Share this post on:

di Bawah Elang Kepala Dua

Penerjemah: DarkSouls

Ruangan konferensi Markas Besar Divisi Lapis Baja ke-177 bercahaya samar, hanya cahaya layar hologram yang menerangi wajah para komandan unit yang berkumpul.

Gangguan Eintagsfliege, menghalangi semua upaya untuk meneliti kedalaman zona perang Legion, berlaku dalam ruangan ini seperti halnya di tempat lain Federasi, tetapi militer Federasi tak sekompeten itu hingga mengabaikan tugas pengintaiannya.

Ada sesuatu yang dapat diperoleh bahkan dari potongan informasi yang bisa mereka ambil. Fluktuasinya lalu lintas. Tanda-tanda bising tertangkap oleh drone pengintai swagerak tanpa awak, jumlah mereka dan pergerakannya. Laporan regu pengintai yang berkelana di zona perang, mempertaruhkan nyawa.

“—sesuai penemuan kami, tim analisis terpadu telah menduga kemungkinan besar Legion tengah bersiap melancarkan serangan skala besar beberapa hari mendatang.”

Mayor Jenderal yang bertanggung jawab atas Divisi Lapis Baja ke-177, duduk di kursi kulit sebelah belakang ruangan, mendesah mendengar laporannya.

“Kita sudah memperkirakannya, tapi …. Waktunya akhirnya tiba.”

Mereka sudah memprediksi Legion akhirnya akan melancarkan serangan ofensif tuk menerobos setiap lini depan mereka.

Sosok seseorang mendadak muncul dari kegelapan. Seorang perwira wanita muda—rambut pirangnya dipotong pendek, matanya berwarna ungu, dan bibir merahnya dioles perona pipi1 halus. Para perwira yang sering kali dikirim ke lapangan mati satu per satu di militer Federasi, namun lambang pangkat letnan kolonel—tak wajar dengan usianya—berkilau di kerahnya, dan dia mengenakan ban lengan divisi penelitian serta medali pilot di dadanya.

“Ada apa, Letnan Kolonel Wenzel?”

“Mayor Jenderal, pak. Saya yakin Divisi ke-177 akan direorganisasi perihal persiapan serangan skala besar ini. Saya ingin meminta Anda mengerahkan skuadron saya dalam peristiwa ini.”

Ruang konferensi berbisik desas-desus ragu. Auranya penuh permusuhan layaknya jarum, lalu sang mayor jenderal mendesau di depan wanita cantik yang berseri-seri dengan kepercayaan diri kuat.

“Reginleif masih dalam tahap pengujian. Soal bisa menahan pengerahan secara individua atau tidak masih tak diketahui, maka dari itu, kita akan terus mengerahkannya bersama Vánagandrs.”

“Namun jika berkenan, pak, skuadron Nordlicht-lah yang paling banyak menghancurkan musuh, bukan hanya dalam Divisi ke-177, tetapi keseluruhan Korps Angkatan Darat. Saya yakin pencapaian ini pun sudah cukup membenarkan pengerahan individu mereka.”

“Dan jumlah korbannya sama-sama tinggi … aku khawatir Feldreß yang separuh pasukannya telah gugur dalam tugas pada pengerahan pertamanya tidak dapat dipercaya.”

“Anggap semacam proses penyaringan. Tingkat kematiannya sejak saat itu sangatlah rendah.”

Suara seseorang dari suatu tempat dalam ruang konferensi memotong kata-kata si wanita.

“Perkataanmu tak tahu malu, mengingat dirimu mengandalkan pengalaman 86 …. Hanya pedagang senjata direhabilitasi sepertimu yang akan mengirim anak-anak malang itu menuju medan perang lagi.”

Suaranya terlampau disertai penghinaan jika hanya menganggapnya candaan, kemudian ekspresi si wanita membeku sesaat. Matanya gemetar, seolah-olah menyimpan emosi di baliknya, tetapi dia tahan di waktu berikutnya dan membuka mulut untuk berbicara lagi.

“Mobilitas XM2 Reginleif saya jauh melampaui Legion, dan bergantung pada strategi yang digunakan, kemampuan tempurnya tak mungkin lebih rendah dari Legion juga …. Jika kita bersiap mencegat serangan skala besar Legion saat jumlah mereka melebihi jumlah kita, strategi kelompok yang kita kerahkan sekarang ini takkan efektif. Oleh karena itu, kita mesti menggunakan strategi konvensional dan mengerahkan kelompok elit terpilih dalam pertempuran sedikit melawan banyak.”

Menyelesaikan pernyataannya, wanita cantik tersebut tersenyum lembut. Mata ungunuya menuju mayor jenderal di hadapannya. Perwira komandan balas menatap sipit. Wenzel dulu juniornya di sekolah staf militer, dia pun tahu apa yang dipikirkannya walau tak diutarakan.

Hentikan omong kosongmu dan iyakan saja, dasar drone kumbang bodoh.

Wanita laba-laba sialan.

“Atas nama keselamatan Federasi serta warga sipilnya, pertimbangkan benar-benar bagaimana memanfaatkan Reginleif dan skuadron Nordlicht saya sebaik mungkin, Bapak Mayor Jenderal.”

 

Ω

 

Pasukan Legion berhasil mendesak hingga garis pertahanan kedua keesokan malamnya, tetapi didesak balik oleh serangan balasan pasukan Federasi.

“—tak apa, tapi bisa lakukan sesuatu tentang perlakuan mereka ke kita …? Mereka mengirim permohonan bala bantuan dari sana-sini, tapi begitu kelar, mereka langsung membuang kita ke hanggar atau gudang. Mereka kira kita ini anjing atau semacamnya?”

“Kurasa pangkalan hanya tak cukup menampung kita. Itu bala bantuan khusus, tahu?”

Mereka duduk di pojokan hanggar cadangan yang FOB 13 sediakan sebagai tempat penginapan. Raiden duduk di atas kanvas yang menjadi tempat tidur sementara, dan Shin menjawab pertanyaannya, duduk di kursi pengganti terdekat.

Waktu tengah apel pagi. Suara teriakan personel markas lini depan dan para kombatan bersiap berangkat dapat terdengar dari luar hanggar. Pangkalannya jadi ramai, namun mereka—yang bukan bagian pangkalan ini—menganggur.

Skuadron Nordlicht biasanya ditempatkan di markas divisi belakang. Tetapi dikerahkan sebagai personel pertahanan balasan2, mereka berada di posisi agak aneh, sebab pangkalannya tak punya bangunan markas untuk pasukan belakang.

Spesifiknya, pangkalan mana pun yang meminta bala bantuan bertugas menyediakan persediaan serta penginapan untuk serangan berikutnya, dan mereka beroperasi dari pangkalan tersebut hingga dipanggil di suatu tempat lain. Permintaan itu setingkat satu peleton—bukan setingkat satu skuadron—sehingga skuadronnya disebar ke berbagai pangkalan. Inilah situasi mereka semenjak ditugaskan ke Nordlicht.

Untungnya, pangkalan-pangkalan terdepan sering menyambut pasukan yang tidak ditugaskan kepada mereka, bergantung pada hasil pertempuran, tidak adanya kekurangan tempat tidur dan ransum darurat. Pangkalannya memberi mereka sejumlah penginapan di blok perumahan, tetapi dijatahkan untuk para anggota perempuan, termasuk Frederica.

“Reginleif masih dianggap penggunaan uji coba sementara, lantas barangkali mereka tak bersedia memberi suku cadang. Bahkan aku tidak kaget kalau mereka tak sempat memberikannya.”

“Iya, lagian kita dihajar keras kemarin …. Jadi menurut prediksimu, mereka tak lama lagi akan datang, kan?”

Shin mengangkat bahu sambil sekilas melihat Raiden. Kemampuan kutukan kakaknya masih aktif, meskipun tujuannya sudah tercapai dan mengalahkannya, juga masih menyiagakan Shin terhadap kondisi pasukan hantu. Situasinya tak sesederhana itu hingga bisa disimpulkan, tak lama lagi.

“Lebih seperti mereka bisa menyerang kapan pun …. Mereka sudah lama siap menyerang sekarang.”

Tapi keramaian apel pagi pangkalan menenggelamkan keributan para hantu, dan rasanya agak jauh bagi Shin.

“—skuad kita hanya kehilangan dua anggota, Fabio serta Beata dari peleton kedua. Situasinya bahkan tidak berbahaya, tapi ada satu unit infanteri diserang tipe Grauwolf, dan ada teman mereka dalam infanteri itu, jadi mereka buru-buru mempertahankannya.”

Keduanya tengah berjalan melalui lorong blok perumahan, langkah kaki mereka berdecit di lantai. Skuadron Nordlicht yang tak punya markas besar di garis depan, tentu tak punya kantor buat kapten regu atau wakil kaptennya. Karena itulah, Bernholdt mengekor setengah langkah di belakang Shin, hanya melapor sesuatu yang biasanya dilaporkan dalam kantor di tengah jalan.

“Kejadian ini membuat jumlah anggota skuadron menjadi dua puluh. Kita sudah mengirim permintaan untuk anggota baru, sayang divisi lapis baja normal diserang teramat keras, jadi aku ragu mereka punya orang untuk kita. Teknisnya kita adalah bagian biro penelitian dan merupakan kumpulan para pedagang …. Ditambah lagi, kepala kita itu orang aneh bahkan bagi standar militer dan biro riset.”

Letnan Kolonel Grethe Wenzel, komandan Unit Uji Coba ke-1028. Mereka pernah bertemu sekali, etika ditunjuk, tetapi tidak benar-benar bicara dengannya.

“Aku bertaruh orang-orang tidak terlalu menganggap baik beliau, mengingat beliau mengembangkan Juggernaut.”

“Lagi pula pembunuh pilot terkenal yang mengirim sepuluh orang ke rumah sakit sewaktu baru dalam tahap pengujian. Beliau pun pewaris keluarga pemilik industri militer kompleks. Berkat itu kita punya banyak suku cadang dan rig, namun entah kenapa orang-orang suka menyebut beliau penjual senjata.”

Shin acuh tak acuh membalas kata-kata Bernholdt.

“Kita terbiasa tidak dapat perbekalan ulang, baik perlengkapan atau tenaga manusia. Tapi oke-oke saja selama kita masih dapat suku cadang.”

“Aku sudah bilang, tapi Republik kacau melakukannya. Tolong jangan nilai kami berdasarkan standar baik-buruknya 86-mu.”

Walau demikian, ketika Bernholdt mendengar Shin adalah seorang 86, dia tampaknya sangat yakin. Kala itu, skuadron Nordlicht punya cukup personel untuk membentuk satu batalion dan memiliki kapten sebagai pemimpin. Halusnya, dia tidak amat cakap, apalagi kurangnya komando telah mengantarkan kematian kepada banyak anggota regu, termasuk dirinya.

Fakta Shin yang tatkala itu masih menjadi wakil kapten sebuah peleton, akhirnya mengambil alih peran kapten merupakan tindakan putus asa. Rekrutmen baru yang lulus langsung dari program perwira khusus tidak bisa mengisi peran ini.

Tapi bagaimanapun juga …

“… kau bisa saja masuk ke unit standar lapis baja. Kenapa datang ke unit yang hancur?”

“Buatku lebih mudah di sini. Rantai komando dan peraturan pertempuran unit normal membuat sulit bergerak.”

Ketika dia mempilot drone Republik, tidak ada peraturan pertempuran yang mesti ditegakkan dan tiadanya komandan yang mengawasi dari dekat—terkecuali yang terakhir. Dia kelewat terbiasa bergerak mengikuti penilaian sendiri dan bertanggung jawab atas aksinya sendiri, apalagi metode standar militer Federasi adalah mematuhi penilaian komandan dan mengikuti perintah bukan metode yang bisa diikuti Shin.

Bernholdt mengejek.

“Tidak percaya aku mendengar, sulit bergerak dari seorang remaja sialan …. Yah, kurasa kami takkan komplain selama perintahmu tidak membunuh kami. Walaupun kau ini Pencabut Nyawa berwajah batu dan anak nakal ingusan yang terus-terusan pergi ke garis depan meskipun kau ini komandan dan betulan membuat kami gila gara-gara suara itu jika kami Beresonansi denganmu.”

Mengabaikan sarkasme dalam kata-kata Bernholdt, Shin mengalihkan pandangan ke jendela. Di luar sana, satu truk beratap terbuka berdiri di jalan beraspal, diselimuti awan debu. Di tubuh truknya terdapat kantong mayat hitam, ditumpuk di atas satu sama lain bagaikan karung kentang. Barangkali sisa-sisa tentara yang meninggal kemarin.

Seketika terbesit dalam pikirannya, bahwa Eugene mungkin sekarang sudah dikumpulkan. Dia orang seangkatan yang bilang akan bertarung demi keluarganya.

Aku bisa menanyakanmu hal yang sama.

Shin tahu apa yang akan diminta Eugene, tapi … bagaimana jawabannya bila Eugene menanyakannya saat itu?

“Letnan Dua? Letnan Dua …. Kau dengar?” Shin mulai sadar Bernholdt menatap bingung dirinya. “Ah, ya. Maaf.”

“Yah, kurasa aku paham. Kalian anak-anak nakal betul-betul tidur di malam hari, dan bertarung sepanjang malam mulai memengaruhi kalian …. Tapi itu, anu, sedikit masalah sih ….” ucap Bernholdt tiba-tiba.

Dia berhenti berjalan dan melihat ke depan, nampak tercengang.

Menyesuaikan pandangan dengan Bernholdt, Shin sadar benar apa yang mengganggunya. Matanya tertuju ke Frederica yang nampaknya kurang tidur. Beberapa malam lamanya. Dia berjalan tanpa alas kaki memakai piyamanya, satu tangan menyeret boneka beruang, dan rambutnya berantakan.

Sekalipun itu jelas merupakan pelanggaran peraturan militer, Bernholdt awalnya adalah seorang Vargus yang sangat sedikit menekankan kedisiplinan, lantas Shin yang awalnya mengemudikan drone, sama sekali tidak peduli. Tetapi Frederica mengenakan blus sebagai pengganti piyama, tiga kancing atas terbuka. Blusnya mulur terbuka ke sisi kanan, mengekspos bahu kurus hingga dadanya. Boleh jadi dia berumur sepuluh tahun, tapi tetap saja pemandangan yang mengundang masalah.

“Frederica, kembali ke kamarmu terus ganti baju atau kembali ke tempat tidur.”

“Uuuh. Kiri, sisir rambutku …”

Shin mendesah sekali.

“Frederica.”

Mata merahnya berkedip sekali lalu terbuka lebar.

“Shinei …. Maaf. Aku salah mengiramu dengan …”

Frederica merespon tepat tapi terus saja berjalan, Shin terpaksa meraih tengkuknya. Untung Anju barusan keluar, jadi Shin memilih membiarkannya mengurus masalah ini.

“Maaf, Anju. Bisa kau tangani ini?”

“Ada apa …? Ah, Frederica?! Lihat dirimu! Ke sini, cepat! Theo, bisa ambil seragam Frederica?”

“Kau menyerahkannya padaku? Aaah, baiklah.”

Theo yang kebetulan lewat, mengubah arah dan pergi ke kamar Frederica. Melihatnya menjauh, Bernholdt membuka mulutnya hendak bicara.

“Tadi aku bilang apa …? Ah, iya. Kita dapat paket lain. Mabes menghubungi kita mengenainya beberapa hari yang lalu.”

“Paket …? Oh …”

Sadar maksud Bernholdt, Shin mendesau. Sekitar enam bulan setelah diselamatkan Federasi, mereka mulai menerima surat serta paket niat baik warga sipil. Biarpun Shin dan yang lainnya bukan anak-anak kecil, beberapa orang menyertakan mainan mewah, buku bergambar, juga surat yang dipenuhi emosi berlebihan. Ernst tak mengungkap informasi pribadi mereka, agar para 86 bisa hidup damai di Federasi. Tetapi itu hanya memperkuat citra mereka sebagai anak-anak malang yang dipersekusi Republik mengerikan.

Tak terlalu penting bagi Shin orang-orang berpikir apa soal dirinya, dia tidak peduli dirinya subjek niat baik dan belas kasih, namun ditonton orang tak cocok dengannya.

“Kau boleh membuang semuanya, seperti biasa …. Mesti mengurusnya setiap waktu itu menjengkelkan, jadi bisa suruh Mabes menyingkirkannya setiap saat?”

“Menginspeksinya setiap saat sama-sama merepotkan mereka, dan mereka merasa bersalah padamu subjek simpati murahan, jadi anak-anak di Mabes senang melakukannya. Tapi beberapa orang mempermasalahkan penggelapan dan kelalaian kriminal, lantas mereka masih ingin memberitahumu.”

Balas menatapnya, sersan muda yang hampir dua kali usianya mengangkat bahu.

“Semuanya tentang formalitas, Letnan Dua. Bagaimanapun pasukan adalah organisasi yang terdiri dari orang-orang. Dan karena orang-orang tidak rasional dan tak efisien, pasukan penuh prosedur tak rasional dan tidak efisien.”

Dan yah, kurang lebih awalannya benar pula buat Republik. Itu mengingatkannya akan suara tertentu, suara sejelas lonceng perak. Mulanya, dia dapati mengesalkan, sebab si pemilik suara akan merundungnya perihal mengisi laporan pertempuran lalu mengirimkan laporan patrolinya, tapi …

Suara serak Bernholdt menyadarkannya.

“Dan itu saja. Itu kesimpulan laporanku, Kapten. Tolong tanda tangani dokumen ini.”

Shin mendesau.

“Jadi …”

Selagi sarapan, Theo pura-pura sedang dalam suasana hati buruk.

“Tidakkah menurutmu mengirim seseorang untuk membawakan pakaianmu, terus memanggilnya orang bodoh kurang ajar begitu membuka pintu, itu perlakuan kejam dan tidak biasa? Dia bahkan melempar boneka kepadaku. Kalau kurang, setelahnya dia mulai memukulku.

Theo meringkas peristiwa yang terjadi seusai dia mengambil seragam Frederica atas permintaan Anju. Kendati Theo tak peduli-peduli amat, dia terus membesar-besarkannya untuk menggoda Frederica. Anju yang melihat seluruh persoalannya terungkap, menyembunyikan bibirnya yang menyeringai. Raiden bersama Kurena lebih tercengang alih-alih geli, Shin tetap dingin dan apatis seperti biasanya.

Meski mereka semua bagian dari peleton berbeda di skuadron Nordlicht, ini pertama kalinya mereka berlima berkumpul. Saat mereka bertanggung jawab atas pertahanan balasan, mereka terus-menerus dikirim menuju pertempuran. Pertahanan front barat cukup tertekan sampai-sampai Federasi tak ragu-ragu mempekerjakan unit uji coba—yang berfokus pada penerapan sistem senjata baru yang mencurigakan tanpa punya banyak pencapaian—semaksimal mungkin.

Frederica menundukkan kepala, rona merah merambat di wajahnya.

“Kami sudah memperbaiki blusmu, tapi entah kenapa, kau sobek lagi.”

“Kau belum setengah bangun karena masih di alam mimpi. Misal kau seletih itu, kau boleh saja tidur lagi.”

“Aaaah, diam! Kubilang, diam!”

Si gadis menepis kata-kata itu, gagal menyadari perhatian santai di balik perkataan Theo.

“Jelasnya, salahmu karena tidak mengetuk dan merengsek masuk ke kamar seorang wanita yang sedang mengganti pakaiannya! Kau setuju ‘kan, Kurena?!”

“Dia mengetuk kok. Dan lagi, kau ini bukan wanita.”

“Kenapa kau melepas piyamamu padahal dia belum kembali membawakan pakaianmu?”

“Masalah terbesarnya kau ini berlarian di lorong saat setengah tidur dan setengah telanjang, Frederica.”

“Aku tak melakukannya! Dan siapa yang memberitahumu hal itu?! Kau tidak di sana melihatnya, Raiden!”

Jawabannya jelas. Tatapan semua orang tertuju pada Shin, namun pemudanya sendiri mengabaikannya. Frederica jatuh berlutut.

“… tak kusangka kalian sejahat itu …”

“Maksudku sekiranya kau tidak bisa berpakaian atau bicara dengan baik, kami tak dapat membolehkanmu bergabung dalam serangan balasan kami. Sebaiknya mengembalikanmu ke Mabes.”

Bibir Frederica mengernyit tidak senang. Sesaat Shin menatap mata merah Frederica yang melihat marah dirinya, Shin melanjutkan:

“Kau tidak bisa memaksakan peraturan militer kepada Maskot, kau pun tak berkewajiban bergabung bersama kami saat serangan mendadak datang. Aku takkan menyebutnya tidak berguna, tapi seandainya kami tak dapat menjamin keselamatanmu, lebih baik kau kembali ke garis belakang.”

“Aku tidak bisa begitu … aku datang ke sini buat melihat proses menuju kesimpulannya.”

Raiden nyengir.

“Jadi kuharap mulai besok kau berhenti berlarian saat setengah tidur.”

“Tidak bisakah kau singkirkan masalah itu?!”

Frederica menggeram ke Raiden, wajahnya lagi-lagi memerah. Kelima orang lain memutuskan menghentikan topik pembicaraan, sebab lanjut menggodanya akan membuat mereka merasa bersalah.

“Baiklah. Kurasa rencana perjalanan kita sebagian besarnya tugas bersih-bersih.”

Ketika pertempuran berakhir, para prajurit di garis depan punya banyak pekerjaan sulit. Membetulkan, memelihara, setelahnya membangun kembali posisi pertahanan. Memulihkan puing-puing musuh yang hancur dan unit teman. Tentu saja, memulihkan mayat-mayat para prajurit yang mati. Mereka barangkali memukul mundur serangan musuh, tapi Divisi Lapis Baja ke-177 mengalami kerugian besar. Kemungkinan besarnya, tempat mana pun yang mereka jambangi besar kemungkinan akan kekurangan staf.

“Antara itu atau patroli ke zona perang …. Unit lapis baja dihajar habis-habisan di pertarungan kemarin, jadi mungkin bakal patroli.”

“Aku tahu kami tidak bisa bilang tak bersedia melakukannya sebab tidak ada gunanya di sini, dalam pasukan standar. Namun mesti berpatroli padahal tahu tak ada faedahnya itu menyebalkan.”

“Di sisi lain, Anju …”

“Aku tahu …”

Sembari menutup buku jadwal yang punya ilustrasi karakter kartun menggemaskan di sampulnya, Frederica mendesah tak pantas bagi seorang anak kecil.

“Semua orang membuat kalian kerja rodi, namun, kalian sudah terbiasa. Akan tetapi …”

Semua orang menatap apatis Frederica. Sedangkan Shin dan teman-teman lain berada di akademi perwira khusus, Frederica sudah terdaftar di unit uji coba dan secara aktif berperan sebagai koordinator kapten regu serta biro penelitian.

“Grethe memanggil kalian. Oleh karenanya, kita akan kembali ke markas hari ini.”

Markas besar Divisi Lapis Baja ke-177 dibangun di atas pangkalan udara kuno Kekaisaran yang menyediakan banyak hanggar juga stasiun pemeliharaan, sekaligus landasan pacu besar yang saat ini hanya berguna untuk menerima angkutan dari dalam negeri. Salah satu hanggarnya punya barak, dan salah satu ruangannya menjadi ruang kendali. Markas besar ini adalah Markas besar Unit Uji Coba ke-1.028.

“—sebelum kita mulai, aku ingin berterima kasih kepada kalian semua atas kerja bagus dalam misi bala bantuan konstan.”

Komandan Unit Uji Coba ke-1.028, Letnan Kolonel Grethe Wenzel, menyambut mereka dengan senyuman bibir merah melengkung. Mereka berada dalam ruang arahan dengan jendela kaca menghadap hanggar, terletak satu lantai di bawah ruang Mabes. Orang-orang yang bertanggung jawab atas bagian penelitian serta bagian pemeliharaan berkumpul di sana, bersama kapten regu dan semua Prosesor lain—dengan kata lain, Shin dan para 86 lainnya.

Melihat komandan unit tempur yang sedikit mengurangi rata-rata usia penghuni ruangan, Grethe menyeringai.

“Daftar anggota kami berubah semenjak kalian mengambil alih pos baru bulan lalu … nampaknya Reginleif paling kompatibel dengan 86 dan tentara bayaran.”

Dua puluh ciptaannya dibariskan di belakang kaca kedap suara, menerima inspeksi serta pemeliharaan menyeluruh setelah lama tidak kembali ke tempat bertenggernya. Feldreß berkemampuan manuver tinggi pertama dalam sejarah Federasi, Reginleif. Menekankan kecepatan berkonsep kemampuan manuver yang tak memberikan musuh kesempatan mengunci. Ialah manifestasi cita-cita Gretha dan pembuatan teori ekstensif.

Vánagandr kuat dengan meriam 120 mm-nya, tetapi seandainya terkena serangan di sisi selain meriam, sama-sama akan hancur. Oleh sebabnya, melepaskan lapis baja dan fokus pada kecepatan pastinya memastikan keselamatan pilot. Satu bulan lalu, hanggar ini dipenuhi pemandangan mengesankan satu batalion yang berisikan lima puluh Reginleif baru.

Namun kini puing-puing ciptaannya tergeletak bertumpuk menyedihkan bersama sejumlah besar kontainer selongsong 88 mm, menyisakan kekosongan ketara yang dulunya tempat Reginleif berdiri. Kurang dari separuh unit tersisa, dan pilot mereka adalah para perwira muda yang masih usia remaja. Namun, masih terlalu dini untuk mengambil keputusan. Jauh terlalu dini …

“Sebelum kita menuju pengarahan, aku punya sejumlah kabar baik. Beberapa hari yang lalu, kami memastikan kelangsungan hidup Kerajaan Bersatu Roa Gracia dan Aliansi Wald. Salah satu unit patroli kami menangkap sinyal suara nirkabel.”

Mereka masing-masingnya merupakan monarki otokratis terakhir di sebelah utara Republik serta Federasi (kala itu masih Kekaisaran) dan negara bersenjata netral yang bertetangga di selatan. Dikarenakan gangguan Legion, mustahil memastikan kelangsungan hidup mereka, apalagi berkomunikasi, namun sekarang mereka berdua tahu paling tidak kedua negara kelihatannya masih utuh.

“Tampaknya mereka berdua berhasil membangun garis pertahanan dan mempertahankan cukup ruang untuk bertahan hidup. Kerajaan Bersatu sepertinya bertahap bergerak ke selatan, jadi kita akan segera dapat mengirim orang ke sana. Kita barangkali belum bisa memulai strategi kolaboratif bersama mereka. Tetapi, kita masih belum bsisa menghubungi negara tetangga lain atau Republik San Magnolia …”

Sang komandan curi pandang para Prosesor, menyeringai ke Theo yang menundukkan kepala dengan pipi menempel ke meja, kemudian pandangan Kurena menurun apatis. Mereka tak mengkhawatirkan Republik sebagai tanah air tidak pula mencercanya karena menganyiaya mereka. Mereka sepenuhnya dan sama sekali tak memedulikannya.

Dan itu hanya menyadarkan betapa dalamnya luka mereka. Shin dan Raiden mendengar baik-baik, tetapi mereka tampak mecemaskan sesuatu—atau mungkin orang—lain. Tatapan Anju beralih ke keduanya, mungkin memikirkan hal yang sama.

Pemimpin tim pemeliharaan, seorang pria berambut merah diwarnai abu-abu, mulutnya terbuka hendak bicara.

“Jadi saya asumsikan arahannya adalah berita buruk, Letnan Kolonel?”

Dia mengangguk terhadap pertanyaan bercandanya.

“Takutnya begitu …. Kami dapat prediksi bahwa Legion boleh jadi mempersiapkan serangan skala besar dalam waktu dekat.”

Pemimpin tim peneliti, satu-satunya warga sipil dalam ruangan, terkesiap. Di waktu yang sama, para pemimpin peleton yang nampaknya kebosanan sampai sekarang, memberi perhatian penuh kepada Grethe. Grethe tak menyukai metaforanya, namun bagaikan anjing bangkit dari tidurnya dalam rumah anjing karena suara terompet berburu.

“Sesuai prediksinya pasukan front barat akan diatur ulang untuk memaksimalkan potensi tempurnya. Unit Uji Coba ke-1.028 akan ditambat ke FOB 15 sebagai skuadron lapis baja. Kita akan menjadi bawahan Resimen ke-151, dan aku yang akan mengambil alih komando langsung …. Kalian takkan lagi dibagi menjadi banyak peleton dan dioper-oper ke unit-unit berbeda. Kami akan memusatkan segenap kekuatan kalian ke satu skuadron. Telah tiba waktunya menunjukkan Reginleif, juga nilai sejati skuadron Nordlicht. Ada pertanyaan?”

“—sebesar apa skala serangannya?”

Reorganisasi dan perubahan tugas mereka tidak Shin sangka-sangka atau pedulikan. Grethe tersenyum mendengar ucapan tak peduli Shin.

“Kami memprediksi mampu mendesak balik dengan kekuatan kami sekarang ini. Kami akan mempersiapkan bala bantuan bila mana terjadi hal buruk …. Aku ingat. Aku sudah mendapat laporan yang kau kirimkan terkait situasi ini, Letnan Dua Nouzen.”

Raiden sekilas melirik Shin. Shin betul-betul mengabaikan tatapan Raiden yang Grethe lihat. Wanita itu tak mengerti apa maksudnya, dan memutuskan membiarkannya.

“Aku rasa cukup menarik. Baik analisismu sebagai komandan lapangan serta opinimu sebagai kapten unit elit Republik cukup berharga. Tapi tetap saja, kau hanya memiliki perspektif medan perang berdasarkan yurisdiksi satu divisi. Tidakkah menurutmu memprediksi serangan besar-besaran di seluruh front barat agak terlalu berani?”

Balasan Shin langsung disampaikan, seakan-akan memperkirakan itulah balasan Grethe.

“Apabila sektor 177 bukan medan perang unik, walaupun front barat pun saya takkan punya cukup bahan untuk membuat dugaan demikian …. Selama pertempuran terakhir, saya merasa seolah Legion mundur. Seolah-olah tiada pilihan selain mundur.”

Mereka tak didorong mundur. Tidak pula terpancing. Senyum Grethe mendadak menghilang.

“Semakin banyak wilayah yang kita ambil, kian panjang dan tipis pula garis depan. Anda barangkali masih belum selesai membangun benteng dan pangkalan-pangkalan garis depan ketika membuat kemajuan tiga bulan lalu …. Situasi ini menurut saya tidaklah menguntungkan.”

“… kau cerdas. Kau tahu, kau lebih imut kalau bertingkah sesuai usiamu.”

Shin bahkan tak mengernyit pada leluconnya. Grethe mendesah.

“Kata-katamu ada manfaatnya, Letnan Dua. Dan Mabes mengakuinya. Tapi jika kita semata-mata puas dengan mempertahankan garis pertahanan, Federasi akhirnya akan jatuh. Legion takkan menghilang bila kita hanya menunggu. Kita harus maju, kendatipun sedikit demi sedikit, selanjutnya memusnahkan mereka seperti yang kita lakukan.”

“…”

“Dan jikalau tujuan Legion adalah menarik keluar kita agar mereka dapat melancarkan serangan penghabisan, prediksimu mengasumsikan jumlah mereka terlampau besar. Jauh melebihi perkiraan ruang analisis terpadu.”

Bahkan melebihi batas teoritis perkiraan keluaran Weisel. Jenis angka yang bahkan akan menganggap kecil keadaan front barat, biar kau tambahkan seluruh kemungkinan bala bantuan.

Melihat laporan yang disampaikan anak laki-laki yang biasanya pendiam, telah menjelaskan terlepas dari lingkungannya dia punya pengetahuan dan kecerdasan luar biasa. Mungkin sebab pengabdian lamanya di Republik. Bisa jadi dipaksa melawan Legion dalam semacam sistem senjata cacat telah menanamkan kecenderungan berlebihan menganalisis musuh dalam dirinya.

Nampak selaras dengan sifat gemarnya mengabaikan perintah serta strategi andai diperlukan dan bertindak sesuai keinginannya (yang mana hal itu Grethe tutup-tutupi untuknya, mengingat prestasi Shin) …. Tetapi itu membuktikan Republik memberikan luka dalam pada dirinya pula.

“Tak ada yang perlu dirisaukan …. Federasi bukanlah Republik. Kami takkan pernah berpikir gelap mata dari ancaman di hadapan kami, kami akan mengusir ancaman tersebut. Kami berusaha mengumpulkan informasi dan melakukan analisis menyeluruh serta membuat persiapan apa pun yang diperlukan. Dan terlebih lagi, Federasi takkan meninggalkan rekan seperjuangan.”

Kalian tak perlu bertarung sendirian tanpa bantuan, sebagaimana medan perang Republik. Kalian tak usah berperang sendirian dalam keadaan sangat tidak diuntungkan, tanpa informasi atau dukungan, takkan pernah lagi.

“…”

Tidak terlihat diyakinkan, dan tanpa semangat sama sekali, dia menutup mata merah darahnya. Grethe tersenyum sembari melihatnya. Boleh jadi masih terlalu cepat untuk meraih kepercayaan atau rasa hormatnya.

“Dan lagi, anggota baru akan bergabung ke dalam skuadron. Aku akan memperkenalkan mereka, jadi mohon jaga hubungan baik dengan mereka.”

Setelah diinstruksikan mengikutinya, Shin dan kelompoknya mengikuti Grethe menyusuri lorong selagi sepatu hak tingginya berbunyi klik keras di lantai seiring langkahnya. Cuma Shin dan 86 lain yang mengikuti; mereka menutur selamat tinggi kepada pemimpin tim pemeliharaan dan pemimpin tim peneliti yang senantiasa tercengang terhadap perilaku aneh mereka selama inspeksi.

“Apa opinimu mengenai Reginleif, Letnan Dua? Kau lebih menyukainya ketimbang peti mati alumunium milikmu itu?”

Grethe tersenyum lebar selagi Shin balas menatpanya.

“Dulu aku juga ada di pangkalan yang mengamankanmu. Aku bertanggung jawab atas kontraintelijen serta pengendalian penyakit, jadi kita belum sempat bicara …. Tapi aku punya rekan lamamu di laboratoriumku. Mau bertemu?”

“… gak, makasih.”

Shin sering kali berganti unit karena dia kerap merusak rig-nya sampai-sampai tak dapat diperbaiki, jadi dia sebetulnya tidak lama-lama amat meninggalkannya. Lagian, itu unit lamanya—rekan yang telah dikalahkan dan akhirnya diizinkan dimakamkan. Shin tak ingin melakukan sesuatu seperti menggali kuburannya.

“… saya yakin sudah mengirim laporannya tentang hal itu dan Para-RAID tepat waktu.”

Unit Uji Coba ke-1.028 didirikan untuk menguji teknologi Juggernaut serta Para-RAID. Salah satu tugasnya adalah mengirimkan laporan berkala tentang mereka dan pengaruhnya terhadap tubuh manusia.

“Ya. Namun aku ingin mendengar pendapatmu—sebagai orang yang mempilot Feldreß bersistem serupa di Republik.”

Shin mendesau sekali.

“Kalau Anda menanyakan Juggernaut—”

Grethe mengangkat alis.

“Namanya Reginleif.”

“Juggernaut.”

“Re-gin-leif.”

“Juggernaut.”

“… terserahlah. Gimana?”

Grethe menggeleng kepala tak senang, kemudian Raiden batuk canggung menawan tawa. Shin tak menghiraukan mereka berdua dan melanjutkan:

“Ini peti mati alumunium yang dibuat jauh lebih baik daripada Republik.”

Grethe teridam selama sepuluh detik penuh, tak yakin dia harus tersinggung atau tidak.

“… masa?”

“Apa, dia tidak sadar?”

“Maksud Shin, itu tak lebih dari pembunuh pilot.”

Grethe boleh jadi kelewat kaget mendengar kasak-kusuk Kurena dan Theo. Kemampuan Reginleif ketinggian untuk dikemudikan orang biasa. Bagaimanapun Reginleif dikembangkan dengan niat eksplisit memberikan mobilitas setara Legion, jadi keselamatan tampaknya bukan salah satu faktornya.

Alhasil, semua operator telah pensiun selama tahap pengujian, mengalami cedera di sekujur tubuh mereka. Dan tatkala dikerahkan dalam pertempuran nyata, ia melahap semua Prosesor yang mempilotnya. Shin, Raiden, dan yang lainnya sukses mempilot Reginleif hanya karena mereka 86. Selama masa kanak-kanak dan remaja, mereka dipaksa mempilot Juggernaut yang juga dibuat tanpa memerhatikan keselamatan pilotnya, lantas tubuh mereka tumbuh beradaptasi dengan ketegangannya.

“Itu kesan yang sangat … mengejutkan. Feldreß lemah … lebih tepatnya, rapuh … yang gagal, itu membuatku mempertanyakan kewarasan orang yang membuatnya …”

Ini bukan sesuatu yang biasanya dikatakan orang di depan para Prosesor, tetapi Shin tak menghiraukannya. Lagi pula itu kebenaran menyedihkan.

“… kok bisa kalian bertarung dalam bangkai Feldreß itu dulu di Republik!?”

“Kami cuma punya itu.”

“Ya, itu benar …”

Grethe sepertinya menggumam sesuatu tak terdengar. Bisa jadi mengutuk Republik dan persenjataannya.

“… menurutku bukan rig yang buruk. Mungkin memilih Prosesornya, tetapi kecepatannya sangatlah menguntungkan. Dan mau secepat apa pun, remnya bagus, sehingga punya kemampuan manuver fleksibel. Lagian Vánagandr seperti peti mati logam. Juggernaut masih lebih baik ketimbang itu.”

Pertahanan tipis Juggernaut buatan Republik sebagian besar untuk menenangkan pikiran saja, dan 86 tidak terlalu memercayai lapis baja. Juggernaut baru yang dikembangkan dengan mobilitas yang sedari awal tidak memungkinkannya terkena serangan, bagi mereka, lebih baik ketimbang Vánagandr lamban dan bergantung pada lapis baja.

“Aku mengerti …. Entah kenapa, rasanya seperti bukan pujian.”

“… dia tak mencoba memuji Anda …”

Grethe kelihatannya mengabaikan ejekan Anju. Sembari menghembus napas berat, dia bilang:

“Saya dengar Andalah yang meminta kami 86 ditambahkan sebagai calon Operator, Letnan Kolonel.”

“Sebagai personel uji coba dan tak lebih. Aku tak menyangka kalian secara sukarelawan bergabung ke unit tempur. Meski benar pengalaman dan keterampilan kalian teramat-amat membantu kami … aku sejujurnya menentang pengerahan tentara muda menuju garis depan. Apalagi kalian, 86.”

Grethe mengangkat bahu ke arah sorot mata Shin.

“Aku pun seorang Operator. Sepuluh tahun lalu, kala perang melawan Legion pertama kali dimulai. Aku hampir seusia kalian … kadet penerbang muda, tetapi Legion mencuri langit kami.”

Meriam Swagerak3 Anti-Pesawat tipe Stachelschwein4, dan Eintagsfliege masih mengganggu superioritas udara Republik serta Federasi hingga hari ini.

“Aku menjadi sukarelawan bersama kadet-kadet lain …. Banyak dari kami yang berguguran. Mereka mengepung kami sedangkan Vánagandr sialan bergerak seperti merangkak. Aku terus-terusan berpikir: Bagaimana kalau kita punya Feldreß yang lebih cepat? Itulah yang membuatku mengembangkan Reginleif.”

Seusai pandangan menurun untuk mengingat-ingat, Grethe mendongak dan tersenyum tipis.

“Aku menghargai pendapat jujurmu, Letnan Dua. Kalian semua juga …. Berikutnya akan kucoba memperbaikinya dengan menambah komponen, jadi aku nantikan opini yang lebih baik, oke?”

Melintasi gerbang pangkalan, mereka melangkah turun di jalan yang baru diaspal. Walau jalannya berakhir, mereka terus berjalan, memasuki padang rumput musim panas. Mata Shin berhenti saat mendapati satu set rel berkarat familiar, terbagi delapan, di bawah rumput.

“Terakhir kali kalian semua ke sini, tempat ini masih dikuasai Legion.”

Grethe menoleh menghadap mereka, bibir merahnya melengkung dan tersenyum bangga.

“Tapi selama enam bulan terkahir, kami berhasil merebut kembali tanah kami, memukul mundur sampai sejauh ini.”

Shin bisa mendengar seseorang mendesah di belakangnya.

Di tengah padang rumput musim panas, dikelilingi bunga putih, lima senjata bergerak Republik—empat Juggernaut dan satu Scavenger—tersimpan dalam peti kaca.

“Kami menemukannya ketika garis depan kami meluas. Aku tahu kalian mungkin menganggap ini tak menyenangkan, tetapi kami mesti menjalankan beberapa pemeriksaan. Hal yang sama berlaku pada nama-nama di monument …. Kami mengembalikan pelat-pelatnya ke tempat awal setelah selesai mencatat nama-namanya. Kalian bisa tenang.”

Grethe menyentuh monumen batu khidmat di samping kotak kaca. Dibangun bergaya Federasi, yang Shin kenal dari makam militer yang pernah dikunjunginya sebelumnya.

“Entah Republik anggap bagaimana, tapi Federasi menganggap orang-orang yang gugur mempertahankan negeri mereka sebagai pahlawan yang patut dihormati. Karena itulah nama-nama mereka diabadikan di monumen makam militer …. Tetapi karena mereka rekan-rekan kalian, kami putuskan meninggalkannya di sini, di tempat yang kalian capai. Ini tempat asal mereka, dan di sinilah mereka akan tinggal.”

“…”

Mereka tidak benar-benar menginginkan ini, pikir Shin datar. Dia atau mereka tak pula ingin selamanya dikenang melalui monumen kecil cantik ini. Shin hanya ingin orang yang dia kenal mengingatnya, biarpun sebentar …

… aku ingin tahu mayor masih mengingat kami atau tidak.

Hanya itu yang dia harapkan malam itu, ketika kembang api bermekaran di langit.

“… Letnan Dua?”

“Bukan apa-apa.”

Shin menggeleng pelan.

Rupanya orang-orang Federasi menganggap berbeda perkara ini dari mereka. Shin tak berharap dimengerti …. Tapi tetap saja, dia sedikit bersyukur atas usaha mereka untuk perhatian. Dan dengan monumen ini, atau bahkan satu dokumen yang mencantumkan nama mereka, pelan-pelan tak perlu lagi menjadi bukti rekan-rekannya ada.

Shin mengalihkan pandangannya menuju bangkai Fido yang tersegel dalam kotak kaca, berpikir bahwa inilah misi jangka panjang yang Shin perintahkan Scavenger-nya selesaikan.

Semoga kau menjalankan tuggasmu hingga hancur menjadi debu.

Legion memiliki unit tersendiri untuk mengumpulkan rongsokan, Tausendfüßler. Fido harus berjaga sampai dimakan salah satu Tausendfüßler atau hingga hujan dan udara menghancurkannya. Fido hanya harus bertahan sedikit lebih lama setelah menggunakan seminim mungkin kekuatan yang tersisa …

Dia bisa mendengar langkah kaki akrab mendekat dan berhenti di belakangnya, keempat kaki bersuara gemerincing ketika berhenti. Shin berbalik, pandangannya tertuju pada sosok raksasa Scavenger lain, berdiri diam di sana. Tubuhnya persegi, empat kaki pendek, dan dua tangan mekanis. Tipe tua, jenis yang bahkan hampir tak pernah kau lihat lagi di Sektor Republik.

Suara langkah kaki lain, kali ini sepasang sepatu bot tentara kecil bergegas menghampirinya, dimiliki Frederica yang berlari ke arahnya, melewati Raiden.

“Hei! Meskipun wajar kau tidak sabaran, tidak usah lari cepat-cepat begitu sampai mengagetkanku, kan?!”

Frederica berdiri di sana terengah-engah dengan tangan menyentuh lutut, setelahnya Kurena meraih rambut panjang Frederica dari samping, menyingkirkan daun, kelopak, serta berbagai serangga yang melekat.

“Kau dari mana, Frederica?”

Dia datang memberi tahu tentang pertemuannya namun tanpa Shin sadari dia sudah pergi.

“A-aku tadi di laboratorium … mengawasi … aktivasi yang satu ini. Grethe dan para peneliti … sementara waktu ini mengerjakan … kejutan ini.

“Kejutan?”

“Bentar, kau barusan lari dari lab? Kau baik-baik saja? Kau tak sekarat, kan?”

“Aku … mengendarai yang ini … hampir sepanjang perjalanan ke sini. Tapi begitu dia melihat kalian … dia berakselerasi, dan aku jatuh.”

“Tenangkan dirimu dulu, Frederica. Kau bisa beri tahu kami semuanya sesudahnya.”

“… jadi benda ini apa urusannya?”

Setelah meluangkan waktu sejenak untuk menenangkan napasnya, Frederica mundur selangkah dengan bangga.

“Aku senang kau bertanya, Raiden! Ini …”

“—Fido?”

Shin berbisik, memotong kata-kata Frederica, lebih tepatnya, tak mendengarkan Frederica sama sekali. Raiden menatap letih Shin.

“Jangan bilang kau akan panggil semua peliharaanmu Fido sekarang.”

“Maksudku bukan itu …”

Frederica tersenyum puas.

“Aku yakin kau akan menyadarinya. Tapi kau benar—ini memang Fido yang sama yang bertarung berdampingan bersama kalian di masa lalu.”

Hadir waktu-waktu hening—

“Hah?!”

—diikuti keempat suara campuran seruan kaget.

Melihat Fido, mata Shin membelalak tak biasa selagi membeku kaget di tempat.

“Ketika kami memeriksa penanda kuburan yang kalian tinggalkan, kami pun mengambil kesempatan untuk menganalisis ynag satu ini. Antarmukanya hancur tak dapat diperbaiki, tetapi unit intinya entah bagaimana tetap utuh. Memungkinkan kami untuk mereplikanya. Oh, kami meningkatkan kinerja mesinnya sampai ke tingkat mampu memberi dukungan memadai, jadi nantikanlah dirinya menjadi sekutu yang jauh lebih andal saat datang serangan mendadak lagi.

Frederica menambah, unitnya masih terlihat kikuk seperti sebelumnya, karena kebiasaan aneh-lucu pemimpin tim penelitian yang menyatukan rangka-rangkanya.

Shin sadar jika mereka meninggalkannya bersama unit-unit berharga dan kenangan rekan-rekannya yang hilang, mesin ini pastinya pelayan pribadi setia mereka. Jadi Shin percaya membiarkan wujudnya apa adanya akan membuat mereka bahagia.

“Akan tetapi, yang satu ini memang mengira dirinya mati. Walaupun kami masukkan rangka baru, dia tidak mau nyala, mulanya. Baru mulai bergerak sewaktu …”

Frederica seketika tersenyum pahit.

“… sewaktu mendengar namamu, Shinei … dia sungguh-sungguh menyukaimu.”

Apa suara Frederica ada kode cemburu? Shin, kurang lebih, tak menyadarinya. Jujur saja, dia berhenti mendengar kalimat Frederica seusai dia mulai bicara. Dia berjalan menghampiri Fido yang berdiri diam di hadapannya. Dia berhenti sejarak satu lengan.

“… pi.”

Sensor optik Scavenger beralih ke dirinya, menatap malu-malu. Shin mendesah santai.

“Kupikir sudah menyuruhmu melaksanakan tugas sampai hancur menjadi debu. Misimu bagaimana?”

Pi …”

Melihat kepala Fido menggantung malu (sensor optik dan seluruh rangkanya condong maju) membuat bibir Shin tersenyum kecil. Badan pesawat unit logam besar ini tak lagi punya bekas luka lama, namun.

“Tapi … senang bertemu denganmu lagi.”

Pi—”

Rupanya bahkan mesin pengumpul sampah pun kadang-kadang diliputi emosi. Sensor optik Fido berkedip, seakan berlinang air mata.

Pi …!”

Gerakannya yang mungkin sama seperti manusia yang sedang memeluk seseorang, Fido merengsek ke tubuh Shin—seluruh sepuluh ton beratnya—menuju tuannya.

Memprediksi Scavenger akan melakukannya, Shin menyingkir, menghindar tepat waktu. Fido terus saja bergegas, menghancurkan rumput di bawahnya selagi dilempar maju oleh momentum, terus menabrak bangkai Löwe dengan suara gemprang mencolok dan kocak.

“Yah, tidak bisa bilang tak memperkirakannya.”

“Bukankah kau semestinya lebih resah?!”

Frederica sendiri nampak panik.

“Eh, jangan khawatir—Fido tak hancur semudah itu.”

“Maksudku Shinei, dasar bego! Dia mungkin menghindarinya, tapi bisa saja tadi mati!”

“Shin entah bagaimana selalu tahu bagaimana gerakan Fido.”

Shin tidak tahu, atau tak peduli-peduli amat, antara hasil pertarungan lima tahun bersama atau fakta Fido perlahan-lahan belajar bergerak sesuai gerakan Shin. Shin tersenyum, berpikir mungkin keduanya benar, selagi melihat Fido dengan goyah kembali mendekat.

Grethe menyaksikan seluruh kejadiannya sambil tersenyum lega.

Alhamdulillah.

“… kau akhirnya tersenyum, Letnan Dua.”

Para Prosesor skuadron Nordlicht disediakan kamar dalam barak Markas Besar Divisi Lapis Baja ke-177, namun karena tugas mereka, sebagian besar waktuya diisi tugas bala bantuan ke berbagai macam pangkalan garis depan, dan karenanya, Shin lama tidak berada di kamarnya.

Shin tengah berbaring di kamarnya yang relatif asing, kecil, sederhana, betul-betul keasyikan baca buku filsafat, sesaat dia disadarkan ketukan pintu. Mereka dibebaskan antara makan malam sampai lampu dimatikan. Suara hanggar tak mencapai barak, tetapi suara riang tentara di kantin sama seperti suara barak dulu di Sektor 86.

Shin membuka pintu dan mendapati Frederica. Ekspresi Frederica tegang, dan dia mendesau kaget.

“… cih, kapan kau mau menghilangkan kebiasaan berjalan tanpa suara itu …?! Itu buruk buat jantungku!”

Tapi kebiasaan bukanlah sesuatu yang bisa kau ubah sesukamu, dan Frederica tahu betul Shin tak berniat mengubah cara hidupnya.

“Dari awal kok bisa kau membungkam langkah kakimu padahal memakai sepatu bot militer …? Barusan tidak ada derit lantai!”

“Aku tak sunggu berusaha melakukannya.”

Mengenai itu, Daiya, Kaie, serta Kino akan selalu bilang Shin menyeramkan karena kadang-kadang muncul di belakang kek Pencabut Nyawa beneran. Frederica mengangguk paham selagi Shin bergeser ke samping mempersilahkan Frederica masuk. Duduk di tempat tidur keras Shin, gadis itu melihat sekeliling ruangan yang hampir tiada hiasan, nyaris layaknya sel penjara sambil mengerutkan kening.

“Tempat tinggal suram …. Pasang gambar atau lukisan dong, setidaknya beberapa buku yang kau sukai sebagai hiasan. Dekorasinya kelewat suram.”

“Itu cuma tempat tidur. Kebanyakan barang jadi memberatkan tugas bersih-bersih.”

Sedari awal dia membaca buku bukan karena suka-suka banget. Namun karena membaca bisa mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain—misalkan, suara hantu tak henti. Dia memasang rak darurat dalam kamarnya kala berada di skuadron Spearhead, tapi itu hanya gara-gara dia tak ingin repot-repot meletakkan bukunya ke perpustakaan yang dia temukan dalam reruntuhan. Dan dalam waktu satu tahun atau lebih sejak Federasi menemukan mereka, Shin masih tak tertarik dan tidak menghiraukan sekelilingnya seperti biasa.

Frederica mengerutkan kening, seakan-akan dia tahu isi pikiran Shin.

“Tempat ini lebih dari sekadar tempat tidur, bego. Ini tempat pulangmu. Walaupun hanya tempat tinggal sementara …. Jangan biarkan kosong.”

Dia mendesah, berkata bahwa barangkali diterima dalam Sektor 86. 86 di negeri itu bisa mati kapan saja.

“Aku kasih tahu, kamar Eugene itu penuh gambar.” “Kau membersihkannya?”

“Tempat yang butuh bantuan lebih tak kekurangan apa-apa. Aku cuma membantu memilah-milah artikel pribadinya … semuanya foto adik perempuannya. Orang tuanya tidak meninggalkan foto, lantas dia mungkin lebih menyayangi anggota keluarga terakhirnya.”

“…”

Saat Shin memikirkan foto-foto Eugene dikembalikan ke adiknya, hati Shin berdebar rasa sakit samar. Dia ingat pernah melihatnya sekali di perpustakaan ibu kota. Seorang gadis kecil, bahkan lebih muda dari Frederica. Shin telah selamanya berpisah dari orang tua dan kakaknya pada usia itu, dan biarpun diikuti hari-hari pertempuran tak terhitung jumlahnya dan menyalahkannya, Shin nyaris tidak mengingatnya. Pikiran Eugene bertarung demi kebahagiaan adiknya dan mati memikirkannya, akan dilupakan olehnya … entah kenapa itu menyedihkan.

“… barangkali kau seharusnya tidak menanyakan namanya.”

Kemampuan Frederica tak bekerja pada orang yang namanya tidak dia ketahui. Sekali dia bicara pada seseorang dan menanyakan nama mereka barulah matanya memperkenankan melihat masa lalu serta masa kini mereka. Jikalau Frederica tidak bicara pada Eugene pagi itu, dia takkan melihatnya mati di hari yang sama.

“Bagimu dan rekan-rekan gugurmu tak begitu, kan? Aku pun sama. Meskipun kematian memisahkanku dari orang lain … aku lebih suka menemui mereka alih-alih tak mengenal mereka sama sekali. Bagaimanapun, aku masih bisa menyimpan mereka dalam ingatanku.”

Frederica berkedip pelan sekali.

“Lebih baik rekan-rekanmu tidak gugur, kalau bisa.”

Shin sudah mengenal rasa kehilangan bertubi-tubi. Pertama-tama keluarganya, dan tatkala dia dikirim ke medan perang, rekan-rekannya terbunuh, satu demi satu. Kata-katanya jujur, perasaannya sejati. Shin tak pernah menyesali sumpah yang dia buat pada rekan-rekan pertamanya. Dan dia putuskan kala itu tuk membawa rekan-rekan gugurnya bersamanya.

Tapi bukan berarti Shin tak merasa sakit setiap kali kehilangan seseorang …. Dan gadis ini mengemban beban kesatrianya yang menjadi hantu. Dia tidak perlu menanggung penderitaan lagi.

Tapi Frederica malah mengejek.

“Gak ngaca? Pencabut Nyawa Baik hati?”

“Omong-omong kau ke sini untuk apa?”

Tentu dia datang ke sini tidak untuk mengkritik selera desain interior Shin. Berkedip terkejut, Frederica sepertinya teringat tujuan dirinya datang, lalu matanya mulai bergerak-gerak gugup.

“Yah, kau tahu, masalahnya itu …”

Setelah ragu beberapa saat, dia bergumam, masih menolak menatap langsung Shin.

“… maafkan aku … pagi ini. Mm …”

Ah, Shin mengangguk jelas. Pagi ini, ya?

Kalau dipikir-pikir, dia tak pernah memberi tahu kami nama kesatrianya.

Kiri.

“Apa aku sungguh-sungguh mirip dengannya?”

“Aku takkan bilang kau semirip bayangan cermin. Lagi pula kau memang punya separuh darah klannya.”

“Kesatriaku, Kiriya Nouzen, adalah keturunan klan Nouzen, sepertimu …. Apa ayahmu tak memberitahu silsilahmu?”

“Tidak.”

Tidak ada yang pernah memberi tahu Shin hal itu. Sekalipun ayahnya mengatakan hal yang mirip, dia tak dapat mengingatnya.

“Itu akar keluargamu, entah kau sadar atau tidak. Kau harusnya tertarik …. Keluarga Nouzen adalah klan prajurit Onyxes yang berasal dari awal Kekaisaran. Garis keturunan mereka unggul dalam hal pertempuran, dan mereka menjadi pelindung kekaisaran selama generasi demi generasi …. Para bangsawan terlahir dengan kekuatan dan keterampilan unik, dan beberapa keturunan bangsawan tua tersebut masih menunjukkan kekuatan semacam itu dalam kesempatan langka. Hasrat tuk mempertahankan kemmapuan inilah yang membuat para bangsawan tidak suka mencampur darah mereka dengan ras-ras lain …. Mungkin itulah alasan orang tuamu pergi ke Republik, Shinei.”

Tetapi mendengarnya sama sekali tak membangkitkan emosi Shin. Baik silsilah orang tuanya yang mengikatnya dengan Federasi, maupun keadaan yang memaksa mereka pindah ke Republik. Dia tak ingat satu pun—Tidak.

Ini salahmu.

Kapan pun mencoba mengingat masa lalunya, itulah satu-satunya ingatan yang muncul di benaknya. Biarpun tahu itu bukan salahnya.

Ibu mati, aku yang akan mati—semuanya—semuanya karena dosamu!” 

Frederica tenggelam dalam renungnya sendiri dan tidak sadar Shin yang mulai kaku.

“Kiri bukan keturunan langsung patriark dan tidak punya hubungan dekat denganmu. Dia empat tahun lebih tua darimu …. Terakhir kali aku melihatnya, dia kira-kira seusiamu.”

Revolusi terjadi tak lama setelah penobatan Frederica, sesudah diusir dari istana, Frederica bersembunyi dalam sebuah benteng terpencil bersama fraksi diktator lain dan para penjaga kekaisaran selama seingatnya. Itu benteng terakhir Kekaisaran:

Rosenfort, tempat darah orang barbar tumpah selama fajar permulaan kekuasaan Kekaisaran.

Dalam benteng yang penuh orang dewasa, Kiriya, meski sepuluh tahun lebih tua, tetapi usianya paling dekat dengan Frederica sekaligus satu-satunya teman main. Dia akan menyisir rambut Frederica, memetik bunga untuknya dari taman, dan mengikuti setiap tingkahnya tanpa protes.

Ingatan dalam matanya yang berkata demikian, Frederica mendadak terkekeh.

“Tapi yang satu itu pun sangat serius dan sifatnya keras. Orang yang pasti Raiden sebut tidak asyik … seandainya kalian berdua bertemu, Shinei, aku yakin kalian akan sangat berselisih.”

Kata-katanya dikatakan bercanda, Shinei mendengus. Tidak mungkin dia tahu kepribadian kesatria yang belum pernah dia temui ini, namun dari yang dia dengar sejauh ini:

“Ya, kedengarannya bukan tipe orang yang cocok denganku.”

“Aku bisa jelas membayangkannya. Dia akan mengganggu perhatianmu dari bukumu saat orang berbicara denganmu atau menyuruhmu mematuhi peraturan serta bertingkah laku kemiliteran, terus kau akan mengabaikan dua-duanya, nanti akan membuatnya makin marah …. Pemandangan yang menyedihkan.”

Frederica tersenyum tipis, membayangkan kedua pemuda berbicara, kendatipun darah yang mengikat mereka bersama tak pernah bertemu sama lain semasa hidup atau bahkan mengetahui nama satu sama lain.

“Dia pernah bilang padaku … kalau dia ingin menemui kerabatnya di Republik.”

Patriark klan Nouzen tak pernah secara resmi memaafkan putranya yang melarikan diri dari Kekaisaran, tetapi Kiriya yakin dia memaafkannya. Ketika dia tahu cucunya lahir, ayah Shin diam-diam mengirim suatu buku bergambar. Dan dia tidak pernah benar-benar membuang surat yang putranya kirim. Begitu Kiriya memberitahunya, tangannya gemetaran meski tersenyum.

Selama pertempuran awal-awal revolusi, keluarga Kiriya terbunuh. Begitu pula teman-temannya dari keluarga bangsawan. Namun sebetulnya, ayah Kiriya, Sir Nouzen, punya hubungan buruk dengan kediktatoran dan melepaskan haknya tuk bergabung dengan pihak sipil, bahkan setelah pendirian Feerasi, klan masih mempertahankan statusnya dan diperkenankan hidup. Tapi hal itu Frederica baru ketahui setelah berada dalam perlindungan Ernst.

Kiriya yang terjebak dalam benteng jauh, dikepung dan diisolasi oleh pasukan sipil, tak mungkin mengetahuinya. Kiriya ingin bertemu anggota klan lain dan menjadikan mereka keluarganya. Sendirian itu terlalu menyakitkan.

“…”

Shin tak mengerti perasaan itu. Dia kehilangan keluarganya. Bahkan ingatan tentang mereka tidak jelas, dan dia tak punya tempat yang bisa disebut tanah air. Tetapi dia tidak menganggap tak bisa mengandalkan siapa pun dan hidup sendiri itu tak nyaman. Bagi 86 yang menjadikan hal itu jalan hidup mereka, memerlukan orang lain untuk membantumu mempertahankan kesadaran diri adalah sesuatu yang mereka tidak pahami.

“Bagaimana ceritanya dia menjadi Legion?”

Frederica terdiam sejenak.

“… garis pertahanan Rosenfort adalah medan perang terlampau sengit. Pasukan Federasi pikir dengan menangkap kami, mereka bisa menghentikan Legion.”

Betul memang, perdana menteri dan para penjaga kekaisaran berwewenang mengkomandoi Legion dan mengerahkan mereka untuk menjaga posisi defensif mereka. Namun Legion yang dikembangkan sebagai senjata pemusnah yang tak bisa membawa tahanan atau membedakan warga sipil selain prajurit, tak punya kapasitas untuk memahami perintah kompleks. Fakta banyaknya situasi yang membutuhkan pengerahan penjaga kekaisaran bersama Legion, ditambah dilarangnya mengerahkan kekuatan manusia bersama Legion, menyebabkan kematian banyaknya penjaga kekaisaran dalam pertempuran.

 Dan Kiriya yang merupakan penjaga kekaisaran termuda serta kesatria pribadi Frederica, kerap kali dikirim ke medan perang. Sesuai keturunan yang pernah dianggap prajurit terhebat di Kekaisaran, dia membunuh banyak tentara Federasi.

“Dan tak lama kemudian, kewarasan Kiriya mulai miring.”

Dia kehilangan keluarga dan teman-temannya karena revolusi, dan tanah air tempatnya besar kini wilayah musuh. Rekan penjaga kerajaannya satu per satu berguguran dalam pertempuran, kemudian bilah ofensif mereka sedikit demi sedikit terkelupas. Kiriya mungkin kehilangan terlalu banyak …

Mempertahankan Frederica adalah segalanya baginya, dan dia abdikan seluruh hidupnya untuk bertarung demi keselamatannya. Dia sering tersenyum pada Frederica, berdiri di samping Feldreß berlumuran darah setelah menghabisi nyawa tentara Federasi. Senyumnya senantiasa cerah dan tenang.

Putri.

“Dan pemandangan senyuman itu … menakutkanku.”

Itulah alasan Frederica kabur dari benteng itu.

Dia kabur—segera setelahnya tertangkap tentara Federasi. Fakta Ernst yang kebetulan berada di medan perang adalah kebetulan belaka. Mereka mengakui kematian sang maharani, menggantung mantel merah-hitamnya sebagai bukti.

Dan Kiriya melihatnya. Kekuatan untuk mengetahui masa lalu serta masa kini orang-orang yang Frederica kenal menyadarkan gadis itu bahwa Kiriya melihatnya. Terjadi seketika benteng ditaklukkan, dan pasukan Federasi ditarik kembali ke reruntuhan garnisun. Para prajurit yang menangkapnya terluka. Oleh sebabnya, mantel Frederica dikotori darah. Bertarung dan bertarung untuk menyelamatkan tuannya, pemuda yang dulu berusia enam belas tahun itu melihat mantel berlumuran darah.

Kekuatan Frederica tak bisa memahami pikiran Kiriya waktu itu. Tetapi satu Tausendfüßler kebetulan sedang berkeliaran di dekatnya, merayap mencari-cari materi untuk didaur ulang demi upaya perang mereka. Tapi seperti Scavenger Republik, Tausendfüßler tidak dilarang mengumpulkan mayat, dan mereka sudah lama mengetahui mereka bisa mengasimilasi jaringan saraf bilogis manusia dan menggunakannya sebagai prosesor sentral.

Lantas sang kelabang besi raksasa menghampiri Kiriya, berusaha mengklaim hadiah menakjubkan itu …. Dan Kiriya yang berdiri diam, tidak melarikan diri.

“Akulah yang menjadikan Kiriya monster itu.”

Shin tak tahu Kiriya macam apa yang Frederica lihat sekarang ini. Shin tidak dapat melihat hal yang Frederica lihat. Resonansi Sensorik Federasi hanya memungkinkan pengguna berbagi indra pendengaran saja. Namun Shin pernah bertemu tipe Artileri Jarak Jauh dua kali dan paham keganasan mematikannya. Wajar saja—kendati menyakitkan—bahwa Frederica yang pernah menyayanginya, akan memanggilnya monster.

“Katamu Legion akan segera menyerang kita … Kiri barangkali akan datnag. Dan saat dia datang …”

“Aku tahu.”

Dia menanggapi permohonan ngotot gadis itu dengan seringai. Tetapi senyum yang Frederica tampakkan sebagai tanggapan hanyalah senyum sedih.

“Jangan …. Saat dia benar-benar datang, jangan pertaruhkan dirimu dan jika perlu hindarilah.”

Frederica memalingkan mata dari tatapan Shin.

“Aku mungkin lupa orang dengan mudahnya binasa. Berusaha sekuat tenaga demi masa depan.”

Sebagaimana Eugene yang kemarin mati.

“… sesuai perkataanmu sebelumnya. Aku tak suka menyentuh kematian orang lain—tentang kematian orang-orang yang aku kenal. Semisal kau atau Raiden atau orang lain mati agar bisa melepaskan Kiri dari penderitaannya, skalanya akan tetap tak seimbang selamanya. Kalian semua punya masa depan, dan janganlah kehilangan masa depan itu.”

Masa depan.

“Masa depan, ya …”

Ekspresi Frederica keheranan dan agak gelisah.

“Kau beneran belum terlalu memikirkan masa depan, kan …? Aku tak nian menghargai perbandingannya, tetapi kau harus mengambil sebagian buku Eugene. Pertimbangkan kau ingin pergi ke mana di cuti selanjutnya, atau sesuatu yang menyenangkanlah. Bahkan pemikiran kecil saja boleh. Hanya … pertimbangkan saja.”

“…”

Sudahkah memikirkan rencanamu selanjutnya ketika diberhentikan? Ada tempat yang ingin kau datangi? Sesuatu yang ingin kau lihat?

Sepintas, dia pikir dirinya mendengar suara lonceng perak lagi. Tak lama setelah Kujo meninggal, sebelum mereka saling mengenal nama satu sama lain atau bahkan merasa perlu untuk mengenal mereka.

Ada tempat yang ingin kau datangi? Sesuatu yang ingin kau lihat?

Kala itu Shin kira pertanyaannya tak lebih dari merepotkan. Dia buang idenya, bilang dia tak pernah memikirkannya, dan jawabannya bahkan kini tidak berubah. Namun andai Shin menanyakan dirinya pertanyaan yang sama, bagaimana responnya? Perasaannya bagaimana? Apa yang dia pikirkan, apa dia mencoba bertarung, sebagai Handler …?

Malam datang lebih awal di medan perang.

Perang adalah mesin yang menghabiskan banyak tenaga serta persediaan setiap hari untuk menopang dirinya sendiri. Divisi persediaan dan Federasi sendiri tak punya energi cadangan untuk mensuplai, menyalakan lampu di medan perang gelap bisa menjadi sasaran pengeboman. Pengecualian pos-pos minimum yang memerlukan cahaya, sebagian besar pangkalan dalam keadaan gelap gulita. Sama bagi front barat Federasi dan Sektor 85.

“Shin, kau lihat Frederica? Ah.”

Hari menjelang lampu dipadamkan.

Frederica belum kembali, dan Kurena mengirim Raiden untuk mencarinya. Mengetuk pintu terbuka menuju kamar Shin, dia berdiri diam. Kamarnya sempit, seperti peti mati atau sel, hanya dilengkapi satu meja dan tempat tidur. Shin berada di tempat tidur, bersandar di bantal persis yang dia lakukan di barak lain seingat Raiden. Di sampingnya Frederica, tidur sembari memercayakan seluruh berat tubuhnya kepadanya, bersandar kepada Shin.

“Heh, jadi dia di sana. Dia betulan menyukaimu, Kakak.” “… dia cuma melihat orang lain dalam diriku.”

Ada jeda waktu aneh sebelum Shin mengatakannya. Nyatanya, dipanggil kakak laki-laki membuat Shin kesal. Raiden kemudian teringat pernah ada seseorang sepertinya bagi Shin juga. Sesuatu yang Raiden pikir tak penting karena tidak punya kakak atau adik.

“Ah, benar juga, kesatrianya …. Tapi bukankah kau melakukan hal yang sama? Melihat orang lain dalam dirinya.”

Shin anggap Frederica seperti rekan 86 mereka … dan seperti halnya Handler terakhir mereka, walaupun rasa kasihannya berbeda. Kata-kata itu merenungkan Shin.

“Ya …. Mungkin …. Karena dia sama seperti aku yang dulu.”

“Iyakah?”

Dihadapkan mata merahnya, Raiden menotol lehernya. Leher si gadis tidak terlihat dari kerah seragamnya, tetapi kesatrianya tak pernah meninggalkan bekas luka di lehernya. Seakan-akan bilang kakak Shin yang memberikan luka itu, sekarang sudah benar-benar hilang.

Lalu Raiden mengaktifkan Para-RAID-nya, memberi tahu Kurena dia menemukan Frederica, lanjut mematikannya ketika menyuruhnya menjemput Frederica. Tak lama sesudahnya, Kurena memasuki kamar dan setelah berteriak singkat, Kau sedang apa di sini?! Memungut Frederica bak koper dan pergi.

Melihat kepergian mereka, Raiden menarik kursi meja dan duduk tanpa izin. Perangkat RAID Shin dilempar sembarangan di atas meja. Rupanya, dia tak mengangkat panggilannya lebih awal karena sedang berbaring.

“… jadi kau mengirim laporan, ya?”

Shin barangkali tidak lupa bagaimana Raiden memperingatkannya tentang mengungkap kemampuannya ketika mereka baru tiba di Federasi.

“Kupikir akan memberi tahu mereka sebisaku. Kian banyak kekuatan tempur yang kita miliki, lebih baik.”

“Hentikan. Tidak ada gunanya memberi tahu mereka karena tak ada yang akan percaya sebelum mendengarnya sendiri. Kau pribadi yang bilang begitu, ingat? Sekalipun mereka percaya padamu, siapa tahu efeknya apa? Hanya perlu satu Resonansi denganmu dalam pertempuran …. Selanjutkan kau tidak lupa apa yang terjadi, bukan, Pencabut Nyawa?

Dulu sewaktu mereka berada di Repubik, tiada yang beresonansi dengan Shin dan mendengar ratapan hantu pernah terhubung lagi, kecuali Handler terakhir mereka. Mereka menghina Shin sebagai Pencabut Nyawa. Para 86 lain menahannya, namun itu pun sebab melihat rekan-rekan mereka menderita kematian mengerikan sudah jadi rutinitas sehari-hari bagi mereka. Mereka terbiasa menjerit kesakitan.

Namun di antara mereka, cukup banyak yang menghindari keberadaan Shin, Lalu orang-orang yang tidak sanggup tahan Beresonansi dengannya akhirnya mati. Mereka akan putus sambungan dari Resonansi Sensorik dan kehilangan perlindungan sang Pencabut Nyawa, orang yang punya kekuatan menghindari medan perang Legion. Karenanya pula banyak yang membenci Shin.

Dan tatkala tahu keadaannya, apakah Federasi mampu menerima kemampuan Shin tuk mendengar suara-suara setiap Legion? Raiden pikir takkan Federasi terima. Federasi tak berhenti menggunakan Juggernaut biarpun cenderung membunuh pilot tak terlatih, dan terus memeriksa efek Para-RAID yang dasarnya adalah eksperimen manusia. Federasi cukup berhati dingin untuk melakukannya.

“Federasi tak semulia yang dirinya kira, kala semuanya selesai, kita 86 tidak setara dengan penduduk asli Federasi …. Setahu kita, semuanya akan sama tidak peduli ke mana pun kita pergi.”

Rasa kasihan dan cemooh tak berbeda dengan diremehkan, simpati sepihak tidak lain hanyalah hilangnya minat untuk memahami pihak lain. Entah kapan seseorang yang menawarkan niat baik akan menunjukkan itikad sejatinya, mengungkap kebencian mencolok. Entah kapan seseorang mungkin memanggilnya monster. Sekalipun mereka putuskan Shin masih berguna terlepas keadaannya …

“Tidak cuma Legion yang mampu memisahkan otak orang. Kau dipersilahkan menjadi kelinci percobaan mereka jika kau mau, tapi aku takkan terseret ke dalamnya dan menjadi sandera tak tenang. Jangan kacaukan ini.”

Tentu saja itu bukan perasaan sebenarnya. Namun dia tahu Shin lebih memedulikan orang-orang di sekitarnya daripada kesejahteraannya sendiri. Shin menutup mata sedikit dan mendesau.

“… maaf.”

“Memberi tahu mereka sebanyak itu sudah cukup …. Terserah Federasi mau percaya atau tidak.”

Negeri ini tak buruk. Mereka tak ingin melihatnya hancur. Tetapi mereka dan rekan-rekannya tak berkewajiban mempertahankannya sampai mati. Itu saja. Dan Shin bukanlah tipe orang yang menolak membuat keputusan dingin tersebut.

“Kau tak apa?”

“… maksudnya?”

“Aku bertanya kau memikirkan hal tidak berguna atau tidak …. Apa kata-kata Ernst sungguhan menyentuhmu?”

Terdiam.

“Frederica bilang untuk mempertimbangkannya …. Bukan berarti sebelumnya tak pernah. Aku tidak perlu melakukannya.”

Dia lebih baik mati melawan kakaknya atau musnah dalam misi Pengintaian Khusus. Seharusnya itu satu-satunya hal yang tersedia baginya. Fakta dirinya masih hidup telah melebihi masa depan yang dia lihat. Lantas memikirkan hal mendatang adalah tugas yang sangat menakutkan.

Raiden mengangkat bahu saat ditanya bagaimana perasaannya mengenai hal itu.

“Kurasa akan berhasil, bagaimana caranya. Entahlah aku mau melakukan apa, bahkan aku pun ragu perangnya akan berakhir. Tapi mengerjakan sesuatu agar bisa dapat nafkah cukup untuk makan …. Itu lebih gampang ketimbang melawan Legion, palingan.”

Raiden barangkali tidak memikirkannya pula, tapi dia tak mengira pertanyaannya sesulit itu. Bekerja untuk bertahan hidup karena kau tak ingin mati bisa jadi sama saja di mana pun, di medan perang Sektor 86 atau masa depan tidak dikenal tanpa perang. Berbuat sekuat mungkin untuk hidup sampai momen-momen terakhir adalah jalan hidup 86, dan hal ini tak bertentangan dengan gagasannya.

Tetapi …

Raiden menimbang-nimbang, menatap mata merah menunduk Shin. Bekas luka hampir dipenggal, bukti kekejaman mengerikan yang diperbuat sang kakak, nyaris terlihat dari balik kerah seragamnya. Kendati sudah menembak mati hantu kakaknya, Shin masih dihantui—ibaratnya kutukan. Orang-orang seperti dirinya berbeda dari Raiden. Mereka butuh hal lebih untuk bertahan hidup. Sesuatu untuk menahan atau boleh jadi menangkal kutukannya.

Di ujung penglihatannya, Raiden melihat sesuatu tergeletak sembarangan dalam ruangan. Sebuah buku filosofi konyol di sudut tempat tidurnya, disertai selembar kertas terututup di dalamnya, menjadi pembatas buku.

Andaikata mereka di barak distrik pertama Republik, sekaranglah waktu Handler terakhir mereka Beresonansi. Apa yang dipikirkannya sekarang? Lebih tepatnya …

… dia menunggu apa?

“… menurutmu mayor baik-baik saja?”

Membiarkan Raiden menatap sekilas, Shin mengangkat bahu bisu.

Raiden mendesah berat. Jujur sedikit dengan dirimu, kawan …

Catatan Kaki:

  1. Perona pipi (disebut rouge, blusher atau blush on dalam bahasa Inggris) adalah kosmetik yang umumnya digunakan oleh wanita untuk memerahkan pipi sehingga memberikan penampilan yang lebih muda dan untuk menegaskan bentuk tulang pipi.
  2. Pertahanan balasan, bukan pertahanan semacam kamp yang bisa di geser kanan-kiri untuk menyesuaikan arah musuh yang datang, tapi langsung ke area musuh belakang. Biasa pake cara mutar.
  3. Swagerak tuh artinya bergerak sendiri.
  4. Gua gatau Stachelschwein sebenarnya apa, tapi kalau gua dari bahasa Jerman ke Indonesia gua terjemahkan lewat Glosbe, artinya “Landak”.
Share this post on:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments