaru terbang menuju asap tebal Shamac. Terlepas ke arah kegelapan yang tampak kabur, pisaunya masih terbang ke arah Elsa-tidak dapat dilihat arah lintasannya.

“Kumohon kenalah-!”

“Kau mengejutkanku, tapi tidak sulit sih, keluar dari asap itu”

Elsa mengeluh saat dia menurunkan tubuhnya untuk menghindari lintasan pisaunya.

Shamac Subaru gagal mencapai Elsa, dan membuatnya dapat menghindari pisau tersebut pada saat-saat terakhir.

Keluar dari tabir asap, pisau kecil itu luput dari tubuh pemilik utamanya dan terbang ke ujung aula. Dan demikianlah, serangan Subaru sia-sia —– atau begitulah kelihatannya,
“Beako!!” panggil Subaru.

“Jangan panggil aku mendadak begitu, kayaknya—!”

Kalau Subaru satu-satunya orang yang hadir di sini, serangannya pasti sudah berakhir.

Tapi ada dua orang yang menghadapi Elsa—-dan gadis yang satunya lagi menyelesaikan waktu rapalan yang telah Subaru ulurkan untuknya.

“Sekarang, izinkan aku menunjukkanmu—bagaimana sihir kegelapan sebenarnya”

“Apa—”

Apakah Subaru atau Elsa yang mengatakannya? Bahkan aksi itu tidak dapat ditebak mengingat apa yang Beatrice lakukan sebelumnya.

Sambil mengatupkan tangan kecilnya di depan dada, Beatrice menggumamkan sesuatu di bawah nafasnya. Dan, dengan satu kalimat, dunia tertulis ulang.

“—-UI Shamac”

—Dalam kekuatan yang benar-benar tidak seperti sihir kegelapan tiruan Subaru, “Kegelapan” sejati membungkus Mansion.

※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※

Ketika Subaru tersadar, dia dikelilingi oleh kegelapan pekat.

“———-?”

Sebetulnya, masih belum jelas apakah Subaru sudah sadar atau belum.

Dimanakah dia? Dia duduk atau berdiri? Dia tidak mengetahuinya sama sekali.

Atas, bawah, kiri, kanan, bahkan depan atau belakang masih tidak jelas. Subaru menghirup atau menghembuskan nafas? Darahnya masih mengalir atau tidak? Apa jantungnya masih berdetak? Apa dia masih hidup? Atau sudah matikah dia?

Subaru tidak mengetahuinya sama sekali. Dia tidak bisa menjawabnya. Kalau dia sedang berada di dalam Shamacnya sendiri, masih ada sensasi di telapak kakinya, dan setidaknya Subaru bisa merasakan gerakan di dalam tubuhnya. Meskipun dia mengindahkan semua gerak saraf sensoriknya, masih tetap ada perasaan batin yang menggantikannya.

Tapi tidak di kegelapan ini.

Di sini, seakan-akan Subaru telah larut ke dalam bayangan, dan dia tidak bisa merasakan dirinya sendiri walau sudah mencobanya.

Apakah dia masih dalam bentuk manusia? Subaru tidak lagi yakin. Subaru tidak bisa merasakan keberadaan tangannya, karenanya tidak dapat menyentuh tubuhnya untuk memastikan keberadaannya. Meskipun Subaru ingin memeriksa dimanakah dia berada, dia tidak tahu bagaimana caranya berjalan. Berjalan itu apa ya? Memeriksa itu apa ya?

—Paling pentingnya lagi, siapa dirinya?

Perkataan dimana Subaru berada dan di mana keberadaan orang lain, mulai mengabur.

Perkataan dimana Subaru berada dan dimana dunia ini, mulai mengabur.

Bahkan kekuatannya untuk berpikir telah meredup. Memudar. Lenyap.

Dan seperti inilah, tepat seperti ini, seperti ini saja—

Akhir telah datang.

Akhir telah.

Akhir.

※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※ ※

“???…………Sudah saatnya kau bangun”

Dengan suara tamparan di pipinya, Subaru kembali tersadar.

Subaru kembali sadar dan mengerjapkan matanya serta mengerang karena tersilaukan oleh cahaya. Mendengar perkataan Beatrice, rasa sakit yang menyadarkannya terasa di pipinya lagi. Kiri, lalu kanan, pada setiap sisinya.

“Hey, kau tidak perlu menamparku terus!” keluh Subaru

“Hanya ingin menyadarkanmu saja. Tamparan yang kedua, aku tidak tahu kenapa, hanya reflek saja, kayaknya” kata Beatrice

Beatrice memangnya sekilas dan menanggapi keluhan Subaru dengan hinaan, barulah Subaru sadar dia sedang terbaring di lantai.

Membangunkan badannya, Subaru melihat-lihat tubuhnya tuk memastikan tidak ada luka apa pun. Rasa sakit yang perih terasa di bahu kanannya. Secara spontan melihat ke arah sumber rasa sakit tersebut, Subaru melihat luka baru yang dialiri darah di dalamnya.

“Aaghh, sakit……..apa kau tidak bisa mengurangi efek Shamacnya padaku?”

“Bukannya aku tidak bisa, tapi itu akan membuatmu melupakan lukanya, untuk sementara sih, tapi sebenarnya lukamu masih ada. Jika kau bergerak dengan luka yang belum disembuhkan itu, kau akan mati kehabisan darah, kayaknya”

Mendengarkan Beatrice mengatakan kemungkinan mengerikan itu, Subaru menekan lukanya dengan tangan dan menyipitkan matanya, berkata “Lebih pentingnya lagi…….”, seolah teringat sesuatu”

“Apa yang terjadi dengan Elsa? Kau kelihatannya santai-santai saja……apa kau mendesaknya mundur?”

“Apa yang kau bicarakan sih?” tanya Beatrice

“Apa maksud dari ‘apa yang kau bicarakan’ itu? Jika Elsa masih ada di sekitar sini, kita tidak boleh berlama-lama di sini. Maksudku, okelah, Shamacmu jauh lebih kuat dari milikku, tapi kalau hanya itu saja…….”

“Jika kau benar-benar sebuta itu, aku jadi kasihan padamu” potong Beatrice.

Subaru dengan bingung mengernyitkan alisnya terhadap ucapan Beatrice.

Beatrice mungkin tampak optimis, tapi itu karena dia tidak mengenal Elsa dengan baik, jadi dia tidak setakut itu. Jika Beatrice hanya mengetahui kelemahan pembunuh itu, Beatrice mungkin akan sama berhati-hati dengan Subaru.

Membaca pikiran yang tertulis jelas-jelas di seluruh wajah Subaru, kali ini. Beatrice mendesah seakan-akan dia merasa sangat heran. Melihat Subaru yang semakin bingung, Beatrice melangkah ke samping,

“Kalau kau masih tidak mengerti, lihat saja sana sendiri, kayaknya”

“—er, hah?”

Pemandangan itu ada di depan matanya selagi Beatrice minggir ke samping. Memperhatikannya baik-baik, Subaru keheranan.

“Kau bertanya apa yang terjadi dengan lawan menakutkan kita?”

Mendengarkan ejekan penuh kemenangan Beatrice, Subaru tidak bisa menanggapinya.

Karena, dibelakangnya—ada tubuh Elsa yang tergantung oleh tombak kecubung yang menancap tubuh Elsa, yang tersalib di ujung koridor adalah mayat Elsa dengan tombak kecubung yang menikam jantungnya, Elsa tampak menyerupai vampir tua yang tewas.

“Dia……mati?”

“Ada lubang di dadanya, dan dengan luka sebanyak itu, jika dia masih hidup……..dia pasti bukan manusia”

Dengan gelengan di kepalanya, dibebani oleh rasa lelah, Subaru jatuh berlutut.

Ketika Subaru bangun, dia dihantam oleh rasa pusing yang amat kuat sampai tubuhnya terhuyung-huyung. Tapi ada sebuah tangan yang menahannya agar tidak jatuh.

“M-maaf….”

“Tidak apa-apa….”

Beatrice berbalik, dan tidak memandangnya. Menguatkan telapak tangannya, Subaru perlahan-lahan menghampiri tubuh Elsa.

Kepala Elsa tergantung lemas, dan rambut kepangnya terpotong dua oleh tombak magis Beatrice. Melihat siku dan lututnya menempel di dinding. Kebrutalan dari pemandangan itu membuat Subaru mengalihkan matanya. Tapi masih tetap menghampirinya, sangat dekat sampai bisa merasakan nafasnya, jadi Subaru dapat memeriksa sendiri apakah si pembunuh sudah menghembuskan nafas terakhirnya.

Dia tidak bernafas…Subaru menggerakkan tangannya dan menyentuh tubuh tak berdaya Elsa. Tubuhnya masih hangat, tapi tidak ada respon apa pun sebagai seorang mahluk hidup. Subaru menyentuh nadi di lehernya, tapi tidak ada detakan satu pun. Dan, paling pentingnya lagi, terlepas dari betapa dekatnya diri Elsa pada Subaru yang sedang lengah, Elsa tidak menyerangnya.

“D-dia….benar-benar mati kan…?”

“Berapa kali kau akan menanyakan pertanyaan itu, kayaknya”

“Mengingat kemampuannya…aku tidak bisa merasa lega begitu saja tahu…..sulit untuk mempercayainya…kita berhasil…

Berdiri di depan mayat Elsa yang tak bernyawa, Subaru menganggap bodoh kemenangan payahnya.

Subaru selalu menganggap Elsa seorang musuh yang harus dikalahkan, tapi tidak pernah menyangka Beatrice mampu mengalahkannya sendirian. Sampai sekarang, Subaru terus berpikir mustahil untuk mengalahkannya tanpa bantuan Garfiel.

“Walaupun Puck dan Emilia bersama, tetap tidak bisa mengalahkannya…”

“….Jika Nii-cha serius, Elsa bukanlah tandingannya. Dan Betty sendiri, kalau sedang dalam keadaan paling fitnya, tidak mungkin kalah dari Manusia, kayaknya”

Kalau Puck serius—dia pasti akan berubah menjadi hewan yang menyerupai singa raksasa. Memang sih, Puck menjadi mahluk yang mampu membekukan seluruh dunia hanya dengan keberadaannya, bahkan Elsa pun tidak bisa melawannya. Terlebih lagi, Beatrice adalah seorang roh yang memiliki kekuatan setara dengan Puck.

Hidup selama ratusan tahun—ada rentang waktu yang jauh di antara mereka.

“Benar juga, Rem!”

Karena Elsa sudah dipastikan mati, Subaru langsung bergegas kembali ke kamar tidur. Bahkan sekarang pun, tubuh Frederica masih tersandar di pintu.

Dengan hati-hati membaringkan tubuhnya yang kaku, Subaru memegang gagang pintu yang berlumuran darah. Subaru menarik nafas dan memberanikan dirinya untuk melihat ke dalam,

“—–Rem” panggil Subaru

Gadis itu tidak menanggapi panggilannya. Tapi, masih terbaring di tempat tidur, Subaru mendapati bahwa Rem masih tertidur, nafas ritmiknya tidak terpengaruh oleh pembantaian yang terjadi di luar ruangan.

Elsa tak akan pernah menginjakkan kakinya di ruangan ini.

Tidak salah lagi, itu merupakan bukti Frederica menjaga ruangan ini, dengan hidupnya, kegigihan Frederica bahkan lebih besar daripada kesadisan si pembunuh itu.

“…..Aku sangat menyesal, aku meragukanmu…..Frederica….”

Mengusap dahi gadis cantik yang sedang tertidur itu, Subaru meminta maaf pada wanita yang terbaring di lorong sana, sekali lagi.

Kendati, jiwanya sudah meninggalkan dunia ini, dan kata-kata Subaru tak akan pernah mencapainya.

“Jadi, bagaimana sekarang?”

“Kita tidak bisa begitu saja meninggalkan Rem di sini. Frederica, lalu Petra…kita hanya bisa minta penduduk desa Arlam untuk mengurusnya”

“Kau tidak melakukannya sendiri? Gadis itu akan senang lohh, kayaknya”

“Jika aku bisa menjaga Rem sendirian, akan kulakukan. Tapi, aku tidak bisa. Aku…harus mengantarkanmu ke Sanctuary”

Berbalik dari samping tempat tidur Rem, Subaru saling bertatap-tatapan dengan Beatrice di pintu. Gadis itu mendengus ringan,

“Dan siapa yang menyuruhmu melakukan itu? Percakapan kita mungkin terpotong, tapi masih ada masalah yang harus diselesaikan di antara kita”

“Aku tahu. Kalau begitu jawabanku adalah ini, aku tak akan pernah bersedia untuk membunuhmu, dan kalau perlu akan kuseret kau keluar dari Mansion ini. Itu sudah diputuskan”

“Sombong banget. Kau mengabaikan pendapat Betty dalam masalah ini, dan seenaknya hanya menjalankan niatmu sendiri. —Kau pikir kau siapa, menyatakan sesuatu yang menggelikan semacam itu, kayaknya” timpa Beatrice

“Jika apa yang kau katakan padaku adalah keinginan terbesarmu…maka akan kupertimbangkan”

“—–Apa maksudnya hal itu”

Suara Beatrice tenang, tapi ada aura intimidasi dari perkataannya, ketika dia berbicara. Kulit Subaru terasa merinding, tapi dia dengan cepat menggelengkan kepalanya.

“Aku juga tidak tahu rinciannya. Tapi kurasa masih ada banyak hal yang sedang kau pikirkan di dalam kepalamu”

“—Tidak juga, kayaknya”

“Aku masih tidak tahu apa hubunganmu dengan Sanctuary. Apa hubunganmu dengan tanah percobaan?…Jujur saja, hanya ada firasat buruk yang kursakan tentang hal ini”

“Bisakah kau berhenti menyelidikinya?” pinta Beatrice.

“Tak akan…selain diriku, siapa lagi yang mau repot-repot mencari tahu asal usul dirimu? Sedangkan yang kau lakukan hanya mengunci dirimu di ruangan itu…”

Seakan tenggorokannya tersumbat, Beatrice terdiam seribu kata.

Menyaksikannya, Subaru mengangkat Rem dari tempat tidur. Dia akan membawanya ke desa Arlam, dan begitu Rem menetap di sana, Subaru akan pergi ke Sanctuary dengan Beatrice.

Jika Beatrice setuju untuk membantunya dengan Door Crossing, itu akan menghemat banyak waktu, tapi bukan berarti Subaru bisa memaksanya. Kalau begitu, hanya setengah hari perjalanan saja dengan Patrasche.

“Walaupun kau tidak mau pergi ke Sanctuary bersama denganku, akan kutanyai Roswaal dan Lewes-san tentang dirimu.  Kalau bisa, akan kutanya sendiri orang besarnya

Selama Subaru meneguhkan hasrat “ingin tahu” di hatinya. Penyihir Keserakahan akan menjawab panggilannya.

Kali ini, Subaru sudah mempunyai informasi yang jauh lebih  banyak dari sebelumnya, bersama dengan beberapa teori baru. Dengan semua pertanyaan yang bermunculan dari informasi-informasi itu, Subaru yakin permintaannya untuk memasuki Benteng Mimpi akan diterima. Dan saat waktunya tiba, Subaru akan membongkar rahasia dari Sanctuary yang semua orang rahasiakan.

“Cepat atau lambat, hanya masalah waktu saja. Meskipun aku mengerti kenapa kau ingin menundanya selama mungkin”

“Berapa lama sih kau ingin memainkan orang-orang, kayaknya …….!”

“Memainkan? Aku tidak…….”

“Kau secara tidak langsung menginjak orang-orang yang berkeinginan tidak ingin diinjak, dan walau kau memain-mainkan mereka, kau masih saja menyemburkan omong kosong ini. Ada batasan toleransi atas leluconmu, kayaknya. Dua orang telah mati, dan kau akan pergi begitu saja, seakan-akan tidak ada yang terjadi?”

“————-!”

Pada akhir omelan Beatrice, ekspresi sakit yang tak tertahankan terpampang di wajah Subaru. Melihatnya, Beatrice tertegun sejenak, bertanya-tanya apakah dia sudah terlalu keterlaluan. Namun keraguan itu segera digantikan oleh ekspresi pura-pura tidak pedulinya.
“Petra dan Frederica……saat aku mengantar Rem ke desa, aku akan mendoakan mereka. Soal Petra, aku…bukannya aku akan berdiam diri begitu saja”

Subaru sadar bahwa perkataannya hanya dalih semata, memalingkan wajahnya agar Beatrice tidak bisa menatapnya, Subaru mulai berjalan.

Kata-kata Beatrice menembus hati Subaru.

Kematian Petra dan Frederica hanya memperkuat tekad Subaru untuk mereset ulang dunia ini. Meskipun Elsa sudah dikalahkan. Pencapaian itu dibayar dengan harga yang sangat mahal. Menyakitkan untuk menjalani hidup di dunia ini.

Subaru sendiri yang memberitahu Beatrice agar “Tidak boleh mati”, tapi atas hak apa Subaru mengatakan itu? Kau tidak boleh, tapi aku boleh—tidak salah lagi, keegoisannya sudah sangat ekstrim.

“Soal apakah kau akan pergi ke Sanctuary denganku atau tidak, mari selesaikan saja semuanya di Sanctuary dulu. Lalu kita bisa memutuskannya setelah itu “

Melintasi Beatrice di ambang pintu, Subaru terus berjalan menyusuri lorong. Beatrice menatapnya dalam diam, tapi dia mengikutinya.

Karena dia dilarang membunuh dirinya sendiri, Beatrice memerlukan orang lain untuk mengakhiri hidupnya. Dia tidak bisa memaksanya, dan sekalipun Subaru sudah menjelaskan niatnya, Beatrice hanya bisa mengikutinya dari belakang. Benar-benar orang yang kejam, dengan sengaja bertingkah seperti ini. Pikiran itu membuat Subaru merasa bersalah.

“———Oa?”

Selagi dirinya sedang tenggelam dalam kebencian. Tiba-tiba, Subaru mengerang. Alasannya adalah karena daya dorong ringan. Seolah ada tangan yang mendorong punggungnya, Subaru terhuyung-huyung melangkah ke depan dengan Rem di tangannya.

Berbalik ke belakang setelah mengambil beberapa langkah untuk menjaga keseimbangannya, Subaru mendapati bahwa yang mendorongnya adalah Beatrice. Apakah itu balasan dari apa yang dia katakan sebelumnya? Tapi saat Subaru baru saja ingin mengerutkan alisnya dan komplain—-
“——a” kejut Beatrice.

Gadis itu menangis lirih, dengan sinar kusam yang menonjol keluar di dadanya.


“———a?”

Pisau tersebut menusuk punggung sampai menembus dada Beatrice, lambat laun mengukir luka vertikal dari bagian atas tulang rusuk sampai ke pinggangnya.

Tubuh mungil Beatrice bergidik karena tikaman pisau tersebut.

Dan Subaru hanya menyaksikannya dengan tatapan melongo.

“………AH”

Dengan nada lirih, bibir Beatrice menggumamkan sesuatu. Dia mengalihkan wajahnya ke arah Subaru yang memasang ekspresi panik.
Ekspresi Beatrice, dan emosi di matanya, semua itu tampak seolah ingin menceritakan sebuah kisah yang hebat.

“Akhirnya…….” mumur Beatrice

“Tunggu……”

“————–a”

Bahkan Subaru sendiri tidak tahu apa yang ingin dia katakan.

Dan sebelum Beatrice memberitahukan perasaannya, suara Beatrice berubah menjadi desahan panjang.

Itulah kata-kata terakhirnya, tubuh Beatrice memudar, menjadi sebuah bintik-bintik yang bersinar, dan, dalam sekejap mata, menyebar menjadi partikel cahaya keemasan.

Tubuhnya yang lembut, rambut kuncir duanya yang berwarna krem, wajah songongnya, pakaiannya yang kebesaran namun cocok padanya, semuanya lenyap begitu saja—

“Aduh-aduh, itu mengecewakan sih. Ini pertama kalinya aku tidak membelah usus buruanku, dia sudah keburu menghilang” ucap Elsa.

Satu langkah di belakang Beatrice yang lenyap, berdirilah seorang wanita yang memegang senjata membunuh di tangannya.

Subaru dapat langsung mengenalnya hanya dari nada suaranya. Dari awal, Subaru sudah mengetahuinya, tapi kepalanya menolak untuk menerima apa yang seharusnya mustahil terjadi. Tapi, beberapa detik setelah mata Subaru menyaksikannya, dia kembali tersadar sembari mengatupkan giginya.

Satu gigi patah karena retak. Mengecap darah, memelototi Elsa, Subaru berteriak.

“—ELSAAAAA!!” teriak Subaru.

“Oh, tapi kau bisa apa?” ejek Elsa.

Gagang pisau Kukri menabrak sisi tengkoraknya yang berteriak.

Dampaknya langsung terasa di kepala Subaru sedangkan tubuhnya dihempaskan ke dinding. Satu-satunya perlawanan yang bisa dilakukan Subaru adalah menjaga Rem agar tidak terlepas dari dekapannya.

Darah mengalir deras dari celah-celah kerangka tubuhnya yang hancur, mata Subaru menggelap dan anggota tubuhnya tidak merespon keinginan bertarungnya. Meskipun begitu, Subaru menatap Elsa dalam penglihatan buramnya, melempar-lempar pisau Kukri di tangannya.

“Bagaimana………bagiamana bisa kau masih hidup? Sudah kuperiksa, dan hasilnya adalah kau sudah mati…..!

“Mmhmmm, itu benar. Aku sudah mati. Kalau aku dibakar sampai menjadi abu, aku mungkin tidak ada lagi di sini” kata Elsa.

Elsa dengan santai menjawab Subaru yang gemetaran. Tertusuk dan tersalibkan, Elsa pasti sudah mati. Subaru yakin akan hal itu. Tapi apa yang sedang dia lakukan di sini? Ataukah Subaru sedang bermimpi buruk dimana Elsa juga mempunyai kloningan seperti Lewes?

Tapi ada darah yang menetes dari tubuh Elsa, dan lubang tempat di mana dadanya tertembus oleh tombak Beatrice hanya dibalut oleh secarik robekan kain jubahnya.

Melihat luka tempur sadis yang memenuhi tubuhnya, tidak salah lagi orang ini adalah Elsa yang sebelumnya. Pertanyaan satu-satunya adalah, apakah dia masih hidup atau tidak.

“Kau tidak………abadi, bukan…….?”

“Yah, itu mustahil. Aku hanya dapat bertahan hidup lebih lama dari mahluk lain. Ngomong-ngomong, gadis itu hebat juga. Bisa kuhitung dengan jariku berapa kali aku merasakan serangan yang menimpa tubuhku ini.

“……….Wah kebetulan banget. Aku juga bisa menghitung berapa kali kau menyiksaku sampai mati.

Pernyataan Subaru mungkin terdengar ironis, tapi itu jelas-jelas bukan lelucon. Tapi sampai segitunya, Elsa tersenyum dan berputar-putar di tempat. Lalu, sambil memegang rambut kepangnya dengan jari-jemarinya, Elsa dengan kalem menatap Subaru.
“Gadis yang ini, aku tidak pernah mendengar tentangnya”

“……..Kalau begitu, bagaimana jika kau pura-pura tidak melihatnya, dan biarkan saja dia?”

Memahami makna di balik kata-katanya, Subaru mengajukan usul ini kepada Elsa. Walaupun kemungkinan Elsa menerima usul Subaru tidak besar, setidaknya akan mengulur waktu sampai tubuh Subaru menanggapi kehendaknya. Itu adalah percakapan yang bodoh, tapi Subaru butuh waktu.

“Dia jelas bukan bagian dari rencanaku, jadi kurasa tidak masalah sih……gadis roh itu, pelayan dewasa sana…..serta pelayan kecil itu, hanya bonus saja”

Ada tiga target. Beatrice, Frederica, dan Petra.

Bahkan dengan kesadaran Subaru yang mulai berapi-api, Subaru menajamkan telinganya agar tidak kehilangan informasi apa pun. Fakta bahwa Rem tidak dijadikan target mengartikan bahwa siapa pun yang mempekerjakan Elsa, telah melupakan keberadaan Rem. Sebelumnya Subaru menyangka bahwa Frederica adalah klien Elsa, tapi kematiannya mengubah tebakan Subaru, 180 derajat.

“Kalau dipikir-pikir, kau berbohong kan”

“Bohong?”

“Soal Frederica. —–Saat di Perpustakaan Terlarang, kau bicara seakan kau hanya membunuh Petra, tapi bagaimana kau bisa menjelaskan itu?”

Subaru menunjuk Frederica, terbaring di sisi lorong. Mengikuti jari telunjuk Subaru seraya berkata “Aah”. Elsa mengangguk mengerti. Lalu, dia balik menatap Subaru.

“Kematiannya, tidak indah”

Elsa mengucapkan perkataan yang terdengar kecewa.

Definisi keindahan dari seorang pembunuh bukanlah sesuatu yang ingin Subaru pahami. Tapi setelah mengambil nyawa seseorang, apakah hanya ini yang dia katakan? Amarah berkobar di dalam diri Subaru, tapi dia tahu amarahnya tidak berguna melawan Elsa dan pisau Kukri di tangannya.

Sebesar dorongan balas dendamnya, tubuh Subaru belum sembuh total untuk menyerang balik. Seperti ini saja, rebahan di lantai, di depan pisau pembunuh Elsa, hasilnya sudah diputuskan.

——Jadi, hanya ini saja yang bisa dia lakukan.

Menerima “Kematiannya” yang akan datang, Subaru menyimpan dalam-dalam informasi yang dia kumpulkan pada perulangan ini, di kepalanya.

Misteri baru yang membingungkan. Kemudian, percakapannya dengan Beatrice, dan ekspresi terakhir yang Subaru lihat di wajahnya.

Kenapa gadis yang selalu memberitahu Subaru “aku mau mati” dan “tolong bunuh aku” mendorongya ke depan, agar tidak tertikam pisau Elsa? Menyadari bahwa Elsa masih hidup, Beatrice mendorong Subaru menjauh. Tapi apa yang dia maksud dari perkataan ini? Subaru tidak sebodoh itu sampai tidak menyadarinya/

“Aku tidak suka tatapan di matamu itu”

“Hah? —–Gbha!?”

Terpicut dengan tatapan Subaru, sisi pisau Elsa menghajar wajahnya, sekali lagi.

Tulang pipi kirinya hancur, dan beberapa gigi retak-retak, jatuh ke tanah. Leas, pukulan lain menghantam Subaru dari sisi yang berlawanan. Rasa sakit yang sangat perih menjalar ke bagian mata kanannya, dan, dengan kilatan pedangnya, telinga kirinya terpotong.

Kemudian, menggonta-ganti bagian tepi dan bilah pisaunya secara bergantian, Elsa memotong-motong angin.
Selanjutnya, bergantian menggonta-ganti bagian tepi dan bilah pisaunya, Elsa mengukir, menusuk-nusuk, dan mencambuk tubuh Subru. Menyangkal “Kematian” yang akan datangnya, Elsa terus-menerus menyakiti Subaru, darah mengalir keluar dari mulutnya, tanpa henti.

“Berjuang sampai akhir hayatmu, untuk apa gunanya hidup?”

“Kau kira aku bersedia…mendengarkan nasihat hidup darimu?”

Satu serangan. Dahinya terbelah, dan Subaru merasakan isi dari tengkoraknya tumpah saat dia pingsan.

Kesadarannya semakin mengabur karena dampak dari darah di tengkoraknya yang tumpah, dan Subaru merasakan tubuhnya perlahan-lahan ditarik ke dunia beku.

Jadi, di sinilah dia mati.

Biarpun kesadarannya hilang sekarang, Subaru tidak punya bayangan apa yang akan terjadi setelah dia jatuh pingsan di hadapan Pemburu Usus.

Inilah akhirnya. Perulangan ini, hanya sejauh ini saja yang bisa Subaru lakukan.

Berikutnya, dia tak akan gagal lagi. Selanjutnya, Subaru memastikannya.

Ekspresi di wajahmu pada waktu-waktu terakhirmu. Tak akan kulupakan, tidak peduli apa pun yang terjadi.

“——Beatrice” gumam Subaru.

Pada saat-saat terakhirnya, gadis yang berkata “Bunuh aku” pada Subaru, menangis.

Dengan angan-angan yang terlintas di dalam pikirannya itu, kesadaran Subaru lambat laun tenggelam ke dalam kegelapan tak berujung.

Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments